“Arti dan Fungsi Tanah Dalam Pembagunan Ekonomi Berkelanjutan”


Sidikalang, 30 agustus 2021, Aliansi NGO Dairi (Petrasa, Pesada dan PDPK) mengadakan Dialog Publik dengan judul “Arti dan Fungsi Tanah Dalam Pembagunan Ekonomi Berkelanjutan”. Dialog publik ini dilakukan secara online dan off line dengan mengundang perwakilan dari berbagai Desa di daerah konsesi Tambang PT. DPM diantaranya dari Desa Bonian, Sumbari, Lae Pangaroan, Lae Panginuman, Desa pandiangan, Lae Ambat, Pardomuan dan juga dari Kelurahan Parongil. Pertemuan ini dilakukan dengan protokol kesehatan Covid-19 yakni mamakai masker, menjaga jarak dan panitia menyiapkan pencuci tangan dibeberapa titik. Dialog publik ini dimulai jam 10 dan dibagi dalam 2 sesi.  

Sesi Pertama…

Sesi pertama dengan  dimoderatori oleh Duat sihombing (Kadiv. Advokasi Yayasan Petrasa). Narasumber pada sesi ini adalah Pastor Alsis Goa dari JPIC –OFM, Bapak Jaga Nababan petani anggota CU Mandiri Desa Pandiagan, Ibu Rainim Purba perwakilan perempuan dan Dobes sinambela perwakilan petani muda dari Desa pandiangan.

Dalam pemaparannya Pastor Alsis Goa dengan judul “Dari Economicus Menuju Humanus – Ecologicus Teologis Tanah”, menekankan bahwa pertanian harus dimulai dari hulu yakni lahan, keterbatasan lahan menjadi persoalan kita selama ini. Bahkan menurut beliau, konsorsium pembaharuan Agraria  menyebutkan banyaknya konflik tanah disekitar kita, karena adanya ketimpangan penguasaan Tanah dimana sekarang banyak diperuntukan untuk aspek bisnis dan juga industri ekstraktif termasuk pertambangan, Food estate, alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan lain lain. Sedangkan dari perspektif Teologi manusia adalah Humanus Homo atau manusia yang berasal dari Tanah dan kembali ke Tanah sehingga karena terbuat dari tanah maka manusia tidak bisa dipisahkan dari ekosistem yang lain.

Namun kita memiliki Dosa ekologis dimana manusia melihat alam dan tanah hanya sebagai objek bukan lagi sesama ciptaan. Padahal kita diberi mandat untuk memelihara, menguasai dan menaklukkan bumi. Tapi perlu diingat berkuasa bukan berarti mengekploitasi secara berlebihan. Alam Dan Tanah adalah ruang hidup dan sebagai petani kita wajib menjaga alam dan Tanah untuk kelangsungan hidup kita.

Sementara Bapak Jaga Nababan dalam pemaparannya menyampikan “fungsi  tanah bagi saya adalah tempat tinggal, bertani, menghirup udara segar dan tempat terkahir jika kita mati”. Kehilangan Tanah adalah sama dengan kehilangan anak dan kehilangan anak adalah kehilangan harkat dan martabat kita. Jadi kita harus merpertahankan itu sekuat tenaga apalagi saat ini desa saya dihadapkan hadirnya tambang yang tentu berpotensi merusak alam dan merampas tanah kami. “Sebagai petani kami tidak mau kehilangan sumber hidup kami”, tegasnya.

Ibu Rianim Purba juga menguatkan pendapat Bapak Jaga. Inang Rianim menyampaikan bahwa tahun 70 dan 80an kita pernah berjaya dengan kopi sidikalang dan ini karena kita diberi tanah yang subur  dan hasil ini mampu menyekolahkan anak hingga ke tingkat universitas.

Dobes sinambela  perwakilan komunitas petani muda menyampaikan  bagi saya “Tanah bagi saya seperti ibu atau induk  dari berbagai macam mahluk dan tananam yang memberikan kehidupan”. Sebagai pemuda dan  penerus kelangsungan hidup diberi tanggung jawab untuk merawat dan memelihara alam dan Tanah ini kedepan dan pemuda diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian kita ke depan. Satu yang paling penting adalah petani adalah profesi mulia, bertani bukanlah penganguran.

Sesi Kedua…

Sesi kedua dimoderatori oleh Rohani Manalu di isi dengan pemaparan narasumber Siti Maimunah dari Sajogyo Institut dengan judul materi “Penyelamatan Tanah Air”. Perempuan yang sering dipanggil Mba Mai ini menyampaikan jangan melihat Tanah sebagai benda mati tetapi benda hidup yang juga memberi kehidupan. Coba kita banyangkan untuk membentuk  tanah 1 cm kita membutuhkan 300 sampai 1000 tahun tapi bisa dirusak hanya beberapa bulan setelah ditambang. 95% tanah memproduksi pangan kita selain itu fungsi lain dari tanah adalah ruang hidup dan identitas, leluhur, ikatan perlawanan dan juga tempat keberagaman dan keunikan ekosistim. Kehadiran Tambang diDairi tentu memberikan dampak yang tidak kecil terhadap kehidupan mereka,sama dengan apa yang dialami oleh kawan-kawan kita di Kalimantan timur, 39 anak-anak yang mati silubang tambang sejak 2009.

Bisnis tambang menjadi konsumsi politik karena orang kaya yang mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial ekslusif secara kolektif dalam demokrasi electoral. Termasuk mendirikan atau bagian dari pendukung partai politik, mendanai kelahiran kebijakan atau jika perlu menyuap untuk mengubah Undang Undang. Bahkan mereka terjun menjadi politisi untuk berkonspirasi dengan pemerintah bersama elit koporasi untuk membangun industri.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Kab. Dairi dalam pemaparannya menyampaikan Tanah diDairi cukup luas dan kesuburanya sangat tinggi, berada di 3 zona iklim. Akan tetapi kelemahannya adalah kepemilikan tanah yang rendah 0,5 Ha dan infrastruktur pendukung yang kurang memadai. Hambatan kita saat ini adalah kawasan hutan lindung yang belum dapat dikelola secara maksimal, padahal pemerintah punya program TORA namun belum diakses maksimal. Kemudian alih fungsi lahan termasuk tambang, sengketa lahan dan perkembangan penduduk. Namun pemerintah akan memberikan perhatian cukup tinggi terhadap sektor ini melalui akses dan bantuan modal dan alat pertanian. Beliau menyampaikan strategi yang kita akan lakukan adalah meningkatkan SDM, memperkuat kelembagaan dan perluasan jaringan (pasar dan modal usaha).

Ridwan Samosir (Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa) dengan materi “Peluang dan tantangan teknologi pengembangan sektor pertanian dikabupaten Dairi” menekankan  sebagai negara agraris indonesia diberikan geografis yang sangat menunjang untuk suburnya tumbuhan dan tanaman pertanian, tanah yang subur, curah hujan dan matahari yang tinggi. Menilik potensi pertanian diDairi mayoritas penduduk  Dairi adalah petani dan memiliki komoditi unggulan seperti kopi, durian, nilam dan tanaman lainnya bahkan sektor pertanian  ternyata menyumbang PDRB Dairi terbesar sekitar 42 %. Artinya Pertanian menjadi sektor yang harus diberi perhatian melalui ekstensifikasi pertanian terutama mengurangi kebijakan mengenai pembangunan dan investasi yang berpotensi merampas Tanah pertanian sehingga mengurangi lahan pertanian kita. Sehingga visi pemerintah kabupaten Dairi dengan agri unggul bisa tercapai dan tidak hanya slogan.

Dinta Solin (Direktur Eksekutif Pesada) pembicara terakhir menyampaikan materi “Peran perempuan dalam memajukan pertanian dikabupaten Dairi” lebih menekankan bagaimana petani  perempuan diberi akses lebih besar. Perempuan adalah kelompok rentan jika pertanian yang kita bangun lebih mengutamakan pencapaian hasil dengan penggunaan saprodi yang tidak ramah kepada perempuan. Misalnya alat-alat pertanian yang tidak ramah kepada perempuan dimana didesain hanya untuk laki-laki dan kita perlu memikirkan kedepan bagaimana alat alat pertanian tersebut ramah terhadap perempuan. Berdasarkan Data BPS petani perempuan di Indonesia ada sekitar 8 juta orang atau 24% dari 25,4 juta petani Indonesia dan 40 % kegiatan pertanian dilakukan oleh perempuan.

Namun masalah utama petani perempuan Indonesia adalah kurang  memiliki akses terhadap Tanah, beban ganda dan kurang menguasai teknologi pertanian. Masalah ini hanya bisa diatasi apabila petani perempuan diberikan akses dan juga memberi pelatihan terhadap perempuan dalam meningkatkan kemampuan dibidang pertanian, mengelola lahan dan bekerja secara efektif dan efisien.