Komponen Utama Penyusun Zona Agroekosistem Konsep Mitigasi Adaptif Pertanian


Agroekosistem adalah suatu sistem kawasan tempat membudidayakan makhluk hidup tertentu meliputi apa saja yang hidup di dalamnya serta material yang saling berinteraksi. Lahan pertanian merupakan arti agroekosistem secara luas, sehingga di dalamnya juga dapat pula dimasukkan hutan produksi dengan komoditas tanaman industri (KTI), kawasan peternakan dengan padang penggembalaan serta tambak-tambak ikan. Indonesia yang secara geografis terletak di wilayah yang beriklim tropis memiliki agroekosistem yang dapat digolongkan sebagai agroekosistem tropik. Agroekosistem ini adalah kawasan pertanian yang dipengaruhi oleh faktor iklim setempat. Adapun komponen utama penyusun zona agroekosistem meliputi :

  1. Faktor Biofisik (Tanah/Iklim)

Tanah sebagai salah satu komponen sumber daya alam yang mempunyai peran sangat besar bagi kehidupan manusia yang mana mencakup semua bagian padat diatas permukaan bumi termasuk semua yang ada diatas dan didalamnya yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh kinerja iklim, jasad hidup dan relief setempat dalam waktu tertentu dalam satu toposekuen akan dijumpai berbagai jenis tanah sebagai akibat adanya perbedaan bahan induk, iklim, topografi dan penggunaan lahan. Tanah juga sebagai salah satu subsistem dari lahan memegang peranan penting dalam mencirikan, merubah maupun mempertahankan kualitas lahan. Setiap satuan tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik secara fisik, kimia, dan biologi. Dengan adanya perbedaan karakteristik ini, maka diperlukan perlakuan pemanfaatan yang berbeda pula.

Faktor iklim merupakan komponen agroekosistem yang paling sulit dimodifikasi, komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap keragaman tanaman adalah suhu dan kelembaban. Berdasarkan ketinggian tempatnya di Indonesia dikenal dengan dua suhu yaitu panas dan dingin. Suhu panas umumnya dijumpai pada ketinggian tempat dibawah 700 mdpl, sedangkan suhu dingin dijumpai pada ketinggian tempat diatas 700 mdpl. Semua itu dibatasi oleh fisiografi permukaan bumi sehingga perbedaan tersebut dapat terjadi.

2. Fisiografi dan Bentuk Wilayah

Fisiografi adalah bentukan alam permukaan bumi yang (wilayah) dibedakan berdasarkan proses pembentukan dan evolusinya, proses pembentukan dan evolusinya dapat berasal dari tenaga dalam bumi (endogen) dan dari luar bumi (eksogen). Tenaga dari dalam bumi adalah tenaga yang disebabkan oleh penimbunan panas, akibat adanya arus radio aktif dilapisan bumi paling dalam. Tenaga ini dapat menimbulkan perubahan-perubahan (tinggi rendahnya) permukaan bumi sedangkan tenaga eksogen berasal dari luar bumi dan tenaga ini juga dapat menimbulkan perubahan pada permukaan bumi. Dari pengertian fisiografi tersebut wilayah yang berada dalam satu toposekuen dapat dibedakan dalam beberapa fisiografi, karena wilayah dalam satu toposekuen terdiri dari berbagai macam proses pembentukan lahan dan evolusinya.

Dalam pengelompokkan lahan untuk daerah pertanian seharusnya di kelompokkan berdasarkan fisiografis karena tidak semua fisiografis di permukaan bumi sama dan sesuai untuk semua jenis tanaman. Pada fisiografis yang tinggi dan memiliki toposekuen yang miring maka hanyalah tanaman tertentu yang dapat tumbuh berkembang namun pada fisiografis yang rendah dan toposekuen yang datar maka berbeda pula tanaman yang akan tumbuh diatasnya.

3. Vegetasi dan Penggunaan Lahan

Vegetasi adalah berbagai macam jenis tumbuhan atau tanaman yang menempati suatu ekosistem. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, vegetasi di definisikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan atau tanam-tanaman. Penggunaan lahan merupakan pencerminan dari manajemen yang dilakukan manusia terhadap lahan. Seringkali manusia menggunakan lahan tersebut kurang memperhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan serta tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah. Penggunaan lahan yang tidak didasarkan pada kesesuaian lahannya dan tanpa adanya pengelolaan tanaman yang kurang tepat akan menyebabkan berkurangnya kesesuaian lahan tersebut dalam memproduksi hasil pertanian dan mendorong timbulnya lahan kritis. Lahan yang kritis telah mengalami kerusakan baik fisik, kimia, dan biologisnya yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologisnya, produksi pertaniaan, pemukiman dan tempat berpengaruh terhadap iklim, jenis tanah, fisiografi dan penggunaan lahan. Pengaruh tinggi tempat terhadap iklim terutama terjadi terhadap komponen suhu, kelembaban dan curah hujan, tetapi semakin rendah suhu udaranya, demikian juga sebaliknya makin rendah suatu tempat makin tinggi suhunya dan semakin rendah kelembabannya.

4. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi yang digunakan untuk membedakan zona agroekosistem adalah potensi tenaga kerja, beban lingkungan, komoditas pertanian unggulan, dan infrastruktur (prasarana). Notasi indikator sosial-ekonomi menurut Bermanakusumah (1998) adalah:

  • Potensi tenaga kerja (T), dinilai dari kerapatan geografis tenaga kerja ditambah dengan evaluasi tingkat pendidikan, yang menghasilkan Tl (tenaga kerja kurang mendukung) dan T2 (tenaga kerja sangat mendukung).
  • Beban lingkungan (B), dinilai dari kepadatan penduduk dan beban tanggungan keluarga, menghasilkan B1(beban lingkungan ringan) dan B2 (beban lingkungan berat).
  • Komoditas pertanian unggulan (P), komoditas sesuai dengan kondisi tanah dan agroklimat spesifik lokasi, memiliki keunggulan komparatif setelah dianalisis dengan land rent, mempunyai nilai ekonomi cukup potensial untuk pasar domestik dan global, serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Secara garis besar penilaian potensi daerah penelitian ditekankan untuk pengembangan komoditas tanaman pangan dan tanaman tahunan. Penilaian potensi komoditas pertanian dibedakan menjadi kurang potensial (0), cukup potensial (1), dan sangat potensial (2).
  • Infrastruktur/prasarana (I), dibedakan menjadi prasarana fisik dan sosial. Prasarana fisik berupa jalan, sungai, bangunan pasar, dan pergudangan. Prasarana sosial menyangkut agama, adat istiadat, lembaga pendidikan, kelompok tani, organisasi karang taruna, dan organisasi wanita.

Referensi: Bermanakusumah, R. 1998. Agroecological zone report. Penyusunan Indikator Ekonomi pada Peta Zona Agroekologi. Agency for Agricultural Research and Development, Jakarta.