KTB Meminta Keberpihakan Dishut Sumut


7 Maret 2022, Kelompok Tani Bersatu beraudiensi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Audiensi ini bertujuan menyampaikan keluh-kesah serta meminta keberpihakan Dishut Sumut terkait kehadiran PT. Gruti di Desa Sileuh-leuh Parsaoran. Masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran yang tergabung dalam Kelompok Tani Bersatu tersebut diterima baik oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

Dalam audiensi ini, 6 orang pengurus KTB, Divisi Advokasi Petrasa, Divisi Advokasi Bakumsu menyampaikan kondisi masyarakat Sileuh-leuh Parsaoran 2 tahun ini. “Sejak tahun 2020, Perjuangan kami mempertahankan tanah berujung Intimidasi dan kriminalisasi dari PT. Gruti dan aparat Negara, kami dianggap seperti teroris pak”, sesal Julius Sihotang (Ketua KTB) atas tindakan represif negara dan pihak Gruti.

Selain merusak lahan pertanian masyarakat, atas aduan PT. Gruti puluhan masyarakat berganti-ganti dipanggil oleh pihak Kepolisian Polda Sumut, Polres Dairi dan Gakkum Sumut dengan tuduhan yang tidak pernah mereka lakukan. Masyarakat dianggap seperti teroris sehingga Brimob bersenjata datang bersama dengan Humas PT. Gruti kelahan pertanian warga dan melarang mereka untuk bertani disana. Hampir 2 tahun konflik yang dirasakan oleh masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran atas kehadiran PT. Gruti di Desa mereka. Perjuangan masyarakat mempertahankan tanah dan ruang hidupnya dibalas dengan intimidasi dan diskriminasi oleh pihak PT. Gruti.

Bapak Tua Purba juga menceritakan kronologi perusakan lahannya yang dilakukan oleh Gruti. “Lahan saya sekitar 2 hektar dengan tanaman kopi ± 2500 batang, Jeruk, andaliman, Terung Belanda dan tanaman lainnya diratakan habis oleh PT. Gruti bahkan Sopo atau pondok diambil dan digunakan Gruti”, tutur Bapak Tua Purba.

PT. Gruti mengklaim lahan-lahan pertanian masyarakat yang sudah puluhan tahun dikuasai menjadi areal konsesinya. Kepada masyarakat, PT. Gruti menyebutkan bahwa lahan tersebut merupakan konsesi mereka karena sudah mengantongi izin dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lahan masyarakat dirusak bahkan Pada tanggal 18 Februari 2021 sebanyak 12 orang berpakaian Brimob lengkap dengan senjata Api dan didampingi Humas PT. Gruti mendatangi masyarakat atas nama Afni Sihotang yang saat itu sedang menaman bersama dengan suami, keluarga dan anaknya dilahan pertanian miliknya sehingga anak dari Afni Sihotang menangis karena ketakuan melihat Brimob yang datang dengan senjata api. Kedatangn Brimob tersebut buntut adanya klaim PT. Gruti atas tanah Kelompok Tani Bersatu yang telah dikuasai secara turun temurun.

Menjawab keluh-kesah Kelompok Tani Bersatu, Bapak Anas Yulfan (Kabid. Linhut Dinas Kehutanan Prov. Sumut) mengakui, memang masih banyak tumpang-tindih kepemilikan tanah di Sumatera Utara. “Ada tumpang tindih (kepemilikan tanah) antara masyarakat dengan perusahaan atau masyarakat dengan negara. Beliau menyampaikan apabila KTB mempunyai bukti kepemilikan tanah yang kuat agar segera menyerahkannya kepada dinas kehutan provinsi Sumatera Utara untuk segera ditindak-lanjuti.

Dalam Audiensi ini, Kelompok Tani Bersatu mengutarakan perjuangan mereka bukan hanya perjuangan hak atas tanah, tetapi juga perjuangan mereka atas ruang hidup. “Kami menolak PT. Gruti bukan hanya sekedar ingin sertifikat tanah, Rusaknya Raso ditombak sitapigagan dikhawatirkan akan mengakibatkan bencana alam hingga kedaerah Kec. Sumbul, Parbuluan, Silalahi dan Desa Bonan Dolok. Tombak Sitapigagan dan Raso harus tetap dijaga kelestariannya. Selain sebagai sumber air masyarakat, raso merupakan areal sakral yang menjaga keberlangsungan hidup masyarakat disekitarnya. Itu sebabnya masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran (Kelompok Tani Bersatu) menolak kehadiran PT. Gruti didesa mereka”, tegas Amang Hamonangan Sihotang (Sekretaris KTB).

Dipenghujung audiensi, KTB menyerahkan berkas pendukung perjuangan mereka menolak PT. Gruti didesa mereka dengan harapan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara berpihak kepada rakyat.