Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) Manipulatif, Cabut Persetujuan Lingkungan PT. Dairi Prima Mineral (DPM) Demi Keselamatan Warga Dairi.

Jakarta, 15 Februari – Perjalanan warga Dairi, Sumatera Utara yang berpotensi terkena dampak pertambangan PT. Dairi Prima Mineral (DPM) untuk mempertahankan ruang hidupnya masih panjang. Sebelumnya, perwakilan warga Dairi melakukan audiensi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (24/8) silam agar tidak memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM, perusahaan timah dan seng, untuk membongkar perut bumi dengan sistem penambangan bawah tanah.

Meski demikian, KLHK telah menerbitkan SK Menteri LHK Nomor: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan atau “Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Punga-Pungga, Kab. Dairi, Prov. Sumatera Utara oleh PT. Dairi Prima Mineral” pada Kamis (11/8) silam. Sementara warga Dairi mengetahui persetujuan lingkungan sudah diterbitkan setelah menerima undangan dari Pemerintah Kabupaten Dairi untuk sosialisasi SK Menteri LHK tersebut, Jumat (18/11). “Keputusan KLHK mengeluarkan persetujuan lingkungan PT. DPM tersebut sangat melukai perasaan kami, bagaimana mungkin Ibu Menteri mengeluarkan persetujuan kepada perusahaan dan menjadikan nyawa kami sebagai taruhannya. Kami sebagai warga Dairi merasa telah dibohongi atas apa yang dilakukan oleh pemerintah hari ini yang cenderung berpihak kepada perusahaan. Meskipun persetujuan lingkungan sudah dikeluarkan, kami meminta agar itu dicabut. Karena tidak layak tambang beroperasi di wilayah pertanian yang telah lama kami kerjakan dari generasi ke generasi dan telah memberikan kami kehidupan” Pungkas Rainim Purba.

Warga menolak keras kehadiran PT DPM karena kekhawatiran bencana jika perusahaan tersebut beroperasi, pasalnya dalam peta rawan bencana Kabupaten Dairi berada di zona merah yang berstatus “RAWAN BENCANA”. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Dairi juga mengatakan, Kabupaten Dairi telah memiliki status “SWALAYAN BENCANA” sebab segala jenis bencana sudah pernah terjadi dan mempunyai ancaman yang nyata. Bukan menakut-nakuti warga tapi faktanya kabupaten Dairi sendiri dilalui tiga jalur patahan gempa yakni patahan Toru, Renun dan Angkola.

“Desember 2018 terjadi banjir bandang di desa kami Bongkaras yang merenggut tujuh orang korban meninggal dunia, dua korban tidak ditemukan jenazahnya sampai sekarang. Gempa sepersekian detik belakangan juga semakin sering kami rasakan, ini sangat membuat perasaan kami takut dan membuat tidur tak nyenyak” Ujar Barisman Hasugian.

Pakar hidrologi internasional Steve Emerman dan ahli bendungan Richard Meehan yang mengkaji keberadaan tambang DPM di Dairi menyatakan, rencana pertambangan yang diusulkan tidaklah tepat sebab lokasi tambang berada di hulu desa, di atas tanah yang tidak stabil, serta di lokasi gempa tertinggi di dunia tampak mengundang bencana.

Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, pada Juni 2022 Compliance Advisor Ombudsman (CAO) World Bank mengeluarkan laporan berdasarkan pengaduan yang dilakukan warga Dairi pada Oktober 2019 lalu. Dalam laporan CAO disebutkan tambang yang direncanakan oleh PT DPM memiliki kombinasi resiko yang tinggi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah terkait pembangunan bendungan limbah yang diusulkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan standar internasional.

Meski warga Dairi sudah berulang kali menyurati KLHK untuk mendapatkan salinan dokumen persetujuan lingkungan dan adendum ANDAL yang telah diterbitkan oleh KLHK hingga melaksanakan konferensi pers, warga belum mendapatkan salinan dokumen tersebut. Selain menyurati KLHK saat ini masyarakat sudah membuat pengaduan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas dugaan maladministrasi yang dilakukan KLHK oleh masyarakat telah diterima dan sudah pada tahap verifikasi laporan.

Perjuangan masyarakat juga mendapat dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di nasional yakni JATAMNAS, Trend Asia, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institute dan JKLPK Indonesia bersama dengan SEKBER Tolak Tambang akan mengawal KLHK untuk segera mencabut persetujuan lingkungan DPM.

Merespon Dampak Perubahan IklimMelalui Strategi Adaptasi dan Mitigasi

Perubahan iklim menjadi isu global yang dibicarakan hampir di seluruh pelosok dunia. Tidak tanggung-tanggung isu perubahan iklim menjadi salah satu agenda penting dalam pertemuan multilateral seperti dalam Paris Agreemen, Conference of The Parties (COP) dan pertemuan international lainnya bahkan yang terbaru di Bali isu perubahan ikilm menjadi salah satu agenda G20.

Menajamnya isu Perubahan iklim bukan tanpa dasar. Tanpa terkecuali semua negara sudah merasakan dampaknya. Naiknya suhu udara, cuaca ekstrem, naiknya permukaan air laut, munculnya berbagai hama dan penyakit, mencairnya es yang ada di kutub utara, kemarau berkepanjangan, banjir dan berbagai dampak perubahan iklim lainnya sudah berada pada kondisi yang mengkwatirkan. Bahkan beberapa daerah dibelahan dunia khususnya daerah pesisir pantai sudah terdampak parah dan terpaksa mengungsi karena tempat tinggal dan lahan pertanian hilang tanpa bekas ditelan air laut yang naik akibat mencairnya es di kutub utara.

Ada beberapa hal yang menarik yang menjadi stressing dalam pertemuan international tersebut antara lain :

1. Berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri.

2. Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih.

3. Seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya. Target ini akan ditinjau tiap lima tahun sekali, agar meningkatkan ambisi pengentasan perubahan iklim.

4. Negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta beradaptasi dengan perubahan iklim.

Komitmen masing-masing negara dikenal dengan istilah National Determined Contribution (NDC). Indonesia yang juga turut ambil bagian menjadi anggota juga sudah menuangkan komitmennya dalam bentuk NDC antara lain berkomitmen untuk mengurangi 29% emisi gas rumah kacanya tanpa syarat terhadap skenario business as usual pada tahun 2030 dan meningkatkan kontribusinya hingga 41% pengurangan emisi pada tahun 2030, bergantung pada ketersediaan dukungan internasional untuk keuangan, transfer teknologi dan pengembangan serta peningkatan kapasitas.”

Terlepas dari berbagai keputusan politik negara-negara, dampak perubahan iklim sangat dirasakan oleh masyarakat luas. Namun sesungguhnya masyarakat kecillah yang paling merasakan dampak perubahan iklim. Petani dan nelayan adalah masyarakat terdampak paling parah. Nelayan kehilangan mata pencaharian karena sulit melaut disebabkan ombak dan angin kencang dan tidak sedikit yang mulai beralih profesi karena dampak cuaca ekstrem. Dampak bagi petani bisa juga tidak kalah parahnya. Berdasarkan pelatihan PACDR yang dilakukan Petrasa beberapa bulan lalu bersama petani dampingan dampak yang dirasakan petani antara lain : naiknya suhu udara, cuaca ekstrim dimana musim kemarau dan hujan semakin panjang, sulitnya memprediksi musim, munculnya hama dan penyakit, angin puting beliung dan hujan es.

Dampak tersebut sangat berpengaruh terhadap produktifitas pertanian dan juga pendapatan keluarga. Ketimpangan dalam menerima dampak perubahan iklim itu yang disebut climate apartheid dimana orang-orang penghasil emisi karbon terbesar mendapatkan dampak paling kecil sementara penghasil karbon terkecil justru mendapatkan dampak paling besar. Oleh karena itu isu climate justice semakin menguat termasuk BfdW yang menggunakan motto one world, one climate, one future, together for climate justice. Ketidakadilan itu yang mendorong negara-negara berkembang yang terdampak parah menyuarakan dalam perjanjian internasional agar negara-negara maju pengahasil emisi karbon terbesar seperti amerika, rusia, cina, jerman untuk mengalokasikan dana adaptasi untuk negara-negara berkembang seperti Bangladesh, India, Philipina, Indonesia sebagai subsidi atas karbon yang mereka hasilkan.

Sebagai Lembaga yang mendampingi petani, Petrasa juga sudah menjadikan isu perubahan iklim menjadi mainstreaming dalam setiap program. Petani perlu meningkatkan ketahanan untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim. Ada 2 hal yang perlu dikembangkan yaitu strategi adaptasi dan mitigasi. Adaptasi adalah sistem pertanian yang menyesuaikan terhadap dampak perubahan iklim sedangkan mitigasi adalah strategi yang dilakukan sebagai kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon. Petrasa sendiri sudah mengembangkan beberapa strategi adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim. Penggunaan pohon pelindung pada tanaman kopi, intercropping system seperti kopi dengan lebah, padi dengan ikan mas, pengunaan rorak, penggunaan pupuk dan pestisida nabati. Walaupun harus diakui masih banyak strategi adaptasi lain yang masih harus dikembangkan untuk mengurangi kerentanan petani terhadap dampak perubahan iklim. Sedangkan untuk aspek mitigasi selain dari perlakuan pertanian, gerakan advokasi dalam mempertahankan hak atas tanah, lingkungan dan hutan juga adalah bentuk aksi mitigasi terhadap perubahan iklim. Kurangnya laju deforestasi akan sangat berdampak terhadap pengurangan emisi gas karbon karena pohon adalah konsumsi gas karbon yang paling efisien dan efektif . Demikian juga dalam konteks pemasaran, penggunaan isu perubahan iklim dalam melakukan pendekatan kepada konsumen adalah bagian dari mitigasi yang berdampak terhadap pengurangan emisi karbon.

Setiap orang menghasilkan emisi gas karbon dan semua orang diharapkan bisa berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon dan itu bisa kita mulai dari hal yang paling kecil. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami apa yang Namanya jejak karbon atau carbon footprint. Jejak karbon (Carbon Footprint) adalah jumlah karbon atau gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam kurun waktu tertentu. Jejak karbon merupakan suatu instrumen penting dalam mengukur kontribusi individu, komunitas, industri, produk, dan lainnya terhadap perubahan iklim. Dengan menghitung jejak karbon, suatu industri dapat mengetahui sumber emisinya dan dapat meminimalkan penggunaannya sejak dini.

Tools ini juga dapat kita gunakan untuk diri kita sendiri. Memulai dengan hal yang paling kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, mematikan lampu saat tidak digunakan dan hal kecil lainnya. Semua apa yang kita lakukan muaranya adalah menyelematkan bumi dari dampak perubahan iklim yang semakin mengkwatirkan.

Menyikapi isu krisis pangan, Pemdes Sumbari dan Petrasa bersinergi mengembangkan pertanian selaras alam.

(Sumbari 2/02/2023) Krisis pangan dan ketahanan pangan merupakan dua isu yang kerap diperbincangkan hingga tingkat dunia. Ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan memperburuk krisis pangan. Isu ini juga dibahas di Desa Sumbari, selain isu ketahanan pangan merupakan program nasional, kondisi pertanian di desa Sumbari juga menjadi salah satu faktor yang mengharuskan Pemdes Sumbari secepat mungkin mengimplementasikan program tersebut. Diskusi yang dilakukan di Balai Desa Sumbari tersebut dihadiri oleh Pemdes Sumbari, BPD Desa Sumbari, perwakilan pengurus 6 kelompok tani desa Sumbari, Sekcam Silima pungga-pungga, Koordinator PPL, Pendamping Kecamatan dan Petrasa.

Hal yang dilakukan diawal adalah menggali akar masalah penyebab kerentanan pangan di desa Sumbari. Sebelum banjir bandang 2018, desa Sumbari adalah salah satu desa yang dapat menyediakan pangan sendiri melalui pertanian padi sawah. Namun bencana alam tersebut mengakibatkan rusaknya irigasi dan berdampak pada pengairan sawah mereka. Sejak itu, pertanian desa sumbari beralih dari padi sawah menjadi pertanian jagung. Betul, budidaya pertanian jagung lebih simpel dari pada padi, namun masyarakat sumbari yang tidak terbiasa membeli beras merasakan dampaknya langsung. Harga beras rata-rata berkisar 190 hingga 220 ribu perzaknya, belum lagi ketersediaan beras yang kadang tidak menentu. Melihat kondisi ini, perwakilan pengurus dari 6 kelompok tani di Desa sumbari sepakat akan menanam padi gogo sebagai bentuk pemenuhan pangan (beras) di desa Sumbari.

Pemerintah Desa Sumbari juga menyampaikan tidak hanya akan melibatkan kelompok tani saja namun semua masyarakat yang mau serius dalam hal program pemenuhan pangan ini (ketahanan pangan). “Semua masyarakat akan kita dilibatkan, karena berbicara soal ketahanan pangan (krisis pangan) pasti tidak hanya dirasakan oleh kelompok tani namun semua masyarakat. Program ketahanan pangan ini juga akan kita wujudkan dengan pertanian yang selaras dengan alam dan menggandeng semua pihak yang mendukung”, ajak Liber Manurung Kepala Desa Sumbari.

Duat Sihombing (Kadiv Advokasi Petrasa) menyampaikan, seharusnya saat ini kita tidak lagi menuju ketahanan pangan, namun menuju kedaulatan pangan atau petani bebas menentukan apa yang akan ditanam, apa yang akan dimakan. Petrasa pasti akan ikut mendukung program pemerinthan Desa sumbari apalagi ini menjadi program bersama dengan pemerintahan Desa yang tentu akan berdampak kepada kehidupan masyarakat, juga program ketahanan pangan ini didorong pengelolaannya dengan konsep selaras alam atau dengan mengunakan pupuk Organik seperti yang disampaikan oleh pendamping desa. Petrasa sangat mendukung dan akan memberikan kontribusi berupa pengetahuan dan pelatihan bagaimana mengelola pertanian yang selaras alam sebagaimana fokus program Petrasa selama ini. Program ini juga harus betul-betul oleh, dari dan untuk petani Sumbari agar keberhasilan program ini dapat maksimal.

Bicara soal ketahanan pangan ada beberapa aspek yang harus kita wujudkan yaitu ketersedian pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Dengan program bersama ini kita berharap bisa mewujudkan aspek–aspek tersebut di desa sumbari apalagi ini didukung minimal 20% dari anggaran dana Desa 2023 sebagimana amanat UU Desa No 6 tahun 2014. Program ini dimulai dengan diskusi di tingkat kelompok tani, pelatihan dan praktik pertanian padi gogo dengan PSA. Kita berharap sinergitas ini kita bisa wujudkan melalui kegiatan-kegiatan lain yang tentu mampu mendorong terwujudnya desa yang sejahtera.

KONFERENSI INTERNASIONAL

Mengklimatisasi Pembangunan Berkelanjutan dan Hak Asasi Manusia Krisis Iklim dan Cara Meresponsnya sebagai Masyarakat Sipil di Asia & Tur berpemandu ke area Program Perubahan Iklim CCDB di pesisir Bangladesh, Oktober 2022

Masa depan peradaban manusia bergantung pada pembatasan pemanasan global hingga di bawah 2 derajat dan menciptakan masyarakat yang tahan iklim. Kawasan Asia-Pasifik sangat penting dalam konteks ini, bukan saja karena populasi dan dinamika pertumbuhan ekonominya, tetapi juga karena dampak yang tinggi terhadap risiko iklim, terutama komunitas yang rentan seperti petani, nelayan dan komunitas lainnya. Krisis iklim membahayakan komunitas tempat kita bekerja.

Mereka terkena risiko iklim yang mengancam kehidupan dan mata pencaharian dan yang melampaui kapasitas perlindungan dan kemampuan mereka. Brot für die Welt (BfdW), dalam Strateginya ‘Untuk kehidupan yang bermartabat mendefinisikan keadilan iklim dan transisi ekologi sosial sebagai satu dari lima prioritas strategis, yang bertujuan untuk mendorong pencapaian tujuan iklim global, membatasi dampak perubahan iklim, dan mempromosikan keadilan iklim. BfdW berupaya meningkatkan ketahanan iklim melalui adaptasi iklim dan pengurangan risiko bencana serta mitigasi emisi dengan perluasan energi terbarukan, bekerja sama dengan mitra.

Christian Commission for Development in Bangladesh (CCDB), sebuah CSO iklim terkemuka di Bangladesh yang juga merupakan mitra BfdW mendapat kepercayaan dari BfdW untuk menjadi tuan rumah konferensi Internasional . Konferensi ini merupakan tindak lanjut dari konsultasi mitra Asia-Pasifik tentang perubahan iklim yang diselenggarakan BfdW di Bangladesh pada tahun 2009. Ini adalah bagian dari program pelatihan dan dialog iklim bersama yang baru yang diprakarsai oleh BfdW dan CCDB pada Februari 2022 dengan sisten online. Konferensi ini juga sekaligus peresmian centre iklim CCDB yang diselenggarakan pada 1 Oktober 2022.

Petrasa sebagai salah satu mitra BfdW di Indonesia mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu peserta konferensi Internasional ini bersama 5 mitra Indonesia lainnya antara lain : JAMTANI, MPM, AOI, BIT dan YAK GBKP. Mitra Indonesia menjadi peserta yang mendapatkan quota paling besar dibandingkan peserta dari negara lain seperti Thailand, Philipina, India, Vietnam, Nepal dan negara Asia Pasifik lainnya.

Ridwan Samosir, sekretaris eksekutif Yayasan Petrasa yang menjadi salah satu peserta konferensi menjelaskan bahwa konferensi itu sangat penting sebagai media pertukaran pengalaman untuk membangun ketahanan komunitas melalui strategi adaptasi dan mitigasi di negara-negara Asia Pasifik. Selain itu konferensi itu juga menjadi sebuah kesempatan untuk mendesign advokasi untuk keadilan iklim dengan memobilisasi publik baik ditingkat lokal, nasional dan internasional.

Pembelajaran Penting

Selama mengikuti konferensi internasional study lapangan perubahan iklim di CCDB Bangladesh ada beberapa pembelajaran penting yang didapatkan yaitu :

Climate Centre

Climate Centre yang dimiliki CCDB merupakan pusat pembelajaran iklim yang diperuntukkan untuk komunitas-komunitas yang paling rentan. Selain itu Climate Centre tersebut juga bisa menjadi alat advokasi untuk pengambil kebijakan di Bangladesh. Climate centre yang didukung oleh BfdW digunakan sebagai media untuk meyakinkan pemerintah Bangladesh untuk segera mengambil langkah dan aksi nyata mengingat Bangladesh adalah salah satu negara yang menerima dampak perubahan iklim paling besar di Asia Pasifik.

Parlemen lokal dan nasional serta pejabat pemerintah mulai dari kementrian dan pejabat lokal melihat secara langsung manfaat Climate Centre sebagai alat untuk mengembangkan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Cilmate Centre berhasil menginspirasi pemerintah untuk mengembangkan program nasional yang respon terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Bangladesh.

Community Climate Resilience Centre (CCRC)

Pembelajaran penting lainnya adalah pengembangan CCRC sebagai upaya adapatasi warga desa terhadap dampak perubahan iklim. Kalau Climate Center dalam lingkup yang lebih luas, maka CCRC dalam lingkup yang lebih kecil seperti desa. CCRC adalah organisasi lokal yang dibentuk oleh masyarakat desa untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. Dampak-dampak yang sudah dirasakan masyarakat desa seperti banjir, kenaikan air laut, erosi, angin topan dan bencana alam lainnya direspon melalui organisasi desa yang disebut CCRC.

Hadirnya CCRC meningkatkan peran masyarakat dalam mengatasi dampak perubahan iklim tersebut. CCRC juga membangun kerjasama dengan pemerintah desa sehingga strategi adapatasi dan mitigasi bisa dilakukan secara bersama sama. CCRC ini sangat cocok untuk di adaptasikan di kabupaten Dairi sehingga setiap desa memiliki organisasi yang fokus terhadap penanganan dampak perubahan iklim.

Selama ini petani di kabupaten Dairi sudah merasakan dampak perubahan iklim seperti naiknya suhu udara, sulitnya memprediksi musim, munculnya hama dan penyakit pada tanaman, hujan es, angin puting beliung dan berbagai bencana lainnya. Pembentukan organisasi seperti CCRC sangat tepat untuk mengatasi dampak perubahan iklim sehingga komunitas desa mampu meningkatkan ketahanan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

One World, One Climate, One Future, Together For Climate Justice

 

 

Lowongan Kerja

Yayasan Petrasa adalah sebuah organisasi non pemerintah (NGO) yang melakukan kerja-kerja pemberdayaan petani di Kabupaten Dairi. Pengembangan pertanian selaras alam, pemasaran produk organik dan advokasi hak-hak petani adalah fokus utama Petrasa untuk menjadikan petani sebagai aktor utama perubahan kesejahteraan. Hak atas tanah menjadi krusial mengingat tanah adalah unsur penting dalam keberlanjutan hidup petani dan lingkungan.

Dalam mendukung kerja-kerja advokasi maka Yayasan Petrasa membutuhkan 1 orang Staf Advokasi yang memiliki komitmen dan integritas untuk melakukan kerja-kerja pemberdayaan petani.

Kualifikasi :

1. Laki-laki / Perempuan, umur maksimal 35 tahun

2. Lulusan S1 Hukum

3. Diutamakan yang memiliki pengalaman dalam pendampingan kasus struktural

4. Memahami Ms. Word dan Excel

5. Bersedia bekerja di wilayah pedesaan di Kabupaten Dairi

6. Memiliki SIM C

Kirimkan surat lamaran, Scan Fotocopy KTP, CV, Fotocopy SIM, Ijazah dan berkas pendukung lainnya ke alamat email petrasaorganic.recruitment@gmail.com dengan subjek email : Lamaran Staf Advokasi_Nama selambat-lambatnya pada tanggal 18 November 2022Info lebih lanjut, hubungi kami melalui : Telp. (0627) 21882 atau

Facebook Page : Petrasa Foundation

Bersahabat Dengan Lingkungan Melalui Pertanian Berkelanjutan

Profil Petani PSA ( Pertanian Selaras Alam) Dampingan Yayasan PETRASA. Nama : Paniel Limbong

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat Tanggal Lahir : Pinantar 16/12/69

Alamat : Desa parbuluan IV sigalingging Kecamatan Parbuluan, Kabuaten Dairi Sumatera Utara

Ranah HAM (Hak Azasi Manusia) yang saya perjuangkan dalam Dunia Pertanian adalah Hak atas pangan & ruang hidup yang nyaman. Hak atas pangan menurut saya adalah sangat sederhana, dimana ketika lahan pertanian tidak ada yang tergerus akan mafia tanah, kita bisa dengan sangat nyaman dan mengerjakan lahan pertanian tersebut dalam memperoleh ekonomi untuk membutuhi kehidupan sehari-hari.Bicara soal bagaiamana menjaga lingkungan, saya sudah melakukannya melalui kegiatan-Pertanian Selaras Alam ( PSA) yang diberdayakan langsung oleh sebuah lembaga yang konsern dibidang Isu lingkungan Non Goverment Organization (NGO) Yayasan PETRASA (Pengembangan Ekonomi dan Teknologi Rakyat Selaras Alam). Kegiatan pemberdayaan ini saya ikuti sejak tahun 2018 karena ketertarikan saya akan konsept tersebut, dimana saya mendapatkan beberapa pelatihan pemberdayaan untuk pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Lokal yang tersedia menjadi sumber utama, sebab bahan untuk pengolahan Pupuk Cair dan Padat organik sebagai nutrisi bagi tanaman yang saya budidayakan berasal dari alam sekitar yang ada di Daerah Parbuluan.

Dairi terkenal dengan tanah dan kekayaan Sda yang yang berlimpah, tinggal bagaimana mengolahnya menjadi lebih bernilai guna. Saya sebagai petani dengan ekonomi yang pas-pasan tentu akan memilih konsep lokal untuk menjalankan roda ekonomi keluarga tetap berkelanjutan. Konsep pertanian Selaras alam yang saya aplikasikan dilahan pertanian milik saya yang tidak begitu luas. Tanaman yang saya budidayakan adalah tanaman Hortikultura seperti; Stroberi, Cabai dan sayur-mayur.

Pada awal pengaplikasian tidak jarang saya mengalami gagal panen dan terjadi berulangkali. Dari perlakuan adapatasi tersebut saya sebagai petani biasa bisa menarik kesimpulan versi saya, bahwa lahan pertanian yang saya olah tersebut sedang berproses menyerap nutrisi Organik yang saya aplikasian, sebab sebelum saya mengenal dunia pertanian konsept selaras alam, sebelumnya menggunakan pupuk dan pestisida kimia, tentu sangat banyak pengaruhnya terhadap tanah,terhadap udara, sebab tanah menjadi kekeringan kekurangan biota dalam tanah, serta mahluk hidup lain yang saling membutuhkan tidak adala lagi, seperti Kupu-kupu, belalang dan mahluk hidup lainnya.

Saya banyak belajar dari konsep pertanian selaras alam ini, selain membatu dalam mengurangi biaya produksi, juga secara perlahan sudah membuat tanah lahan pertanian semakin subur dan terpelihara. Saat ini juga kebutuhan akan pupuk /nutrisi yang saya aplikasikan kelahan pertanian secara berangsur semakin berkurang. Tentu jika dikaitkan dengan isu lingkungan saya bisa menyatakan dari pengalaman akan sistem Pertanian Selaras alam yang saya aplikasikan sangat baik untuk dikembangkan, sebab telah menciptakan ruang hidup yang terpelihara, dengan ketahanan pangan yang terpelihara serta berkelajutan. Pertanian Selaras Alam adalah Konsep pertanian terintegrasi.

Kekerasan/Pelanggaran Ham atas ruang hidup secara langsung belum saya alami secara pribadi, namun saya merasa khawatir atas kehadiran PT. Gruti di Dairi Sumatera Utara ( Gunung Raya Utama Timber Industries) Yang telah mendapatkan izin IUPHHK-HA ( Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu Pada Hutan Alam) dari pemerintah. Berdasarkan Izin yang diperoleh dari Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK/362/MENHUT/-II/2005. PT. Gruti memiliki areal produksi seluas Kurang lebih 126.550 Hektar . Konsesi PT.Gruti di kabupaten Dairi berada pada 2 (Dua) Kecamatan Yaitu Sumbul (Desa Perjuangan, Desa Pargambiran, Desa Barisan Nauli, Desa Sileuh-leuh Parsaoran) dan Kecamatan Parbuluan (Desa Parbuluan VI). Kecamatan Parbuluan adalah daerah /Lokasi tempat tinggal saya, disana saya melakukan seluruh kegiatan kehidupan saya dan terlebihnya saya menggantungkan seluruh hidup saya dari PERTANIAN. Tentu saya merasa khawatir jika ini akan beroperasi secara berkelanjutan. Saya sangat khawatir Kedaulatan petani akan terganggu, Lahan tergerus, Hutan Gundul, Sumber air akan rusak, tanah akan longsor dan kemungkinan lainnya. Saya sebagai masyarakat Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Kecamatan Parbuluan, selalu berusaha menyuarakan kepada masyarakat melalui kelompok dan juga pendekatan secara pribadi.

Saya juga salah satu Pengurus dari sebuah organisasi Dampingan Yayasan PETRASA yaitu Organisasi yang tergolong besar di Kabupaten Dairi ; Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA), melalui organisasi tersebut sesekali saya bersosialisasi “Bagaimana kita tetap bisa bertahan ditanah kita, oleh sebab itu kita harus mencintai tanah ruang hidup kita, lahan pertanian kita, sebab tanah adalah identitas kita, terlebih kita harus bisa menjaga tanah kita dengan konsep pemanfataan sumber daya alam untuk pertanian kita untuk mempertahankan kehidupan berkelanjutan.

Saya selaku Warga Masyarakat Kabupaten Dairi, akan terus berjuang mempertahan ruang hidup yang berkelanjutan untuk generasi berikutnya dengan “Menanam Konsep Pertanian Selaras Alam” Menaman adalah Berjuang Untuk Mempertahankan Identitas. Hidup Pertanian, Saya Hidup Dari Pertanian!!!

AKSI ALIANSI PETANI UNTUK KEADILAN – DAIRI (APUK) “DAIRI DIANCAM KRISI PANGAN”

Dairi adalah salah satu daerah dengan topografis yang subur di Sumatera Utara karena lebih dari 70 % adalah Petani. Komiditi unggulan antara lain adalah yang sangat terkenal seperti kopi, durian, duku, manggis, gambir, jeruk purut, coklat dan jagung disamping itu, Dairi menjadi penghasil tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, bawang putih dan berbagai produk sayur mayur seperti kol kubis, kentang, brokoli dan sebagainya.  Data BPS tahun 2021 menunjukkan Dairi untuk struktur perekonomian sector pertanian menyumbang produk domestic regional bruto (PDRB) sebesar 42,9 % yang disampaikan oleh kepala BPS Asi Matanari pada Musyawarah perencanaan Pembangunan Kab,Dairi (Musrembang RKPD) tahun 2023 pada tanggal 28/3 2022) Dalam kesempatan itu, Asi Matanari menyampaikan materi tentang penguatan ekonomi Dairi dengan hilirisasi pertanian. Asi menyampaikan, juga perbandingan kontribusi beberapa sektor perekonomian di tahun 2021, dimana sektor industri pengolahan berkontribusi hanya 0,4 persen, sementara pertanian sangat besar yakni 40%. Hal tersebut sebagai indikasi bahwa hasil pertanian dari Dairi di kirim ke luar daerah tanpa diolah,” jelas Asi. Disebutkan, mengingat sektor pertanian penyumbang PDRB terbesar, pemerintah harus bergerak cepat untuk membuat program transformasi pertanian.

Program Dairi Unggul Kampanye Bupati terpilih pada pilkada tahun 2018 yang lalu tampaknya hanya slogan dan politik dagang semata. Beberapa kehadiran Investor di Dairi seperti PT DPM dan PT Gruti yang tidak melibatkan petani dalam pengambilan keputusan layak atau tidaknya perusahaan hadir, justru mengancam ruang hidup dan ruang produksi petani Dairi. Petani Dairi juga harus berhadapan dengan perubahaan iklim global yang menyebabkan gagal panen durian dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, munculnya berbagai penyakit dan fenomena alam seperti angin puting beliung dan hujan es yang menyebabkan turunnya produktifitas pertanian dan membahayakan keselamatan nyawa manusia (hasil kajian Petrasa) , kelangkaan pupuk dan minimnya sarana irigasi di beberapa kecamatan diantaranya di Kecamatan Silima pungga Pungga dan Kecamatan Lae Parira. BPS, Dairi dalam angka tahun 2021 mencatat, kedua kecamatan ini memiliki areal persawahan yang cukup luas sekitar 2.072 ha.

Ruang hidup dan ruang produksi petani kembali di gempur dengan sengaja mengundang bencana dan malapetaka yang akan di hadapi oleh petani Dairi di beberapa kecamatan, yakni PT DPM yang akan menambang timah dan seng metode sistim bawah tanah (terowongan), memiliki areal konsesi seluas 24,636 Ha di tiga Kabupaten yakni Pakpak barat, Kabupaten Dairi dan Kota Sumbul Salam – NAD.  Di Kabupaten Dairi, areal konsesi PT DPM sendiri berada di empat kecamatan yakni Kecamatan Silima Pungga, Lae Parira, Siempat Nempu Hilir dan Desa Sinar pagi di Kecamatan Tanah Pinem. Areal konsesi tambang DPM menghimpit dan mengkapling areal pertanian, persawahan, pemukiman, sumber air, jalur sungai sebagai ruang hidup dan ruang produksi petani bahkan adanyaalih fungsi lahan produktif pertanian untuk pertambananlewat SK Dinas Pertanian No 520/1722/X/2019 di Kecamatan Silima Pungga-pungga.

Disisi lain keberadaan Tailing Storange Facility (BENDUNGAN LIMBAH) dengan luas 24 Ha diperkirakan akan runtuh dan jebol sesuai kajian ahli bendungan limbah dan hidrologi dunia, karena berada di atas tanah yang tidak stabil (bekas letusan gunung api / Toba Tuff), curah hujan tinggi, terletak di hulu desa, dan yang paling tragis terletak di daerah patahan gempa dengan resiko tertinggi di dunia karena ramai di lalui patahan dan sesar seperti Lae Renun, Toba dan Angkola diperkirakan melululantakkan 11 desa dan 57 dusun. Selain AMDAL PT DPM tidak memiliki Analisis Resiko Bencana, dan juga tidak ,menjamin tanaman yang dapat tumbuh paska operasi atau rehabilitasi disekitar tapak tambang dengan radius 30 km bahkan lebih. DPM juga membangun Gudang bahan peledak yang juga dekat dengan pemukiman dan perladangan warga,  yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan warga. Hasil Investigasi Anakan Lae Puccu menyatakan bahwa DPM berpotensi menggunakan sumber air bersih untuk 7 desa dan satu Kelurahan di Kecamatan Silima Pungga-pungga, dengan jumlah pelanggan lebih dari 7000 ribu jiwa.

Sumber air ini juga di gunakan sebagai sumber irigasi puluhan ha sawah di sekitar tambang. Itu artinya akan ada ancaman krisis air  yang dirasakan oleh masyarakat ke depan, air merupakan kebutuhan vital untuk kehidupan.  Sementara itu, paskah banjir bandang tahun 2018 yang lalu ada 6 desa (Bongkaras, Longkotan, Bonian, Lae Panginuman, Lae Pangoroan dan Sumbari) yang tidak lagi dapat menanam padi sawah karena sarana irigasi yang biarkan rusak dan tidak ada tindakan serius dan sistematis dari pemerintah daerah Kabupaten Dairi, demikian juga dengan persawahan di areal kecamatan Lae Parira warga berebutan akan sumber air untuk mengairi sawah warga dan pada akhirnya beralih tanaman dari padi ke jagung dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini.

Di Kecamatan Sumbul dan Kecamatan Parbuluan sendiri kehadiran PT Gruti sejak tahun 2020 yang lalu,  lewat izin pengelolaan hutan kayu alam dengan areal konsesi seluas 8850 Ha. PT Gruti menghimpit dan mengkapling lima desa yakni desa yakni desa Barisan Nauli, desa Pargambiran, desa Perjuangan, desa Sileu-leu parsaoran dan desa Parbuluan. PT Gruti juga mengkapling areal pertanian di kecamatan Parbuluan seperti perkebunan kopi, hortikultura, jeruk, kentang dan di kecamatan Sumbul padi sawah dan petani Kopi. Di perkirakan areal pertanian yang terdampak seluas 20 Ribu Ha.

Selain itu, dampak lainnya adalah petani akan kehilangan hak atas tanah dan di khawatirkan akan merusak “RASO” sejenis tanaman pandan tanaman hutan, yang berfungsi sebagai penyimpan sumber mata air seluas 500 ha, berada di areal konsesi PT Gruti. Sumber air ini diperuntukkan untuk kebutuhan pertanian hortikultura, sawah dan kopi, kebutuhan MCK, dan sumber air untuk 11 sungai bahkan berpotensi juga akan mengakibatkn banjir bandang jika “ RASO” rusak akibat aktivitas PT Gruti.

Kerusakan ekologi, alih fungsi lahan, rusaknya sumber air yang menjadi ruang –ruang produksi petani  atas nama pembangunan ekonomi yang akan menguntungkan segelintir kepentingan atau orang –orang tertentu dan tidak berkelanjutan karena perubahan struktur bumi akibat aktivitas tambang dan PT Gruti ke depan akan mengakibatkan petani tidak lagi bisa mengolah lahannya, menghasilkan pangan dan muncullah kemiskinan baru serta krisis pangan berkelanjutan. Artinya, tidak sejalan dengan program pemerintah yang  intens mendorong program ketahanan pangan melalui program Desa, karena 20 % dana desa saat ini diprioritaskan untuk program ketahan pangan,lalu kalau investasi ekstratif seperti tambang justru mengusai lahan lahan pertanian  dan diubah fungsnya maka bisa dikatakan itu kontra produktif dengan upaya pemerintah menjaga stabilitas pangan nasional.

Mangula – Siboan Sangap

Biji kopi disusun berbaris sejajar dengan bagian punggung benih menghadap keatas di lahan penyamaian yang sudah diguris sedalam satu sentimeter. Jaraknya sekitar dua kali dua sentimeter antara biji kopi yang satu dengan yang lain. Setelah itu ditutup dengan campuran tanah dan pasir. Kembali KTB menyemaikan kopi arabika di lahan pembibitan sebanyak 5 kg.

Sebelumnya, semai kopi berumur dua bulan sudah dipindahkan dipolybag. Lebih 2000 batang bibit kopi berdaun dua pasang tersebut menghijaui pembibitan ini. Bokashi, pesnab dan zpt kebutuhan pembibitan ini juga sudah disiapkan diawal. Harapannya, Bibit kopi arabika milik KTB ini dibudidayakan dengan Pertanian Selaras Alam atau seminimal mungkin tidak menggunakan pupuk kimia sebagai wujud dari prinsip merawat alam.

Terdengar cerita petani KTB tentang bagaimana hasil pertanian dapat menyekolahkan anaknya hingga bisa menjadi sijujung baringin (pembawa harapan keluarga). Tagogoi ma manuan, mangula, tapasikkola ianokkonta satimbo-timbona, anggiat boi haduan ianakkon ta on siboan sangap (mari menaman dan mengandalkan pertanian, sekolahkan anak setinggi-tingginya, hingga anak-anak kita nantinya bisa membawa kehormatan bagi kita).

Selain sebagai lahan pembibitan, dilahan ini anggota KTB juga membangun diskusi berbagai topik mulai dari isu pertanian, sosial, politik, budaya dan isu lain yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat di Desa Sileuh-leuh Parsaoran untuk mempererat solidaritas dan mencari solusi bersama terkhusus masalah-masalah dipertanian mereka. Tak lupa Pembibitan kopi yang sudah dibangun sejak Mei 2022 lalu ini dikerjakan dengan marsiruppa (bergotong-royong).

Sambil marnonang (mengobrol) petani KTB mempersiapkan lahan dan meletakkan benih-benih kopi dipenyemaian. Terlihat beberapa orang anak bermain berperan seperti sedang meneliti gea (cacing tanah). Biasanya petani didesa ini membawa anak mereka kelahan pertanian dan membebaskan anak-anak untuk bermain dan memastikan posisi anak-anak tersebut tidak jauh dari mereka.

Mangalap gogo majo hita (beristirahat dan makan siang), ujar salah seorang petani. Saat makan bersama, petani akan berdoa bersama yang dipimpin oleh yang tertua atau penatuah atau petani yang dihunjuk untuk mendoakan makan dan minuman yang akan disantap bersama (bekal).

Mayoritas masyarakat didesa ini bergantung pada sektor pertanian. Pertanian tersebut sudah menghidupi kurang lebih 515 KK hingga saat ini. Sebagai sumber pendapat keluarga, biasanya mereka (petani) membuat kalender panen harian, mingguan, bulanan hingga tahunan. Dengan demikian kebutuhan keluarga bisa tercukupi. Sektor pertanian merupakan sumber penghidupan yang sudah digeluti dan dikuasai oleh masyarakat desa Sileuh-leuh Parsaoran. Rantai ekonomi juga sudah sangat baik dibangun didesa ini. Petani bisa langsung menjual hasil pertaniannya ke pengumpul-toke didesa mereka atau langsung kepasar tradisional bahkan sudah ada yang sudah menjual keluar negeri.

“Bagaimana kami tidak berjuang mempertahankan tanah ini, tanah yang dimiliki oleh oppung kami (leluhur) dikerjakan dengan jerih payah, kini sudah sangat subur dan menghidupi kami. Oleh karena itu tanah tersebut wajib dijaga dan dirawat, apabila tidak kami jaga atau tidak dirawat sama halnya kami tidak menghormati oppung kami”, ujar inang Sihotang salah satu petani di desa tersebut.

Kilas balik Sejak 2020 lalu, masyarakat Sileuh-leuh Parsaoran (KTB) dibenturkan dengan sebuah perusahaan pemanen kayu di hutan alam. Atas legalitas dari pemerintah, PT. Gruti akan memanen kayu di hutan 5 Desa di kabupaten Dairi. Ditengah gencarnya pemerintah (Presiden Joko widodo) menyuarakan pengendalian perubahan iklim, PT. Gruti justru diberikan izin yang dapat meningkatkan deforestasi dan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan krisis ekologi.

Tidak terbayang bila nantinya petani Sileuh-leuh Parsaoran harus kehilangan tanahnya. Peralihan dari pertanian ke sektor lain sudah pasti akan mempengaruhi sisi kehidupan masyarakat di Sileuh-leuh Parsaoran. Karena petani bukan hanya sebagai profesi atau pekerjaan didesa ini. Pertanian dan tanah justru merupakan budaya, identitas dan menjadi kompas dalam membangun peradaban di Desa Sileuh-leuh Parsaoran.

“Serah Terima Kepengurusan Yayasan Petrasa Periode 2022-2025”

Dedikasi pada masyarakat dan inovasi program merupakan dua hal yang sangat penting dalam menjalankan sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat. Selama periode 2019 hingga 2022, kedua hal ini terus dikerjakan oleh pengurus Yayasan Petrasa. Di dalam kepemimpinan Ridwan Samosir sebagai Sekretaris Eksekutif ataupun Direktur Program bersama dengan Dr. Drs. Samse Pandiangan sebagai Ketua Pengurus, Lestari Sitepu dan Shanti D. Simbolon Bendahara Pengurus, Yayasan Petrasa dan petani dampingan kian berkembang menuju pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.

Berbagai perubahan, inovasi dan prestasi telah banyak tercapai selama tiga tahun. Ini semua pun merupakan hasil kerja bersama semua pihak mulai dari pengurus, donatur, staf, petani dampingan, mitra NGO, dan pemerintah daerah.

Setelah satu periode membangun Yayasan Petrasa, kepengurusan ini dengan resmi mengakhiri masa tugasnya. Mandat mengembangkan dan masyarakat dampingan Yayasan Petrasa kemudian dilanjutkan kembali oleh Ridwan Samosir selaku Sekretaris Eksekutif periode 2022-2025. Kepengurusan baru ini dipimpin oleh Ibu Saur Tumiur Situmorang sebagai Ketua Pengurus, Lestari Br. Sitepu sebagai Bendahara Pengurus, bersama dengan Pdt. Favor Bancin dan Pdt. Rosmalia Barus sebagai anggota pengurus.

Serah terima kepengurusan dari pengurus periode 2019-2022 kepada pengurus periode 2022-2025 secara resmi telah dilaksanakan pada Rabu, 28 Mei 2022 lalu. Proses serah terima berlangsung di Kantor Sekretariat Yayasan Petrasa. Ridwan Samosir sebagai Sekretaris Eksekutif dan Dr. Drs. Samse Pandiangan sebagai Ketua Pengurus Yayasan Petrasa menyampaikan laporan program kerja dan dokumen penting lainnya sebagai tanda resmi beralihnya kepengurusan.

Dengan diterimanya laporan dan dokumen tersebut oleh Ibu Saur Tumiur Situomarang, Ridwan Samosir, Ibu Lestari br. Sitepu, Pdt. Favor Bancin dan Pdt. Rosmalia Barus maka terhitung sejak Mei 2022, Ridwan Samosir resmi memulai kembali masa baktinya sebagai Direktur Program Yayasan Petrasa hingga tahun 2025. Berbagai apresiasi dan evaluasi kepengurusan telah dibagikan sesaat sebelum proses serah terima berlangsung. Hal ini menjadi bekal yang baik untuk terus berpacu mewujudkan visi dan misi Yayasan Petrasa mengembangkan petani Dairi yang sejahtera. Pengurus periode sebelumnya dan pengurus periode selanjutnya akan terus membangun komunikasi dan kerja sama untuk mengembankan Yayasan Petrasa dan mendampingi petani Dairi menuju masa depan yang berkelanjutan.

Pengurus Perhimpunan Petani Organik Dairi Berdiskusi Budidaya Ternak Babi Pasca Virus African Swine Fever (ASF)

(Senin, 19/9/2022) Bertempat di Sekretariat PPODA, pengurus Perhimpunan Petani Organik Dairi mengadakan diskusi budidaya ternak babi. Sudah hampir 3 Tahun lebih pasca African Swine Fever (ASF) melanda Dairi dan beberapa kabupaten di Sumatera Utara. African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang disebabkan oleh virus, sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100% sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
“Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan. Walau tidak menular kemanusia atau zoonosis tapi perlu juga difahami kita juga bisa menjadi pembawa penyakit tersebut ke ternak melalui tangan dan udara yang kita bawa ke dalam lingkungan ternak”, demikian kata Bapak Antoni Sihombing yang menjadi Narasumber / pemantik dalam diskusi tersebut.
Merebaknya virus ASF banyak memukul peternak babi diDairi. Kerugian mancapai ratusan juta rupiah karena ternak yang mati akibat virus tersebut ribuan di Dairi, data Dinas Pertanian Dairi babi mati akibat virus ASF mencapai 12.668 ekor.
Namun seiring waktu beberapa masyarakat sudah mencoba beternak babi kembali dengan konsep peternakan yang lebih hati-hati artinya jumlahnya tidak terlalu banyak, sanitasi kandang yang lebih bersih dan lebih ketat atau tidak sembarang orang bisa datang ke lingkungan perkandangan ternak mereka untuk menghindari penyakit. Walaupun sebenarnya dari Dinas pertanian Dairi belum ada rekomendasi bahwa virus ASF sudah hilang, sehingga beternak babi sebenarnya belum aman.
Diskusi terkait Budidaya Babi untuk Pengurus PPODA ini di dasari oleh kesadaran dimana pengurus PPODA melihat sudah mulai banyak lagi yang beternak dan beberapa pengurus berhasil mengembangkan ternak babi dalam kondisi virus ASF yang belum hilang. Salah satunya adalah Bapak Antoni Sihombing. Tentu beliau punya strategi bagaimana ternak babi beliau tersebut bisa berkembang. Nah ini perlu dibagi bersama kepada pengurus dan juga anggota PPODA lainnya karena bagaimana pun ternak babi biasanya digunakan pada acara-acara adat Budaya Batak ini dan salah satu kegiatan petani yang sulit ditinggalkan karena sudah menjadi kebiasaan dan budaya petani kita seperti filosopi pertanian kita “gabe na niula, sinur na pinahan”. Namun perlu juga difahami bahwa kondisi saat ini belum sebaik beberapa Tahun lalu sehingga perlu kehati-hatian supaya tidak mengalami kerugian yang lebih parah.
Selain faktor makanan dan kebersihan, dalam memilih bibit ternak juga Bapak Sihombing menyarankan memilih yang betul-betul baik dan sehat dan kita tahu dari mana asal bibitnya karena faktor itu sangat menentukan keselamatan dan hidup ternak tersebut pada saat kita peliahara. Kemudian penguasaan/penanganan pada saat ternak sakit atau mengalami kondisi tidak baik juga perlu dipelajari sehingga kita bisa mengambil tindakan cepat untuk menangani kata beliau.

Diskusi ini semakin menarik karena didukung pula oleh staff Petrasa Divisi Peternakan Ganda Sinambela yang banyak memberikan masukan dan pemotivasian kepada pengurus PPODA yang ingin beternak dan diharapkan juga dapat mengimplementasikan hasil diskusi ini kedepan. “Kalau saat ini obat yang paling baik untuk bisa berhasil dalam beternak babi adalah sanitasi yang bersih, diluar itu sebagus apapun pakan yang kalian beri itu akan gagal kalau kebersihan ternak tidak dijaga. Perlu dipahami Petrasa sebenarnya juga belum memberikan rekomendasi kepeda dampingannya untuk beternak babi karena kami tahu virus itu belum hilang. Namun karena semangat Bapak/Ibu yang sudah ingin beternak maka diskusi ini sangat penting sebagai wadah berbagi pengalaman supaya tidak mengalami kerugian yang lebih besar karena virus ASF. ASF belum ada Obatnya jadi hal utama adalah pencegahan”, ungkap Ganda Sinambela.

Diakhir diskusi Sebagai rencana tindak lanjut dari diskusi pengurus PPODA sepakat akan berbagi informasi terkait perkembangan ternak mereka sehingga Bapak Antoni Sihombing bisa memonitoring perkembangan ternak mereka dan juga memberikan trik-trik budidaya ternak babi kepada mereka sebagai upaya pencegahan virus ASF.