Solidaritas Masyarakat Petani Sileuh-leuh Mendatangi Polres Dairi

Sidikalang, (10/02/21) –Sekitar 60 orang perwakilan dari Kelompok Tani Bersatu (KTB) Desa Sileuleuh Parsaoran bersama Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) dan YAYASAN PETRASA mendatangi Polres Dairi (4/2/21),  untuk mendampingi 3 orang anggota KTB yang dipanggil polisi untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan Ahmad Syawal Pasaribu  yang merupakan perwakilan dari perusahaan PT. Gruti. Adapun yang menjadi Laporan dari PT. Gruti kepada Polres Dairi bertanggal 13 November 2020 ialah atas dugaan tindak pidana kekerasan terhadap barang atau pengrusakan secara bersama-sama.

Masing-masing terlapor yang dimintai keterangan bernama Sualon Sianturi (29),  Maraden Sihombing (44) dan Patar Sihombing (22) yang merupakan bapak dan anak. Mereka dituduh telah melakukan dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) dari KUHPidana Yo Pasal 406 Ayat (1) Yo Pasal 55 Ayat (1) ke-1e dari KUHPidana yang diketahui terjadi pada tanggal 12 November tahun 2020. Atas pelaporan tersebut, masyarakat petani di KTB tidak terima karena tuduhan tersebut tidaklah benar. Bahwa yang benar adalah masyarakat mendapati alat berat milik PT. Gruti di lahan pertanian masyarakat yang diduga akan menghancurkan lahan pertanian warga sehingga masyarakat secara bersama-sama mengantarkan alat berat tersebut ke kediaman kepala desa. Pemulangan alat berat milik PT. Gruti bukanlah gerakan yang spontan melainkan hasil dari kesepakatan masyarakat bersama dengan kepala desa mereka.

Kedatangan massa petani sebanyak itu tentu saja berdasarkan rasa marah kepada pihak PT. Gruti yang telah semena-mena membuat tuduhan. Padahal masyarakat hanya berusaha menjaga lahannya karena ada alat berat masuk menghancurkan lahan pertanian mereka. Massa petani juga keberatan jika pihak kepolisian gencar mengeluarkan surat panggilan kepada petani. Apalagi dengan situasi Covid 19 saat ini, panggilan seperti ini sangat cepat mengundang kerumunan massa. Sebab selain rasa senasib dan sepenanggungan, masyarakat yang mendatangi Polres tersebut juga berkomitmen, jika satu orang teman mereka di panggil, semua petani akan datang menghadiri. Bahkan jika salah satu dari mereka sampai ada yang di tangkap, massa petani akan datang lebih banyak lagi untuk membebaskan temannya. Karena memang masyarakat petani tidak pernah merasa melakukan seperti apa yang dituduhkan oleh pihak PT. Gruti tersebut.

Kedatangan massa petani tersebut mengundang perhatian dari Wakapolres Dairi Kompol David P Silalahi dan jajarannya, Satreskim Dairi dan Penyidik Kasus dugaan perusakan alat berat PT Gruti. Sehingga Wakapolres mengajak seluruh warga untuk berdiskusi di aula Polres dairi. Dalam kesempatan tersebut Wakapolres mengatakandan meyakinkan masyarakat bahwa tiga orang teman mereka yang dipanggil hanya menjadi saksi dan akan dimintai keterangan saja dan tidak ada intimidasi serta penahanan terhadap saksi. “Kepolisian harus meredakan dan menyelesaikan permasalahan ini dengan objektif sesuai dengan fungsi kepolisian yang tertuang dalam UU No 2 tahun 2002,” tegasnya saat menerima massa petani di Aula Polres.

Ditambahkan Wakapolres, “dengan situasi pandemic covid 19 saat ini, kepolisian melarang adanya kerumunan, karena akan menyebabkan klaster baru dan akan menjadi penjeratan terhadap  orang yang membawa kerumunan tersebut” bahkan Wakapolres menyampaikan hasil rapat dari Pemerintah kabupaten Dairi dengan stakeholder akan membentuk panitia Khusus (pansus) dalam penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat terdampak dengan PT. Gruti.

Namun, dengan tegas pengacara dari BAKUMSU Roy Marsen Simarmata menyampaikan agar pihak kepolisian menunda penanganan pelaporan ini sampai pandemi ini selesai. Karena jika dilanjutkan, masyarakat akan datang lebih ramai lagi mengkawal proses hukum yang menimpa sesama petani, dan itu sangat sulit untuk dihempang. Selain dengan situasi Pandemic Covid-19, ia juga menanyakan kepada Wakapolres terkait aktivitas PT. Gruti yang terkesan tidak menghormati keputusan pemerintah kabupaten Dairi terkait larangan aktivitas sampai dibentuknya Pansus. “Harusnya Polres Dairi juga tidak merespon laporan dari pihak PT. Gruti karena penyelesaian terkait hak atas tanah akan diakomodir dalam pansus,” tegas Roy.

Menanggapi itu, Wakapolres tetap bertahan pemeriksaan akan terus berjalan dan meminta masyarakat untuk pulang, sementara saksi bisa di temani oleh beberapa keluarga dan pendamping hukumnya saja. Pemerikasaan tetap di lakukan, namun masyarakat memilih menunggu proses nya hingga malam hari. Massa petani menunggu di halaman Polres namun tetap mengindahkan protokol kesehatan, jaga jarak dan pakai masker. Masyarakat tetap berkomitmen akan terus melancarkan ajakan solidaritas berbagai jaringan petani untuk mewaspadai apabila teman mereka di tahan.

Keterangan Gambar: Lokasi Perladangan Masyarakat yang dirusak oleh pihak PT. Gruti (Doc. Petrasa)

Hingga saat ini, di desa, masyarakat masih berkomitmen menolak PT. Gruti. Untuk memperkuat diri, para petani tersebut mengorganisasikan dirinya hingga membentuk kelompok petani yang bernama Kelompok Tani Bersatu di Desa Sileuh-leuh Parsaoran. Alasan mengapa mereka menolak PT. Gruti adalah selain mempertahankan tanahnya, mereka juga khawatir operasi PT. Gruti akan menyebabkan bencana alam akibat penebangan kayu di hutan alam.

PT Gruti adalah perusahaan yang bergerak di bidang kayu yang mendapatkan izin IUPHHK HA dari Kementerian Kehutanan dengan SK Menhut No.32 Tahun 2007, memberikan luasan 126.550 Ha. Untuk areal kerja PT. Gruti di sektor Tele II, ada sekitar 8850 HA yang menimpa lahan masyarakat di berberapa desa, termasuk lahan masyarakat di Desa Sileuh-leuh Parsaoran.

Dengan perkiraan luasan penebangan tersebut, masyarakat merasa terancam dengan kehadiran PT Gruti. Akan menebang pohon-pohon yang tumbuh di sekitar Tombak Sitapigagan. Jika pohon-pohon di tebang dalam skala besar seperti itu, maka akan mengakibatkan banjir bandang. Sebab pohon-pohon itu selama ini berfungsi sebagai penyangga lahan gambut tempat tumbuhnya Raso di tengah Tombak Sitapigagan. Jika pohon rusak, Raso akan meledak. Tombak Sitapigagan akan gundul dan akan mengakibatkan bencana yang parah. (Divisi Advokasi)

MENJAGA TANAH, MERAWAT RUANG HIDUP

“Molo so mangula, dang mungkin sanggup hami pasikkolahon sude i anakhon nami ” (Kalau bukan dari bertani, tidak mungkin kami sanggup menyekolahkan anak-anak kami) –Pak Edu Sihotang-

Dalam setiap kesempatan berdiskusi dengan kelompok masyarakat petani dampingan, isu tanah dan pertanian menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Isu ini juga dapat merangkul semua peserta diskusi baik masyarakat petani maupun non-petani.

Banyak yang sepakat, hak atas tanah harus tetap diperjuangkan. Namun dalam banyak kondisi, masyarakat petani sering dibenturkan dengan pilihan sulit. Misalnya, dalam kehidupan masyarakat Batak, sering kali petani rela menjual tanahnya demi menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. Banyak yang justru memaknai pepatah “anakhon hi do hamoraon di au” adalah menggap anak adalah asset, modal masa depan, diukur dengan kemampuanya kelak mencetak laba. Padahal, anak adalah simbol regenerasi harajaon, yang sangat erat kaitannya dengan simbol penguasaan tanah. Bahwa “lulu tano, lulu anak, lulu boru, lulu harajaon”. Apabila kehilangan tanah, maka hilang juga harajaon. Tanah adalah identitas.

Banyak yang berharap anaknya akan menjadi pejabat tinggi, menjadi Polisi, menjadi Tentara, Manager, bekerja di perusahaan besar, dan sebisanya bergaji tinggi. Anggapan yang demikian justru menjadikan pekerjaan petani itu sendiri adalah pekerjaan yang terbelakang. Pada akhirnya, rasa percaya diri menjadi petani kian berkurang. Terlihat dari pesan mereka kepada anak cucunya,“kelak tidak lagi berprofesi petani.”

Sektor pertanian dianggap bukan satu pekerjaan yang mensejahterakan. Banyak petani yang menganggap bekerja di kantoran atau perusahaan merupakan awal dari kemajuan. Baik dari segi pembangunan infrastruktur, ekonomi, hingga peningkatan taraf hidup sejahtera.

Padahal, jika kita gali lebih jauh, petani berhubungan erat dengan sumber kehidupan, yakni ‘tanah dan alam’. Hasil pertanian menjadi sumber pangan seperti padi, sayuran, cabai, bawang, dan buah-buahan. Memanfaatkan sumber air untuk beternak atau memancing ikan sebagai sumber lauk. Dan itu semua dihasilkan dari tanah-alam petani itu sendiri.

Pada bulan Oktober 2020, selama empat belas hari, Divisi Advokasi Petrasa diberi mandat untuk ‘belajar bersama’ kepada petani. Topiknya belajar tentang Sistem Pertanian dan Perekonomian. Lokasi belajar terletak di Desa Sileu-leu Parsaoran, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Kami disambut masyarakat dengan baik, dan menemukan banyak cerita tentang kehidupan petani. Sehari-harinya mereka bekerja di ladang dari jam tujuh pagi hingga jam lima sore, mulai dari menanam, merawat dan memanen. Setelah pulang dari ladang, mereka memasak konsumsi keluarga, baik itu nasi, air minum, lauk-pauk. Proses masak-memasak masih rata-rata menggunakan kayu bakar. Untuk sumber air rumah tangga, tersedia sumber air minum dari alam tanpa harus membeli. Jarang sekali mereka mengkonsumsi makanan instan.

Di malam hari, kami  mengajak beberapa petani untuk berdiskusi tentang sistem pertanian dan bagaimana pengaruhnya dengan peningkatan ekonomi mereka. Untuk pendapatan harian, sebagian dari petani ada yang menaman tembakau. Ternyata, 10 Kg daun tembakau basah setelah diiris-dijemur-diembunkan, dapat menghasilkan satu kilogram daun tembakau kering seharga 45 ribu hingga 60ribu per kilogramnya. Rata-rata satu keluarga dapat menjual 2 kg daun tembakau kering tiap harinya.

Untuk pendapatan mingguan hingga bulanan, petani membudidayakan tanaman kopi, umbi-umbian, sayuran, jeruk dan lainnya. Setelah dihitung bersama, rata-rata petani mendapat penghasilan minimun Rp 4.000.000/bulan dari lahan ± 1 Ha. Bila bekerja secara maksimal, mereka akan berpenghasilan puluhan hingga ratusan juta perbulannya. Ini berarti petani berpenghasilan tidak terbatas apalagi sudah ada masyarakat yang menjual hasil tani mereka keluar negeri yakni Singapura dan Malaysia.

Pak Edu Sihotang, salah seorang anggota dampingan Petrasa di desa ini, mensyukuri profesinya sebagai petani. Delapan orang anaknya kini sudah tamat dari Sekolah Menengah Atas. Ia menambahkan:

“Perbedaan petani dengan yang bekerja dikantoran hanya dalam segi penampilan pada saat bekerja. Orang yang bekerja dikantoran berpakaian rapi, pake sepatu pancus sedangkan petani berpakaian robek-robek dan harus bersentuhan dengan tanah. Soal pendapatan mereka sudah terbatas sementara kami berpenghasilan sesuka hati”

Arah cerita sempat juga menyinggung tentang daur pengetahuan lokal yang sudah mulai ditinggalkan. Bahkan perlahan-lahan hilang, seperti marsiruppa (bergotong-royong), tangiang boni dan nitak gabur  (doa benih sebelum ditanam). Sejak tahun 1980-an, menjadi masa-masa bagaimana suatu mekanisme industri pertanian mengubah daur pengetahuan petani. Melalui program Revolusi Hijau, menjadi cikal bakal munculnya cara-cara atau teknologi bertani modern, seperti penggunaan bibit unggul-hibrida, dan penggunaan pupuk pestisida kimia melengserkan perlahan pengetahuan lokal tadi.

Kedatangan PT Gruti dan Masalah Baru

Lokasi belajar tersebut cukup menarik untuk didalami, sebab desa tersebut menjadi salah satu desa yang dimasuki konsesi PT. Gruti. Bagaimana menyoroti pertanian ditengah operasi perusahaan kayu yang memiliki izin seluas 8850 Ha? Bagaimana nasib hutan yang akan ditebangi oleh perusahaan kayu tersebut?  Ini menjadi bagian pendalaman yang panjang. PT. Gruti memiliki izin berdasarkan keputusan dari Kementrian Kehutanan Nomor SK 32/MENHUT-II/2007  Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada Hutan alam dengan luas konsesi 8850Ha di 5 Desa dikabupaten Dairi yaitu Desa Perjuangan, Desa Barisan Nauli, Desa Pargambiran, Desa Sileu-leu dan Desa Parbuluan VI

Menurut informasi dari masyarakat, perusahaan melakukan sosialisasi dan menjanjikan banyak hal kepada masyarakat. Mulai dari penanaman kopi, pembuatan pabrik kopi, tidak akan menebang hutan (pohon), pembangunan jalan, pembuatan wisata hutan hingga menjanjikan masyarakat menjadi karyawan pada perusahaan tersebut. Dampak sosialisasi membuat sebagian masyarakat berniat akan bekerja ganda, yakni menjadi petani dan karyawan perusahaan. Padahal, jika dipahami, izin perusahaan dari Kemenhut sudah pasti bergerak di bidang memanen kayu, dari hasil memanfaatkan hasil hutan. Dan itu artinya pastilah melakukan penebangan pohon alam.

Jika perusahaan melakukan penebangan pohon di hutan alam dalam skala yang besar, maka dikhawatirkan akan mendatangkan bencana. Dari hasil penelusuran cerita saat berdiskusi, ternyata di desa ini, tepatnya di sebelah timur Tombak Sitapigagan, terdapat sebidang hamparan berupa lahan gambut, yang dinamakan Raso. Raso adalah pohon yang menyerupai pandan dan berduri. Penduduk menamakan lokasi itu Raso karena banyak terdapat tumbuhan Raso. Menurut masyarakat yang sudah pernah kesana, daerah Raso merupakan gambut yang jika diinjak, tanahnya akan bergoyang seperti lumpur hidup.

Raso kemudian menjadi sumber empat sungai yang mengaliri desa Sileu-leu, yakni Lae Sigilang, Lae Patuak, Lae Sipaha, dan Lae Manalsal. Raso juga merupakan sumber air Lae Bonan Dolok yang mengalir ke Silalahi, Danau Toba. Ada yang bilang, luas Raso sekitar dua kali lebih besar ukuran lapangan sepak bola.

Apabila pepohonan di sekitarnya di tebangi, maka akan menyebabkan banjir bandang hingga ke kawasan pemukiman masyarakat. Dan itu sudah pasti akan merusak lahan pertanian dan ruang hidup masyarakat.

Penutup

Kita menyadari bahwa tanah-alam sangatlah penting dan satu-satunya hal yang harus diperjuangkan. Untuk mewujudkan hidup petani yang harmonis harus sejalan dengan ritme alam. Alam menyediakan semuanya bagi kita. Air yang berlimpah, udara yang segar, tanah yang subur menjadi senjata kita untuk hidup. Menjaga dan Merawat alam dengan sistem pertanian yang selaras dengan alam merupakan salah satu cara kita untuk menjaga ruang hidup. Maka untuk mengatasi masalah baru tersebut, keadaan harus di balikkan, yakni menolak PT. Gruti agar penghidupan dari bertani tetap berlanjut.

 

 

 

(pudan)

 

Masyarakat Desa Sileuh-leuh berjuang mempertahankan lahan pertanian dan Ruang Hidupnya

Sejak Feberuari lalu, masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran sepakat untuk menolak kehadiran PT. GRUTI perusahaan yang bergerak dalam pemanfaatan hutan kayu alam tersebut.  Namun dibalik penolakan ini, beberapa pengurus atau disebut Forum Komunikasi Kelompok Masyarakat (FKKM) secara sepihak menerima kehadiran perusahaan berupa penerimaan Dana Kelola Sosial. Kehadiran perusahaan kayu tersebut menimbulkan konflik horizontal masyarakat yang berdampak buruk terhadap sosial-budaya mereka. Aktivitas perusahaan juga merusak lahan pertanian, lingkungan dan sumber air minum masyarakat.

(12/11/2020) Masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran melakukan Musyawarah Desa Pernyataan Sikap Masyarakat, BPD dan Pemerintah Desa terkait aktivitas PT. Gruti di desa mereka. Pada pertemuan ini, semua masyarakat sepakat menolak PT. Gruti dan menolak kehadiran semua perusahaan yang berpotensi merusak ruang hidup masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran.

Pada pertemuan tersebut masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak kehadiran PT. Gruti di Desa Sileuh-Leuh Parsaoran.PT. Gruti dikhawatirkan akan menyebabkan : Kerusakan lingkungan Desa Sileuh-Leuh Parsaoran, Kekeringan lahan pertanian maupun pemukiman masyarakat Desa Sileuh-Leuh Parsaoran, Pencemaran air minum yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya, Erosi didaerah sungai, lahan pertanian maupun pemukiman masyarakat, Mengurangi luas lahan pertanian masyarakat. Hal ini akan juga dirasakan oleh anak cucu masyarakat Desa Sileuh-Leuh Parsaoran. Tanah merupakan identitas dan sumber kehidupan bagi masyarakat Desa Sileuh-Leuh Parsaoran, Polusi udara yang disebabkan oleh alat berat yang digunakan PT. Gruti. Berpotensi merusak raso (daerah kubangan gambut di tengah Tombak Sitapigagan juga sumber air sungai-sungai yang mengaliri Sileuh-leuh). Jika pohon di sekitar Raso di tebang, mengakibatkan hancurnya raso dan akan mengakibatkan banjir bandang hingga ke Lae Renun.
  2. Pemberhentian aktivitas sekaligus penurunan alat berat PT. Gruti dari Tombak maupun dari Desa Sileuh-Leuh Parsaoran
  3. Masyarakat mengecam tindakan PT. Gruti yang sudah merusak dan meratakan lahan pertanian milik masyarakat. Pada lahan tersebut sudah ditanami kopi, jeruk, tembakau dan tanaman lainnya yang merupakan sumber hidup masyarakat yang menjadi korban.
  4. Masyarakat tidak akan menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dari PT. Gruti, namun PT. Gruti harus segera angkat kaki dan meninggalkan Desa Sileuh-Leuh Parsaoran
  5. Pada tanggal 14 Oktober 2020, masyarakat mencegat aksi perwakilan lambang negara yaitu KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Unit Kaban Jahe bersama dengan PT. Gruti secara sepihak akan membuat tapal batas hutan namun tidak melibatkan masyarakat, tidak menghadirkan Pemkab Dairi atau Forum Koordinasi Pemimpin Daerah (FORKOPIMDA). Hal ini menimbulkan kekecewaan masyarakat terhadap Dinas Kehutanan Sumatera Utara juga menyayangkan kebijakan negara yang tidak berpihak pada masyarakat.
  6. Menolak segala bentuk klaim Forum Kelompok Komunikasi Masyarakat (FKKM) Desa Sileuh-leuh Parsaoran dimana beberapa orang pengurus yang sudah menyalahgunakan kewenangan yaitu menerima PT. Gruti di Desa Sileuh-leuh Parsaoran. FKKM sudah menyebabkan keresahan, konflik dan kerugian terhadap masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran.
  7. Menolak segala bentuk kerja sama ataupun sumbangan berupa Dana Kelola Sosial antara pihak PT. Gruti dengan FKKM yang mengatasnamakan masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran
  8. Mendesak Kepala Desa Sileuh-leuh Parsaoran untuk membubarkan Forum Kelompok Komunikasi Masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran.
  9. Mengecam segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh pihak PT. Gruti maupun pihak-pihak lain terhadap masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran.

Masyarakat berharap pernyataan sikap tersebut dapat tersampaikan kepada Bupati Kab. Dairi, DPRD Kab. Dairi juga Camat Sumbul melalui Pemerintah Desa dan BPD Desa Sileuh-leuh Parsaoran. Beberapa jam berdiskusi, akhirnya BPD dan Kepala Desa Sileuh-leuh Parsaoran pun ikut menyatakan sikap menolak PT. Gruti setelah masyarakat menjelaskan bagaimana dampak yang masyarakat rasakan sejak perusahaan tersebut hadir didesa mereka.

Dihari yang sama, masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran menurunkan kembali alat berat Excavator dari lahan hutan dan lahan masyarakat setelah sebelumnya pada kamis minggu lalu masyarakat sudah menurunkan alat berat Excavator Backhoe. Penurunan alat berat ini merupakan bentuk “aksi damai” masyarakat dalam mempertahankan ruang hidup mereka. Aksi damai diikuti dengan penanaman pohon dan pembuatan Plang Tolak PT. Gruti di pintu masuk tiap dusun.

Hingga malam hari, masyarakat dan pemerintah Desa Sileuh-leuh Parsaoran masih bermusyawarah terkait satu alat berat yang masih beroperasi dihutan dan lahan Desa Sileuh-leuh Parsaoran. Dari hasil perundingan, masyarakat memberi waktu 5 hari kepada pemerintah Desa dan BPD untuk menginisiasi alat berat turun dari lahan milik masyarakat.

Tolak PT. Gruti !!!

“Stop perampasan tanah dan perusakan lahan”

“Tanah untuk Pertanian Rakyat Bukan untuk perusahaan”

“Tano on badia do diroha nami”

#Masyarakat Desa Sileuh-leuh Parasaoran

PELATIHAN PENGENALAN HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN KOPI

“Petani harus bisa menjadi peneliti dilahan sendiri, hingga petani dapat mengatasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopinya”

Pertanian selaras alam (PSA) merupakan sebuah sistem budidaya yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia buatan, baik dari pupuk maupun pestisida. Prinsip dari PSA adalah pola pertanian memanfaatkan, merawat dan menjaga alam serta segala mahluk hidup yang ada dilingkungan agar saling menguntungkan. Walaupun pada akhirnya dalam proses pelaksaanaannya banyak petani yang mengeluh dengan kondisi lahan dan  tanaman mereka yang semakin terganggu dengan hama dan penyakit yang membuat hasil produksi tanaman  tidak maksimal. Begitu pula dengan tanaman kopi yang merupakan komoditi andalan bagi sebagian dampingan Petrasa yang ada didaerah dataran tinggi. Pengenalan akan hama dan penyakit pada tanaman petani kopi masih minim, sehingga dalam penanganannya seringkali petani menggunakan cara yang masih dianggap simple dan praktis yakni beralih kekimia.

(30/10/2020) Petrasa dengan Petani Kopi dampingannya melakukan pelatihan pengenalan hama dan penyakit pada tanaman kopi. Narasumber dipelatihan ini adalah Bapak Drs. Samse Pandiangan MSc, PhD (WR IV Universitas HKBP Nomensen Medan). Pelatihan kali ini diikut oleh 12 orang petani kopi PSA dampingan dan Staf Petrasa. Petani saling berbagi pengalaman mereka sejak bertanaman kopi baik robusta maupun arabika. Hama yang dihadapi seperti lalat buah, jamur akar, bakteri buah dan yang lainnya kerap sekali mempengaruhi semangat petani dalam membudidayakan kopi. Hama yang menyebabkan penyakit pada tanaman kopi mereka seperti karat daun, Embun Jelaga, Bercak Daun juga penyakit lain sudah pasti akan mempengaruhi produktifitas.

Pada pemaparan Bapak Samse Pandiangan, beliau memaparkan jenis-jenis hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman kopi. Tanaman kopi diserang oleh jamur disebabkan tanaman kekurangan kalium dan kelebihan nitrogen. Sebagai alternative, jerami atau olahan rumput-rumputan dapat digunakan sebagai penambah unsur kalium kopi.  Sebagai pencegah jamur, kita dapat menggunakan kapur putih atau belerang. Cara yang paling ampuh adalah mengusir segala jenis hama dengan menggunakan pestisda nabati yang bahan-bahannya diolah oleh petani itu sendiri.

“Petani harus bisa menjadi peneliti dilahan sendiri, hingga petani dapat mengatasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopinya”, tegas Bapak Samse.

Beliau juga menyarankan agar sanitasi dilahan kopi tetap terjaga untuk mengurangi serangan hama dan penyakit pada tanaman kopi.Harapan kita adalah Petani mampu mengatasi hama dan penyakit pada tanaman kopi serta dapat membedakan jenis-jenis hama yang membawa keuntungan pada tanaman kopi.

DISKUSI TUPOKSI PEMERINTAH DESA DALAM DESA MEMBANGUN INDONESIA

Dalam banyak kesempatan, PETRASA terus berusaha mendorong kesejahteraan para petani di desa. Untuk mewujudkannya, PETRASA senantiasa membuka sebanyak mungkin ruang dan jalan. Salah satunya adalah dengan melaksanakan diskusi perangkat desa yang sejalan dengan salah satu program prioritas Nawacita Presiden Joko Widodo yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran atau Desa Membangun Indonesia UU Desa No 6 Tahun 2014”. PETRASA meyakini akan ada dampak besar bagi kehidupan para petani di desa bila program ini berjalan dengan baik. Dengan kata lain, kesejahteraan para petani di desa akan semakin baik bila pembangunan desa mandiri berhasil. Sejak disahkannya Undang-undang tersebut Petrasa sudah melakukan diskusi dengan Perangkat Desa se-Kecamatan Silimapungga-pungga, Kec. Lae Parira dan Kec. Sumbul terkait Tupoksi Perangkat Desa dalam Membangun Indonesia dari Pinggiran. Diskusi dengan Masyarakat dan Diskusi peran BPD dalam membangun Desa.

(25/8/2020) Diskusi dengan Pemerintah Desa kembali diselenggarakan. Sebanyak 9 orang Perangkat Desa dan Kepala Desa Lae Pangaroan Kecamatan Silima Pungga-pungga ikut berbartisipasi pada kegiatan tersebut. Kegiatan ini diinisiasi oleh Kepala Desa yang terpilih pada pilkades 2019 lalu dimana Perangkat Desa merupakan Perangkat baru. “Jika kami sudah tau tugas kami, pasti kami akan lebih mudah dalam membangun desa kami!!”, tegas Kades Lae Pangaroan. Mereka juga menceritakan hal-hal yang mereka alami didesa mereka, mengajak narasumber dan Staff Advokasi Petrasa mencari jalan keluarnya. Gloria Sinaga juga turut dalam diskusi ini, bagaimana pemerintah Desa dapat lebih memperhatikan “Pembangunan Desa yang berspektif Gender”. Dalam setiap kegiatan desa baik itu perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan Pembangunan Desa perempuan tetap dilibatkan bukan hanya sebagai pelengkap, ada program pelatihan dan pemberdayaan Perempuan begitu harapkan yang disampaikan Gloria Sinaga kepada pemdes Lae Pangaroan. Kepala Desa Lae Pangaroan Ibu Albine Butar-butar yang merupakan anggota CU juga bagian dari Perempuan Potensial dampingan Petrasa kita harapkan dapat membangun desa mandiri dan memanfaatkan potensi desa mereka untuk kesejahteraan masyarakat.

“Pemerintah desa yang mengetahui dan bekerja sesuai dengan Tupoksinya merupakan awal dari keberhasilan Pembangunan Desa”, ungkap Bapak Jusuf Rony Simamora (Tenaga ahli Pendamping Desa P3MD Kab. Dairi) yang menjadi Narasumber dalam Diskusi tersebut. Bapak Simamora juga memaparkan apa yang menjadi Tupoksi Pemerintah Desa baik itu Kepala Desa, Kaur, Kadus, Kasi, hingga Lembaga-lembaga mitra kerja Pemerintah Desa sesuai dengan regulasi pendukung. Ada banyak regulasi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah desa dalam menjalankan tugasnya. Mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Mentri, Peraturan Daerah maupun Peraturan Desa. Tujuannya adalah agar Pemerintah bekerja tidak melenceng dari wewenang mereka.

Diskusi aktif dan partisipatif terjalin dalam kegiatan ini. Ada banyak Cita-cita yang Kepala Desa dan Perangkat Desa Lae Pangaroan sampaikan. Harapan kita adalah Pemerintah Desa terkhusus Lae Pangaroan berkontribusi besar dalam Desa membangun Indonesia. Masyarakat yang berdaulat, Sejahterah dan Mandiri.

Peluang Peternakan Ayam, Kambing dan Domba Pasca Virus African Swine Fever

ASF atau African Swine Fever yang menyerang ternak babi masyarakat Dairi sejak tahun lalu menimbulkan trauma pada masyarakat. Kerugian yang disebabkannya bahkan belum dapat terbayar hingga saat ini. Pemerintah juga belum memberikan jawaban pasti waktu yang aman untuk beternak babi lagi atau kebijakan yang diambil untuk membantu para peternak babi yang mengalami kerugian besar atas wabah tersebut. Hingga saat ini kita masih menunggu kapan Peternakan babi diDairi dapat kembali dimarakkan, sebingga sektor ekonomi, budaya, pendidikan yang lemah karenanya dapat pulih kembali.
 
Pada 11-12 Agustus 2020, Petani – Peternak dampingan Petrasa mengikuti Pelatihan peternakan Ayam, Kambing dan Domba. Pelatihan ini terbagiatas dua sesi, Sesi pertama (11/8/2020) adalah “Pelatihan Peternakan Ayam” diikuti oleh 14 orang dan Sesi kedua (12/8/2020) Pelatihan “Budidaya Ternak Kambing dan Domba” Jumlah peserta yang mengikuti pelatihan adalah sebanyak 11 orang, 2 orang dari peserta baru memulai peternakan kambing.. Pelatihan tersebut dinarasumberi oleh Amang Mangonar Lumbantoruan dan dilakukan di Kantor Petrasa. Amang Mangonar merupakan salah satu badan pendiri Yayasan Petrasa juga dosen tetap Fakultas Peternakan di Universitas HKBP Nommensen Medan.
 
Pelatihan diawali dengan pemotivasian dari narasumber kepada peternak untuk pembuka pemikiran dan mencairkan suasana. Selanjutnya pemberian materi oleh narasumber mulai dari awal budidaya (pemilihan bibit yang baik, pewawatan, pemilihan pakan), pemanenan hingga pemasaran ternak ayam, kambing dan domba selanjutnya sesi diskusi. Dari sisi Manajemen pemasaran ayam narasumber menyampaikan agar peternak lebih jeli melihat peluang pasar. Salah satu solusi yang diusulkan oleh narasumber adalah bermitra dengan Petrasa dalam hal pemasaran ayam. Dengan catatan harus diberlakukannya periode budidaya ternak serta periode pemanenan ternak agar ketersediaan produk dapat terus berkelanjutan. Kedepannya Peserta Pelatihan dan narasumber akan saling bertukar informasi tentang perkembangan Peternakan mereka.
 
Melalui pelatihan tersebut kita berharap, Peternak tidak takut mencoba hal-hal baru dan Peluang usaha Peternakan dari berbagai konidisi. Pelatihan ternak kambing domba ini juga menjadi salah satu solusi untuk peternak yang sebelumya merugi karena virus ASF yang menyerang ternak babi mereka.
 
Gabe Naniula, Sinur Napinahan, Horas Jolma…. !!!!

WEBINAR “DAIRI ADAPTASI KEBIASAAN BARU”

(Senin, 27 Juli 2020) Adaptasi Kebiasaan Baru atau New Normal bukan semata-mata teknis protokol kesehatan Penanganan Covid-19, namun sesungguhnya adalah bagaimana terus melakukan edukasi kepada masyarakat dengan pendekatan persuasif bukan reprsesif. Menjadi catatan penting agar adaptasi kebiasaan baru tidak menjadi gelombang kedua merebak Covid-19 di kabupaten yang kita cintai ini. Kita semua sepakat untuk hidup berdampingan dengan pandemi Covid-19 artinya semua pihak harus ambil bagian sesuai tupoksinya. Pemerintah lewat instrumen kebijakan dan anggaran publiknya, NGO lewat  program pemberdayaannya masyarakat terkhusus petani lewat hasil hasil bumi yang dihasilkan dan Program inspiratif -trasnformasi yang dikembangkan oleh Pemuka Agama.

Sama seperti Web Seminar yang dilakukan Petrasa Sebelumnya, Webinar yang di Moderasi Rohani Manalu (Div. Pengorganisasian YDPK) juga melahirkan beberapa rekomendasi atau langkah-langkah strategis dalam merespon penanganan pandemi Covid-19 di wilayah kabupaten Dairi dalam memenuhi hak-hak mendasar masyarakat baik dibidang kesehatan, pendidikan, pengembangan ekonomi dan kehidupan sosial-budaya.

Narasumber pada seminar web tersebut adalah :

Bapak Duat Sihombing (Petrasa) – Kesiapan Petani Dalam Menjalani Adaptasi Kebiasaan Baru

Bapak Carles Bancin (Asisten II) – Kebijakan Pemerintah Dalam Menjalankan Adaptasi Kebiasaan Baru,

Pdt. Agustinus Purba (Ketua Moderamen GBKP) – Perspektif Gereja Dalam Menjalankan Adaptasi Kebiasaan Baru

Ibu Saur Tumiur Situmorang (Aktivis HAM) – Perspektif Perempuan Menjalani Adaptasi Kebiasaan Baru.

 

Seyogyanya semua pihak harus bekerjasama saling bergandengan tangan dan pemerintah secara khusus melakukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berinvestasi secara merata dan inklusif disemua sektor misalnya sektor kesehatan tersedia rapid test dan Swab gratis. Tersedia tenaga kesehatan di semua level.

Disektor pendidikan tersedia program infrastruktur teknologi yang mendukung aktivitas belajar dari rumah misalnya program warnet desa untuk mengakomodir kebutuhan murid dan siswa belajar online di daerah-daerah tidak  tersedia jaringan internet dan menekan biaya pengeluaran keluarga.

Disektor pengembangan ekonomi pengembangan pemasran petani lewat pemanfaatan teknologi seperti program tigata dari GBKP bisa diuji coba ke depan. Hal terpenting juga adalah Pemkab memastikan ketahanan pangan masyarakat, menjamin  akses petani (informasi, modal, pasar, bibit pertanian dan ternak) dan melindungi akses petani terhadap tanah. Jangan sampai tanah milik masyarakat tergusur oleh kehadiran industri ekstraktif karena petani adalah pondasi pangan kita.

Tentunya tidak kita pungkiri perempuan juga sangat rentan mengalami ekses dari pandemi Covid-19 ini. Seperti meningkatnya beban kerja mereka karena harus mendampingi anak belajar dirumah dan melakukan pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga. Sehingga dibutuhkan pendekatan dan program yang sensitif perempuan. katakan saja bagaiman Ibu-Ibu di desa dapat mengakses teknologi digitalisasi.

Kita juga dapat memanfaatkan program perpustakaan keliling milik Pemkab Dairi sehingga menjangkau desa desa yg belum memiliki akses internet. Semoga ini bisa dieksekusi dengan baik dan serius disektor pendidikan.

Kita berharap penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru ini dapat menjawab kegelisahan kita terkait keterpurukan ekonomi dan seluruh elemen, sehingga kita dapat hidup berdampingan dengan virus ini namun tidak menghalangi seluruh aktivitas hidup kita.

 

Mahasiswa POLBANGTAN Medan – Belajar dan Bekerja Bersama dengan Petani Perjuangan

9 orang mahasiswa-mahasiswi asal Politeknik Pembangunan Pertanian (POLBANGTAN) Medan melakukan praktek kerja lapangan dikelompok dampingan Petrasa diDesa Perjuangan Kec. Sumbul Dairi. Selama sebulan yakni sejak 29 Mei hingga 29 Juni 2020 kesembilan anak muda tersebut melakukan kerja sama dan aktivitas sehari-hari dengan Petani.Mereka dibagi menjadi 3 kelompok yakni 3 orang mahasiswa tinggal dirumah Amang Tarihoran, 2 orang dirumah Amang Dabariba dan 2 orang lainnya tinggal dirumah Amang Girsang. Sebelum mereka terjun langsung ke Desa Perjuangan, Petrasa memberikan pelatihan singkat “Pertanian Organik dan Kopi Arabika” untuk memperkaya pengetahuan mereka. Selama mereka tinggal dirumah petani, kesembilan anak muda tadi berdiskusi dengan masyarakat sekitar, menjalin hubungan sosial dan kekeluargaan didesa Perjuangan yang mungkin tidak mereka rasakan disaat mereka duduk dibangku perkuliahan. Para Petani sangat senang dengan kehadiran mereka. Disamping kesembilan mahasiswa POLBANGTAN tersebut dapat membantu aktivitas pertanian mereka, petani juga dapat saling bertukar ilmu dengan para mahasiswa.
Setiap hari, mereka belajar tentang budidaya kopi dengan Dampingan Petrasa. Mulai dari pembibitan, pemangkasan, hingga pasca penen Kopi Arabika milik petani d’Pinagar. Mahasiswa dapat me
rasakan langsung bagaimana kehidupan para petani, bangun pagi, sarapan, bekerja dilahan dan malam berdiskusi. Mahasiswa Polbangtan tersebut juga berkesempatan mempelajari bagaimana biji Kopi Arabika Organik
dipanen, difermentasi, menjadi kopi bubuk di Home Industri d’Pinagar hingga kerja-kerja Yayasan Petrasa membantu pemasaran kopi Petani Desa Perjuangan tersebut. Harapan petani d’Pinagar kedepannya petani dapat berkolaborasi de
ngan teman-teman mahasiswa untuk meningkatkan pertanian diDairi khususnya. Kesembilan M

ahasiswa Polbangtan Medan tersebut juga menyampaikan terimakasihnya karena mereka sudah diberikan kesempatan untuk mempelajari kopi d’Pinagar secara teoritis dan praktek dilapangan.

Sebagai lembaga yang konsern dalam pendampingan petani, Petrasa juga menyampaikan harapannya kepada teman-teman mahasiswa untuk tetap mengembangkan potensi dan kualitas diri mereka baik dikampus maupun pada kehidupan sosial mereka. Setelah mereka menyelesaikan perkuliahan, para sarjana pertanian balik kekampung, tidak malu sebagai sarjana untuk turun kedesa dan membuat inovasi baru dikampung sendiri.
Bekerja di Perusahan tidak lagi tujuan prioritas namun membangun sektor pertanian adalah tujuan utama kita.
-Muntilan Nababan-

LOWONGAN KERJA

Yayasan Petrasa adalah organisasi  non pemerintah yang bergerak dalam pengembangan ekonomi  dan pertanian selaras alam di kabupaten Dairi. Petrasa mendampingi lebih dari 5.000 petani  di 12 kecamatan di kabupaten Dairi  melalui progam Credit Union dan Pertanian Organik. Petrasa juga fokus pada pengembangan pemasaran produk organik petani seperti kopi, sayuran, buah-buahan dan produk organik lainnya.

Saat ini Yayasan Petrasa membutuhkan staf pemasaran dengan kualifikasi sebagai berikut :

  1. Perempuan maksimal usia 27 tahun dan belum menikah
  2. Lulusan S1 Ekonomi
  3. Memiliki komitmen, integritas dan bersedia bekerja di desa-desa di kabupaten Dairi
  4. Menguasai Ms. Office (khususnya Ms Excel dan Ms. Word, Power Point)
  5. Memiliki SIM C
  6. Mampu Berbahasa Inggris
  7. Diutamakan memahami tentang pemasaran berbasis online.

Kirim surat lamaran, CV dan scan ijazah ke petrasalamaran@gmail.comdengan Subjek Email : Lamaran_Staf_Pemasaran_Nama

Berkas lamaran dikirim paling lambat : Senin, 6 Juli 2020

Info lebih lanjut, hubungi kami melalui : Telp: (0627)-21882, 0852 0608 4992 (Munt Nababan) | Facebook Page : Petrasa Foundation

Salam Organik…!!!!

 

#Petrasa

#Lowongan_kerja

 

 

WEBINAR TANTANGAN DAN UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN DAIRI DITENGAH PANDEMI COVID-19

(Senin, 22 April 2020) Pada seminar web ini, Materi dibawakan oleh Narasumber-narasumber hebat yaitu dan Ibu Normal Pakpahan (Petani Home Garden Natama), Bapak Eddy Keleng Ate Berutu (Bupati Dairi), Bapak Samse Pandiangan (WR IV Univ. HKBP Nomensen) Ibu Lidia Naibaho (Program Studi Magister Sustainable International Agriculture Gottingen-Jerman) dan Ridwan Samosir (Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa) serta moderatori oleh Duat sihombing (Kadiv. Advokasi Petrasa).

Pada kesempatan kali ini kita diajak untuk mendiskusikan bagaimana pengaruh Covid-19 terhadap pangan, pemenuhan gizi, dan ekonomi masyarakat Dairi. Harga jual produk pertanian petani Dairi yang mengalami penurunan drastis adalah juga diakibatkan oleh pandemi tersebut. Diskusi tidak hanya sampai disitu, melalui webinar tersebut muncul beberapa saran, tanggapan dan solusi bersama yakni Memanfaatkan kebun Keluarga sebagai sumber pangan dan gizi keluarga, Petani maupun kita semua lebih berfikiran kreatif dengan menciptakan produk lokal diolah menjadi produk turunan/olahan agar bernilai jual tinggi demi meningkatkan pendapatan keluarga, serta menciptakan agribisnis pertanian.

Rekomendasi kepada Pemerintahan Dairi adalah:Mendorong Pemerintah untuk Memberikan perhatian lebih terhadap pertanian serta memutus ratai penyebaran Covid-19 dengan memprioritaskan produk lokal dan meminimalisir impor pangan, Mendorong terciptanya pemuda-pemudi berani bertani sesuai dengan program Kementrian Pertanian yaitu Petani Milenial. Mendorong Pemerintah untuk Menjadikan produksi pertanian diolah menjadi produk turunan dengan memberdayakan sumber lokal untuk menjaga kedaulatan pangan diKabupaten Dairi. Mendorong Pemerintahan dapat Menciptakan pasar online, memfasilitasi peralatan teknologi pertanian, menyetarakan hasil produksi dengan akses pasar, lebih mendorong program pertanian berkelanjutan di Kab. Dairi dan mengubah pola pikir masyarakat untuk meningkatkan SDM dibidang pertanian, Serta memaksimalkan program pertanian Pemerintah Dairi yaitu “Agri Unggul”.

Yayasan Petrasa mengucapkan banyak terimakasih kepada Narasumber dan 64 orang peserta webinar yang ikut dalam kegiatan ini demi terciptanya solusi mengatasi masalah petani dan ketahan pangan diDairi. Selamat kepada peserta Webinar terbaik. Semoga Petani semakin berdaulat dan sejahterah, menguatnya ketahanan pangan masyarakat Indonesia terkhusus Kabupaten Dairi.Salam organik…Goklas Manullang (Koordinator Kegiatan)