Komponen Utama Penyusun Zona Agroekosistem Konsep Mitigasi Adaptif Pertanian

Agroekosistem adalah suatu sistem kawasan tempat membudidayakan makhluk hidup tertentu meliputi apa saja yang hidup di dalamnya serta material yang saling berinteraksi. Lahan pertanian merupakan arti agroekosistem secara luas, sehingga di dalamnya juga dapat pula dimasukkan hutan produksi dengan komoditas tanaman industri (KTI), kawasan peternakan dengan padang penggembalaan serta tambak-tambak ikan. Indonesia yang secara geografis terletak di wilayah yang beriklim tropis memiliki agroekosistem yang dapat digolongkan sebagai agroekosistem tropik. Agroekosistem ini adalah kawasan pertanian yang dipengaruhi oleh faktor iklim setempat. Adapun komponen utama penyusun zona agroekosistem meliputi :

  1. Faktor Biofisik (Tanah/Iklim)

Tanah sebagai salah satu komponen sumber daya alam yang mempunyai peran sangat besar bagi kehidupan manusia yang mana mencakup semua bagian padat diatas permukaan bumi termasuk semua yang ada diatas dan didalamnya yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh kinerja iklim, jasad hidup dan relief setempat dalam waktu tertentu dalam satu toposekuen akan dijumpai berbagai jenis tanah sebagai akibat adanya perbedaan bahan induk, iklim, topografi dan penggunaan lahan. Tanah juga sebagai salah satu subsistem dari lahan memegang peranan penting dalam mencirikan, merubah maupun mempertahankan kualitas lahan. Setiap satuan tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik secara fisik, kimia, dan biologi. Dengan adanya perbedaan karakteristik ini, maka diperlukan perlakuan pemanfaatan yang berbeda pula.

Faktor iklim merupakan komponen agroekosistem yang paling sulit dimodifikasi, komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap keragaman tanaman adalah suhu dan kelembaban. Berdasarkan ketinggian tempatnya di Indonesia dikenal dengan dua suhu yaitu panas dan dingin. Suhu panas umumnya dijumpai pada ketinggian tempat dibawah 700 mdpl, sedangkan suhu dingin dijumpai pada ketinggian tempat diatas 700 mdpl. Semua itu dibatasi oleh fisiografi permukaan bumi sehingga perbedaan tersebut dapat terjadi.

2. Fisiografi dan Bentuk Wilayah

Fisiografi adalah bentukan alam permukaan bumi yang (wilayah) dibedakan berdasarkan proses pembentukan dan evolusinya, proses pembentukan dan evolusinya dapat berasal dari tenaga dalam bumi (endogen) dan dari luar bumi (eksogen). Tenaga dari dalam bumi adalah tenaga yang disebabkan oleh penimbunan panas, akibat adanya arus radio aktif dilapisan bumi paling dalam. Tenaga ini dapat menimbulkan perubahan-perubahan (tinggi rendahnya) permukaan bumi sedangkan tenaga eksogen berasal dari luar bumi dan tenaga ini juga dapat menimbulkan perubahan pada permukaan bumi. Dari pengertian fisiografi tersebut wilayah yang berada dalam satu toposekuen dapat dibedakan dalam beberapa fisiografi, karena wilayah dalam satu toposekuen terdiri dari berbagai macam proses pembentukan lahan dan evolusinya.

Dalam pengelompokkan lahan untuk daerah pertanian seharusnya di kelompokkan berdasarkan fisiografis karena tidak semua fisiografis di permukaan bumi sama dan sesuai untuk semua jenis tanaman. Pada fisiografis yang tinggi dan memiliki toposekuen yang miring maka hanyalah tanaman tertentu yang dapat tumbuh berkembang namun pada fisiografis yang rendah dan toposekuen yang datar maka berbeda pula tanaman yang akan tumbuh diatasnya.

3. Vegetasi dan Penggunaan Lahan

Vegetasi adalah berbagai macam jenis tumbuhan atau tanaman yang menempati suatu ekosistem. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, vegetasi di definisikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan atau tanam-tanaman. Penggunaan lahan merupakan pencerminan dari manajemen yang dilakukan manusia terhadap lahan. Seringkali manusia menggunakan lahan tersebut kurang memperhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan serta tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah. Penggunaan lahan yang tidak didasarkan pada kesesuaian lahannya dan tanpa adanya pengelolaan tanaman yang kurang tepat akan menyebabkan berkurangnya kesesuaian lahan tersebut dalam memproduksi hasil pertanian dan mendorong timbulnya lahan kritis. Lahan yang kritis telah mengalami kerusakan baik fisik, kimia, dan biologisnya yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologisnya, produksi pertaniaan, pemukiman dan tempat berpengaruh terhadap iklim, jenis tanah, fisiografi dan penggunaan lahan. Pengaruh tinggi tempat terhadap iklim terutama terjadi terhadap komponen suhu, kelembaban dan curah hujan, tetapi semakin rendah suhu udaranya, demikian juga sebaliknya makin rendah suatu tempat makin tinggi suhunya dan semakin rendah kelembabannya.

4. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi yang digunakan untuk membedakan zona agroekosistem adalah potensi tenaga kerja, beban lingkungan, komoditas pertanian unggulan, dan infrastruktur (prasarana). Notasi indikator sosial-ekonomi menurut Bermanakusumah (1998) adalah:

  • Potensi tenaga kerja (T), dinilai dari kerapatan geografis tenaga kerja ditambah dengan evaluasi tingkat pendidikan, yang menghasilkan Tl (tenaga kerja kurang mendukung) dan T2 (tenaga kerja sangat mendukung).
  • Beban lingkungan (B), dinilai dari kepadatan penduduk dan beban tanggungan keluarga, menghasilkan B1(beban lingkungan ringan) dan B2 (beban lingkungan berat).
  • Komoditas pertanian unggulan (P), komoditas sesuai dengan kondisi tanah dan agroklimat spesifik lokasi, memiliki keunggulan komparatif setelah dianalisis dengan land rent, mempunyai nilai ekonomi cukup potensial untuk pasar domestik dan global, serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Secara garis besar penilaian potensi daerah penelitian ditekankan untuk pengembangan komoditas tanaman pangan dan tanaman tahunan. Penilaian potensi komoditas pertanian dibedakan menjadi kurang potensial (0), cukup potensial (1), dan sangat potensial (2).
  • Infrastruktur/prasarana (I), dibedakan menjadi prasarana fisik dan sosial. Prasarana fisik berupa jalan, sungai, bangunan pasar, dan pergudangan. Prasarana sosial menyangkut agama, adat istiadat, lembaga pendidikan, kelompok tani, organisasi karang taruna, dan organisasi wanita.

Referensi: Bermanakusumah, R. 1998. Agroecological zone report. Penyusunan Indikator Ekonomi pada Peta Zona Agroekologi. Agency for Agricultural Research and Development, Jakarta.

“Nabisuk Nampuna Hatana, Naoto unang diboan tu Panggadisan”

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun setiap kelompok yang tergabung dalam credit union (CU) yang di dampingi Yayasan Petrasa sebanyak 104 kelompok dan tergabung dalam organisasi PPODA (perhimpunan petani organik Dairi). Selasa (22/02) Kelompok CU Judika Di Dusun Lae Pinagar, Desa Perjuangan, Kecamatan Sumbul melakukan Rapat anggota tahunan dan pembagian deviden bagi anggotanya.

Kelompok CU Judika di dampingi Yayasan Petrasa sejak tahun 2008, kelompok ini diawali dengan jumlah anggota 5 % dari jumlah masyarakat di Dusun tersebut, dimana masyarakat desa pada waktu pembentukan belum yakin dengan organisasi yang di bentuk oleh masyarakat desa. Tahun bertambah diringi dengan penambahan jumlah anggota kelompok dan saat ini sudah mempunyai jumlah anggota Dewasa dan anggota anak sebanyak 121 orang .

Bulan februari menjadi awal yang bersejarah untuk kelompok ini, dimana kelompok ini terbentuk dan melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dalam RAT kali ini semua anggota merayakannya dengan sukacita dimana terjadi peningkatan pendapatan atau Sisa hasil usaha yang di dapatkan oleh kelompok Judika. Pada Rapat Anggota Tahunan ini, pengurus membacakan laporan Pendapatan dan pengeluaran. SHU yang dibagikan sebesar Rp. 78.296.000 (Tujuh puluh delapan juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).

Dalam laporan tahun ini terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan karena tabungan dan kepercayaan anggota semakin meningkat kepada kelompok yang mereka yakini bisa mengeluarkan mereka dari kemiskinan dan ketergantungan.

M.Padang sebagai Ketua kelompok CU Judika menyarankan agar anggota juga memberikan hati untuk mengikuti pertemuan bulanan. Dalam sambutannya, Beliau juga menyampaikan pepatah Batak “Ijuk di parapara hotang di parlabian, Nabisuk nampuna Hata, Naoto Unang di boan tu Panggadisan”. Artinya pengurus harus siap di kritik dan apabila ada kekurangan kepada anggota selama menjalankan CU selama tahun 2021/2022, tetap diberi kekuatan untuk membawa CU lebih baik di tahun yang akan datang. CU Judika menginginkan semua anggota bisa bahu membahu untuk membudidayakan sifat membangun di tengah-tengah kelompok.

Dalam program CU yang akan dilakukan oleh anggota CU Judika yaitu bagaimana petani bisa mengembangkan pertanian organik di masa yang akan datang. Petani juga tidak akan sanggup lagi bertani karena harga Pupuk dan Pestisida kimia semakin mahal. Apabila petani yang tergabung mampu melakukan penekanan saprodi pertanian maka peningkatan pendapatan petani akan meningkat dan otomatis akan menambah simpanan sukarela di kelompok.

Pembagian Sisa hasil usaha (SHU) kali ada perubahan Angaran dasar dan Anggaran rumah tanngga (AD/ART) yaitu melakukan pengetatan CU dimana dalam penabungan yang melewati batas penabungan, pengurus juga di harapkan agar pengurus cu bekerja lebih baik dan proaktif. Pengurus juga bisa di tukar kalau tidak bisa bekerja dengan baik, anggota yang menabung setiap bulannya harus mengikuti pertemuan sampai selesai agar semua anggota memahami fungsi dan penerapan pinjaman uang dari kelompok CU. Kelompok mandiri, kelompok yang saling percaya akan menjadikan anggota yang sejahtera apabila kepengurusan dan keuangan yang transparan terhadap anggotanya terpelihara. Harapan ini menjadi salah tujuan Petrasa untuk semua kelompok yang tergabung dengan PPODA menuju kesejahteraan setiap anggotanya.

Pelatihan Perempuan dan Lingkungan

Alam dan perempuan memiliki masalah yang sama. Keduanya sering hidup dalam dunia marjinal. Mungkin kadang tak bermaksud mendiskriminasi, namun kepentingan keduanya jarang dibahas dalam konteks yang lebih presisi. Kebutuhan alam untuk tumbuh atau kepentingan perempuan untuk berperan lebih jauh setidaknya itu yang mendasari diadakan kegiatan Pelatihan ini yang dihadiri oleh 16 Perempuan Potensial dampingan PETRASA dari lintas Kecamatan di Kabupaten Dairi.

Melihat berbagai persamaan tersebut, pelatihan ini berusaha mengarusutamakan isu perempuan dan lingkungan. Kegiatan ini adalah sebagai upaya menghapus segala bentuk ketidakadilan bagi alam dan perempuan. Pelatihan ini juga menggali lebih mendalam korelasi antara keduanya. Kegiatan Pelatihan ini di pandu dan dinarasumberi oleh Fhiliya Himasari – Manajer Penguatan Organisasi & Keadilan Gender WALHI Sumatera Utara.

Sebagai pengantar dalam pelatihan ini Ridwan Samosir (Sekretaris Eksekutif Petrasa) memaparkan Climate Changes yang sudah secara nyata dialami di Desa masing-masing. Olehnya menyebutkan kita tidak bisa lagi memprediksi kondisi cuaca dan iklim di Indonesia, Khususnya di Dairi.

Menurut Lestari Capah (Staff Advokasi Petrasa) bahwa perempuan menjadi pihak paling sering berhadapan langsung dengan persoalan lingkungan, “Program-program lingkungan biasanya diberikan kepada bapak-bapak. Tapi ternyata yang lebih banyak paham tentang itu adalah ibu-ibunya, dimana mereka diperhadapkan dengan hal tersebut setiap hari. Misalnya masalah air atau sampah rumah tangga.

Berbagai upaya dapat kita lakukan dan pelaksanaanya bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, medorong RPJMDes untuk pengadaan tempat sampah di Desa, menghemat sumberdaya di rumah tangga, mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pembakaran dilahan pertanian. Hal kecil namun berdampak besar dan harus dimulai dari kesadaran secara konsisten, sehingga peserta yang hadir sebagai perempuan potensial menjadi agent of changes untuk lingkungan hidup ujar Duat Sihombing (Kadiv. Advokasi Petrasa)

Fhiliya Himasari dalam sesinya menegaskan bahwa Perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah Pengawasan sosial, Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan juga Penyampaian informasi/laporan. Sesuai Pasal 2 huruf k UU No. 32 Tahun 2009 : “setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara keseluruhan peserta sangat antusias dan mulai sadar bahwa kegiatan mereka bukanlah sebuah rutinitas saja. “Holan dungo biasana, ina ittor aek do dijama”. Artinya sedekat itu korelasi antara perempuan dan alam. Sehingga akibat Dampak kerusakan lingkungan, baik akibat pemanasan global maupun kedatangan Ivestasi, perempuan menjadi sasaran/ korban utama yang terdampak.

Lisbet Lumbantobing dalam pemaparannya “Dari semua materi yg kita pelajari sangat bermanfaat jika kami sebagai perempuan potensial manfaatkan sebaik-baiknya. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak Petrasa yg sudah memfasilitasi kami kaum perempuan dalam hal pelatihan terkait perempuan potensial dan lingkungan hidup” ujarnya.

Banyak harapan perempuan dalam pelatihan ini yang menjadi catatan PETRASA dan Catatan bersama untuk dilakukan bersama dalam upaya menjaga lingkungan. Perempuan, terutama saat menjadi ibu, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Dalam perannya, perempuan harus memastikan bahwa keluarganya berada di lingkungan yang nyaman serta mengonsumsi makanan yang baik serta menjadi komitmen bersama itu harus dilakukan bersama-sama antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Peran lingkungan terhadap dua hal tersebut sangat berkaitan erat. Maka dari itu perempuan harus lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Selain itu, perempuan harus memiliki pengetahuan dan tanggung jawab (inisiatif) dalam pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati dan perempuan merupakan agen perubahan transformasional.

REFLEKSI “GENERASI MUDA UNTUK PERTANIAN”

Dalam Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa pasal 68, menjelaskan bahwa masyarakat desa memiliki kewajiban seperti menjaga dan memelihara lingkungan desa, mendorong tenciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,pembinaan masyarakat. Serta pemberdayaan masyarakat desa yang baik, mendorong terciptanya kondisi yang aman, nyaman, dan tentram di Desa, memelihara serta mengembangkan nilai permusyawaratan, mufakat, kekeluargaan, gotong-royong, dan masyarakat desa berkewajiban untuk berpartisipasi dalam kegiatan di desa.

Berdasarkan poin-poin tersebut masyarakat memiliki peran yang cukup penting, perlunya semua unsur kelompok masyarakat desa dalam mendukung pembangunan desa, salah satunya adalah generasi muda. Pemuda dinilai memiliki tenaga yang besar, pemikiran, semangat serta kreatifitas untuk berfikiran dalam pembangunan di Desa. Pemuda itu memiliki tiga peran yang sangat penting dalam kehidupan, yakni :

  1. Sebagai generasi penerus, dimana pemuda yang hususnya tinggal di desa di tuntut untuk menggantikan orang-orang yang sudah rusak secara karakter dan berpegang teguh guna menwujudkan suatu perubahan di desa tersebut.
  2.  Sebagai generasi berikutnya, dimana pemuda dituntut untuk melanjutkan nilai-nilai ajaran secara universal dan tetap relevan dengan perkembangan pada zaman maupun kondisi.
  3.  Sebagai agen pembaharuan, dengan kreatifitas pemuda memperbaiki kerusakan yang menghambat kemajuan masyarakat dimasa yang akan datang.

Aktivitas pemuda saat ini, sangat berpeluang dekat dengan kecepatan informasi dan perkembangan teknologi. Sehingga hal tersebut diyakini akan menjadi modal besar bagi para pemuda untuk tidak lagi cuek terhadap pembangunan desanaya. Pemuda yang saat ini didorong berkreasi di bidang sosial, budaya bahkan peluang lapangan pekerjaan yang tersedia dari dulunya di desa yitu dalam bidang Pertanian. Namun dalam melihat kondisi dan pengamatan terhadap pemuda yang ada di desa saat ini, harapan dan peluang itu belum bisa tecapai dan justru banyak para pemuda saat ini memilih harus pergi merantau dan memilih bekerja diluar kota.

YAYASAN PETRASA sebagai Lembaga masyarakat sudah turun langsung ke desa untuk merekrut dan memotivasi para kaum pemuda yang tinggal di desa untuk aktif dalam pengembangan desa hususnya dalam memikirkan kelanjutan pertanian di desa. Namun banyak factor yang mempengaruhi pemuda sehingga hal itu sangat sulit terjadi, dimana bekerja atau berusaha di bidang pertanian itu dianggap “gengsi” diantara kawan-kawan yang kesehariannya bekerja dikantoran. Penghasilan sebagai petani dianggap tidak menjanjikan dan menjamin msa depan, sehingga harus memilih bekerja dengan uang instan. Profesi petani hanya dianggap pekerjaan formal yang bukan untuk dibanggakan. Banyak yang beranggapan bahwa bertani itu harus butuh banyak modal dengan akses modal yang sulit, membutuhkan lahan yang luas dan factor-faktor lainnya yang sangat mempenaruhi. Bahkan factor yang sangat mempengaruhi pemuda itu enggan tinggal di desa yaitu, ada niat dari pemuda namun dorongan dan kepercayaan dari orang tua sangat berpengaruh sehingga pemuda kadang memilih tidak serius untuk tinggal di desa.

Dalam hal ini, YAYASAN PETRASA tetap mengajak dan selalu mengkampanyekan generasi petanin muda untuk meminimalisir factor-faktor yang sangat mempengaruhi pemuda untuk tetap berpartisipasi dalam pembangunan hususnya pertanian di desa dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung semangat pemuda melalui pengembangan pertanian dan peternakan organik.

Semoga dengan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan YAYASAN PETRASA dalam pengembangan generasi petani muda di desa, semakin banyak pemuda yang memikirkan dan mengembangkann desa dengan pertanian yang selaras dengan alam. Mari sama sama mebangun desa dan pertanian di desa lewat kreatifitas pemuda.

Divisi Pertanian-Peternakan Yayasan PETRASA

#PETANIMILINEAL..

#BeraniBertani

#DukungPetaniMuda

Ketidakadilan Iklim dan Menguatnya “Climate Apartheid”

Climate Apartheid adalah sebuah pengkastaan manusia berdasarkan bagaimana mereka mampu menyelamatkan diri dari berbagai malapetaka kerusakan iklim. Batas air laut naik? Banjir? Konglomerat bisa memindahkan keluarga dan tempat tinggal mereka tanpa pikir panjang. Kekeringan berkepanjangan? Konglomerat tinggal membeli dan menimbun air bersih banyak-banyak untuk mereka sendiri. Ancaman kebakaran? Mereka bisa saja mempekerjakan tim pemadam pribadi. Harga pangan naik? Bisa jadi mereka malah meraup keuntungan karena turut memiliki usaha di bidang pangan.

Pada potensi skenario Climate Apartheid ini, tentu saja para konglomerat perusak bumi tidak akan begitu peduli pada perubahan iklim, karena mereka merasa mampu menghindari konsekuensi-konsekuensinya. Sementara rakyat biasa yang hanya menyumbang sedikit emisi karbon, justru yang akan paling menderita akibat eksploitasi alam mereka.

Lalu bagaimana dengan pemerintah dan para pemimpin negara? Kurang lebih, bisa dibilang impoten. Politisi disponsori partai dan partai disponsori pengusaha, bahkan tak jarang juga pengusahalah yang turun sekalian menjadi politisi. Lingkaran setan kerja sama dalam keserakahan. Bahkan tidak hanya impoten, pemimpin negara justru bisa jadi pencetus malapetaka bagi alam.

Tidak jauh berbeda dengan negara, lembaga-lembaga lain yang memiliki pengaruh dan massa yang kuat juga tidak jauh berbeda. Lembaga agama, partai politik, organisasi masyarakat pun tidak mampu berbuat banyak. Mereka lebih memilih posisi aman untuk terus menjaga hubungan baik dengan penguasa dan pengusaha bahkan cenderung berlomba-lomba untuk mengakses berbagai bantuan dan dana CSR (Corporate Social Responsibility) tanpa memiliki rasa kritis terkait dampak yang ditimbulkan.

Berbagai bencana alam yang terjadi sudah merenggut banyak korban dan mayoritas korbannya adalah masyarakat miskin yang tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan diri dari bencana yang terjadi. Padahal kalau dilihat dari penyebab terjadinya bencana alam sepertinya kerakusan dan ketamakan manusia adalah penyebab utama terjadinya bencana. Banjir yang disebabkan meningkatnya laju deforestasi, kekeringan yang disebabkan pemasan global, naiknya suhu bumi akibat proses industrialisasi, hujan es dan angin puting beliung akibat perubahan iklim dan berbagai ancaman lainnya menjadi ancaman serius keberlanjutan ruang hidup masyarakat.

Climate apartheid yang disebabkan ketidakadilan iklim menjadi salah satu persoalan terbesar kemanusiaan di abad ini. Namun sialnya tidak banyak yang memberi perhatian serius untuk menghentikan kegilaan ini. Deru mesin industri penghasil emisi karbon semakin kuat, laju deforestasi masih sulit ditekan, penggunaan energi baru dan terbarukan masih jalan ditempat dan berbagai aktifitas pemicu pemanasan global lainnya terus meningkat untuk mengejar produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Padahal pernahkah kita menghitung berapa banyak potensi pendapatan yang hilang akibat resiko iklim dan bencana.

Pertumbuhan ekonomi berbasis industrialisasi dianggap tidak lagi ideal tanpa mempertimbangkan keselamatan lingkungan dan alam. Agresifitas pembangunan sejak dimulainya era industri yang mengesampingkan keseimbangan alam dianggap pemicu utama terjadinya berbagai bencana. Kenaikan suhu bumi diatas 2 derajat celcius akibat pemanasan global merupakan dosa besar di era industri yang harus segera dihentikan.

Ketidakadilan iklim harus direspon dengan langkah adaptasi dan mitigasi. Masyarakat miskin seperti petani, nelayan, masyarakat tepi pantai yang menjadi penerima resiko terbesar harus ditingkatkan ketangguhannya agar mampu beradaptasi sebagai upaya pengurangan resiko karena sekarang resiko itu tidak bisa lagi dihindari. Disisi yang lain mereka para penghasil emisi karbon terbesar harus berkomitmen untuk mengurangi semua aktifitas yang memproduksi gas emisi karbon sehingga kenaikan suhu bumi bisa ditekan.

Hal itu harusnya menjadi komitmen kita bersama untuk menekan jurang disparitas climate apatheid yang sangat mengkuatirkan. Keadilan iklim adalah cita-cita global agar dunia semakin baik dimasa yang akan datang dan reskio iklim dan bencana bisa diminimalisir untuk keberlanjutan hidup generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

One world, One Climate, One futute. Together For Climate Justice

Menjalin Kerja Sama Dengan Desa Sirata Melalui Program Pemberdayaan Pertanian Selaras Alam

Agar pembangunan desa bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan maka pembangunan desa itu harus terencana, terkoordinasi, berbatas waktu, dan sesuai dengan kondisi khas masyarakat dan wilayah desa yang bersangkutan. Selain itu pelaksanaan pembangunan desa melibatkan peran aktif masyarakat, perangkat desa, lembaga-lembaga desa, lembaga di tingkat kecamatan dan kabupaten (lembaga supra desa), dan lain-lain.

Dokumen RPJM Desa menjadi penting sebagai alat bantu dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan desa, agar arahnya tidak melenceng dari garis-garis yang telah ditetapkan dalam perencanaan pembangunan desa itu sendiri sebagaimana Permendagri No.114/2014 Pasal 7 Ayat 3 yang mengatur tahapan penyusunan RPJM Desa maka setiap desa yang baru meyelenggarakan pilkades wajib menyusun RPJM Desa yang kan menjadi acuan pembangunan 6 tahun kedepan.

Alur penyususnan RPJM Desa :

1. Pembentukan Tim Penyusun RPJMDesa.

2. Penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

3. Pengkajian keadaan desa.

4. Penyusunan rencana pembangunan desa melalui musyawarah desa

5. Penyusunan rancangan RPJMDesa.

6. Penyusunan rencana pembangunan desa melalui musrenbangdesa.

7. Penetapan RPJM Desa.

14 Februari 2022 menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi Petrasa diminta untuk memfasilitasi penyususnan RPJM Desa sirata bersama dengan kepala Desa bapak Maruasas Purba dan sekretaris Desa dan juga Ketua Tim 9 penyususnan RPJM Desa Sirata bapak Rinto Manullang beserta aparatur desa .kita banyak berdiskusi berbabagai ususlan program terutama program pertanian,peternakan ,pemberdayaan terhadap perempuan dan lembaga Desa lainnya seperti PKK dan karang taruna. Dimulai dari analisis swot Desa.melihat kelemahan Desa sirata dari beberapa sector, potensi serta kekuatan,peluang kemudian kegiatan yang akan dilakukan menjadi solusi.

Khusus dibidang pertanian desa Sirata memiliki beberapa potensi besar yang bisa digali menjadi peluang semisal tanaman buah yang setiap Tahun bisa berproduksi,ada durian,duku,maggis yang produksinya cukup banyak,namun kelemahannya belakangan ini buahnya sering rusak dan tidak mulus seperti beberapa tahun lalu dan sering membuat harganya tidak stabil,sehingga diperlukan budidaya yang baik untuk mengembalikan buah tersebut menjadi bagus sehingga standartnya bisa menjadi produk eksport.demikian juga dengan buah cacao sering mengalami busuk buah yang sangat mengurangi kualitas dan harga.

Dari sector peternakan, desa Sirata juga memiliki potensi yang baik untuk memelihara Babi,ayam dan juga kambing sehingga kedepan pemdes merencanakan program nasional 20% peruntukan dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani adalah memelihara ternak babi,ayam dan juga kolam lele yang akan dikelola oleh Karang Taruna dan juga BUM desa dan dalam mendukung tersebut Petrasa bersedia menjadi fasilitator pelatihan bagaimana kedepan masyarakat Sirata dilatih terlebih dahulu sebelum implementasi program sehingga jika pengetahuan dan pemahaman mereka sudah baik bagaimana beternak yang baik maka kemungkinan atau potensi Gagal akan semakin rendah dan hasilnya akan memberi dampak kepada kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Desa Sirata merupakan desa yang tidak terlalu luas hanya berpenduduk ± 250 kk dengan aktivitas penduduknya sebahagian besar hidup dari sector pertanian.Lahan yang sempit juga menjadi masalah yang mereka hadapi sehingga dalam sector pertnian ini perlu dilakukan intensifikasi pertenian mengingat lahan yang sangat terbatas.karena lahan mereka juga sudah ditanama Tanaman keras seperti durian dan tanaman keras lainnya.Menanam jangung juga menjadi pertanian yang banyak dilakukan oleh masyarakat desa Duku,selain itu juga ada yang menanam pisang dan juga cabe serta tanaman lainnya dilahan terbatas.Infastruktur juga menjadi salah satu focus kedepan,tapi karena aturan skala prioritas dana Desa saat ini lebih mengarah ke penanganan dampak covid maka infrastruktur sedikit direm tahun ini namun akan tetap masuk dalam pengusulan di RPJM Desa.

Kelangkaan pupuk menjadi salah satu problem yang dihadapi petani di desa Sirata dan juga petani lainnya dikabupaten Dairi,dan ini juga menjadi persoalan nasional karena kurangnya produksi dibandingkan dengan kebutuhan. Namun kita tak akan berhenti bertani hanya karena persoalan pupuk dibutuhkan alternative lain dan juga dibutuhkan kreativitas petani untuk mengolah pupuk sendiri dengan konsep pertanian organik atau selaras alam.dan Pemerintah Desa Sirata sangat memahami kondisi saat ini sehingga salah satu kegiatan yang akan dilakuakan kedepan adalah pelatihan pembuatan pupuk Organik serta pestisida organic dan didukung dengan peternakan .sehingga diharapkan dengan konsep pertanian ini bisa membantu masyarakat desa Sirata kedepan dan juga mengurangi ketergantungan kepada pupuk kimia serta pestisida kimia.disamping itu juga kita akan mengajak PKK untuk mengelola pekarangan dengan konsep pertanian Organik sehingga mereka bisa menghasilkan panganan sehat buat keluarga kedepan.

Kita berharap kolaborasi Petrasa dan Pemerintahan Desa kedepan dapat meningkatkan kemajuan Desa Sirata serta mendorong desa sirata menjadi salah satu desa dengan konsep pertanian Organik sehingga mampu meningkatkan ekonomi dan juga mendorong pasar yang adil kepada produk yang dihasilkan oleh masyarakat desa Sirata.

“Tolong Lahirkan Kebijakan Program Pertanian Organik Seru Petani Dairi, Pertanian Organik INVESTASI”

Oleh : Gloria Sinaga

25 Oktober 2021 dengan semangat pagi aku bergegas dengan sepeda motor menuju desa Kentara dusun Bangun . Pagi yang cerah sangat mendukungku pada saat itu untuk menapaki jalan yang lumayan jauh dari jalan besar supaya sampai kelahan Bpk Panggamot Sihombing /Br Purba . Mereka sedang memanen padi yang sudah menguning sempurna dengan sitem Mina padi organik.

Segera kupakai basahanku untuk ikut serta memenen padi tersebut, sambil memanen kulontarkan satu pertanyaan kepada amang Panggamot Sihombing, demikian isi dari pertanyaanku “ apa yang sudah keluarga rasakan selama bertani dengan penerapan pertanian selaras alam seama ini amang? Oh Begini inang “Keluarga Kami Bapak Panggamot Sihombing / Istri Rosmani Purba sudah sejak tahun 2017 sebagai praktisi yang konsistensi dalam dibudidaya sayuran dan juga padi dengan perlakuan PSA. Memang terkadang kelihatan bak orang gila, sebab setiap akan melakukan persiapan pengolahan lahan untuk tanaman sayuran organik atau padi, kami harus secara rajin-rajin mengumpulkan sisa /limbah pertanian atau limbah rumah tangga, bahkan limbah (Feses) ternak, kemudian semua itu diproses dengan sangat teliti dan ketelatenan mulai dari mengolah semua limbah itu menjadi bokashi sistem fermentasi dengan waktu yang lumayan menyita dibanding langsung dengan penggunaan yang praktis-praktis seperti halnya Pupuj & Pestisida Kimia, selain mempersiapkan Bokashi kami juga harus mengolah pestisida nabati yang bersumber dari potensi daerah disini contohnya jeringau, daun mimba, daun sirih, kulit dedap, lengkuas, kunyit dan juga bahan organik lainnya yang kemudian setelah bahan terkumpul lalu kembali melakukan proses pencacahan/menggiling semua bahan tersebut hingga ke bagian fermentasi, memang kami akui sangat memakan waktu yang lama inang, tandasnya.

Bapak Panggamot Sihombing menjelaskan tahapan penanaman Mina Padi PSA ( Pertanian Selaras Alam), berikut penjelasan beliau terkait proses dalam bertani Mina Padi PSA: Persiapan Bokashi, Pestisida Nabati, pengolahan tanah dan membentuk lahan mina padi, penebaran kompos dasar, penanaman padi , penebaran bibit ikan 3 (Tiga) Minggu HST, penyemprotan dan perawatan tanah dan tanaman, penyedian pakan organik ikan , misalnya ; Ubi kayu dedak fermentasi, Pasca panen.

Pengalaman itu menjadi sangat berharga buat keluarga kami sebab hingga aksi kegilaan tersebut sudah berujung dengan hasil yang manis inang jelasnya.

Disela-sela istirahat masih kusempatkan lagi bertanya satu hal , Hal apa yang membuat keluarga Bapak tetap bertahan melakukan pertanian PSA ini sudah jelas-jelas sangat rumit dan memakan banyak waktu? Beliau langsung menorehku , dengan raut wajah penih keyakinan dijelaskannya bersdasarkan testimoni kesehatan beliau, salah satu alasannya adalah tentang KESEHATAN, saya ( Bpk Panggamot Sihombing) merasakan sakit di punggung sudah menahun yang mengakibatkan saya sednidi tidak bisa berjalan tegak, punggung saya terus terasa sakit , namun pada akhirnya secara berangsur-angsur berkurang dengan setiap hasri mengkonsumsi beras dan s ayuran secara rutin hasil dari pertanian PSA yang kugeluti sejak tahun 2017 .Selain bermanfaat terhadap kesehatan, hasil pertanian organik tersebut juga dijual dengan harga yang memiliki nilai lebih dari perlakuan kimia.

Ketika keluarga ini semakin merasakan manfaat dari bertani organik ,maka level untuk memaksimalkan perlakuan juga semakin meningkat dan bertambah, yaitu memulai peternakan ayam kampung sitem semi organik. Feses( Kotoran ternak ) menjadi bahagian bahan yang tidak kalah utama dalam pertanian organik, sama juga dengan sebuah pernyataan “ Bertani TANPA Beternak adalah “BUDAK Pabrik PUPUK KIMIA”.

Dari semua testimoni yang di paparkan oleh Beliau, dia berharap akan semakin banyak elemen yang mendukung pertanian organik, sebab pertanian organik bisa menolong kita dari resistensi residu kimia yang ada pada makanan instan, selain itu dengan menerapkan konsep pertanian organik kita telah berkontrisbusi besar mewaruskan tanah yang subur bagi anak-cucu kita kelak, tanah subur juga merupakan investasi .Beliau sangat berharap sekali Program “Pertanian Organik “ menjadi salah satu model percepatan pembangunan ekonomi skop Dairi sampai melahirkan sebuah ‘Kebijakan’ di kabupaten Dairi ini.

Pertanian yang berjelanjutan ialah sistem pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Pertaian ini memperlihatkan sisi sifat organis para petani tersebut, dimana mereka sudah menerapkan pengurangan limbah pertanian dengan cara mengolahnya kembali, mereka sama sekali tidak lagi melakukan pembakaran terhadap limbah pertanianya, dengan segala cara diolahnya kembali limbah tersebut dengan banyak ide atau cara salah satunya adalah dengan memfermentasi limbah tersebut dengan menambahkannya dengan bahan organik lainnya.Petani itu tenyata secara tidak langsung sudah cerdas iklim, mereka sudah sangat memperhitungkan kesuburan lahan dengan pola-pola alami. Petani sibuk memikirkan bagaimana caranya supaya tanah semakin subur, dan secara langsung sebenarnya mereka sudah melakukan mitigasi dan adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim.

Selain petani memikirkan ketahanan pangan juga sudah memikirkan kelestarian lingkunggan, mereka melakukannya dengan sistem pertanian terpadu, memadukannya dengan peternakan dalam satu areal supaya kebutuhan pangan, protein dan juga nutrisi bisa terpenuhi dalam waktu yang sangat lama atau disebut berkelanjutan.

Saat ini sudah mulai banyak petani yang meninggalkan sistem petanian monokultur ke pertanian polikuktur, karena dengan perapan sitem polikultur ( pertanian terintegrasi ) mampu menimalkan kerugian petani, jika salahsatunya gagal panen maka bisa memanen tanaman atau ternak, dengan sistem tersebut diyakini sangat efisien dan efektif.

Pertanian berkelanjutan versi petani tersebut apakah sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan yang berkelanjutan juga ?

Pengertian pangan sendiri telah diatur dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 34 Tahun 2019 yang berbunyi: “Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Sedangkan produk olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan organik adalah makanan atau minuman yang berasal dari pangan organik hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan.

Yayasan PETRASA adalah lembaga yang berdiri sejak tanggal 21 Juli 2001, yang bergerak untuk pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dibidang pertanian –peternakan sistem selaras alam.  PETRASA melakukan pemberdayaan kepada masyarakat yang kebanyakan dari mereka adalah petani –peternak . Dampingan PETRASA tersebar di 12 Kecamatan dikabupaten Dairi dengan 113 kelompok dengan jumlah anggota secara keseluruhan kurang lebih 5.000 jiwa , namun pada dasarnya setelah dilakukan pemberdayaan kepada mereka melalui pelatihan dengan mengundang beberapa peserta dari kelompok tersebut, tak banyak yang tertarik, sebab harapan besar dilakukannya pelatihan tersebut adalah pada akhirnya petani harus mempraktekkan dilahan masing-masing tentang konsept pertanian organik. Tapi pada dasarnya pelaksanaan pertanian organik ini betul-betul membutuhkan tenaga, waktu dan ketelatenan, beda dengan konsep pertanian dengan penggunaan pupuk kimia, sangat praktis , mudah dan efisiensi dalam waktu tenaga.

Tidak berhenti sampai disitu saja, PETRASA terus melakukan penjajakan dalam bentuk pendekatan, ada staff yang rela menginap tinggal didesa dirumah petani dan juga ikut membantu kelahan pertanian mereka walaupun lahan yang dibantunya adalah lahan dengan pertanian konvensional. Petrasa meyakini konsep pendekatan kepada petani salah satunya “Tinggallah bersama mereka, Hiduplah bersama mereka”. Sistem ini ada juga yang berhasil. Beberapa petani yang dikunjungi secara berulang-ulang membuahkan hasil dalam gerakan “Pertanian organik” mereka diberdayakan dengan bentuk pelatihan, praktek pembuatan bokashi padat-cair, Pestisida Nabati, Zat perangsang Tumbuh ( zpt) , Mengolah limbah organik segar menjadi Eco-Enzyme, membuat tricoderma dan bentuk perlakuan lainnya dengan mempertimgkan sumber daya alam yang tersedia dialam sekitar mereka.

Dari mereka yang telah melakukan pemberdayaan secara terus menerus ada beberapa petani-peternak yang sudah menjadi kader Petrasa , yang tentu sudah mampu menjadi narasumber bahkan lebih vokal lagi penyampainnya pada saat mengajak petani lainnya untuk ikut berpartisipadi dan berkontribusi untuk menginvestasikan tanah subur untuk ketahan pangan berkelanjutan.

#pertanianorganikadalahinvestasi

#Sinur #Napinahan #Gabe #Naniula

#LahirkanKebijakanProgramPertanianOrganik

Pertanian Organik Rumit Tapi Menghasilkan Yang Bermanfaat

(Senin, 07/02/2022) Petrasa dan petani dampingan Yaitu Roida Pandiangan sebagai Staf Pemasaran dan Pengembangan Kelompok dan Tiominar Silalahi, Petani kelompok CU Setia Kawan dan juga pelaku produk turunan produk organik berkunjung ke salah satu Yayasan Lingkar organik di Yogyakarta. Kunjungan dilakukan dengan tujuan menambah wawasan dan pengetahuan yang akan di terapkan ke depannya untuk menjadi lebih baik. Pada Intinya adalah untuk membandingkan kondisi yang ada di lingkungan orientasi, tempat kami belajar menambah pengalaman dengan kondisi di tempat kita melakukan aktivitas.

Adapun Hasilnya berupa pengumpulan informasi sebagai bahan acuan dalam perumusan konsep yang di inginkan untuk di jadikan barometer dan menjadi pembanding untuk rencana jangka pendek dan jangka panjang.

Pada saat pembelajaran di Lingkar organik(LO), staf dan petani ingin mengetahui proses pendampingan Lingkar Organik (Yogyakarta) terhadap petani. Bagaimana cara meyakinkan para petani dalam melakukan pengolahan pertanian organik juga bisa sebagai usaha yang menguntungkan, serta mencari informasi yang tepat utk pengembangan pasar organik.

Penentuan harga pasar juga sangat di perhatikan dalam pengembangan pengolahan pertanian organik. Dimana sosialisasi terhadap masyarakat serta dukungan pemerintah dalam upaya pengembangan pertanian organik juga berpengaruh terhadap penentuan harga produknya.

Hal ini sering menjadi masalah dalam pendampingan terhadap petani dampingan Petrasa yang ada di Kabupaten Dairi. Dimana sosialisasi tentang produk-produk organik Kabupaten Dairi masih lemah, sehingga berpengaruh kepada petani dan tetap meyakini produk pertanian kimia lebih menguntungkan, juga menjanjikan di pasaran.

Memang, proses yang di jalani sangat panjang dan rumit. Untuk itu perlu pendekatan, pendampingan dan pemahaman kepada petani terhadap keinginan konsumen untuk mencintai produk yang dihasilkan oleh petani sebagai produsen yang menyuplai produk tersebut. Produsen mengenal target pasar dan tujuan pasar produk yang di hasilkan oleh petani Petrasa. Terbangunnya jaringan petani ke konsumen sehingga terjalin hubungan yang berkelanjutan mengarah kepada perubahan pola pikir di tengah-tengah masyarakat yang menyebabkan Kepercayaan serta keyakinan yang saling menguatkan pemasaran produk organik di kabupaten Dairi.

Yayasan Petrasa yang sudah bersosialisasi hampir dua dekade meyakini Kabupaten Dairi memiliki pasar organik sendiri yang mengantar masyarakat mengubah gaya hidup dan membutuhkan proses yang panjang. Proses demi proses sosialisasi Petrasa akan melahirkan beberapa terobosan dan harapan bahwa produk organik akan di cintai oleh konsumen yang membutuhkan produk-produk yang sehat dan berkualitas. Mari kita bersama-sama tetap menjaga petani dampingan untuk menciptakan konsumen yang loyal dengan konsumsi produk organik .

Divisi Pemasaran dan Pengembangan Kelompok

#organikdairi #sidikalang #petrasa #Organik #Konsumen

“Mangamoti”

Inang Op. Putri Pakpahan baru saja memanen padi organik dari lahan pertaniannya. Menambah semangat memanen, keluarga inang Pakpahan mangamoti diareal sopo (pondok) mereka. Budaya mangamoti ini selalu dilakukan saat mereka sedang memanen padi. Mangamoti merupakan kearifan local masyarakat Batak Toba sebagai wujud rasa syukur petani atas hasil panen yang mereka dapatkan tiap tahunnya dan berdoa agar panen-panen berikutinya dapat meningkat. Pada saat mangamoti, petani biasanya menyembelih ayam atau babi.

Memanen padi sudah selesai dilakukan, saatnya memanen sayur organik dari kebun keluarga yang dimilikinya untuk dipasarkan esok harinya. Biasanya staf Petrasa akan datang menjemput sayur organik Inang Pakpahan di Desa Kentara Kecamatan Lae Parira untuk membantu memasarkan, menjangkau konsumen tetap. Sambil beristirahat, Inang pakpahan bercerita tentang pengalamannya setelah 4 tahun bertani organik.

Pertanian organik tidak hanya mempengaruhi pola pertaniannya namun juga pola konsumsi keluarga. “Dung Marorganik, nga moru be hami mangallang mie instan, dang dipakke hami be penyedap rasa kimia amang”. Setelah bertani organik, keluarga inang pakpahan sudah jarang mengkonsumsi mie instan dan tidak lagi menggunakan micin pada saat memasak.  Inang Pakpahan tidak hanya bertani padi dan sayuran organik namun juga membudidayakan buahan, beternak lele dan ayam secara organik. Ketergantungan dengan makanan cepat saji perlahan berkurang dan meningkatnya pola konsumsi hidup sehat menjadi dampak dari pelatihan-pelatihan yang didapat inang Pakpahan.

Arah cerita sempat juga menyinggung tentang daur pengetahuan lokal yang sudah mulai ditinggalkan. Marsiadapari, marsiruppa(bergotong-royong), tangiang boni, mangamoti perlahan-lahan hilang karena semua layaknya kejar target. Semua sudah serba uang. Makanan lokal juga sekarang sudah tidak dianggap gaul, semua harus serba instan. Manggadong atau makan singkong tidak lagi menjadi santapan ketika berkumpul dengan keluarga, namun lebih sering dipandang sebagai pakan ternak.

Masa-masa bagaimana suatu mekanisme industri pertanian mengubah daur pengetahuan petani. Melalui program Revolusi Hijau, menjadi cikal bakal munculnya cara-cara atau teknologi bertani modern. Sejak tahun 1980-an, bibit unggul-hibrida, dan penggunaan pupuk pestisida kimia melengserkan perlahan pengetahuan lokal tadi. Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras.

Dampak negatif dari Revolusi hijau dirasakan oleh petani hingga saat ini. Hilangnya kemandirian dan kedaulatan petani menjadi penyebab hilangnya pengetetahuan lokal tadi. Petani digiring memacu tingkat produksi, yang penting hasilnya banyak, uangnya juga akan banyak. Untuk mengejar produksi, petani akan meningkatkan penggunaan pupuk kimia dan akhirnya tanah akan semakin rusak. Jika tanah semakin rusak, maka penggunaan pupuk kimia juga akan semakin ditingkatkan. Sementara dari penggunan bahan pertanian kimia tadi, Penikmat utama dari kebiasaan instan tadi adalah mereka pemilik modal atau para pengusaha dibidang pertanian hingga perusahaan makanan.

Kebiasaan instan dari sektor pertanian juga mempengaruhi pola konsumsi keluarga. Inang Pakpahan juga bercerita bagaimana dulunya mereka disaat bertani kimia. Kandungan makan yang dikonsumsi bukanlah menjadi masalah. Yang penting bagaimana bisa cepat dan rasanya lezat. Inang Pakpahan mengingat masa sebelum bertani organik, jika dihitung-hitung biaya pembelian micin dan produk mie instan tiap harinya dikalikan dengan minggu atau bulan, uang itu sudah bisa digunakan untuk membeli baju baru untuk anak-anaknya.

Sebelum bertani organik, inang pakpahan menggunakan 7 saset micin dan mengkonsumsi mie instan 6 bungkus perminggunya. Berarti selama seminggu, satu keluarga dapat menghasilkan sampah sekitar 13 biji. Jika kita kalikan dengan jumlah kepala keluarga di kabupaten Dairi 66.825 (Portal.dairikab.go.id) maka Dairi minimalnya menyumbang 868.725 sampah plastik perminggunya dan 46.911.150 sampah plastik pertahunnya.  Jika kita rata-ratakan berat sampah plastik persasetnya adalah 0,8 gram maka tiap tahunnya kita menyumbangkan minimal 37.528,92 ton sampah.

Sebelumnya, diskusi dengan Bapak Martua Sinaga (Sekretaris Kadis Lingkungan Hidup Kab. Dairi), petugas kebersihan belum menjamah semua kecamatan masih pada 6-8 dari 15 kecamatan dalam hal pengambilan sampah untuk dibuang ke TPA. Ini berarti masih banyak sampah-sampah dihamburkan disembarangan tempat.

Pun, sampah plastik yang kita hasilkan tiap harinya tidaklah muda untuk terurai bisa 10-500 tahun lamanya (kompas.com). Sudah hal pasti sampah yg kita hasilkan dapat merusak tanah dan ekologi yang disebabkan oleh bencana akibat sampah. Berarti kita adalah salah satu penyumbang dan penyebab perubahan iklim. Maka cuaca ekstrim, bencana dan kerusakan lingkungan adalah disebabkan oleh kita sendiri.

Organik bukanlah hanya sebatas bagaimana tidak menggunakan pupuk kimia, namun juga pola konsumsi keluarga harus didukung dengan bahan-bahan yang menyehatkan. “sia-sia do molo hita mengkonsumsi produk pertanian organik hape ditikki mangaloppa tapakke dope penyedap rasa na kimia”. Tubuh kita akan tidak sehat jika kita menggunakan micin walau kita mengkonsumsi produk organik. Bertani organic juga akan membantu pemulihan tanah dari residu yang tinggi akibat kehadiran obat-obat pertanian kimia.

Selain sehat, dengan berorganik kita juga akan lebih hemat.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Aktor Penting Pembangunan Desa

Peran Badan Permusyawarahan Desa (BPD) dalam pembangunan desa sangat vital dan mutlak. 3 fungsi utama BPD yang tertuang dalam Perda No.3 tahun 2018 adalah membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Dari ketiga fungsi tersebut sangat jelas bahwa BPD mempunyai peran yang sangat besar dalam terciptanya pemerintahan yang transparan dan adaptif terhadap kepentingan masyarakat.

Catatan itu dirumuskan pada pelatihan BPD yang dilakukan oleh Yayasan Petrasa pada tanggal 7-8 Pebruari 2022 di kantor Petrasa. 25 orang BPD yang juga anggota kelompok CU dari 11 desa ikut bergabung dalam pelatihan itu. Selama proses pelatihan itu terlihat bahwa peserta memiliki kapasitas yang berbeda terkait peran dan fungsi BPD dalam pembangunan desa. Yang menarik adalah bahwa ada perlakuan yang berbeda antara desa. Hal itu disebabkan karena sebagian besar BPD belum mengetahui apa fungsi dan peran mereka dalam pemerintahan desa.

Roni Simamora, Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kabupaten Dairi yang juga diundang sebagai narasumber dalam pelatihan itu menyampaikan bahwa BPD diharapkan menjalankan fungsi dan peran mereka dalam pembangunan desa. Oleh karena itu BPD harus memahami apa yang menjadi tupoksi mereka dan juga membangun sinergisitas bersama pemerintahan desa.

Ketua Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) Kabupaten Dairi, Edipar Samosir yang juga diundang sebagai narasumber menyampaikan bahwa sangat penting sekali untuk mengembangkan organisasi di tingkat kabupaten untuk memperkuat posisi tawar BPD dan memperjuangkan aspirasi BPD. Oleh karena itu perlu dibangun hubungan strategis antara sesama BPD antar desa melalui organisasi BPD di tingkat kabupaten.

Ridwan Samosir sekaligus Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa juga menyampaikan bahwa berdasarkan Perda No.3 tahun 2018, peran dan pengaruh BPD sangat kuat di desa dan itu harus digunakan oleh BPD untuk memaksimalkan peran dan fungsinya dalam pembangunan desa. Secara khusus fungsi pengawasan yang memberikan mandat kepada BPD untuk mengawasi jalannya pemerintahan desa. Pelatihan ini diharapkan akan meningkatkan kapasitas BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan, penyambung aspirasi dan legislasi desa.

Tidak ketinggalan, Duat Sihombing sebagai Kepala Divisi Advokasi Yayasan Petrasa menyampaikan bahwa BPD juga harus berperan akftif dalam penyususan RPJM Desa dimana sekarang tahapan penyususan RPJM Desa sedang berjalan dan BPD yang ikut dalam pelatihan ini bisa terlibat aktif dan memaksimalkan perannya dalam merumuskan RPJM Desa yang akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat miskin, perempuan, kaum disablitas dan kelompok marginal lainnya.

Pelatihan peningkatan kapasitas BPD ini diharapkan akan berkontribusi terhadap terciptanya pembangunan desa yang transparan, bersih dan berkualitas. Selama proses pelatihan terlihat peserta sangat antusias untuk lebih memahami peran dan fungsi mereka sebagai BPD dan diharapkan setelah proses pelatihan para peserta akan mampu menjadi motor perubahan pembangunan desa.