Pres Release “Refleksi Gerakan Sosial Dalam Menyoroti Kondisi Lingkungan di Kabupaten Dairi”

Rabu, 26 Januari 2022, Aliansi NGO Dairi (Petrasa, YDPK dan Pesada) bersama beberapa komunitas masyarakat Dairi (Komunitas Petani Sileu-leu Parsaoran sekitar areal konsesi PT Gruti dan masyarakat sekitar areal konsesi tambang PT DPM di kabupaten Dairi)  mengadakan acara open house sekaligus membangun konsolidasi kepada tokoh masyarakat, mahasiswa (GMNI dan dan  GMKI )dan rekan-rekan media (Dairi Pos, Tigasisi, Medan Bisnis, Dairi TV dan Inews) untuk merefleksikan kondisi lingkungan di kabupaten Dairi. Turut hadir dalam acara ini Praeses HKBP Pdt. Sampur Manullang, Pendeta Resort GKPS Maruli Tua dan aktivis perempuan dan pemerhati lingkungan Jenny Solin.

Ridwan Samosir Sekretaris Eksekutif Petrasa menyatakan terkait perubahan lingkungan saat ini sudah sangat menghawatirkan, beberapa kejadian yang paling dekat adalah hujan es yang terjadi diSumbul menyebabkan menurunnya hasi panen mereka (petani sumbul) hingga 40%. Ini salah satu dampak perubahan lingkungan yang terjadi dan pertanyaanya siapa yang paling menerima dampak perubahan lingkungan adalah Petani. Walaupun disisi lain sektor pertanian juga menyumbang pemanasan global 20% akibat pemakaian pupuk kimia yang berlebihan, pembakaran lahan dan juga peternakan. Indonesia menjadi salah satu nagara yang ikut dalam forum COP (Conference of the Parties) dimana forum ini menyepakati penekanan suhu bumi dibawah 1.5 derajat karena jika suhu bumi naik diatas 2 derajat maka bencana akan terjadi longsor, banjir dan lain-lain yang akan mengakibatkan kemiskinan.

Sarah Naibaho (Direktur YDPK) menyampaikan, selama ini YDPK bersama PETRASA dan PESADA menjadi mitra untuk gerakan bersama. Kami sebagai NGO di Dairi tentu memiliki fungsi control atas kebijakan pemerintah agar berpihak kepada masyarakat. YDPK memiliki mandat untuk mewujudkan Keadilan Ekologi dan sudah pasti kesejahteraan tidak akan terwujud jika ekologi rusak. Saat  Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja, Indonesai dalam situasi darurat bencana ekologi. Penyebab Bencana Ekologi tidak bisa lepas dari kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang mengabaikan ekologi sehingga ini (kebijakan pemerintah) menyebabkan masyarakat petani yang bergantung pada sumber daya alam menjadi korban utama dari kebijakan ini. YDPK bukan Anti pembangunan namun tak ada gunanya pembangunan jika mengabaikan ekologi dan mengancam keselamatan ruang hidup. Saya mengajak banyak pihak untuk mari kita bergandengan tangan untuk sama-sama mengkritisi kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Perwakilan Pesada Sarma Sigalingging menyampaikan bahwa selama ini Sada Ahmo tetap berkomitmen memperjuangkan hak-hak rakyat terutama perempuan dan juga perjuangan menolak pengrusakan lingkungan. Kedepan mungkin kita perlu duduk bersama juga untuk mengevaluasi kontrak politik dengan Bupati Dairi Edy Kelleng Berutu.

Maruli Sinaga Pendeta Resort GKPS juga sangat bersepakat, menjaga lingkungan adalah bagian dari tugas dan mandat panggilan Gereja yang diperintahkan Tuhan kepada kita, karena kita diperintahkan untuk merawat bumi dan menaklukan bumi untuk kebutuhan hidup kita. Namun karena keserakahan kita menghancurkannya (lingkungan). Jadi kami sebagai pelayan gereja siap berdiskusi kapan pun soal perjuangan hak dan lingkungan umat.

Sementara Praeses HKBP Pdt. Sampur Manullang menyampaikan HKBP sangat berkepentingan terkait issu lingkungan apalagi terkait tanggap bencana yang terjadi akibat kerusakan lingkungan sehingga HKBP membentuk “TABE” (Tanggang Bencana HKBP) yang berperan membantu masyarakat yang sedang mengalami bencana.

Komunitas Petani dari Desa Sileu-leu Parsaoran juga menceritakan perjungan mereka melawan PT Gruti. Perusahaan kayu tersebut sudah merusak lahan pertanian masyarakat Sileuh-leuh, mengintimidasi dan mengkriminalisasi masyarakat. Tindakan represif aparat kepolisian, brimob dan pihak kehutanan ketika berhadapan dengan warga yang melakukan aksi protes dalam mempertahankan tanah leluhur dari ancaman rusaknya ruang hidup masyarakat Sileu-leu akibat kedatangan PT. Gruti kedesa mereka.

Warga Bongkaras Menteria Situngkir dan Barisman Hasugian menyatakan perjuangan kami memperjuangkan ruang hidup kami membutuhkan banyak dukungan dari media, rekan –rekan mahasiswa dan NGO. Kami sangat kecewa aksi yang di lakukan oleh sekelompok OKP menyerang YDPK, YDPK mengerjakan kerja-kerja kemanusian untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Kita trauma dengan kebocoran limbah tahun 2012, menjadi saksi sejarah di masa ekplorasi di kampung kami. PT. DPM membawa bencana yang menewaskan ikan-ikan mas kami dan sampai saat ini kami kesulitan untuk membudidayakannya. Diperparah dengan kejadian banjir bandang pada tahun 2018 yang silam telah meluluhlantakan pertanian kami dan menewaskan 6 warga dari desa Bongkaras. Barisman Hasugian menambahkan berharap  pemerintah kabupaten Dairi agar lebih mengutamakan keselamatan ruang hidup kami dan fokus membantu kami meningkatkan pertanian kami, karena selama ini kami hidup dari pertanian. Dari hasil pertanian, saya bisa menyekolahkan anak saya sampai Sarjana dan dua lagi sedang di bangku kuliah.

Acara ini juga disuguhkan dengan penampilan perwakilan masyarakat Pandiangan yang membawakan “Tor-tor Gabe Naniula” pesan yang di sampaikan adalah bahwa Tanah dan lingkungan kita kaya dengan hasil bumi yang bisa memberikan kehidupan untuk cucu kita secara berkelanjutan.

Jenny Solin menyatakan kader-kader petani telah lahir mampu menyampaikan apa yang menjadi masalah dan yang kalian hadapi dari statmen tadi. Tentunya perjuangan ini harus kita dukung bersama, Jangan berjuang dengan isu masing-masing, Kita harus Solid.

Mewakili mahasiswa dari LBH Sikap Firman Lingga menyampaikan pada prinsipnya gerakan sosial yang kita lakukan bersama adalah gerakan untuk membela hak hak masyarakat,sejauh itu kami sangat mendukung dan siap bersama2 menyampaikan kepada pihak terkait bahkan mengawal proses hukum jika bapak ibu mendapatkan kriminalisasi.

Duad Sihombing dan Rohani Manalu, menambahkan kita perlu belajar dan berkaca dengan Gerakan social yang terbangun di Toba, mereka cukup terkonsolidasikan dalam membangun gerakan social bersama melawan TPL.

Lewat pertemuan hari ini kita perlu membangun konsolidasi dan pertemuan kembali untuk mempersatukan kita dalam gerakan bersama, merumuskan persoalan-persoalan menyangkut masyarakat Dairi dan bergerak bersama untuk mewujudkan keadilan sosial.

Selamat Hari Tani

Pertanian organik menjadi salah satu pilihan dalam program Petrasa untuk mendorong produktivitas pertanian diDairi. Selain sebagai upaya perbaikan tanah, Petrasa juga ingin mendorong petani kembali pada konsep pertanian seperti yang disebut dalam filosofi nenek moyang batak “Sinur Na Pinahan Gabe Na Niula, Horas Jolma”. Konsep ini bisa juga disebut sebagai konsep pertanian berkesinambung. Selama 17 tahun ini program Pertanian Organik atau yang juga kami sering sebutkan Pertanian Selaras Alam (PSA) menjadi program utama Petrasa. Kita sudah melakukan berbagai macam kegiatan, diskusi, pelatihan dan membuat demplot tapi harus diakui ini tidak mudah. Banyak yang awalnya bersemangat namun layu ditengah jalan. Dinamika itu kita alami sampai saat ini namun tentu itu bukan akhir segalanya untuk tetap memberikan harapan kepada petani dampingan kita bahwa pertanian selaras alam salah satu pilihan relevan untuk menjaga bumi, budaya  dan sosial ditegah Desa.

HKBP Antuang, Desa Hutaimbaru 24 september 2021, Perayaan hari Tani kali ini kita konsep dengan perayaan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dimana kita biasa turun kejalan menyampaikan kegelisahan kita terkait nasib kita sebagai petani kepada pemerintah. Pada aksi turun kejalan tersebut, kita meminta dan mendesak pemerintah agar lebih berpihak kepada petani yang selalu disebut sebagai pahlawan pangan namun nasibnya tidak seindah sebutannya. Kali ini, perayaan hari tani harus sesuai dengan prokes Covid-19.

Asep Hutasoit koordinator kegiatan ini mengawali dengan membuka acara dengan ucapan selamat datang kepada peserta. Melalui sambutannya, Asep berharap perayaan ini bukan hanya seremonial tapi ini harus menjadi kegiatan yang mampu membangkitkan semangat kita untuk tidak malu sebagai petani, tapi harus bangga sebagai pahlawan pangan.

Ibadah dibawakan oleh Pdt. Andi Lumban Gaol yang melayani di  HKBP Antuang dengan khotbah Galatia 5:16   Alai on do hudok: “Marguru tu Tondi i ma hamu marparange; unang pasaut hamu hisaphisap ni daging!”. Beliau menyampaikan bahwa setiap orang harus terus belajar dari jiwa bukan dari keserakahan yang saat ini banyak dipertontonkan oleh negara melalui investasi yang justru sangat berdampak kepada petani. Petani menderita, tanahnya dirampas, mereka diintimisadasi dan menerima perlakukan tidak adil lainnya. Konflik agraria yang sering mereka hadapi kadang membuat mereka hampir menyerah untuk mempertahankan hak-hak ya karena begitu besar tekanan yang mereka hadapi. Disampaikan juga, gereja berkepentingan untuk berbicara soal kehidupan petani karena merekalah bagian penting dari kehidupan kita, baik dalam bernegara dan juga kehidupan gereja. HKBP Antuang tidak pernah akan berjalan secara organisasi jika jemaat tidak bisa menanam, memanen atau menghasilkan produk pertanian yang mereka jual dan memberikan persembahan ke gereja ini. Artinya gereja juga harus memberikan pengetahuan banyak hal kepada jemaat supaya ekonominya bisa meningkat dan sejahtera.

Setelah ibadah kita melanjutkan dengan menanam padi organik bersama peserta di sawah inventaris Gereja. Lahan tersebut segaja diberikan oleh Pendeta Andi untuk ditanami padi organic. Tujuaannya adalah supaya gereja HKBP Antuang menjadi contoh bagi umatnya untuk memulai pertanian yang selaras dengan alam. Disamping mengajak mereka untuk  menjaga lingkungan dan ruang hidup, konsep pertanian juga mampu mengurangi biaya produksi karena mereka bisa mengolah apa yang ada dialam sekitar mereka menjadi pupuk dan pestisida alami. Pupuk dan pestisida kimia yang selama ini mereka gunakan dengan harga yang mahal dan belum tentu tersedia cepat didapat diToko dapat digantikan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Apalagi diDairi saat ini sangat susah mendapatkan pupuk subsidi walaupun pemerintah sudah menyediakan fasilitas kartu tani yang awalnya didesain untuk mempermudah akses pupuk bagi petani.

Pada kegiatan ini kita juga melakukan dialog publik dengan thema “Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria untuk Menegakkan Kedaulatan Pangan dan Memajukan Kesejahteraan Petani dan Rakyat Indonesia” dengan beberapa pembicara Lamhot Silalahi (Dinas Pertanian Kabupaten Dairi), Rasmon Sinamo (ATR/BPN), Felix Marbun (Dinas PU dan Tata Ruang), Suryawati Simajuntak  (Pegiat sosial dan pengalaman advokasi konflik agraria di Sumatera Utara) serta Ridwan  Samosir (Sekretaris Eksekutif Petrasa).

Dalam dialog ini kita lebih banyak membahas sampai dimana pemerintah kabupaten Dairi merespon tentang Landreform.  Dairi memiliki potensi konflik agraria dengan hadirnya beberapa investasi  tambang, perusahaan yang bergerak dalam pemanfaatan kayu hutan, pembangkit listrik dan perusahaan lainnya yang  banyak menggunakan lahan pertanian produktif, sungai dan hutan sebagai wilayah konsesinya. Bahkan saat ini beberapa perusahaan tersebut telah menimbulkan persoalan pekik diwilayah konsesi mereka. Masyarakat melakukan berbagai aksi penolakan karena dianggap tidak menghormati hak-hak masyarakat disana serta persoalan pelepasan tanah yang tidak tuntas.

Tanah masyarakat tiba-tiba masuk ke konsesi perusahaan padahal mereka sudah menguasai tanah tersebut selama puluhan tahun, kemudian masuknya pengkawasan hutan ke ladang-ladang mereka dengan adanya plank kehutanan yang selama ini mereka nyakini tanah mereka bukanlah kawasan hutan. Kemudian diskusi ini juga membahas tentang skema TORA dan Perhutanan Sosial. Namun disisi lain peserta dialog publik mempertanyakan terkait Program Tora dan perhutanan sosial yang dikhawatirkan tidak cocok diimplementadikan di Dairi. Peserta dialog publik juga menyampaikan agar pemerintah segera merealisasikan penyelesaikan konflik agrarian tersebut tidak hanya sebuah lips service tapi harus dituntaskan.

Diskusi juga membahas potensi pertanian Dairi kaitannya dengan visi kabupaten Dairi Agri-Unggul. Kita ingin melihat apa sebenarnya kerangka besar agri unggul ini dan sudah sejauh mana visi itu mendorong produktifitas dan kesejahteraan petani di Dairi. Kartu Tani yang selama ini diklaim akan membantu petani mempermudah mendapatkan pupuk, namun faktanya kartu itu belum bisa dimamfaatkan petani di Dairi secara maksimal untuk menunjang produktifitas pertanian mereka.

Penguasaan tanah juga menjadi hal yang sangat disoroti dalam dialog publik ini karena sampai saat ini menurut data petani kita hanya memiliki tanah tidak lebih dari 0,5 ha  padahal menurut Undang-Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960 petani harusnya harus memiliki tanah minimal 2 ha. Namun hingga saat ini penguasaan tanah dikuasi oleh 1% dari jumlah penduduk Indonesia yakni orang-orang kaya yang punya sumber daya besar untuk membuka perkebunan, pertambangan dan lainnya. Kita berharap moment 61 tahun UUPA mampu memberikan harapan dalam penyelesaian konflik agraria di Indonesia khususnya diDairi. Karena salah satu persoalan petani selama ini adalah ketersediaan lahan  yang semakin sempit karena alih fungsi lahan dengan investasi yang lebih  berorientasi  bisnis dan keuntungan ekonomi bukan berkelanjutan.

Produktivitas pertanian kita juga masih rendah karena belum disentuh secara baik oleh pemerintah padahal sektor ini memberikan 42% PDRB kabupaten Dairi. Disamping itu nilai tambah hasil pertanian kita masih belum maksimal karena produk paska panen kita belum  diolah dengan baik, dari bahan mentah menjadi bahan jadi yang mampu menaikkan nilai jual. Disparitas harga yang tidak menentu juga menjadi faktor petani kita belum mendapatkan hak-hak secara penuh. Sehingga perhatian dan sentuhan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong petani kita lebih produktif baik dari hulu hingga ke hilir.

Selamat Hari Tani Nasional dan selamat Ulang Tahun ke 61 UUPA No 5 Tahun 60. Petani harus menjadi tuan ditanahnya karena Daulat petani dan Agraria adalah amanat konsitusi. Pahlawan pangan tidak hanya slogan, sejahterakan petani untuk menuju indonesia sejahtera. (D.S)

“Arti dan Fungsi Tanah Dalam Pembagunan Ekonomi Berkelanjutan”

Sidikalang, 30 agustus 2021, Aliansi NGO Dairi (Petrasa, Pesada dan PDPK) mengadakan Dialog Publik dengan judul “Arti dan Fungsi Tanah Dalam Pembagunan Ekonomi Berkelanjutan”. Dialog publik ini dilakukan secara online dan off line dengan mengundang perwakilan dari berbagai Desa di daerah konsesi Tambang PT. DPM diantaranya dari Desa Bonian, Sumbari, Lae Pangaroan, Lae Panginuman, Desa pandiangan, Lae Ambat, Pardomuan dan juga dari Kelurahan Parongil. Pertemuan ini dilakukan dengan protokol kesehatan Covid-19 yakni mamakai masker, menjaga jarak dan panitia menyiapkan pencuci tangan dibeberapa titik. Dialog publik ini dimulai jam 10 dan dibagi dalam 2 sesi.  

Sesi Pertama…

Sesi pertama dengan  dimoderatori oleh Duat sihombing (Kadiv. Advokasi Yayasan Petrasa). Narasumber pada sesi ini adalah Pastor Alsis Goa dari JPIC –OFM, Bapak Jaga Nababan petani anggota CU Mandiri Desa Pandiagan, Ibu Rainim Purba perwakilan perempuan dan Dobes sinambela perwakilan petani muda dari Desa pandiangan.

Dalam pemaparannya Pastor Alsis Goa dengan judul “Dari Economicus Menuju Humanus – Ecologicus Teologis Tanah”, menekankan bahwa pertanian harus dimulai dari hulu yakni lahan, keterbatasan lahan menjadi persoalan kita selama ini. Bahkan menurut beliau, konsorsium pembaharuan Agraria  menyebutkan banyaknya konflik tanah disekitar kita, karena adanya ketimpangan penguasaan Tanah dimana sekarang banyak diperuntukan untuk aspek bisnis dan juga industri ekstraktif termasuk pertambangan, Food estate, alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan lain lain. Sedangkan dari perspektif Teologi manusia adalah Humanus Homo atau manusia yang berasal dari Tanah dan kembali ke Tanah sehingga karena terbuat dari tanah maka manusia tidak bisa dipisahkan dari ekosistem yang lain.

Namun kita memiliki Dosa ekologis dimana manusia melihat alam dan tanah hanya sebagai objek bukan lagi sesama ciptaan. Padahal kita diberi mandat untuk memelihara, menguasai dan menaklukkan bumi. Tapi perlu diingat berkuasa bukan berarti mengekploitasi secara berlebihan. Alam Dan Tanah adalah ruang hidup dan sebagai petani kita wajib menjaga alam dan Tanah untuk kelangsungan hidup kita.

Sementara Bapak Jaga Nababan dalam pemaparannya menyampikan “fungsi  tanah bagi saya adalah tempat tinggal, bertani, menghirup udara segar dan tempat terkahir jika kita mati”. Kehilangan Tanah adalah sama dengan kehilangan anak dan kehilangan anak adalah kehilangan harkat dan martabat kita. Jadi kita harus merpertahankan itu sekuat tenaga apalagi saat ini desa saya dihadapkan hadirnya tambang yang tentu berpotensi merusak alam dan merampas tanah kami. “Sebagai petani kami tidak mau kehilangan sumber hidup kami”, tegasnya.

Ibu Rianim Purba juga menguatkan pendapat Bapak Jaga. Inang Rianim menyampaikan bahwa tahun 70 dan 80an kita pernah berjaya dengan kopi sidikalang dan ini karena kita diberi tanah yang subur  dan hasil ini mampu menyekolahkan anak hingga ke tingkat universitas.

Dobes sinambela  perwakilan komunitas petani muda menyampaikan  bagi saya “Tanah bagi saya seperti ibu atau induk  dari berbagai macam mahluk dan tananam yang memberikan kehidupan”. Sebagai pemuda dan  penerus kelangsungan hidup diberi tanggung jawab untuk merawat dan memelihara alam dan Tanah ini kedepan dan pemuda diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian kita ke depan. Satu yang paling penting adalah petani adalah profesi mulia, bertani bukanlah penganguran.

Sesi Kedua…

Sesi kedua dimoderatori oleh Rohani Manalu di isi dengan pemaparan narasumber Siti Maimunah dari Sajogyo Institut dengan judul materi “Penyelamatan Tanah Air”. Perempuan yang sering dipanggil Mba Mai ini menyampaikan jangan melihat Tanah sebagai benda mati tetapi benda hidup yang juga memberi kehidupan. Coba kita banyangkan untuk membentuk  tanah 1 cm kita membutuhkan 300 sampai 1000 tahun tapi bisa dirusak hanya beberapa bulan setelah ditambang. 95% tanah memproduksi pangan kita selain itu fungsi lain dari tanah adalah ruang hidup dan identitas, leluhur, ikatan perlawanan dan juga tempat keberagaman dan keunikan ekosistim. Kehadiran Tambang diDairi tentu memberikan dampak yang tidak kecil terhadap kehidupan mereka,sama dengan apa yang dialami oleh kawan-kawan kita di Kalimantan timur, 39 anak-anak yang mati silubang tambang sejak 2009.

Bisnis tambang menjadi konsumsi politik karena orang kaya yang mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial ekslusif secara kolektif dalam demokrasi electoral. Termasuk mendirikan atau bagian dari pendukung partai politik, mendanai kelahiran kebijakan atau jika perlu menyuap untuk mengubah Undang Undang. Bahkan mereka terjun menjadi politisi untuk berkonspirasi dengan pemerintah bersama elit koporasi untuk membangun industri.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Kab. Dairi dalam pemaparannya menyampaikan Tanah diDairi cukup luas dan kesuburanya sangat tinggi, berada di 3 zona iklim. Akan tetapi kelemahannya adalah kepemilikan tanah yang rendah 0,5 Ha dan infrastruktur pendukung yang kurang memadai. Hambatan kita saat ini adalah kawasan hutan lindung yang belum dapat dikelola secara maksimal, padahal pemerintah punya program TORA namun belum diakses maksimal. Kemudian alih fungsi lahan termasuk tambang, sengketa lahan dan perkembangan penduduk. Namun pemerintah akan memberikan perhatian cukup tinggi terhadap sektor ini melalui akses dan bantuan modal dan alat pertanian. Beliau menyampaikan strategi yang kita akan lakukan adalah meningkatkan SDM, memperkuat kelembagaan dan perluasan jaringan (pasar dan modal usaha).

Ridwan Samosir (Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa) dengan materi “Peluang dan tantangan teknologi pengembangan sektor pertanian dikabupaten Dairi” menekankan  sebagai negara agraris indonesia diberikan geografis yang sangat menunjang untuk suburnya tumbuhan dan tanaman pertanian, tanah yang subur, curah hujan dan matahari yang tinggi. Menilik potensi pertanian diDairi mayoritas penduduk  Dairi adalah petani dan memiliki komoditi unggulan seperti kopi, durian, nilam dan tanaman lainnya bahkan sektor pertanian  ternyata menyumbang PDRB Dairi terbesar sekitar 42 %. Artinya Pertanian menjadi sektor yang harus diberi perhatian melalui ekstensifikasi pertanian terutama mengurangi kebijakan mengenai pembangunan dan investasi yang berpotensi merampas Tanah pertanian sehingga mengurangi lahan pertanian kita. Sehingga visi pemerintah kabupaten Dairi dengan agri unggul bisa tercapai dan tidak hanya slogan.

Dinta Solin (Direktur Eksekutif Pesada) pembicara terakhir menyampaikan materi “Peran perempuan dalam memajukan pertanian dikabupaten Dairi” lebih menekankan bagaimana petani  perempuan diberi akses lebih besar. Perempuan adalah kelompok rentan jika pertanian yang kita bangun lebih mengutamakan pencapaian hasil dengan penggunaan saprodi yang tidak ramah kepada perempuan. Misalnya alat-alat pertanian yang tidak ramah kepada perempuan dimana didesain hanya untuk laki-laki dan kita perlu memikirkan kedepan bagaimana alat alat pertanian tersebut ramah terhadap perempuan. Berdasarkan Data BPS petani perempuan di Indonesia ada sekitar 8 juta orang atau 24% dari 25,4 juta petani Indonesia dan 40 % kegiatan pertanian dilakukan oleh perempuan.

Namun masalah utama petani perempuan Indonesia adalah kurang  memiliki akses terhadap Tanah, beban ganda dan kurang menguasai teknologi pertanian. Masalah ini hanya bisa diatasi apabila petani perempuan diberikan akses dan juga memberi pelatihan terhadap perempuan dalam meningkatkan kemampuan dibidang pertanian, mengelola lahan dan bekerja secara efektif dan efisien.

“PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN DAIRI”

Hasil panen padi organik periode ini lebih baik dari periode lalu, ungkap Amang Panggamot Sihombing pemilik lahan padi organik yang baru saja melakukan panen padi organik bersama staf pertanian Yayasan Petrasa. Penen padi yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 27 Mei 2021 itu berlangsung di Desa Kentara Kecamatan Lae Parira.

Panen padi kali ini hasilnya sebanyak 80 kaleng dari luas lahan 3 rante. Kalau dirata-ratakan per rante sebanyak 26 kaleng dan angka itu naik dari tahun lalu sebanyak 22 kaleng per rante.

Amang Pangggamot Sihombing juga menerapkan sistem mina padi dengan membudidayakan ikan mas di area padi yang sudah dipanen. Puluhan ikan mas yang dibudidayakan sangat membantu hasil panen padi dimana kotoran ikan mas menjadi pupuk kompos untuk membantu pertumbuhan padi organik. Sebaliknya tanpa membeli pakan dari luar, ikan mas juga berkembang dengan memaksimalkan berbagai makanan yang sudah tersedia di lahan padi seperti gulma, telur keong mas, cacing dan mikro organisme yang terpelihara dengan sistem pertanian organik.

Amang Panggamot Sihombing yang konsisten sejak beberapa tahun lalu menerapkan sistem pertanian organik berharap petani-petani lain yang masih konvensional bisa beralih menggunakan sistem pertanian organik karena keuntungan yang didapatkan. Tidak hanya hasil penen yang terus meningkat dari periode sebelumnya, petani juga bisa menekan biaya produksi karena tidak lagi membeli pupuk dan pestisida kimia.

Semua dikelola sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di lahan. “Mudah-mudahan ada petani di sekitar lahan saya yang mau beralih dan mencoba menerapkan sistem pertanian organik. Beberapa orang sudah datang untuk berkonsultasi dan saya pikir sudah ada ketertarikan beberapa petani untuk mencoba, ujarnya “. Pertanian organik ini juga sangat ramah dengan lingkungan dan tidak membahayakan petani serta ekosistem yang ada didalamnya.

Pada hari yang sama, amang Komarudin Sinaga seorang petani dampingan Petrasa bersama staf peternakan Ganda Sinambela juga melakukan panen madu di dusun Jumala desa Pegangan Julu II Kecamatan Sumbul. Amang Komarudin Sinaga yang juga anggota kelompok CU Bangun Tani sesungguhnya baru saja memulai budidaya lebah setelah mendapatkan pelatihan dari Yayasan Petrasa.

Hasil panen madu kali ini sebanyak 2 botol dari 5 kotak lebah yang dibudidayakan di area tanaman kopi. Dari hasil diskusi bersama Ganda Sinambela, amang Komarudin Sinaga berencana akan menambah jumlah kotak lebah untuk meningkatkan jumlah madu yang akan dipanen periode berikutnya. Tidak hanya membantu perkembangan kopi melalui proses penyerbukan, Amang Komarudin Sinaga juga mendapatkan pendapatan tambahan dari penjualan madu.

Dari kegiatan penen padi dan madu ini sangat jelas bahwa sebenarnya pertanian selaras alam sangat membantu petani dalam meningkatkan pendapatan dan juga merawat alam. Sumber daya alam yang sangat melimpah menjadi potensi pengembangan pertanian yang merupakan sumber kehidupan mayoritas masyarakat kabupaten Dairi. Semoga potensi ini menjadi perhatian kita semua dan secara khusus pemerintah kabupaten Dairi melalui Dinas Pertanian untuk mengembangkan pertanian organik demi peningkatan taraf hidup petani di kabupaten Dairi.

Panen Padi Organik dengan Sistem Mina Padi “Sudah saatnya kita kembali ke alam”

(Kentara 19/5/2021) Kegiatan panen padi organik dengan sistem Mina Padi hari ini di desa Kentara kecamatan Lae Parira bersama salah seorang petani dampingan Yasayan Petrasa M. Hutasoit sekali lagi membuktikan sudah saatnya kita kembali ke alam.

Mengkombinasikan budidaya padi dengan ikan mas sungguh selaras dengan alam. Padi memberi makan ikan dan sebaliknya kotoran ikan menghidupi ikan mas. Konsep ini tidak hanya bermanfaat merawat tanah dan lingkungan namun juga memberi keuntungan bagi petani.

Pupuk dan pestisida organik yang disediakan alam mampu mengurangi biaya produksi dan memutus ketergantungan dengan bahan kimia. Tidak hanya mendapatkan untung dari penen padi tapi juga mendapat manfaat ekonomi dari ikan mas.

Alam sudah menyediakan semuanya untuk kita, tinggal bagaimana memanfaatkan dengan seimbang. Amang Hutasoit menyampaikan sejak memulai pertanian padi organik beberapa tahun lalu, beliau tidak pernah lagi dipusingkan dengan sulit dan mahalnya mendapatkan pupuk dan pestisida kimia. Apalagi panen kali ini adalah panen pertama sejak mengadopsi sistem Mina Padi, tuturnya.

Setelah panen padi organik beliau juga akan mendapatkan keuntungan dari panen ikan mas. Konsep pertanian Mina Padi sesungguhnya sudah lama diterapkan petani. Namun belakangan ini sudah ditinggalkan karena terobsesi dengan terget produktifitas melalui penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Namun realitasnya ketergantungan petani terhadap pupuk kimia membuat petani semakin sulit, tidak hanya karena tingginya biaya produksi namun juga semakin merusak kondisi tanah yang menyebabkan turunnya produktifitas.

Semoga konsep pertanian organik Mina Padi semakin berkembang dan panen padi organik hari ini bisa memotivasi petani lain untuk kembali kepada alam.

AKSI DAMAI TUNTUT BUPATI KABUPATEN DAIRI MENOLAK TAMBANG DENGAN MENCABUT SKKLH (SURAT KETERANGAN KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP) NO 731 NOVEMBER TAHUN 2005 DAN MENUNTUT KLHK MENGHENTIKAN PEMBAHASAN ANDAL RPL, RKL Tipe A TAMBANG PT DPM

(Dairi, Sumatera Utara, Senin, 3 Mei 2021), Masyarakat yang khawatir akan rencana operasi pertambangan bijih seng oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara menuntut Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu untuk segera mencabut Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH) No 731, November 2005 yang selama ini menjadi landasan hukum bagi tambang beroperasi yang dikeluarkan pada saat Bupati Dairi sebelumnya.

Masyarakat mendesak Bupati Dairi Saat ini tersebut mengambil sikap tindakan untuk menyatakan sikap menolak pertambangan dan disampaikan pada pemerintah pusat dan publik luas. Sebagai tindakan menyelamatkan kepentingan dan lingkungan hidup di Dairi, Sumatera Utara. Diluar hal tersebut, masyarakat juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menghentikan pembahasan addendum Analisis Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL-RKL) tipe A yang saat ini sedang diajukan di Jakarta oleh PT DPM.

Semua upaya ini adalah gerakan bersama Aliansi masyarakat sipil di lingkar tambang, Aliansi NGO Dairi dan Sekretariat Bersama Advokasi Tolak Tambang (YDPK, Bakumsu, Petrasa dan JATAM), kesemuanya bertujuan untuk menyelamatkan ancaman lingkungan hidup dari pertambangan yang dipaksakan berada di kawasan risiko gempa dan banjir bandang, akan menggusur ekonomi setempat diantaranya pertanian, mengancam sumber air dan menciptakan konflik di masyarakat.

Penelusuran Aliansi menemukan PT.DPM adalah sebuah perusahaan patungan antara konglomerat pertambangan berbasis di Beijing, China Non-Ferrous (NFC) 51 % dan perusahaan tambang batu bara raksasa Indonesia, Bumi Resources milik keluarga Aburizal Bakrie 49 %. Mendapatkan kontrak Karya (KK) No.99 PK 0071,18 Februari 1998 dari ESDM (Energi Sumber daya Alam) dengan konsesi total seluas 24.636 Ha. Konsensi PT DPM tersebar di tiga kabupaten yakni Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Tuntutan ini muncul bersamaan dengan dilanjutkannya pembahasan addendum Andal RKL, RPL Tipe A PT DPM saat ini di KLHK dan semakin dekatnya ancaman karena waktu untuk menyetujui proyek tambang Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi, Pengajuan addendum Andal ini di lakukan karena PT DPM sedang mengajukan tiga perubahan izin Lingkungan yaitu perubahan izin lokasi  gudang bahan peledak;  lokasi tailing Storage Facility (TSF); dan penambahan lokasi mulut tambang (portal) dan memasuki tahap konstruksi seperti pembangunan jalan, Lokasi TSF (tailling storage facility) Mess dan Kantor.

Beberapa catatan penting alasan mendasar masyarakat menolak PT DPM, diantaranya :

1. Masyarakat di sekitar lokasi proyek PT DPM mayoritas bermata pencaharian sebagai petani yang hidup bergantung kepada sumber daya alam seperti air, tanah, sungai dan hutan.  76 % warga (mayoritas perempuan) bekerja sebagai petani dan mengandalkan hidupnya dari hasil pertanian dari generasi ke generasi. Komoditi andalan masyarakat antara lain padi, jagung, coklat, kopi, durian, kemiri, duku, manggis,pinang,kapulaga,pisang, jeruk purut dan gambir. Hasil pertanian masyarakat merupakan penyangga utama bahan pangan di Kabupaten Dairi serta berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Namun saat ini,  masyarakat di sekitar wilayah pertambangan PT DPM khawatir akan potensi daya rusak tambang ke depan secara khusus di lahan-lahan pertanian masyarakat, ancaman berkurangnya pasokan air, baik untuk kebutuhan sehari-hari dan sumber irigasi, potensi tercemarnya tanah akibat air asam tambang yang dihasilkan dari limpahan bendungan limbah, dan ke depan terjadinya alih fungsi lahan dan profesi sebagai petani dikhwatirkan akan mengancam ketahanan pangan masyarakat dan kedaulatan mereka atas tanah.

2. Ahli Teknik Sipil dan Pembangunan Dam/Bendungan Internasional Dr. Richard Meehan, yang dilibatkan oleh masyarakat dan Sekber advokasi tambang, seorang ahli dengan pengalaman 50 tahun di bidang stabilitas bendungan di zona gempa telah meninjau desain tambang, mengungkapkan kekhawatiran yang besar terhadap bendungan tailing (TSF) yang akan dibangun oleh tambang dan menyimpulkan bahwa bendungan tailing atau limbah tambang akan memiliki risiko tinggi runtuh karena berada di atas struktur tanah yang tidak stabil karena terbentuk dari Toba Tuff, berada di daerah dengan curah hujan tinggi dan lokasi bendungan yang diusulkan juga merupakan zona dengan gempa paling aktif di dunia dan dekat dengan jalur patahan yang telah memicu tsunami Boxing Day tahun 2004. Menurutnya untuk menilai secara rinci risiko runtuhnya bendungan tailing, diperlukan informasi geologis di lokasi bendungan yang diusulkan dan PT DPM tidak menyediakan informasi tersebut sama sekali.

3. Ahli hidrologi Internasional, Dr Steven Emerman menyatakan :

a. Pembangunan bendungan tailing dengan jarak 1000 meter dari rumah-rumah warga dan rumah ibadah, hal ini Ilegal atau melanggar hukum jika di di Tiongkok

b. DPM tidak menyebutkan darimana sumber air untuk tambang atau perkiraan tingkat pemakaian air.

c. PT. DPM tidak memiliki rencana penutupan yang aman untuk bendungan limbah dan tentunya tidak ada rencana untuk memantau dan memelihara bendungan limbah untuk waktu yang lama supaya tidak menjadi sumber bahaya bagi generasi mendatang.

d. DPM tidak memberikan jaminan bahwa ada tanaman lokal yang akan berhasil tumbuh di bendungan limbah tambang Timbal-Seng.

PT. DPM merencanakan pembangunan Tailing Storage Facility (TSF) atau bendungan penyimpanan tailing yang berlokasi di  hulu desa Longkotan, dusun Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi berpotensi mengancam keselamatan desa yang berada di hilir tambang.  Diperkirakan terdapat 11 (sebelas) Desa dan 57 (lima puluh tujuh) Dusun yang berpotensi sumber air dan sungainya tercemar dan akan mengganggu pertanian masyarakat disepanjang aliran sungai Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara sampai ke laut Aceh Singkil Provinsi Nanggore Aceh.

4. Masyarakat disekitar lokasi Proyek PT DPM di bantu oleh Aliansi Masyarakat Adat Nasional( AMAN) Tano Batak sudah melakukan kajian pasokan air di 8 yakni desa Longkotan, Tuntung Batu, Bongkaras, Pandingan, Sumbari, Bonian, Lae Panginuman dan Lae Ambat. Di lokasi pusat tambang PT DPM, tepatnya di desa Longkotan, sumber mata air Lae Puccu dengan jarak 270 meter dari mulut terowongan PT DPM diperkirakan turut teramcam kehilangan sumber mata air yakni Lae Puccu yang menjadi adalah sumber air untuk PDAM yang menghidupi 1 kelurahan Parongil dan 7 desa yakni desa Longkotan, Tuntungbatu, Siratah, Bakal Gajah, Uruk Belin, Huta Ginjang, Siboras.

5. Ancaman Gudang  Bahan  Peledak

a. Sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan  Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk PT. DPM yang di terbitkan oleh Kementerian Kehutanan RI pada tahun 2012 seharusnya gudang bahan peledak dibangun di dalam kawasan hutan. Namun, pada kenyataannya, gudang tempat penyimpanan bahan peledak dibangun di Areal Penggunaan Lain (APL) atau di luar kawasan hutan dan tidak sesuai AMDAL yakni berada sangat dekat (50,64 meter) dengan wilayah pemukiman dan perladangan masyarakat. Tepatya di dusun Sipat, desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi

b. Gudang penyimpanan bahan peledak di bangun di Dusun Sifat Desa Longkotan dan jaraknya hanya 50.64 (lima puluh koma enam puluh empat) meter dari rumah warga.)

c. Sesuai dengan informasi yang tertera di papan informasi di dekat gudang bahan peledak dengan kapasitas Amunium Nitrat 100 (seratus) Ton, Detonator 20.000 (dua puluh ribu) Pcs dan dinamit 5.000 (lima ribu) kilogram (kg)

6. Daya Rusak Tambang Terhadap Hutan dan Biodiversitas

Dari luas wilayah konsesi pada ijin operasi produksi seluas 24.636 Ha terdapat 16.050 Ha hutan lindung, dalam pembangunan infrastruktur seperti Jalan, Terowongan, Perumahan dan fasilitas lainnya. PT. DPM menebang hutan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan RI melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No. 578 tahun 2012, PT. DPM akan membangun semua fasilitas tersebut di kawasan hutan seluas 53,11 Ha. Alih fungsi hutan ini akan mengancam keselamatan keberagaman hayati baik flora dan fauna.

Oleh karena itu kami Masyarakat Dairi, Aliansi masyarakat sipil di lingkar tambang, Aliansi NGO Dairi dan Sekretariat Bersama Advokasi Tambang Sumatera Utara meminta:  

  1. Meminta Bupati Dairi mencabut SKKLH (Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup) No 731 November 2005.
  2. Meminta Bupati Dairi mengeluarkan surat Rekomendasi  terkait penolakan pembahasan Addendum Andal RKL, RPL Tipe A
  3. Menolak dan meminta KLHK menghentikan dengan segara pembahasan addendum Andal RPL, RKL, Tipe A PT DPM  
  4. Meminta DPRD Dairi membentuk Pansus membantu masyarakat dalam memperjuangkan hak–hak ekosob dan hak sipil dan politiknya.

Gerakan Masyarakat Dairi juga mengajak semua komponen masyarakat yang peduli pada keselamaatan rakyat, kelestarian lingkungan hidup dan peduli pada ancaman risiko bencana dari proyek ini untuk membangun solidaritas seluas-luasnya, #DairiMemanggil semua untuk mendesakkan tuntutan ini sekuat-kuatnya, demi tanah dan air Dairi, demi Tuhan dan leluhur yang sudah memberikan kesempatan rakyat Dairi mendapatkan berkat dari tanah Dairi yang subur ini.

#DairiMemanggil !

#DairiRawanGempaBukanUntuk Tambang !

Kelompok Tani Bersatu Menyerahkan Dokumen Permintaan Pansus DPRD Dairi

(Sidikalang,16/4/2021) Kelompok Tani Bersatu serahkan dokumen permintaan Pansus sebagai tindak lanjut dari hasil audiensi pada 13 April lalu. Dokumen yang diserahkan merupakan berkas yang membuktikan bahwa tanah yang mereka kuasai adalah sah kepemilikan anggota Kelompok Tani Bersatu. Dokumen ini juga nantinya digunakan oleh tim pansus untuk melakukan presentasi untuk merangkum rekomendasi bersama tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kami dari Kelompok Tani Bersatu telah sepakat untuk menolak kehadiran PT. Gruti didesa Sileuh-leuh Parsaoran. Penolakan ini untuk menjaga identitas kami sebagai petani juga agar anak cucu kami juga merasakannya kelak”, tegas Lamhot Sihotang sebagai perwakilan yang diutus oleh Kelompok Tani Bersatu. Beliau juga menyampaikan agar keputusan dari pansus terkait PT. Gruti dapat berpihak kepada masyarakat bukan kepada Perusahaan. “Kami sudah sering diintimidasi oleh perusahaan melalui polisi dan brimob, dituduh selayaknya penjahat, kami hanya berusaha mempertahankan tanah kami”, pungkasnya. 

Dokumen yang diserahkan di Kantor DPRD Dairi diterima oleh Bapak Bonar SP Hasugian salah satu staff Bagian Urusan Rumah Tangga DPRD Kab. Dairi. Saat dikonfirmasi, anggota Pansus sedang tidak berada dikantor. “Ini (dokumen KTB) akan saya berikan kepada Ketua Pansus (Togar Pasaribu)”, ujarnya. 

Konflik yang terjadi antara masyarakat dan PT Gruti melalui RDP yang telah dilakukan dengan DPRD Kab. Dairi akan diselesaikan melalui Panitia Khusus penyelesaian konflik antara masyarakat dan PT Gruti. Harapannya Pansus keberpihakannya tetap kepada masyarakat dan memberikan rekomendasi nantinya yang pro masyarakat.

Rilis Pers “Warga Terdampak Tambang Desak DPRD Dari Keluarkan Rekomendisi Pembatalan Pembahasan Addendum Andal PT DPM”

Sidikalang, Petrasa. Warga Dairi mendesak anggota legislatif Kabupaten Dairi untuk mengeluarkan rekomendasi pembatalan pembahasan addendum ANDAL di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang di ajukan oleh PT. Dairi Prima Mineral (DPM). Desakan itu disampaikan pada saat beraudiensi di kantor DPRD Kabupaten Dairi oleh masyarakat Dairi yang terdiri dari perwakilan masyarakat Desa Bongkaras, Desa Pandiangan, dan Desa Sumbari pada Selasa 6 April 2021 lalu.

Perwakilan warga dari Desa Pandiangan Hotmin Hutasoit menyampaikan satu pertanyaan yang menohok, membuat suasana forum terasa panas : “Di dalam addendum Andal menyebutkan bahwa jarak bendungan limbah hanya berjarak 1000 meter dari permukiman penduduk. Dan menurut peraturan Tiongkok hal ini sudah melanggar Hukum di negaranya. Tapi kenapa justru di Indonesia di biarkan? Apakah karena manusia di Tiongkok lebih tinggi dibandingkan kami sebagai masyarakat? Apakah harga bapak dan ibu dan kami lebih rendah?” pungkasnya.


Masyarakat yang berasal dari Kecamatan Silimapungga-pungga tersebut didampingi oleh Aliansi NGO Dairi yang terdiri dari Petrasa, YDPK, dan Pesada. Audiensi tersebut disambut oleh Pimpinan Komisi II DPRD Dairi beserta anggota dewan lainya. Sementara dari pihak Eksekutif dihadiri oleh Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Dinas Perizinan dan Penanaman Modal.


Di dalam ruangan Komisi II tersebut, warga ingin menampilkan audio-visual dampak kehadiran PT. DPM yang di kaji oleh Ahli dari Amerika yang bernama Rechard Meehan dan Steve Emerman. Namun warga merasa sial karena tiba-tiba listrik padam. Pada akhirnya warga menjelaskan secara lisan dampak-dampak kerusakan yang akan terjadi jika PT. DPM terus beroperasi.


“Kami memohon kepada DPRD agar ikut serta dengan masyarakat untuk menolak pembangunan PT. DPM,” Ucap Rinawati Sinanga, perwakilan dari Desa Bongkaras. Ia menambahkan bahwa mereka merasa khawatir karena struktur tanah di Sopo Komil tidak stabil, karena berasal dari letusan Gunung Api Toba. Hal itu berdampak pada lokasi bendungan limbah yang dibangun tidak memiliki pondasi yang kuat sehingga beresiko jebol ke depan.


Mangatur perwakilan dari Desa Sumbari menambahkan, “ pada tahun 2018 di Parongil selama 51 hari tidak dapat air bersih akibat banjir bandang. Padahal di addendum PT. DPM dikatakan bisa menahan banjir hingga 100 tahun kedepan. Nyatanya tidak.” Ia juga menambahkan, di Dusun Sopo Komil ada sumber mata air yang menghidupi 6000 jiwa penduduk.


Catatan Aliansi NGO Dairi
Dari catatan Aliansi NGO Dairi yang disampaikan oleh Rohani Manalu, memaparkan, PT. DPM berada di jalur patahan tetapi dalam dokumen addendum tidak menyertakan analisis resiko bencana, sehingga diduga PT. DPM telah melanggar UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.


PT. DPM juga diduga minim partisipasi masyarakat hanya melibatkan segelintir orang dari 4 Desa. Sementara Data dari Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Sumut memetakan desa berpotensi terdampak ada 11 Desa.


Selain itu, PT DPM juga diduga mengalami kekeliruan administrasi perpajakan, dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) di sebut PT DPM bergerak dalam pertambangan emas dan perak. Namun dalam dokumen yang lain disebut jasa pertambangan minyak dan gas.


Yang paling membahayakan, disampaikan juga bahwa gudang Bahan Peledak (Handak) yang dibangun di dusun Sipat di Desa Longkotan berjarak 50 meter dari permukiman penduduk. Artinya, gudang bahan peledak dibangun diluar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Lindung (IPPKH) yang semula direncanakan menjadi lokasi gudang bahan peledak.


Menanggapi aspirasi warga itu, pihak eksekutif dari beberapa dinas terkait menyebut bahwa mereka juga belum mengetahui isi addendum Andal. Ketua Komisi II Rukiatno Nainggolan menyebut akan meneruskan aspirasi masyarakat itu ke pimpinan DPRD untuk membuat rekomendasi.


Koordinator Advokasi Duat Sihombing sekaligus jurubicara Aliansi NGO Dairi mengatakan, “Kami juga kecewa dengan pernyataan bapak Kadis Pertanian yang mengatakan petani bisa bertani tanpa tanah. Bapak tadi mau memberi solusi namum bukan solusi. Kami juga meminta supaya DPRD menggunakan fungsi pengawasan. Terkait Dinans Lingkungan hidup kita juga kecewa bahwa tidak paham dengan addendum. Saya juga bisa memberi kritik atas kerja-kerja DPRD saat ini. Kami juga bermohon ke DPRD untuk memeberikan rekomendasi dan minimal ditinjau kembali atau dihentikan sementara. Terimakasih sudah mau melakukan kunjungan kesana dan mohon secepatnya supaya rekomendasi bisa dilakukan.”

Budidaya Lebah, Alternatif Pendapatan Dimasa Pandemi Covid-19

Dampak pandemi covid-19 juga dirasakan oleh petani di desa. Anjloknya harga, pembatasan alur distribusi produk, adaptasi sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani desa bermuara pada turunnya angka pendapatan petani sehingga kondisi petani di desa semakin memprihatinkan. Produk yang biasa dibudidayakan oleh petani seperti kopi, jagung dan tanaman holtikultura dirasakan tidak lagi mampu menopang hidup petani karena disaat yang sama harga kebutuhan hidup justru melambung tinggi.

Situasi itu juga dirasakan oleh petani dampingan Petrasa yang tinggal di pelosok desa di kabupaten Dairi. Oleh karena itu Sejak Oktober tahun lalu Petrasa bersama petani dampingan khususnya petani kopi melakukan pelatihan budidaya lebah sebagai alternatif pendapatan ditengah-tengah pandemi covid19. 25 orang petani yang ikut dalam pelatihan ini adalah petani kopi yang tertarik untuk membudidayakan lebah sebagai sumber pendapatan baru. Selain itu lebah juga sangat cocok dalam mendukung pertumbuhan tanaman kopi melalui proses penyerbukan.

Salah seorang petani yang juga ikut dalam pelatihan yang dilakukan Oktober lalu yaitu Bapak Tamalia Laia berhasil mengembangkan budidaya lebah dan sukses memberikan tambahan pendapatan baru. Hal itu terpantau ketika staf Petrasa melakukan monitoring tanaman kopi di lahan Bapak Tamalia Laia pada hari Jumat tanggal 13 Maret 2021 yang lalu.

Menurut Bapak Tamalia Laia bahwa sekarang beliau sudah berhasil memanen madu sebanyak 1 botol per hari hasil dari 30 kotak madu yang dibudidayakannya sejak pelatihan bersama Yayasan Petrasa bulan oktober tahun lalu. “Saya menjual perbotolnya seharga 300.000 dan saya sudah memiliki pasar sendiri”, tuturnya. Beliau menambahkan bahwa pembeli adalah masyarakat yang tinggal disekitar desa dan terkadang ada juga pesanan dari kota melalui keluarga. Tidak hanya itu, bapak Tamalia Laia juga menjelaskan bahwa budidaya lebah yang digelutinya sangat membantu perkembangan tanaman kopinya melalui proses penyerbukan.

“Tidak hanya berhasil menambah pendapatan keluarga, budidaya lebah ini juga membantu proses penyerbukan dan sekarang tanaman kopi saya tumbuh lebih baik dari sebelumnya”, tambahnya.

Keberhasilan Bapak Tamalia Laia dalam budidaya lebah diharapkan akan menginspirasi petani lain untuk mengikuti jejaknya dan menggali potensi budidaya lebah sebagai sumber pendapatan baru yang menjanjikan ditengah dampak pandemi covid19 yang belum juga mereda.

Petani kuat, petani mandiri…!!!!

Plang dan Portal PT. Gruti di Bongkar Pemerintah Desa Sileuleu Parsaoran bersama Kelompok Tani Bersatu

Sileu-leu Parsaoran, 22 Februari 2021 Pemerintahan Desa Sileuleu Parsaoran bersama masyarakatnya mencabut plang dan portal yang di duga milik PT. Gruti. Plang dan Portal tersebut di dirikan di lahan masyarakat yang lokasinya persis di lahan pertanian warga yang pernah di buldoser oleh alat berat yang di duga milik PT. Gruti itu. Aksi tersebut diawali dengan adanya diskusi petani di salah satu dusun, membahas bagaimana sikap petani dengan kehadiran portal dan plang yang bertuliskan ‘tanah seluas 226 Ha akan ditanami kopi tumpang sari dengan kayu milik PT. Gruti’.

Masyarakat merasa pendirian plang dan portal tersebut adalah tindakan semena-mena yang dilakukan oleh PT. Gruti. Maka pada tanggal 22 Februari, masyarakat mendatangi kantor kepala desa untuk mempertanyakan lebih jelas kenapa bisa ada plang dan portal di lahan masyarakat. Massa aksi memenuhi halaman kantor desa.

Dalam aksi tersebut Ketua Kelompok Tani Bersatu Sopan Silalahi mempertanyakan langsung kepada Kepala Desa Agustina Silaban. Ternyata, kades tersebut mengaku tidak mengetahui soal adanya plang dan portal. Masyarakat kembali mendesak Kades, bagaimana sikap pemerintahan desa atas situasi ini. Pada akhirnya, Kades tersebut pun mengeluarkan pernyataan bahwa suara kepala desa adalah suara rakyatnya, maka tentu saja plang dan portal tersebut harus di cabut sesuai dengan keinginan masyarakatnya. Aksi di depan kantor desa menghasilkan kesepekatan bersama, yakni bersama-sama berangkat ke lahan.

Maka, sekitar pukul 10.00 WIB masyarakat pun bergerak menuju lokasi. Setiba disana, aparat desa  membongkar plank serta portal. Untuk mempercepat pembongkaran, aparat desa meminta bantuan masyarakat. Maka portal dan plang pun dengan cepat selesai di bongkar. Plang dan Portal diangkut ke mobil dan dibawa ke kantor desa.

Ketika berencana balik ke desa, satu mobil pihak kepolisian dari Satun Brimob pun hadir ke lokasi untuk melakukan pengamanan dan langsung bertanya kepada ketua kelompok tani kenapa melakukan pembongkaran. Dengan tegas Sopan Silalahi mengatakan aksi hari ini adalah kesepekatan bersama antara pemerintahan desa dengan masyarakat. Untuk penjelasan lebih lanjut, Sopan Silalahi meminta berdialog di desa saja sambil membawa pulang Plang dan Portal yang sudah di bongkar tadi. Permintaan tersebut di setujui oleh Brimob dan semua massa bergerak balik ke kantor desa.

Sesampai di desa, dialog di gelar di Balai Desa. Terdiri dari elemen masyarakat dan pemerintahan desa, pihak PT. Gruti Syawal Pasaribu dan Personil Brimob. Di dalam pertemuan tersebut, masyarakat menyampaikan bawa PT. Gruti tidak menghormati masyarakat. Sikap penolakan ini terus konsisten disampaikan, bahkan diharapkan PT. Gruti cepat hengkang dari Desa Sileu-leu.

 “aksi kami selalu diketahui oleh pemerintahan desa, dan kami juga tidak mau desa ini dijual oleh sepihak oleh beberapa oknum. Dan juga sampai saat ini kami tidak tahu sampai dimana batas konsesi PT. Gruti dan sampai dimana batas Hutan Negara. Dulu, bapak Wakil Bupati Jimmy Sihombing sudah mengatakan tidak akan menjual tanah rakyat.” Ucap Sopan Silalahi.

Ditambahkan Tua Purba, petani yang kopinya di rusak PT Grtui, “Dulu PT.Gruti menyampaikan  tidak akan merusak tanaman masyarakat,  tapi nyatanya kopi saya dirusak sebanyak 2500”, ucapnya dengan nada tinggi. Wajahnya sedih dan hampir menangis.

Duat sihombing mewakili Yayasan Petrasa juga menyampaikan hal senada, “PT. Gruti sama sekali tidak menghormati masyarakat karena beberapa kesepakatan juga sering dilanggar oleh PT.Gruti, termasuk sekarang juga sudah mulai ada kriminalisasi terhadap masyarakat karena ada pengaduan PT.Gruti terhadap masyarakat dengan menuduh masyarakat melakukan perambahan dan pengrusakan alat berat. Ini kesekian kalinya kami mengatakan kami menolak tegas kehadiran PT. Gruti.” Dialog tersebutpun menghasilkan kesepaktan bersama yakni “Sebelum ada keputusan Pansus DPRD Kabupaten Dairi, tidak boleh ada kegiatan PT.Gruti  di lahan masyarakat”. Kesepakatan itu ditandatangani oleh pihak masyarakat dan PT Gruti serta kepala desa Sileu-leu Parsaoran.