Rilis Pers “Warga Terdampak Tambang Desak DPRD Dari Keluarkan Rekomendisi Pembatalan Pembahasan Addendum Andal PT DPM”


Sidikalang, Petrasa. Warga Dairi mendesak anggota legislatif Kabupaten Dairi untuk mengeluarkan rekomendasi pembatalan pembahasan addendum ANDAL di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang di ajukan oleh PT. Dairi Prima Mineral (DPM). Desakan itu disampaikan pada saat beraudiensi di kantor DPRD Kabupaten Dairi oleh masyarakat Dairi yang terdiri dari perwakilan masyarakat Desa Bongkaras, Desa Pandiangan, dan Desa Sumbari pada Selasa 6 April 2021 lalu.

Perwakilan warga dari Desa Pandiangan Hotmin Hutasoit menyampaikan satu pertanyaan yang menohok, membuat suasana forum terasa panas : “Di dalam addendum Andal menyebutkan bahwa jarak bendungan limbah hanya berjarak 1000 meter dari permukiman penduduk. Dan menurut peraturan Tiongkok hal ini sudah melanggar Hukum di negaranya. Tapi kenapa justru di Indonesia di biarkan? Apakah karena manusia di Tiongkok lebih tinggi dibandingkan kami sebagai masyarakat? Apakah harga bapak dan ibu dan kami lebih rendah?” pungkasnya.


Masyarakat yang berasal dari Kecamatan Silimapungga-pungga tersebut didampingi oleh Aliansi NGO Dairi yang terdiri dari Petrasa, YDPK, dan Pesada. Audiensi tersebut disambut oleh Pimpinan Komisi II DPRD Dairi beserta anggota dewan lainya. Sementara dari pihak Eksekutif dihadiri oleh Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Dinas Perizinan dan Penanaman Modal.


Di dalam ruangan Komisi II tersebut, warga ingin menampilkan audio-visual dampak kehadiran PT. DPM yang di kaji oleh Ahli dari Amerika yang bernama Rechard Meehan dan Steve Emerman. Namun warga merasa sial karena tiba-tiba listrik padam. Pada akhirnya warga menjelaskan secara lisan dampak-dampak kerusakan yang akan terjadi jika PT. DPM terus beroperasi.


“Kami memohon kepada DPRD agar ikut serta dengan masyarakat untuk menolak pembangunan PT. DPM,” Ucap Rinawati Sinanga, perwakilan dari Desa Bongkaras. Ia menambahkan bahwa mereka merasa khawatir karena struktur tanah di Sopo Komil tidak stabil, karena berasal dari letusan Gunung Api Toba. Hal itu berdampak pada lokasi bendungan limbah yang dibangun tidak memiliki pondasi yang kuat sehingga beresiko jebol ke depan.


Mangatur perwakilan dari Desa Sumbari menambahkan, “ pada tahun 2018 di Parongil selama 51 hari tidak dapat air bersih akibat banjir bandang. Padahal di addendum PT. DPM dikatakan bisa menahan banjir hingga 100 tahun kedepan. Nyatanya tidak.” Ia juga menambahkan, di Dusun Sopo Komil ada sumber mata air yang menghidupi 6000 jiwa penduduk.


Catatan Aliansi NGO Dairi
Dari catatan Aliansi NGO Dairi yang disampaikan oleh Rohani Manalu, memaparkan, PT. DPM berada di jalur patahan tetapi dalam dokumen addendum tidak menyertakan analisis resiko bencana, sehingga diduga PT. DPM telah melanggar UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.


PT. DPM juga diduga minim partisipasi masyarakat hanya melibatkan segelintir orang dari 4 Desa. Sementara Data dari Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Sumut memetakan desa berpotensi terdampak ada 11 Desa.


Selain itu, PT DPM juga diduga mengalami kekeliruan administrasi perpajakan, dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) di sebut PT DPM bergerak dalam pertambangan emas dan perak. Namun dalam dokumen yang lain disebut jasa pertambangan minyak dan gas.


Yang paling membahayakan, disampaikan juga bahwa gudang Bahan Peledak (Handak) yang dibangun di dusun Sipat di Desa Longkotan berjarak 50 meter dari permukiman penduduk. Artinya, gudang bahan peledak dibangun diluar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Lindung (IPPKH) yang semula direncanakan menjadi lokasi gudang bahan peledak.


Menanggapi aspirasi warga itu, pihak eksekutif dari beberapa dinas terkait menyebut bahwa mereka juga belum mengetahui isi addendum Andal. Ketua Komisi II Rukiatno Nainggolan menyebut akan meneruskan aspirasi masyarakat itu ke pimpinan DPRD untuk membuat rekomendasi.


Koordinator Advokasi Duat Sihombing sekaligus jurubicara Aliansi NGO Dairi mengatakan, “Kami juga kecewa dengan pernyataan bapak Kadis Pertanian yang mengatakan petani bisa bertani tanpa tanah. Bapak tadi mau memberi solusi namum bukan solusi. Kami juga meminta supaya DPRD menggunakan fungsi pengawasan. Terkait Dinans Lingkungan hidup kita juga kecewa bahwa tidak paham dengan addendum. Saya juga bisa memberi kritik atas kerja-kerja DPRD saat ini. Kami juga bermohon ke DPRD untuk memeberikan rekomendasi dan minimal ditinjau kembali atau dihentikan sementara. Terimakasih sudah mau melakukan kunjungan kesana dan mohon secepatnya supaya rekomendasi bisa dilakukan.”