(Senin, 19/9/2022) Bertempat di Sekretariat PPODA, pengurus Perhimpunan Petani Organik Dairi mengadakan diskusi budidaya ternak babi. Sudah hampir 3 Tahun lebih pasca African Swine Fever (ASF) melanda Dairi dan beberapa kabupaten di Sumatera Utara. African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang disebabkan oleh virus, sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100% sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
“Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan. Walau tidak menular kemanusia atau zoonosis tapi perlu juga difahami kita juga bisa menjadi pembawa penyakit tersebut ke ternak melalui tangan dan udara yang kita bawa ke dalam lingkungan ternak”, demikian kata Bapak Antoni Sihombing yang menjadi Narasumber / pemantik dalam diskusi tersebut.
Merebaknya virus ASF banyak memukul peternak babi diDairi. Kerugian mancapai ratusan juta rupiah karena ternak yang mati akibat virus tersebut ribuan di Dairi, data Dinas Pertanian Dairi babi mati akibat virus ASF mencapai 12.668 ekor.
Namun seiring waktu beberapa masyarakat sudah mencoba beternak babi kembali dengan konsep peternakan yang lebih hati-hati artinya jumlahnya tidak terlalu banyak, sanitasi kandang yang lebih bersih dan lebih ketat atau tidak sembarang orang bisa datang ke lingkungan perkandangan ternak mereka untuk menghindari penyakit. Walaupun sebenarnya dari Dinas pertanian Dairi belum ada rekomendasi bahwa virus ASF sudah hilang, sehingga beternak babi sebenarnya belum aman.
Diskusi terkait Budidaya Babi untuk Pengurus PPODA ini di dasari oleh kesadaran dimana pengurus PPODA melihat sudah mulai banyak lagi yang beternak dan beberapa pengurus berhasil mengembangkan ternak babi dalam kondisi virus ASF yang belum hilang. Salah satunya adalah Bapak Antoni Sihombing. Tentu beliau punya strategi bagaimana ternak babi beliau tersebut bisa berkembang. Nah ini perlu dibagi bersama kepada pengurus dan juga anggota PPODA lainnya karena bagaimana pun ternak babi biasanya digunakan pada acara-acara adat Budaya Batak ini dan salah satu kegiatan petani yang sulit ditinggalkan karena sudah menjadi kebiasaan dan budaya petani kita seperti filosopi pertanian kita “gabe na niula, sinur na pinahan”. Namun perlu juga difahami bahwa kondisi saat ini belum sebaik beberapa Tahun lalu sehingga perlu kehati-hatian supaya tidak mengalami kerugian yang lebih parah.
Selain faktor makanan dan kebersihan, dalam memilih bibit ternak juga Bapak Sihombing menyarankan memilih yang betul-betul baik dan sehat dan kita tahu dari mana asal bibitnya karena faktor itu sangat menentukan keselamatan dan hidup ternak tersebut pada saat kita peliahara. Kemudian penguasaan/penanganan pada saat ternak sakit atau mengalami kondisi tidak baik juga perlu dipelajari sehingga kita bisa mengambil tindakan cepat untuk menangani kata beliau.
Diskusi ini semakin menarik karena didukung pula oleh staff Petrasa Divisi Peternakan Ganda Sinambela yang banyak memberikan masukan dan pemotivasian kepada pengurus PPODA yang ingin beternak dan diharapkan juga dapat mengimplementasikan hasil diskusi ini kedepan. “Kalau saat ini obat yang paling baik untuk bisa berhasil dalam beternak babi adalah sanitasi yang bersih, diluar itu sebagus apapun pakan yang kalian beri itu akan gagal kalau kebersihan ternak tidak dijaga. Perlu dipahami Petrasa sebenarnya juga belum memberikan rekomendasi kepeda dampingannya untuk beternak babi karena kami tahu virus itu belum hilang. Namun karena semangat Bapak/Ibu yang sudah ingin beternak maka diskusi ini sangat penting sebagai wadah berbagi pengalaman supaya tidak mengalami kerugian yang lebih besar karena virus ASF. ASF belum ada Obatnya jadi hal utama adalah pencegahan”, ungkap Ganda Sinambela.
Diakhir diskusi Sebagai rencana tindak lanjut dari diskusi pengurus PPODA sepakat akan berbagi informasi terkait perkembangan ternak mereka sehingga Bapak Antoni Sihombing bisa memonitoring perkembangan ternak mereka dan juga memberikan trik-trik budidaya ternak babi kepada mereka sebagai upaya pencegahan virus ASF.