Pertama Kali, Petani CU Gunung Mas Antusias Membuat Pupuk Bokashi

Sebagai lembaga yang aktif mendampingi petani untuk melakukan pertanian selaras alam, PETRASA aktif mengadakan pelatihan pembuatan bokashi kepada kelompok dampingan. Pada 5 September lalu, diadakan pelatihan pembuatan bokashi dan pestisida nabati di CU Gunung Mas, Desa Kuta Usang, Kecamatan Pegagan Hilir.

Para petani sudah berkumpul sejak pagi. Mereka mengumpulkan bahan-bahan pembuatan bokashi seperti daun sipaet-paet, batang jagung, daun jambu, daun kemangi, jerami, arang sekam, batang pisang, dolomit, gula merah EM4, dan air secukupnya. Para petani yang ikut bergotong royong berjumlah 29 orang yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 20 orang perempuan.

Mereka berbagi tugas mulai dari mengantar bahan-bahan, menghaluskan bahan-bahan, dan melarutkan gula merah, EM4 dan air di sebuah wadah. Cara pembuatan bokashi ini antara lain dengan mencincang dan menghaluskan bahan-bahan yang sudah dikumpulkan. Kemudian sebagian petani mengiris gula merah dan melarutkannya dalam air. Setelah itu, mereka mencampurnya dengan EM4 yakni cairan kental yang mengandung mikroorganisme pengurai. Semua bahan tersebut diaduk sampai merata sambil disirami dengan larutan EM4, gula merah, dan air yang dibuat secara terpisah sebelumnya. Bokashi dan pestisida nabati ini bisa dipakai setelah difermentasi selama dua sampai empat minggu.

Sejatinya para petani dari CU Gunung Mas ini baru pertama kali mengikuti pelatihan dari PETRASA. Selama ini mereka memang masih fokus pada pengembangan ekonomi dalam bentuk simpan pinjam credit union. Setelah mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan pestisida nabati ini, mereka mulai menunjukkan niat dan semangat untuk semakin aktif melakukan pertanian selaras alam. Mereka berencana untuk menanam sayur-sayuran organik.

PETRASA mendorong kelompok CU Gunung Mas dalam pembuatan bokashi supaya petani dapat mempraktekkan, mengaplikasikan dan mampu menjadi penyedia dan pengguna pupuk alami yang berkelanjutan.

FRT

 Pelatihan Perempuan Potensial: Dari Hak Asasi hingga Peran Perempuan dalam Adat Batak

Karl Marx seorang ekonom dan filsuf dari Jerman pernah menulis, “Kemajuan sosial dapat diukur oleh posisi sosial perempuan.” Untuk mencapai kemajuan sosial itu, perempuan perlu diberi ruang untuk mengisi posisi-posisi sosial yang selama ini belum merata persebarannya. Demi mendapatkan posisi-posisi itu, perempuan harus diberi edukasi yang benar mengenai peran dan tantangannya dalam kehidupan sosial.

Dengan semangat ini, PETRASA kembali mengadakan pelatihan perempuan potensial lanjutan pada Rabu sampai Kamis lalu tepatnya pada 5 hingga 6 September 2018 di Taman Wisata Iman Dairi. Kegiatan ini merupakan pelatihan yang ketiga kali dengan tema yang berbeda. Dua pelatihan sebelumnya dilakukan pada tahun 2017 dan pada Juli 2018 lalu.

Pelatihan ini diikuti oleh enam belas orang perempuan potensial dari kelompok-kelompok dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Berbeda dengan pelatihan sebelumnya, kali ini para perempuan potensial diajak untuk memahami beberapa topik penting HAM bersama dengan Ibu Saur Tumiur Situmorang. Ia adalah anggota Komisi Nasional Perempuan sekaligus juga salah satu pendiri Yayasan Petrasa.

Pelatihan ini dibuka oleh Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif Yayasan PETRASA. Lidia menjelaskan tujuan yang ingin dicapai bersama melalui serial pelatihan bagi kelompok Perempuan Potensial ini. Kelompok perempuan dampingan PETRASA ini diharapkan memiliki kapasitas dalam berbagai bidang yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan mereka di desa, sehingga muncullah para perempuan pemimpin yang berkualitas di masa depan.

Hari pertama, para peserta ini diajak belajar memahami Hak Asasi Manusia khususnya dari sudut pandang perempuan. Ibu Saur menjelaskan jenis-jenis HAM dan permasalahan hak asasi yang sering dialami perempuan. Salah satu kasus pelanggaran Hak Asasi Perempuan adalah kekerasan seksual dimana perempuan sering menjadi korban yang tidak mendapatkan perlindungan dengan pantas.

Untuk mengatasi permasalahan seperti ini Beliau menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman kekerasan berbasis gender terhadap perempuan sebagai isu pelanggaran HAM.  Ia juga mengimbau perlu dibuat kelompok solidaritas perempuan dalam upaya menghentikan segala kekerasan terhadap perempuan.

Materi yang padat tidak membuat para perempuan potensial kehilangan minat untuk belajar. Pada hari kedua mereka kembali berkumpul untuk mempelajari topik tentang Gender dan Seks. Sebagai narasumber tunggal, Ibu Saur kembali menjelaskan pengertian gender yang berkaitan dengan peran dan fungsi perempuan dan laki-laki dalam tatanan sosial. Seorang perempuan yang juga berperan sebagai ibu perlu memahami konsep gender dan seks untuk bisa mendidik anak-anak mereka dengan pemahaman yang benar.

“Pengertian yang kurang benar tentang gender melahirkan ketidakadilan baik bagi laki-laki dan terutama bagi perempuan,” terang Beliau kepada para peserta.

Untuk lebih memahami konsep hak asasi perempuan dan konsep gender dan seks, Ibu Saur mengaitkannya dengan kedudukan perempuan dalam adat Batak. Para perempuan potensial yang mengikuti pelatihan itu memang semuanya perempuan suku Batak. Membaca ulang kedudukan perempuan dalam adat Batak menjadi penting karena kuatnya ikatan antara perempuan dengan adat yang membesarkan seorang perempuan.

Sejatinya dalam adat Batak, perempuan diperlakukan setara hormatnya dengan kaum laki-laki. Meski masyarakat adat Batak menganut sistem patrilineal, norma dan nilai adat yang berlaku sesungguhnya tidak membeda-bedakan kedudukan perempuan dan laki-laki. Contohnya terdapat pada konsep Dalihan Natolu dalam adat Batak dimana setiap orang harus sayang pada anak perempuan. Contoh lain adalah keberadaan seorang istrilah yang membuat seorang laki-laki bisa masuk dalam posisi Hula-hula, Dongan Tubu, atau Boru.

Para peserta diskusi pun dengan antusias bertanya beberapa kasus yang mereka alami dalam adat Batak. Diskusi berjalan dengan lancar dan hangat karena memang topiknya sangat dekat dengan keseharian para perempuan.

Acara yang berlangsung selama dua hari itu pun berakhir dengan foto bersama dan pemberian cinderamata. Para perempuan potensial tersebut semakin mantap dengan bekal yang mereka dapat selama tiga kali pelatihan. Mereka yakin, ke depannya para perempuan seperti mereka semakin percaya diri untuk bersuara dan terlibat dalam kelompok-kelompok sosial dan berpartisipasi dalam pembangunan desa.

 

FRT

Bentuk UPPD, Petani Organik Dairi Siap Wujudkan PAMOR

Bulan Juli lalu, petani dampingan PETRASA dengan Aliansi Organis Indonesia (AOI) berdiskusi untuk membahas Penjamin Mutu Organik (PAMOR). Untuk menindaklanjuti pertemuan itu, pada Jumat lalu (31/8/2018), PETRASA, para petani dampingan yang telah menghasilkan produk pertanian organik, dan konsumen tetap sayuran organik kembali berkumpul untuk membahas rencana pembuatan Unit Pangula Pamor Dairi (UPPD).

            Pada pertemuan sebelumnya, organisasi ini telah memutuskan untuk membentuk UPPD meski belum memilih orang-orang yang akan menjalankan unit PAMOR pertama di Dairi ini. Pertemuan pada akhir Agustus lalu menjadi kesempatan penting yang membahas beberapa agenda penting yang salah satunya adalah pembentukan struktur organisasi UPPD.

            Setelah memaparkan ulang konsep PAMOR secara singkat, staf PETRASA dan para petani pun berdiskusi untuk menentukan sistem standar internal. Standar ini perlu untuk mengatur dan memastikan bahwa semua proses mulai dari budidaya hingga pascapanen benar-benar mendapat perlakuan organik. Standar ini juga dibangun atas kearifan lokal dari pengalaman para petani dan staf PETRASA selama ini. Mereka secara terpisah membuat standar internal untuk sayuran organik dan kopi organik d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee.

Standar yang telah disepakati bersama akan dikirim ke AOI untuk ditinjau ulang. Setelah menetapkan standar, staf dan petani pun masuk ke agenda utama yakni pembentukan struktur UPPD. Semua orang yang hadir pada pertamuan itu dipastikan terlibat dalam struktur UPPD sesuai dengan kapasitas masing-masing.

            Pada diskusi itu, Jupri Siregar terpilih sebagai Manajer UPPD. Dia akan bertanggung jawab dalam segala proses kerja UPPD dan hubungannya langsung dengan AOI. Ridwan Samosir, Jetun Tampubolon, dan Kalmen Sinaga terpilih menjadi menjadi Komite Persetujuan.

            Sementara itu, Christina Padang dan Goklasni Manullang dipercaya memegang administrasi dan database UPPD bila program sudah berjalan. Pada Unit Inspeksi, mereka sepakat mempercayakan tugas inspeksi pada Lina Silaban, Hariono Manik, dan D. Manik.

Pada Unit Pendampingan, Ganda Sinambela, Debora Nababan, dan Koster Tarihoran akan menjadi tim yang mendampingi para petani dalam melakukan pertanian organik sesuai standar yang sudah ditetapkan. Sementara pada Unit Fasilitas Pasar dipegang oleh Ester Pasaribu, Edo Nainggolan, Jhonson Girsang, dan Jhonson Sihombing. Unit terakhir dalam struktur, yakni Unit Humas dan Promosi ditanggungjawabi oleh Duat Sihombing, Muntilan Nababan dan Yuyun Ginting.

Struktur ini merupakan kolaborasi antara staf PETRASA, petani, dan konsumen. Ketiga unsur ini sesuai dengan prinsip PAMOR yakni sistem penjaminan mutu yang sifatnya partisipatif. Artinya melibatkan pihak-pihak penting yang bisa menjamin bahwa proses budidaya dan pengolahan pasca panen benar-benar organik.

            Setelah menetapkan struktur pengurus UPPD, seluruh peserta pertemuan menyatukan komitmen dengan segera menjadwalkan proses pelatihan inspeksi pada bulan September 2018 bersama dengan AOI. Semua pihak sepakat untuk segera bekerja demi mewujudkan PAMOR bagi para petani organik di Dairi.

 

FRT

Credit Union Dari, Oleh, Untuk Kita

Credit Union atau sering disingkat CU, merupakan program penguatan ekonomi bagi masyarakat kecil di desa dampingan PETRASA. Sekali dalam sebulan, anggota kelompok CU akan berkumpul untuk melakukan simpan pinjam dan berdiskusi tentang keadaan CU mereka.

Untuk menambah motivasi anggota agar terus semangat dalam pengembangan kelompok, sebuah kelompok biasanya membuat kegiatan bersama. Salah satunya adalah kegiatan apresiasi kelompok CU Martabe di Desa Lae Pangaroan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga. Setelah melakukan simpan pinjam, pengurus kelompok memberikan gelas bagi anggota kelompok pada Jumat lalu (24/8/18).

Melalui dana pendidikan yang berasal dari sisa hasil usaha yang dikumpulkan selama 1 tahun berjalan, pengurus memberikan 40 lusin gelas kepada semua anggota. Setiap anggota kelompok mendapat 1 lusin gelas. Dalam kesempatan itu, tidak lupa pengurus Bapak R. Sitorus selaku ketua kelompok dan staf pendamping dari PETRASA, Boy Hutagalung, memberikan motivasi kepada anggota. Mereka mengingatkan kembali tujuan pembentukan CU adalah untuk saling menopang anggota satu sama lain.

Kelompok CU Martabe ini awalnya dibentuk pada Juli 2008 lalu. Sepanjang perjalanannya, kehadiran CU ini sudah banyak membantu perekonomian masyarakat di desa tersebut. Beberapa manfaatnya sangat jelas terasa. Salah satunya dengan tabungan pendidikan anak, orang tua dapat menyimpan sedikit demi sedikit uang untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak mereka. Manfaat lainnya, anggota dapat meminjam uang dengan bunga yang rendah untuk kebutuhan bertani atau pun membuka usaha.

Anggota kelompok merasa sangat senang dengan kegiatan apresiasi tersebut. Beberapa orang desa yang belum masuk ke CU Martabe di Desa Lae Pangaroan bahkan mencari informasi cara untuk menjadi anggota kelompok setelah menyaksikan kegiatan itu. Hal ini juga menjadi pembuktian bahwa prinsip-prinsip CU, yakni, dari, oleh dan untuk kita, tetap dipegang erat. Sebab semakin semangat sebuah kelompok memegang prinsip terserbut, semakin banyak pula kegiatan bermanfaat yang berdampak dan terasa bagi banyak orang.

Sejatinya, kelompok CU yang terbentuk tidak hanya bertujuan untuk menguatkan perekonomian masyarakat melalui simpan pinjam. PETRASA sebagai lembaga pendamping juga mengajak anggota kelompok CU untuk menerapkan pertanian selaras alam, peternakan terpadu, dan penguatan organisasi masyarakat. Semuanya tetap dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

 

B0

 

Pelatihan Pembuatan Pakan Fermentasi untuk Ternak Lebih Sehat

Bagi kebanyakan petani dampingan PETRASA, beternak masih belum menjadi fokus dan belum mendapat perhatian yang besar, masih dianggap sebagai usaha sampingan saja. Hal ini kelihatan juga dari cara mereka memberikan pakan ternak yang masih seadanya. Banyak petani yang memang belum tahu cara memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka untuk diolah menjadi pakan ternak.

Sebenarnya ada banyak sumber daya alam di ladang petani untuk diolah menjadi pakan ternak. Beberapa bahan yang bisa dimanfaatkan diantaranya adalah rumput lapang, daun lamtoro, daun gamal, rumput raja, daun serai, keong mas, dan sebagainya. Bahan-bahan ini bisa digunakan sebagai pakan alternatif dan tambahan bagi ternak babi, baik dengan cara di fermentasi maupun diberi secara langsung.

Untuk memberikan edukasi kepada para petani mengenai pemanfaatan bahan-bahan alam sebagai pakan ternak, PETRASA melakukan pelatihan budidaya dan pembuatan fermentasi pakan untuk ternak babi. Pelatihan ini di laksanakan pada Senin, (6/8/2018) di Desa Sihorbo, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. Pelatihan  ini dihadiri 33 orang petani yang berasal dari kelompok CU di desa tersebut.

Dalam pelatihan itu, PETRASA mengundang narasumber Tinogi Nababan. Beliau merupakan seorang kader peternak PETRASA,  yang telah banyak merasakan hasil baik dari beternak babi.  Beliau juga merupakan penyedia bibit ternak yang bagus. Oleh karena itu, PETRASA sudah lama bekerja sama dengan Bapak Tinogi Nababan untuk menyediakan bibit ternak bagi peternak dampingan PETRASA.

Pada saat pelatihan,  peserta aktif berdiskusi dengan narasumber tentang pengalaman-pengalaman yang mereka alami selama  beternak. Memang, para peserta yang hadir rata rata sudah beternak babi dengan cara yang sederhana dan masih dengan pakan yang itu itu saja dan belum beragam. Umumnya mereka mengolah pakan ternak dengan merebus hijauan (andor), tumbuhan merambat, dan ubi singkong. Dengan adanya pelatihan ini peserta diharapkan bisa lebih bijak dalam pemilihan bahan pakan yang ada di sekitar mereka. Apalagi sumber daya alam di desa cukup banyak untuk memenuhi pakan ternak babi tanpa membeli dari toko ternak (poultry shop). Pendapatan peternak bisa meningkat dengan adanya pakan lokal yang diolah langsung oleh para petani dan peternak. Selain itu, beternak juga secara langsung mendukung pengembangan pertanian organik.

Penulis : Ganda Sinambela

Editor: FRT

Galakkan Semangat PSA, Petani Buat Pupuk Bokashi Sendiri

Kemajuan Pertanian Selaras Alam (PSA) dapat terwujud apabila petani secara aktif mau belajar dan melatih diri untuk membuat pupuk dan pestisida dari sumber daya alam. Hal inilah yang sedang dikerjakan oleh para petani dari CU Eben Ezer di Desa Kentara, Laeparira. Mereka bergotong royong untuk membuat pupuk bokashi dan pestisida nabati menggunakan bahan-bahan dari sumber daya alam yang ada di lingkungan tinggal mereka.

Pada Selasa lalu (21/8/18) lalu, 41 orang petani yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 31 perempuan bekerjasama mengumpulkan bahan-bahan pembuatan bokashi dan pestisida nabati. Bahan-bahan tersebut antara lain batang jagung, batang pisang, rumput-rumputan, daun jambu, daun sirsak, daun kemangi, kotoran ternak, dan bumbu dapur seperti bawang dan andaliman.

Sebelum mulai mengolah bahan-bahan tersebut menjadi bokashi, para petani bernyanyi bersama untuk meningkatkan semangat kerja mereka. Mereka menggubah lagu potong bebek angsa menjadi lagu penyemangat dalam bahasa Batak. Melalui lirik lagu yang mereka ubah, mereka berharap pertanian selaras alam akan memberikan hasil panen yang banyak untuk ladang dan ternak mereka.

Setelah bernyanyi, para petani pun mulai mengangkat bahan-bahan yang sudah mereka kumpulkan di halaman rumah hijau sayuran organik Natama. Mereka estafet mengantarkan bahan-bahan tersebut kepada Bapak Dohar Sinaga yang bertugas untuk menghaluskan bahan-bahan dengan mesin penggiling. Sementara di sisi lain, dua petani sudah bersedia menyendok bahan-bahan yang sudah halus ke dalam beko. Setelah penuh, petani lain pun membawa bahan halus tersebut ke belakang rumah hijau untuk ditumpuk dan diolah dengan bahan lainnya.

Meski tangki minyak mesin sempat rusak, para petani tidak kehilangan semangat. Selepas makan siang, mereka dengan kreatif memperbaiki tangki minyak mesin penggiling dan mulai lagi mencacah bahan-bahan pembuatan bokashi. Di saat yang bersamaan, beberapa petani mengolah bumbu dapur seperti andaliman, gula merah, dan bawang untuk nanti dicampurkan dengan bahan-bahan alam yang sudah dihaluskan untuk membuat pestisida nabati.

Goklasni Manullang sebagai pendamping dari Divisi Pertanian terus memantau dan membantu para petani dalam membuat bokashi dan pestisida nabati. Dengan bantuan, Ibu N. br Pakpahan yang menjadi penanggung jawab rumah hijau Natama, para petani diarahkan untuk menakar dan mencampurkan bahan-bahan dengan komposisi yang tepat.

Kerja sama CU Eben Ezer memang sangat rapi karena mereka sebelumnya juga pernah memenangkan penghargaan sebagai Juara 1 Kelompok Terbaik dan juga untuk kategori Kebun Keluarga pada perayaan hari ulang tahun PPODA beberapa bulan lalu. Tanpa mengeluh, dengan riang mereka menyelesaikan pembuatan pupuk bokashi dan pestisida nabati hingga pukul lima sore. Pupuk bokashi dan pestisida nabati sudah bisa dipakai dalam waktu dua minggu hingga satu bulan setelah dibuat.

Goklasni juga menjelaskan, pelatihan ini kembali dilakukan agar petani di CU Eben Ezer mampu mempraktikkan dan mengaplikasikan Pertanian Selaras Alam secara konsisten dalam budidaya tanaman alami.

 

FRT

Petrasa Sampaikan Bantuan Beras untuk Korban Puting Beliung 

Petrasa kembali memberikan bantuan kepada tiga keluarga petani yang menjadi korban bencana alam puting beliung di Desa Pegagan Julu VII, Sipali-pali, Sumbul. Bantuan berupa beras 15 kilogram sebanyak tiga karung diserahkan langsung pada Rabu sore (15/8/18).

Bencana alam puting beliung terjadi tiga bulan lalu tepatnya pada Jumat, 11 Mei 2018. Puting beliung menyapu 20 rumah penduduk di Dusun Manik Maria, Pinantar, Kuta Manik, Temburkuh, dan Soksang. Tiga korban bencana tersebut diantaranya adalah rumah keluarga anggota Credit Union (CU) Sehati, kelompok dampingan Petrasa yang berada di Dusun Pegagan Julu VII, Sipali-pali. Ketiga keluarga tersebut diantaranya adalah keluarga G. br Situmorang, M. br Boang Manalu, dan N. br Lingga.

Bertempat di rumah salah satu anggota CU, R. br Siregar, Gloria Sinaga, pendamping CU Sehati yang juga hadir mewakili Petrasa menyampaikan informasi bantuan beras sebagai bentuk kepedulian atas kemalangan yang menimpa anggota kelompok. Secara langsung, Sekretaris Eksektutif PETRASA, Lidia Naibaho datang berkunjung dan menyampaikan rasa iba PETRASA atas musibah yang terjadi. Anggota kelompok yang menerima bantuan sangat berterima kasih dan menerima beras tersebut dengan senang hati.

Di depan seluruh anggota CU Sehati, perwakilan penerima bantuan Ibu G. br Situmorang pun menyampaikan terima kasih. Mereka berharap semoga semua pihak jauh dari malapetaka, tidak ada lagi bencana yang datang dan bisa kembali beraktifitas seperti biasa.

Dalam kesempatan itu, Lidia Naibaho juga mengajak CU Sehati untuk lebih aktif lagi mengoptimalkan peran CU dalam masyarakat, aktif dalam mengikuti pelatihan pertanian dan peternakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani di kelompok tersebut.

Petani Sidikalang Arabica Coffee  “Curi Ilmu”  ke SAABAS

Para petani yang membentuk home industry Sidikalang Arabica Coffee, terus berupaya mengembangkan diri demi meningkatkan kualitas kopi olahan mereka. Bersama dengan PETRASA, enam orang petani berangkat ke rumah produksi kopi SAABAS di Sidamanik pada Kamis lalu (9/8/18).

SAABAS merupakan produk kopi yang diolah oleh kelompok tani Namanis dari Sidamanik. Produk kopi ini telah mendapat sertifikat Indikasi Geografis yang menjadikan kopi Simalungun memiliki keautentikan sendiri.

Enam petani bersama dengan Divisi Marketing PETRASA tiba di rumah produksi SAABAS pukul 10.30 pagi dan disambut dengan hangat oleh Ketua Koperasi Produsen SAABAS, Ludiantoni Manik. Suasana langsung cair melalui obrolan hangat, walaupun perkenalan dengan resmi belum dibuka.

Setelah saling menyapa dan memperkenalkan diri, Ludianto Manik yang akrab dipanggil Tony pun berbagi pengalamannya memperkenalkan kopi SAABAS ke berbagai pihak sampai ke mancanegara. Ia juga berbagi berbagai tips teknik mengolah kopi untuk menghasilkan rasa kopi yang lebih nikmat. Para petani pun antusias bertanya dan berkonsultasi mengenai teknik pengolahan kopi.

Sebagai sesama petani yang memproduksi kopi, tidak lengkap rasanya kalau tidak saling mencicipi rasa kopi satu sama lain. PETRASA dan petani Sidikalang Arabica Coffee pun mencicipi kopi SAABAS. Sebaliknya, para petani SAABAS pun mencicipi kopi Sidikalang Arabica Coffee.

Tony Manik mengibaratkan kopi ibarat gadis yang menjadi kembang daerah. Kopi Sidikalang ibarat gadis daerah Sidikalang yang  sudah lama dikenal orang karena kenikmatan rasanya. Ia juga memuji kualitas warna dan kopi Sidikalang Arabica Coffee yang enak dan khas. Meski begitu, ia memberi beberapa masukan penting agar proses roasting Sidikalang Arabica Coffee lebih baik lagi.

“Secara kualitas, proses kopi ini 60% ada dibudidaya, 30% ada di proses roasting, dan 10% ada di pengemasan. Proses roasting harus dimaksimalkan lagi supaya rasa dan aromanya lebih keluar lagi,” ujar Tony dengan semangat.

Setelah saling mencicipi kopi dan makan siang bersama, rombongan Sidikalang Arabica Coffee dan PETRASA pun dibagi ke dalam tiga kelompok untuk lebih dalam lagi berdiskusi dan melihat langsung proses budidaya di kebun kopi, proses roasting dan penggilingan di rumah produksi, dan proses pembuatan berbagai varian minuman kopi di kediaman Tony Manik.

Tim produksi SAABAS berbagi tugas untuk menjelaskan dan mencontohkan proses produksi yang mereka lakukan. Salah satu tim produksi SAABAS yang bertanggung jawab mengurusi pembudidayaan kopi mengatakan, “Kita ini kan satu tim. Jadi setiap orang sudah punya bagian dan tugas masing-masing dan sebisa mungkin menguasai bidangnya.”

Setelah hampir dua jam, rombongan kembali berkumpul di kediaman Tony Manik. Antusiasme yang tinggi membuat para petani dan tim produksi SAABAS terus bertukar pikiran mengenai masa depan home industry kopi ini. Apalagi para petani Sidikalang Arabica Coffee memiliki cita-cita untuk mengharumkan kembali nama kopi Sidikalang ke lebih banyak orang.

“Kami ingin nama kopi Sidikalang kembali harum, jadi kami memang semangat sekali memperbaiki kekurangan kami supaya ke depannya kopi kami lebih baik lagi,” ungkap Koster Tarihoran sebagai Ketua Kelompok home industry Sidikalang Arabica Coffee.

Lidia Naibaho selaku Sekretaris Eksekutif PETRASA pun menyampaikan terima kasih kepada SAABAS yang telah bersedia berbagi pengalaman dan ilmu untuk mengembangkan produk kopi olahan petani. Ia menekankan pentingnya kerendahan hati dan semangat dari semua pihak untuk sama-sama memajukan kopi yang dibudidayakan dan diproses oleh petani.

 

FRT

Aksi Solidaritas Aliansi NGO Dairi untuk Perbaikan RSUD Sidikalang

Pada Senin lalu (13/8/18), aliansi Non Government Organization (NGO) di Kabupaten Dairi turun ke jalan menyampaikan aspirasi mereka mengenai kinerja Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang yang buruk. Gerakan ini merupakan aksi solidaritas yang diinisisasikan oleh tiga lembaga yakni Yayasan PETRASA, Yayasan Diakonia Pelangi  Kasih (YDPK) dan Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA). Dengan tujuan dan semangat yang sama, Wajah Masyarakat Dairi (Wamada) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) juga ikut bergabung menyatukan asa dan turun ke jalan.

Sejak pukul 10.00 pagi, sebanyak 310 orang massa berkumpul di halaman Gereja HKBP 1 Sidikalang. Dengan spanduk dan kertas karton bertuliskan aspirasi dan tuntutan, massa berkoordinasi membuat barisan untuk jalan bersama atau long march. Massa berjalan dari halaman HKBP 1 Sidikalang mengelilingi jalan utama kota Sidikalang. Massa kemudian berhenti di depan Kantor DPRD Kabupaten Dairi untuk meminta anggota DPRD mendengarkan keluhan mereka atas buruknya kinerja RSUD Sidikalang.

Salah satu orator aksi solidaritas, Duat Sihombing menyampaikan aspirasi masyarakat Dairi mengenai berbagai masalah RSUD Sidikalang. Massa menyoroti berbagai kasus yang terjadi di rumah sakit daerah yang saat ini belum memiliki akreditasi. Salah satunya adalah kasus ibu melahirkan yang meninggal dunia karena penanganan yang lambat di rumah sakit daerah ini.

Bersama dengan Koordinator Aksi, Muntilan Nababan, massa meminta DPRD Kabupaten Dairi untuk mengambil sikap tegas kepada pihak RSUD Sidikalang. DPRD Kabupaten Dairi kembali menjanjikan akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RPD) untuk membahas lebih dalam permasalahan ini. Namun, bila kita kilas balik, pada tanggal 4 Mei 2017 lalu, aksi solidaritas ini sudah pernah dilakukan. Kala itu, DPRD Kabupaten Dairi pun telah berjanji untuk melakukan RPD. Namun, belum ada realisasi lagi setelahnya.

Karena itu, massa pun bereaksi, “Kita tak cukup janji, kita butuh buktinya!” Massa yang kompak menggunakan baju hitam sebagai lambang duka pun mendesak DPRD Kab. Dairi melakukan tindakan lebih aktif untuk membenahi RSUD ini.

Massa pun dengan tegas meminta anggota DPRD untuk bersama-sama menyuarakan aspirasinya kepada Bupati Dairi. Permintaan tersebut diaminkan oleh anggota DPRD yang hadir dan berjalan bersama dengan peserta aksi menuju kantor Bupati Dairi.

Setelah berorasi di depan Kantor DPRD Kab. Dairi, massa kembali berbaris melanjutkan jalan bersama menuju Kantor Bupati Dairi. Massa meminta Bupati dan Wakil Bupati hadir dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka secara langsung. Sayangnya, Bupati maupun Wakil Bupati tidak berada di kantor saat itu.

Menggantikan Bupati dan Wakil Bupati, Ramlan Sitohang selaku Asisten di Bidang Pemerintahan hadir mendengarkan aspirasi masyarakat. Selanjutnya,  aliansi pun menyerahkan petisi kepada DPRD Kabupaten Dairi dan perwakilan pemerintah Kabupaten Dairi, Ramlan Sitohang, sebagai jaminan bahwa pelayanan RSUD Sidikalang harus segera diperbaiki.

Berikut isi petisi tersebut,

Oleh karena itu, kami mewakili masyarakat Dairi dan Aliansi NGO di Dairi, menyatakan keprihatinan kami atas kondisi ini dan menuntut agar:

  1. Meminta pertanggungjawaban DPRD Kabupaten Dairi mengenai kinerja pengawasan pelayanan RSUD Sidikalang sesuai dengankesepakatan RDP pada aksi yang dilakukan oleh Masyarakat Dairi Anti Pembodohan pada tanggal 4 Mei 2017.
  2. DPRD Kabupaten Dairi segera mengambil tindakan tegas atas kinerjaDinas Kesehatan dan RSUD Sidikalang (Audit dan evaluasi kinerja).
  3. RSUD Sidikalangdiwajibkan untuk memiliki dokter kandungan siap melayani 24 jam, bukan dokter jaga yang tidak bisa melakukan tindakan darurat, sehingga dalam keadaan darurat tindakan pertolongan dapat dilakukan dengan segera.
  4. BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan melakukan PENGAWASAN mengenai SOP (Standard Operating Procedure) di RSUD Sidikalang. Saat ini masih banyak oknum rumah sakit mengambil keuntungan dengan tidak memberikan obat-obatan, transfusi darah, screeningdan lab rutin, dan  biaya dibebankan kepada pasien.
  5. Memastikan pengelolaan e-catalogdan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) dalam manajemen obat di RSUD digunakan dengan baik. Banyak kasus ditemukan, pasien BPJS harus membeli obat dari luar dengan alasan persediaan obat habis yang mengakibatkan pasien harus membeli ke apotik dengan harga yang mahal.
  6. Memastikan bidan-bidan bekerja dengan baik, tinggal di desa dan membangun komunikasi yang baik dengan pasien. Mengingat sulitnya transportasi dari desa-desa. Dinas Kesehatan“HARUS” memastikan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) berfungsi dengan baik dan dipantau secara terus menerus, sehingga tidak ada pasien yang dirujuk ke RSUD Sidikalang dalam keadaan ‘gawat darurat’. Hal ini berkaitan juga denganPermenkes Nomor 97 Tahun 2014 Pasal 14 ayat 1 yaitu mendorong masyarakat untuk bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilakukan di fasilitas kesehatan.

 

Sesuai dengan informasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), RSUD Sidikalang belum terakreditasi dan belum mengajukan proses akreditasi. Sejatinya, sebuah rumah sakit harus memiliki akreditasi dengan masa berlaku 3 tahun. Rumah sakit juga harus mengajukan permohonan akreditasi dan melalui serangkaian ujian untuk bisa mendapatkan akreditasi.

Melalui aksi solidaritas ini, aliansi NGO di Kabupaten Dairi berharap akan ada pertanggungjawaban dan tindakan tegas atas evaluasi kerja RSU Sidikalang.  Semuanya ini dilakukan adalah demi menjamin masyarakat Dairi mendapatkan hak pelayanan sehat dari rumah sakit pemerintah ini.

 

 

FRT

Pelatihan Pendidikan Politik untuk Perempuan Lebih Berdaya

            “Tak akan ada pemberdayaan lebih kekal berkelanjutan, tanpa melibatkan perempuan,” ungkap Najwa Shihab dalam acara kenamaannya Mata Najwa edisi “Mereka yang Perkasa”.

 

Pernyataan ini seolah mewakili perhatian PETRASA akan perempuan. Dalam membangun kehidupan yang berkelanjutan, PETRASA ingin memberdayakan perempuan-perempuan di Kabupaten Dairi melalui berbagai pelatihan. Salah satunya adalah Pelatihan Pendidikan Politik bagi kelompok Perempuan Potensial Dampingan PETRASA.

            Pukul sepuluh pagi, empat staf Divisi Advokasi PETRASA dan 23 orang perempuan potensial berangkat dari halaman kantor PETRASA menuju Silalahi. Pelatihan dilaksanakan selama dua hari yakni Jumat sampai dengan Sabtu (27-28/7/18) tepatnya di Sidebang Hotel.

Sejatinya, pelatihan kali ini adalah kelanjutan dari pelatihan perempuan potensial yang dilaksanakan tahun lalu di Samosir. PETRASA memang ingin pelatihan perempuan ini menjadi agenda berkelanjutan. Sebab PETRASA yakin proses pemberdayaan tidak bisa dilakukan dalam satu malam tapi harus berkelanjutan.

            Perempuan-perempuan potensial ini dipilih karena keaktifan mereka dalam kelompok masing-masing. Mereka aktif mengambil peran sebagai pengurus di kelompok Credit Union (CU) seperti menjadi ketua, sekretaris, ataupun bendahara, sebagian dari mereka juga aktif dalam berbagai aktivitas kelompok lainnya di desa. Oleh karena itu, keduapuluh tiga perempuan ini diharapkan dapat menularkan semangat kepemimpinan pada perempuan di kelompok mereka dan mau untuk terlibat dalam organisasi yang lebih besar.

            Topik pelatihan tahun ini adalah tentang perempuan dan politik. Sarma Hutajulu, S.H anggota DPRD Sumatera Utara dari Komisi A hadir menjadi narasumber utama. Ia membagikan pengalamannya menjadi perempuan yang bergerak di bidang politik. Ia menularkan semangatnya kepada 23 perempuan potensial supaya tidak takut mengambil peran. Ia juga menekankan bahwa perempuan justru harus mengambil peran dalam organisasi yang lebih besar. Sebab perempuan memiliki keunikan tersendiri dalam berpolitik.

            Sebelum mulai berdiskusi, staf PETRASA, Muntilan Nababan terlebih dulu memimpin sessi pemetaan masalah dan harapan para perempuan potensial. Peserta diminta menulis dalam kertas apa saja yang menjadi kekhawatiran mereka dan harapan mereka dengan mengikuti pelatihan ini.

            Para perempuan potensial ini dengan jujur menuliskan bahwa mereka khawatir dengan ijin dari keluarga. Peran mereka sebagai istri dan ibu serta tugas mereka di rumah dan di ladang telah banyak menyita waktu. Keluarga sulit memberi ruang pada mereka untuk terjun pada politik karena besarnya tanggung jawab mereka dalam rumah tangga.

            Sarma Hutajulu, SH pun menjawab kekhawatiran tersebut dengan menjelaskan pentingnya memberi pengertian secara perlahan kepada keluarga. Artinya dibutuhkan pendekatan yang khusus dengan cara membangun komunikasi yang efektif dengan suami, orang tua, mertua, dan anak. Ibu Sarma yakin komunikasi yang sifatnya dua arah akan melahirkan pengertian yang baik.

Meski banyak kekhawatiran, dua puluh tiga perempuan potensial ini optimis bahwa dengan pelatihan ini mereka lebih memahami kepemimpinan perempuan, lebih aktif berpartisipasi untuk masyarakat, dan semakin berani mengutarakan suara mereka. Mereka juga berharap, kehadiran Sarma Hutajulu sebagai narasumber menginspirasi mereka untuk kelak maju menjadi dewan perwakilan rakyat di Kabupaten Dairi.

            Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini memang padat dengan materi. Meski begitu para perempuan potensial ini tetap semangat karena Ibu Sarma Hutajulu sebagai narasumber berbagi ilmu dengan cara yang interaktif. Tanpa kesan menggurui, beliau menempatkan diri sebagai kawan yang juga sedang berjuang untuk memajukan kehidupan para perempuan.

            Sebelum acara usai, Ibu Sarma Hutajulu menyarankan pelatihan seperti ini bisa terus berlanjut dari tahun ke tahun. Ia bahkan usul untuk dibuatkan topik tentang teknik berkomunikasi yang efektif dan efisien kepada perempuan potensial supaya mereka mampu menyuarakan hak-hak mereka. Tidak lupa ia mengingatkan PETRASA untuk tidak berhenti mendampingi para perempuan potensial sekalipun pelatihan telah berakhir.

Gloria br. Sinaga, anggota Divisi Advokasi PETRASA menambahkan, “Pelatihan pendidikan politik bagi perempuan potensial ini harus bisa jadi bekal untuk para perempuan dampingan kita di Kabupaten Dairi berani tampil dan berjuang di ruang-ruang publik.”

            Acara pun ditutup dengan pemberian cinderamata berupa kopi Sidikalang Arabica Coffee dan foto bersama. Rombongan kembali ke Sidikalang dengan perasaan senang karena mendapat bekal yang masih segar  dan semangat besar untuk berkontribusi bagi sekitar mereka.

 

 

Febriana Tambunan