Dairi adalah salah satu daerah dengan topografis yang subur di Sumatera Utara karena lebih dari 70 % adalah Petani. Komiditi unggulan antara lain adalah yang sangat terkenal seperti kopi, durian, duku, manggis, gambir, jeruk purut, coklat dan jagung disamping itu, Dairi menjadi penghasil tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, bawang putih dan berbagai produk sayur mayur seperti kol kubis, kentang, brokoli dan sebagainya. Data BPS tahun 2021 menunjukkan Dairi untuk struktur perekonomian sector pertanian menyumbang produk domestic regional bruto (PDRB) sebesar 42,9 % yang disampaikan oleh kepala BPS Asi Matanari pada Musyawarah perencanaan Pembangunan Kab,Dairi (Musrembang RKPD) tahun 2023 pada tanggal 28/3 2022) Dalam kesempatan itu, Asi Matanari menyampaikan materi tentang penguatan ekonomi Dairi dengan hilirisasi pertanian. Asi menyampaikan, juga perbandingan kontribusi beberapa sektor perekonomian di tahun 2021, dimana sektor industri pengolahan berkontribusi hanya 0,4 persen, sementara pertanian sangat besar yakni 40%. Hal tersebut sebagai indikasi bahwa hasil pertanian dari Dairi di kirim ke luar daerah tanpa diolah,” jelas Asi. Disebutkan, mengingat sektor pertanian penyumbang PDRB terbesar, pemerintah harus bergerak cepat untuk membuat program transformasi pertanian.
Program Dairi Unggul Kampanye Bupati terpilih pada pilkada tahun 2018 yang lalu tampaknya hanya slogan dan politik dagang semata. Beberapa kehadiran Investor di Dairi seperti PT DPM dan PT Gruti yang tidak melibatkan petani dalam pengambilan keputusan layak atau tidaknya perusahaan hadir, justru mengancam ruang hidup dan ruang produksi petani Dairi. Petani Dairi juga harus berhadapan dengan perubahaan iklim global yang menyebabkan gagal panen durian dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, munculnya berbagai penyakit dan fenomena alam seperti angin puting beliung dan hujan es yang menyebabkan turunnya produktifitas pertanian dan membahayakan keselamatan nyawa manusia (hasil kajian Petrasa) , kelangkaan pupuk dan minimnya sarana irigasi di beberapa kecamatan diantaranya di Kecamatan Silima pungga Pungga dan Kecamatan Lae Parira. BPS, Dairi dalam angka tahun 2021 mencatat, kedua kecamatan ini memiliki areal persawahan yang cukup luas sekitar 2.072 ha.
Ruang hidup dan ruang produksi petani kembali di gempur dengan sengaja mengundang bencana dan malapetaka yang akan di hadapi oleh petani Dairi di beberapa kecamatan, yakni PT DPM yang akan menambang timah dan seng metode sistim bawah tanah (terowongan), memiliki areal konsesi seluas 24,636 Ha di tiga Kabupaten yakni Pakpak barat, Kabupaten Dairi dan Kota Sumbul Salam – NAD. Di Kabupaten Dairi, areal konsesi PT DPM sendiri berada di empat kecamatan yakni Kecamatan Silima Pungga, Lae Parira, Siempat Nempu Hilir dan Desa Sinar pagi di Kecamatan Tanah Pinem. Areal konsesi tambang DPM menghimpit dan mengkapling areal pertanian, persawahan, pemukiman, sumber air, jalur sungai sebagai ruang hidup dan ruang produksi petani bahkan adanyaalih fungsi lahan produktif pertanian untuk pertambananlewat SK Dinas Pertanian No 520/1722/X/2019 di Kecamatan Silima Pungga-pungga.
Disisi lain keberadaan Tailing Storange Facility (BENDUNGAN LIMBAH) dengan luas 24 Ha diperkirakan akan runtuh dan jebol sesuai kajian ahli bendungan limbah dan hidrologi dunia, karena berada di atas tanah yang tidak stabil (bekas letusan gunung api / Toba Tuff), curah hujan tinggi, terletak di hulu desa, dan yang paling tragis terletak di daerah patahan gempa dengan resiko tertinggi di dunia karena ramai di lalui patahan dan sesar seperti Lae Renun, Toba dan Angkola diperkirakan melululantakkan 11 desa dan 57 dusun. Selain AMDAL PT DPM tidak memiliki Analisis Resiko Bencana, dan juga tidak ,menjamin tanaman yang dapat tumbuh paska operasi atau rehabilitasi disekitar tapak tambang dengan radius 30 km bahkan lebih. DPM juga membangun Gudang bahan peledak yang juga dekat dengan pemukiman dan perladangan warga, yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan warga. Hasil Investigasi Anakan Lae Puccu menyatakan bahwa DPM berpotensi menggunakan sumber air bersih untuk 7 desa dan satu Kelurahan di Kecamatan Silima Pungga-pungga, dengan jumlah pelanggan lebih dari 7000 ribu jiwa.
Sumber air ini juga di gunakan sebagai sumber irigasi puluhan ha sawah di sekitar tambang. Itu artinya akan ada ancaman krisis air yang dirasakan oleh masyarakat ke depan, air merupakan kebutuhan vital untuk kehidupan. Sementara itu, paskah banjir bandang tahun 2018 yang lalu ada 6 desa (Bongkaras, Longkotan, Bonian, Lae Panginuman, Lae Pangoroan dan Sumbari) yang tidak lagi dapat menanam padi sawah karena sarana irigasi yang biarkan rusak dan tidak ada tindakan serius dan sistematis dari pemerintah daerah Kabupaten Dairi, demikian juga dengan persawahan di areal kecamatan Lae Parira warga berebutan akan sumber air untuk mengairi sawah warga dan pada akhirnya beralih tanaman dari padi ke jagung dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini.
Di Kecamatan Sumbul dan Kecamatan Parbuluan sendiri kehadiran PT Gruti sejak tahun 2020 yang lalu, lewat izin pengelolaan hutan kayu alam dengan areal konsesi seluas 8850 Ha. PT Gruti menghimpit dan mengkapling lima desa yakni desa yakni desa Barisan Nauli, desa Pargambiran, desa Perjuangan, desa Sileu-leu parsaoran dan desa Parbuluan. PT Gruti juga mengkapling areal pertanian di kecamatan Parbuluan seperti perkebunan kopi, hortikultura, jeruk, kentang dan di kecamatan Sumbul padi sawah dan petani Kopi. Di perkirakan areal pertanian yang terdampak seluas 20 Ribu Ha.
Selain itu, dampak lainnya adalah petani akan kehilangan hak atas tanah dan di khawatirkan akan merusak “RASO” sejenis tanaman pandan tanaman hutan, yang berfungsi sebagai penyimpan sumber mata air seluas 500 ha, berada di areal konsesi PT Gruti. Sumber air ini diperuntukkan untuk kebutuhan pertanian hortikultura, sawah dan kopi, kebutuhan MCK, dan sumber air untuk 11 sungai bahkan berpotensi juga akan mengakibatkn banjir bandang jika “ RASO” rusak akibat aktivitas PT Gruti.
Kerusakan ekologi, alih fungsi lahan, rusaknya sumber air yang menjadi ruang –ruang produksi petani atas nama pembangunan ekonomi yang akan menguntungkan segelintir kepentingan atau orang –orang tertentu dan tidak berkelanjutan karena perubahan struktur bumi akibat aktivitas tambang dan PT Gruti ke depan akan mengakibatkan petani tidak lagi bisa mengolah lahannya, menghasilkan pangan dan muncullah kemiskinan baru serta krisis pangan berkelanjutan. Artinya, tidak sejalan dengan program pemerintah yang intens mendorong program ketahanan pangan melalui program Desa, karena 20 % dana desa saat ini diprioritaskan untuk program ketahan pangan,lalu kalau investasi ekstratif seperti tambang justru mengusai lahan lahan pertanian dan diubah fungsnya maka bisa dikatakan itu kontra produktif dengan upaya pemerintah menjaga stabilitas pangan nasional.