Alam dan perempuan memiliki masalah yang sama. Keduanya sering hidup dalam dunia marjinal. Mungkin kadang tak bermaksud mendiskriminasi, namun kepentingan keduanya jarang dibahas dalam konteks yang lebih presisi. Kebutuhan alam untuk tumbuh atau kepentingan perempuan untuk berperan lebih jauh setidaknya itu yang mendasari diadakan kegiatan Pelatihan ini yang dihadiri oleh 16 Perempuan Potensial dampingan PETRASA dari lintas Kecamatan di Kabupaten Dairi.
Melihat berbagai persamaan tersebut, pelatihan ini berusaha mengarusutamakan isu perempuan dan lingkungan. Kegiatan ini adalah sebagai upaya menghapus segala bentuk ketidakadilan bagi alam dan perempuan. Pelatihan ini juga menggali lebih mendalam korelasi antara keduanya. Kegiatan Pelatihan ini di pandu dan dinarasumberi oleh Fhiliya Himasari – Manajer Penguatan Organisasi & Keadilan Gender WALHI Sumatera Utara.
Sebagai pengantar dalam pelatihan ini Ridwan Samosir (Sekretaris Eksekutif Petrasa) memaparkan Climate Changes yang sudah secara nyata dialami di Desa masing-masing. Olehnya menyebutkan kita tidak bisa lagi memprediksi kondisi cuaca dan iklim di Indonesia, Khususnya di Dairi.
Menurut Lestari Capah (Staff Advokasi Petrasa) bahwa perempuan menjadi pihak paling sering berhadapan langsung dengan persoalan lingkungan, “Program-program lingkungan biasanya diberikan kepada bapak-bapak. Tapi ternyata yang lebih banyak paham tentang itu adalah ibu-ibunya, dimana mereka diperhadapkan dengan hal tersebut setiap hari. Misalnya masalah air atau sampah rumah tangga.
Berbagai upaya dapat kita lakukan dan pelaksanaanya bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, medorong RPJMDes untuk pengadaan tempat sampah di Desa, menghemat sumberdaya di rumah tangga, mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pembakaran dilahan pertanian. Hal kecil namun berdampak besar dan harus dimulai dari kesadaran secara konsisten, sehingga peserta yang hadir sebagai perempuan potensial menjadi agent of changes untuk lingkungan hidup ujar Duat Sihombing (Kadiv. Advokasi Petrasa)
Fhiliya Himasari dalam sesinya menegaskan bahwa Perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah Pengawasan sosial, Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan juga Penyampaian informasi/laporan. Sesuai Pasal 2 huruf k UU No. 32 Tahun 2009 : “setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara keseluruhan peserta sangat antusias dan mulai sadar bahwa kegiatan mereka bukanlah sebuah rutinitas saja. “Holan dungo biasana, ina ittor aek do dijama”. Artinya sedekat itu korelasi antara perempuan dan alam. Sehingga akibat Dampak kerusakan lingkungan, baik akibat pemanasan global maupun kedatangan Ivestasi, perempuan menjadi sasaran/ korban utama yang terdampak.
Lisbet Lumbantobing dalam pemaparannya “Dari semua materi yg kita pelajari sangat bermanfaat jika kami sebagai perempuan potensial manfaatkan sebaik-baiknya. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak Petrasa yg sudah memfasilitasi kami kaum perempuan dalam hal pelatihan terkait perempuan potensial dan lingkungan hidup” ujarnya.
Banyak harapan perempuan dalam pelatihan ini yang menjadi catatan PETRASA dan Catatan bersama untuk dilakukan bersama dalam upaya menjaga lingkungan. Perempuan, terutama saat menjadi ibu, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya. Dalam perannya, perempuan harus memastikan bahwa keluarganya berada di lingkungan yang nyaman serta mengonsumsi makanan yang baik serta menjadi komitmen bersama itu harus dilakukan bersama-sama antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Peran lingkungan terhadap dua hal tersebut sangat berkaitan erat. Maka dari itu perempuan harus lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Selain itu, perempuan harus memiliki pengetahuan dan tanggung jawab (inisiatif) dalam pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati dan perempuan merupakan agen perubahan transformasional.