PASAR PRODUK ORGANIK DUKUNG MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Petrasa mendukung pemasaran dengan pelatihan dan mengumpulkan produsen dan konsumen. Kegiatan ini bertujuan untuk meyakinkan Konsumen dengan prodak yang di jual oleh kios Pangula sebagai salah satu alat untuk menyampaikan produk tersebut sampai ditangan konsumen. Divisi Pemasaran Petrasa melalui kios pangula membuat rantai pasar itu menjadi sederhana, dimana konsumen langsung mendukung petani dengan harga yang tinggi dan dinikmati langsung oleh petani organik.

Kios pangula juga membuat Group di WhatsApp untuk memudah kan konsumen langsung memilih sayur mayur apa saja yang tersedia di group Kios pangula,maka itu para konsumen baru yang ikut gabung akan di masukan ke group Kios Pangula. Juga, sistem Pemasaran ini sangat unik dimana seluruh media yang dilakukan adalah konsumen akan bercerita kepada masyarakat banyak melalui mulut ke mulut dan model kampanye seoerti ini otomatis akan menambah konsumen. Dengan bertatap muka dan kunjungan lokasi petani akan menambah kepercayaan konsumen dengan produk yang selama ini di beli dan di konsumsi.

Tidak terasa,Pemasaran produk organik Petrasa Kios Pangula sudah berjalan 5 Tahun sejak dimulai 2017. Oleh karna itu petani sebagai produsen memiliki kesadaran untuk menghasilkan pangan yang sehat. Komitmen dalam menjaga kualitas produk merupakan tanggung jawab petani sebagai penghasil pangan. Sebaliknya konsumen juga menyadari dan mengapresiasi upaya produsen dalam mengahasilkan pangan yang sehat untuk keluarga. Hal itu lah yang sampai sekarang menjadi semangat petani organik dampingan petrasa dalam menghasilkan produk organik sehingga kepercayaan yang di berikan konsumen tetap terjaga.

Setiap penjemputan di hari selasa Divisi pemasaran atau staff pemasaran langsung turun ke lahan beberapa produsen yang ada di kentara atau di Pispis untuk melihat produk apa saja yang ter sedia untuk hari rabu dan melihat juga produk apa saja yang tersedia untuk penjualan minggu depan. Produk yang tersedia akan kita timbang sesuai dengan berat 1 produk dan staf pemasaran akan membayar produk itu sesuai dengan harga yang sudah di tentukan.

Dihari rabu pagi, staff pemasaran menshare produk di group whatsApp KIOS PANGULA agar Konsumen memesan produk yang tersedia di group dan ketika konsumen memilih pesanan mereka,staff pemasaran akan memulai mempacking pruduk yang sudah dipesan. Ketika produk sudah di packing maka staff pemasaran langsung mendelivery prodak ke tempat konsumen yang sudah memesan prodak.

Divisi pemasaran mengadakan penjualan setiap “Rabu-Jumat” ke setiap pemesanan konsumen. Produk yang kita jual setiap hari rabu dan jumat salah satu langkah yang baik dari konsumen dan produsen. Konsumen yang membeli produk organic kita berarti mendukung kita untuk semakin mengembangkan pertanian organic yang dimana pertanian organic salah satu langkah dalam mitigasi perubahan iklim.

Konsep pertanian organic yang dilakukan Petrasa berfokus pada pemanfaatan pupuk organic dan limbah yang ada di sekitar kita dan tidak adanya penggunaan pupuk kimia yang mana penggunaan pupuk kimia salah satu factor penyebab perubahan iklim.

Dalam mengembangkan pasar produk organic semua elemen harusnya terlibat dalam hal itu baik itu pemerintah,masyarakat luas dan semua komunitas demi menjaga atau mengatasi perubahan iklim.

Beli Produk Organic Berarti Anda Ikut Serta Dalam Mitigasi Perubahan Iklim…!!!!

MASYARAKAT MENDESAK PEMERINTAH MENCABUT IZIN PERUSAHAAN PERUSAK LINGKUNGAN DI KAWASAN DANAU TOBA

Balige, 25 Februari 2023. Sebuah spanduk bertuliskan “Selamat Datang di Danau Toba, Danau Indah Penuh Masalah Kerusakan Lingkungan” terbang ditas Danau Toba. Spanduk tersebut diterbangkan oleh sejumlah aktivis Sumatera Utara. Lewat aksi tersebut, mereka menyampaikan pesan kepada peserta F1H20 di Balige, dibalik perhelatan F1 tersebut, banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan Danau Toba, akibat kehadiran beberapa industri seperti PT Dairi Prima Mineral (DPM), PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Gruti, yang melakukan perampasan ruang hidup masyarakat dan melakukan kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba.

Saat yang bersamaan, puluhan perempuan pedesaan korban PT DPM, PT TPL, dan PT Gruti, juga melakukan aksi bentang hand banner di pusat kota Balige bertuliskan, “Tutup TPL, Cabut Ijin Lingkungan PT DPM, Usir PT Gruti” dan beberapa tuntutan lainya. Lewat aksi tersebut para perempuan korban Tambang di Dairi, korban PT TPL di Toba, dan PT Gruti, berharap supaya Pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang telah merapas ruang hidup masyarakat.

Kehadiran tiga perusahaan besar seperti PT TPL, PT DPM, PT Gruti, di Kawasan Danau Toba, telah merenggut hak hak masyarakat di kawasa Danau Toba. Penebangan Hutan secara massif yang dilakukan oleh Perusahaan tersebut, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada masyarakat megalami kesulitan ketika bertani. Para petani seringkali mengalami gagal panen akibat cuaca yang buruk.

Seperti yang dialami oleh masyrakat Dairi, kehadiran PT DPM, tidak pernah melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal. Padahal wilayah tersebut merupakan kawasan penting untuk pertanian, areal pangan, sumber air, bagi masyarakat. Dampak lain akibat kehadiran PT DPM ialah, terdapat sumber air di 7 (tujuh) desa dan 1 (satu) kelurahan juga berpotensi akan hilang ke depan sesuai hasil kajian pasokan air dan Investigasi Lae Puccu. Lae Puccu adalah sumber utama PDAM di kecamatan Silima Pungga-pungga, Kab. Dairi yang menghidupi 7000 jiwa pelanggan di tujuh desa dan satu kelurahan tersebut.

PT. Dairi Prima Mineral (DPM) merupakan perusahaan eksplorasi biji seng dan timah hitam di wilayah pegunungan Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam dengan metode penambangan bawah tanah. Setelah mengalami beberapa kali perubahan dan penyesuain teknis-administrasi, pada 2018, Kementerian EDSM RI mengeluarkan Keputusan No.KK.272.KK/30/DJB/2018 yang memperpanjang izin operasi produksi PT DPM di wilayah seluas 24.636 dan berlaku 2018 hingga 2047. Pusat proyek ini berada di dusun Sopo Komil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Saat ini PT DPM, sudah selesai membangun fasilitas Gudang handak tanpa persetujuan izin lingkungan dan hanya berjarak 50,64 meter dari areal pangan dan pemukiman warga di dusun sipat, desa Longkotan. Langkah PT DPM tersebut tentu bisa berdampak pada kerusakan lingkungan serius. Hal ini diperkuat oleh kajian yang dilakukan oleh ahli Ombusman -Bank Dunia dunia melalui mekanisme pengaduan ke CAO (Compliance advisor Ombusman) yang sudah mengeluarkan laporan pada bulan Juli tahun 2022 lalu, yang menyatakan bahwa aktivitas PT DPM di Dairi Beresiko Ekstrim.

Sebagaimana yang dialami oleh masyarakat Dairi, masyarakat di Kawasan Danau Toba sudah duluan merasakan dampak akibat kehadiran PT TPL. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini, awalnya mendapatkan izin konsesi dari Negara seluas 269.060 berdasarkan SK No.493 KPTS-II/Tahun 1992. Setelah mengalami delapan kali revisi, yang terkahir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 menjadi 167.912 hektar. Pada umumnya, di wilayah konsesi tersebut bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat. Klaim negara di wilayah adat dan pemberian izin konsesi kepada PT TPL menjadi akar konflik agraria yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan hingga saat ini.

Akibat perampasan wilayah adat yang dilakukan oleh PT TPL telah menimbulkan banyak dampak terhadap masyarakat baik dampak ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi. Sebelum kehadiran PT TPL, masyarakat di kawasan Danau Toba hidup dari hasil hutan, berladang, beternak dan bersawah. Namun saat ini, sumber mata pencaharian masyarakat adat di wilayah konsesi terus mengalami penurunan.

Keberadaan konsesi PT TPL di hulu Danau Toba, juga berdampak pada banyak nya Daerah Aliran Sungai (DAS) ke Danau Toba tidak berfungsi seperti dulu lagi. Seperti diketahui salah satu sumber air Danau Toba yakni Aek Mare yang berasal dari Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka saat ini telah mengalami kerusakan yang parah. Banyak nya anak sungai yang tertimbun akibat pembukaan lahan untuk penanaman eucalyptus menyabkan debit Aek Mare berkurang ke Danau Toba.

Perhelatan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau Toba, 24-25 Februari 2023 ini, termotivasi dari kesuksesan penyelenggaraan MotoGP Mandalika tahun 2022 lalu. Alasan ekonomi yang dihadirkan acara MotoGP 2022 itu memacu pemerintah untuk mengadakan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau Toba. Namun dibalik promosi Pemerintah terhadap Danau Toba untuk menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas, terdapat masalah yang sangat serius dialami oleh masyaraat di Kawasan Danau Toba, akibat kehadiran industri seperti PT TPL, PT DPM dan PT Gruti.

Beternak Lebah Untuk Ketahanan Iklim

Penggunaan pestisida kimia menjadi alasan mengapa jumlah lebah sangat jauh berkurang. sistem pertanian masa sekarang sudah sangat bergantung ke bahan bahan kimia, belum lagi sistem pertanian dengan hadirnya food estate atau sistem pertanian di masyarakat yang kebanyakan masih menggunakan sistem pertanian monokultur. Sementara kita tahu bahwa peran lebah sangat dominan untuk proses produksi pertanian, tanpa lebah Albert Einstein Sendiri mengkalkulasikan manusia hanya mampu bertahan selama 4 tahun. Sangat mengkhawatirkan bukan? Kita harap semua manusia memperhatikan itu untuk keberlangsungan hidup manusia.

Perubahan iklim menjadi hal yang sangat berpengaruh ke dalam aspek pertanian, kesulitan petani di dalam memprediksi cuaca menjadi tantangan pada masa sekarang untuk menentukan kapan mereka harus melakukan penanaman, penyiangan, pemanenan dan lain -lain, belum lagi petani sekarang banyak mengalami kerugian dikarenakan gagal panen, itu disebabkan iklim yang ekstrem, dari hujan es, curah hujan yang tinggi, jenis hama yang semakin banyak dan kebijakan pemerintah yang cendrung masih belum memihak ke petani petani kecil di desa. Kesadaran petani terhadap pertanian ramah lingkungan atau selaras alam juga belum banyak yang melirik atau bahkan melakukan sangat minim, Sementara kita tahu bersama bahwa Pertanian Selaras Alam Adalah Pertanian Masa Depan indonesia bahkan dunia.

Yayasan PETRASA (Pengembangan Ekonomi Dan Teknologi Rakyat Selaras Alam) sudah banyak melakukan edukasi ke petani dan peternak dampingan bahwa pertanian selaras alam merupakan pertanian yang sangat dibutuhkan dan akan menjadi pertanian masa depan. Hal yang sudah dilakukan adalah Sekolah Lapang Iklim Lebah. Filosofi mengapa kita memilih berlebah sebagai pembelajaran petani adalah karna kita bersama bahwa resiko iklim setempat yang dihadapi petani adalah sehingga kita membuat adaptasi dan mitigasi bersama dengan petani.

Lebah merupakan mesin panen paling canggih di dunia, meski dengan kecanggihan teknologi mesin panen buatan manusia sangat membantu tetapi lebah merupakan mesin panen dengan perkembangbiakan sangat cepat. Selain itu proses penyerbukan (polinasi) tanaman membutuhkan peran lebah untuk terjadinya proses pembuahan dan produksi. Dengan berlebah mengajarkan petani bahwa hasil pertanian tidak hanya mengandalkan dari tanaman utama, melainkan petani harus pahami bahwa income (pendapatan) yang lain seperti budidaya lebah untuk menghasilkan madu sangat berdampak untuk ekonomi keluarga ini adalah satu hal Adaptasi petani untuk sumber mata pencaharian alternatif.

Hal menarik lainnya Sekolah Lapang Iklim ini mengajarkan petani dalam aksi Mitigasi untuk menanam pohon, misalnya kaliandra, alpukat, manggis, sirsak dan lain -lain dan otomatis dengan banyaknya pohon yang ditanami itu sudah membantu mengurangi emisi gas rumah kaca atau menyerap karbondioksida dengan baik, dan dengan sistem pertanian tersebut sudah memberikan pendidikan kepada petani, ini pertanian polikultur, pertanian yang tidak hanya mengandalkan satu jenis tanaman di satu lahan.

Dengan adanya sekolah lapang iklim lebah ini menjadikan petani banyak belajar di lahan mereka masing. Dari mereka menambah vegetasi tanaman, penetuan lokasi budidaya, pembuatan kotak lebah, jenis kayu apa yang lebih disukai lebah untuk bersarang, menentukan musim panen yang tepat di iklim sangat berpengaruh ke produksi madu yang akan di hasilkan. Yang menarik dari berlebah ini juga akan membuat peran dari Istri sangat menentukan keberhasilan dari suami yang bekerja sebagai pemanen, istri berkontribusi untuk melakukan pasca panen atau penyaringan serta penjualan madu lebah yang dipanen.

Dengan adanya kerjasama yang ini percaya atau tidak percaya akan membuat koloni lebah semakin banyak dan tidak akan meninggalkan koloni atau kawasan pertanian petani melainkan betah dan memperbanyak koloni di kawasan tersebut.

Salam Organik…..!!!

MINA PADI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Kabupaten Dairi berada didataran tinggi bukit barisan dengan ketinggian sekitar 400-1.700 Meter diatas permukaan laut (MDPL), artinya memiliki udara sejuk dan cenderung dingin, lokasi tepatnya kabupaten Dairi adalah di sebelah barat laut provinsi sumatera utara yang mempunyai luas sekitar 191.625 hektar . Kabupaten Dairi juga di aliri oleh banyak sungai yang di gunakan oleh masyarakatnya untuk mengairi lahan pertanian mereka seperti sawah, perikanan dan kebutuhan air minum. Kabupaten Dairi merupakan daerah pertanian, bermacam budidaya tanaman bisa kita temukan di sini termasuk tananam padi, disamping itu petani juga mengisi lahan perkebunan seperti menanam jagung, ketela, cabai, kentang, tomat, buncis, terong dan berbagai sayuran lainnya mengingat kabupaten Dairi berada di daerah dataran tinggi yang memiliki tanah yang subur dan cocok ditanami sayur-sayuran.

“MERAWAT TANAH MERAWAT KEDAULATAN PANGAN, PETANI BERDAULAT”

Menurut Patel (2009), kedaulatan pangan adalah “hak masyarakat untuk menentukan pangan dan pertanian mereka sendiri, untuk melindungi dan mengatur produksi pertanian domestik dan perdagangan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, untuk menentukan sejauh mana mereka ingin menjadi mandiri, untuk membatasi pembuangan produk di pasar mereka. Kedaulatan pangan tidak menegaskan perdagangan, melainkan mempromosikan perumusan kebijakan perdagangan dan praktek yang melayani hak-hak masyarakat untuk aman, sehat dan berkelanjutan secara ekologis produksi”.

Menurut deklarasi Forum untuk Kedaulatan Pangan “Kedaulatan pangan mengutamakan ekonomi, pasar lokal dan nasional serta memberdayakan petani dan pertanian, artisanal petani berbasis keluarga-memancing, penggembala yang dipimpin penggembalaan, dan produksi pangan, distribusi dan konsumsi berdasarkan kedaulatan pangan keberlanjutan sesuai lingkungan, sosial dan ekonomi,mempromosikan perdagangan transparan yang menjamin hanya pendapatan bagi semua orang serta hak-hak konsumen untuk mengontrol makanan dan gizi mereka”. Ini memastikan bahwa hak untuk menggunakan dan mengelola lahan, wilayah, air, bibit, ternak dan keanekaragaman hayati di tangan orang-orang yang memproduksi makanan. Kedaulatan pangan menyiratkan hubungan sosial baru yang bebas dari penindasan dan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan, orang-orang, kelompok ras, kelas sosial dan ekonomi dan generasi.

PETRASA sebagai wadah masyarakat yang sudah 18 tahun berkiprah dan bergerak langsung dengan masyarakat petani diDairi, melihat dan merasakan perjuangan petani dalam hal bertani untuk mendapatkan hak atas pangan dan gizi, seperti di kutip dari badan ketahanan pangan Dunia Pada Tahan 1996 FAO mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “Keadaan ketika semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, social dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi sesuai kebutuhan mereka demi kehidupan yang aktif dan sehat”. Untuk mendapatkan itu para petani perlu dukungan dari berbagai pihak dalam menyuarakan aspirasi mereka.

Selain PETRASA mendukung petani dalam memperoleh hak para petani, juga mengajak mereka bersama-sama merancang berbagai program yang notabene bisa membantu untuk bertahan pangan , dengan cara melatih ,mendatangkan narasumber yang berpengalaman dibidang pertanian, selain itu untuk mengurangi biaya produksi pertanian Petrasa mendorong untuk melakukan system pertanian selaras alam artinya sumber bahan pengolahan Bokashi, Poc ( Pupuk Organik Cair) Pestisida Nabati, ZPT ( Zat Pengatur Tumbuh Tanaman) , Eco-Enzyme dan lain-lain bersumber dari potensi daerah artinya biaya untuk pembelian pupuk kimia semakin berkurang .Konsep Pertanian selaras alam bisa mengembalikan sistem pertanian yang sudah mulai berbeda arah dengan semakin maraknya perlakuan kimia terhadap kebutuhan tanaman yang mendapat nilai tidak baik untuk keberlanjutan pertanian, baik dari segi kesehatan ekologi,sosial,dan kesehatan komsumsi.

Petrasa sebagai lembaga yang fokus di pengembangan pertanian selaras alam berupaya mendorong masyarakat untuk pelan tapi pasti mengubah pola pikir petani demi terciptanya kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan akan terwujud jika kita merawat tanah.

Pegagan Julu VI tepatnya di Juma Ramba merupakan salah satu Desa yang ada di Kabupaten Dairi yang memiliki lahan yang luas untuk dikelola disektor pertanian. Penduduk disana aktivitasnya mayoritas dibidang pertanian.Pertanian yang saat ini digeluti masyarakat disana terdiri dari tanaman tua, musiman dan yang lainnya, seperti: kopi, sayuran, durian, dan padi. Sebagai kebutuhan pangan utama, masyarakat disana melakukan pertanian padi organic salah satunya keluarga dari J.Sagala/ R.br. purba. Sejak tahun 1990-an sudah melakukan pertanian padi dengan perlakuan konvensional.

Salah satu keluarga petani dampingan Petrasa yang tinggal di daerah kecamatan sumbul tepatnya Desa Juma Ramba atas nama keluarga A.Sagala/R.br.Purba merupakan petani yang sudah lama menggeluti bidang pertanian komoditi padi. Berdiskusi dengan amang Sagala dan inang boru Purba tersebut sangat menarik perhatian pendengar atas keluh kesah yang mereka sampaikan, dimana mereka semenjak bertani beliau menyatakan bahwa selama ini sering hanya menikmati rasa lelah dengan hasil pertanian yang tidak seimbang sebab kebutuhan untuk tanaman lebih besar dari hasil yang dipanen, tidak lagi dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang selama ini mereka gunakan jusrtu menyebabkan datangya hama dan penyakit baru diluar dugaan.

Konsep pertanian selaras alam yang secara terus menerus dikampanyekan oleh Petrasa ke berbagai elemen masyarakat, ternyata mampu juga membuka pola pikir beberapa petani termasuk keluarga amang sagala dan inang boru purba yang saat ini sudah menerapkan konsep mina padi dan padi organik di periode penanaman pertama. Kehadiran Petrasa memandu mereka mulai dari pengolahan lahan,pembuatan bokhasi sebagai kebutuhan kompos, pembuatan ZPT alami sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan Pestisida Nabati untuk mencegah hama dan penyakit yang sifatnya hanya mengusir bukan untuk membunuh segala hama yang menyerang tanaman, karena konsep ini sangat menjaga keutuhan CiptaanNya, semua saling membutuhkan atau simbiosismutualisme.

Petrasa juga ikut memandu dalam penerapan konsep mina padi dengan pembentukan kolam di sawah untuk mengkombinasikan ikan atau disebut Integrasi pertanian yang tentu saja mendukung keduanya padi dan ikan, konsep ini juga akan membantu pertanian berkelanjutan.

Keberhasilan yang di rasakan keluarga sagala/br purba di periode pertama ternyata sangat menginspirasi banyak orang disekitar daerah tersebut yang memperhatikan cara keluarga tersebut memperlakukan tanaman padinya, sebab sering sekali mereka disaksikan oleh petani lain mengolah bokashi /kompos di area persawahannya. Dengan sangat percaya diri mereka juga menceritakan kepada petani yang sering bertanya, bahwa untuk satu ( 1) Rante tanaman mina padi tersebut sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia.

Tananam mina padi milik keluarga Sagala/Br Purba ditanam sejak 17 Maret 2021 maka selama 3,5 bulan atau berkisar 115 hari tanaman padi itu dirawat oleh keluarga tersebut dengan system perlakuan selaras alam, pada tanggal 7 bulan Juli 2021 tiba masa panen yang pastinya ditunggu-tunggu oleh petani, tentu saja seorang petani yang mengubah perlakuan akan sangat penasaran dengan hasil tuaiannya, ternyata hasil panen yang didapat sudah mencapai keseimbangan antara perlakuan selaras alam dan dengan perlakuan kimia yaitu di angka 20 kaleng gabah belum lagi menghitung hasil ikan .

Tentu saja dengan konsep mina padi yang sudah diterapkan amang sagala/br purba dinilai sudah berkontribusi membantu dalam merawat dan menjaga alam,tanah dan ekosistem,serta keberlanjutan pertanian. Dengan system mina padi ini dimana integrasi budidaya padi dengan ikan di lahan yang sama menghasilkan dua hasil produksi yaitu panen dari padi dan ikan. Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena global yang ditandai dengan perubahan suhu udara dan distribusi hujan. Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang, pemamfaatan pupuk urea serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman.

Dalam perlakuan ini mitigasi perubahan iklim yang sudah dilakukan keluarga amang A. sagala/ R.br purba dalam melakukan pertanian mina padi, dimana system yang dilakukan mulai dari pengolahan tanah sudah mengurangi penggunaan mesin untuk mengolah tanah dalam setiap periode tanamnya. Bisa dikatakan dalam 2 kali periode tanam hanya satu kali pengolahan tanah menggunakan mesin jetor, dan satu periode tanam dioleh secara manual mengguanakan cangkul.

Dari sisi yang lain perlakuan yang sudah dilakukan untuk pengomposan tanaman dilakukan secara mandiri dengan bahan-bahan yang diolah sendiri oleh petani dengan memfermentasi daun-daun bahkan sisa-sisa tanaman dan batang padi yang siap dipanen (Jerami). Dari system penanaman yang dilakukan dengan jarak yang sudah dilakukan yang dulunya tidak beraturan, disistem sekarang sudah diatur dengan jarak atau system SRI dengan beberapa pilhan perbandingan jarak tanam (4:1), (6:1), (3:1).

Penulis berpendapat bawha konsep pertanian selaras alam yang telah diterapkan oleh keluarga Pak Sagala/Br Purba tentu saja bisa membatu petani lain untuk mengadopsi system tersebut dalam meminimalkan biaya produksi pertanian demi pertanian yang berkelanjutan dan mencapai petani berdaulat serta membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Salam Organik….!!

Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) Manipulatif, Cabut Persetujuan Lingkungan PT. Dairi Prima Mineral (DPM) Demi Keselamatan Warga Dairi.

Jakarta, 15 Februari – Perjalanan warga Dairi, Sumatera Utara yang berpotensi terkena dampak pertambangan PT. Dairi Prima Mineral (DPM) untuk mempertahankan ruang hidupnya masih panjang. Sebelumnya, perwakilan warga Dairi melakukan audiensi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (24/8) silam agar tidak memberikan persetujuan lingkungan kepada PT DPM, perusahaan timah dan seng, untuk membongkar perut bumi dengan sistem penambangan bawah tanah.

Meski demikian, KLHK telah menerbitkan SK Menteri LHK Nomor: 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Persetujuan Lingkungan atau “Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Punga-Pungga, Kab. Dairi, Prov. Sumatera Utara oleh PT. Dairi Prima Mineral” pada Kamis (11/8) silam. Sementara warga Dairi mengetahui persetujuan lingkungan sudah diterbitkan setelah menerima undangan dari Pemerintah Kabupaten Dairi untuk sosialisasi SK Menteri LHK tersebut, Jumat (18/11). “Keputusan KLHK mengeluarkan persetujuan lingkungan PT. DPM tersebut sangat melukai perasaan kami, bagaimana mungkin Ibu Menteri mengeluarkan persetujuan kepada perusahaan dan menjadikan nyawa kami sebagai taruhannya. Kami sebagai warga Dairi merasa telah dibohongi atas apa yang dilakukan oleh pemerintah hari ini yang cenderung berpihak kepada perusahaan. Meskipun persetujuan lingkungan sudah dikeluarkan, kami meminta agar itu dicabut. Karena tidak layak tambang beroperasi di wilayah pertanian yang telah lama kami kerjakan dari generasi ke generasi dan telah memberikan kami kehidupan” Pungkas Rainim Purba.

Warga menolak keras kehadiran PT DPM karena kekhawatiran bencana jika perusahaan tersebut beroperasi, pasalnya dalam peta rawan bencana Kabupaten Dairi berada di zona merah yang berstatus “RAWAN BENCANA”. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Dairi juga mengatakan, Kabupaten Dairi telah memiliki status “SWALAYAN BENCANA” sebab segala jenis bencana sudah pernah terjadi dan mempunyai ancaman yang nyata. Bukan menakut-nakuti warga tapi faktanya kabupaten Dairi sendiri dilalui tiga jalur patahan gempa yakni patahan Toru, Renun dan Angkola.

“Desember 2018 terjadi banjir bandang di desa kami Bongkaras yang merenggut tujuh orang korban meninggal dunia, dua korban tidak ditemukan jenazahnya sampai sekarang. Gempa sepersekian detik belakangan juga semakin sering kami rasakan, ini sangat membuat perasaan kami takut dan membuat tidur tak nyenyak” Ujar Barisman Hasugian.

Pakar hidrologi internasional Steve Emerman dan ahli bendungan Richard Meehan yang mengkaji keberadaan tambang DPM di Dairi menyatakan, rencana pertambangan yang diusulkan tidaklah tepat sebab lokasi tambang berada di hulu desa, di atas tanah yang tidak stabil, serta di lokasi gempa tertinggi di dunia tampak mengundang bencana.

Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, pada Juni 2022 Compliance Advisor Ombudsman (CAO) World Bank mengeluarkan laporan berdasarkan pengaduan yang dilakukan warga Dairi pada Oktober 2019 lalu. Dalam laporan CAO disebutkan tambang yang direncanakan oleh PT DPM memiliki kombinasi resiko yang tinggi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah terkait pembangunan bendungan limbah yang diusulkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan standar internasional.

Meski warga Dairi sudah berulang kali menyurati KLHK untuk mendapatkan salinan dokumen persetujuan lingkungan dan adendum ANDAL yang telah diterbitkan oleh KLHK hingga melaksanakan konferensi pers, warga belum mendapatkan salinan dokumen tersebut. Selain menyurati KLHK saat ini masyarakat sudah membuat pengaduan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas dugaan maladministrasi yang dilakukan KLHK oleh masyarakat telah diterima dan sudah pada tahap verifikasi laporan.

Perjuangan masyarakat juga mendapat dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di nasional yakni JATAMNAS, Trend Asia, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institute dan JKLPK Indonesia bersama dengan SEKBER Tolak Tambang akan mengawal KLHK untuk segera mencabut persetujuan lingkungan DPM.

Merespon Dampak Perubahan IklimMelalui Strategi Adaptasi dan Mitigasi

Perubahan iklim menjadi isu global yang dibicarakan hampir di seluruh pelosok dunia. Tidak tanggung-tanggung isu perubahan iklim menjadi salah satu agenda penting dalam pertemuan multilateral seperti dalam Paris Agreemen, Conference of The Parties (COP) dan pertemuan international lainnya bahkan yang terbaru di Bali isu perubahan ikilm menjadi salah satu agenda G20.

Menajamnya isu Perubahan iklim bukan tanpa dasar. Tanpa terkecuali semua negara sudah merasakan dampaknya. Naiknya suhu udara, cuaca ekstrem, naiknya permukaan air laut, munculnya berbagai hama dan penyakit, mencairnya es yang ada di kutub utara, kemarau berkepanjangan, banjir dan berbagai dampak perubahan iklim lainnya sudah berada pada kondisi yang mengkwatirkan. Bahkan beberapa daerah dibelahan dunia khususnya daerah pesisir pantai sudah terdampak parah dan terpaksa mengungsi karena tempat tinggal dan lahan pertanian hilang tanpa bekas ditelan air laut yang naik akibat mencairnya es di kutub utara.

Ada beberapa hal yang menarik yang menjadi stressing dalam pertemuan international tersebut antara lain :

1. Berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri.

2. Mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih.

3. Seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya. Target ini akan ditinjau tiap lima tahun sekali, agar meningkatkan ambisi pengentasan perubahan iklim.

4. Negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta beradaptasi dengan perubahan iklim.

Komitmen masing-masing negara dikenal dengan istilah National Determined Contribution (NDC). Indonesia yang juga turut ambil bagian menjadi anggota juga sudah menuangkan komitmennya dalam bentuk NDC antara lain berkomitmen untuk mengurangi 29% emisi gas rumah kacanya tanpa syarat terhadap skenario business as usual pada tahun 2030 dan meningkatkan kontribusinya hingga 41% pengurangan emisi pada tahun 2030, bergantung pada ketersediaan dukungan internasional untuk keuangan, transfer teknologi dan pengembangan serta peningkatan kapasitas.”

Terlepas dari berbagai keputusan politik negara-negara, dampak perubahan iklim sangat dirasakan oleh masyarakat luas. Namun sesungguhnya masyarakat kecillah yang paling merasakan dampak perubahan iklim. Petani dan nelayan adalah masyarakat terdampak paling parah. Nelayan kehilangan mata pencaharian karena sulit melaut disebabkan ombak dan angin kencang dan tidak sedikit yang mulai beralih profesi karena dampak cuaca ekstrem. Dampak bagi petani bisa juga tidak kalah parahnya. Berdasarkan pelatihan PACDR yang dilakukan Petrasa beberapa bulan lalu bersama petani dampingan dampak yang dirasakan petani antara lain : naiknya suhu udara, cuaca ekstrim dimana musim kemarau dan hujan semakin panjang, sulitnya memprediksi musim, munculnya hama dan penyakit, angin puting beliung dan hujan es.

Dampak tersebut sangat berpengaruh terhadap produktifitas pertanian dan juga pendapatan keluarga. Ketimpangan dalam menerima dampak perubahan iklim itu yang disebut climate apartheid dimana orang-orang penghasil emisi karbon terbesar mendapatkan dampak paling kecil sementara penghasil karbon terkecil justru mendapatkan dampak paling besar. Oleh karena itu isu climate justice semakin menguat termasuk BfdW yang menggunakan motto one world, one climate, one future, together for climate justice. Ketidakadilan itu yang mendorong negara-negara berkembang yang terdampak parah menyuarakan dalam perjanjian internasional agar negara-negara maju pengahasil emisi karbon terbesar seperti amerika, rusia, cina, jerman untuk mengalokasikan dana adaptasi untuk negara-negara berkembang seperti Bangladesh, India, Philipina, Indonesia sebagai subsidi atas karbon yang mereka hasilkan.

Sebagai Lembaga yang mendampingi petani, Petrasa juga sudah menjadikan isu perubahan iklim menjadi mainstreaming dalam setiap program. Petani perlu meningkatkan ketahanan untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim. Ada 2 hal yang perlu dikembangkan yaitu strategi adaptasi dan mitigasi. Adaptasi adalah sistem pertanian yang menyesuaikan terhadap dampak perubahan iklim sedangkan mitigasi adalah strategi yang dilakukan sebagai kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon. Petrasa sendiri sudah mengembangkan beberapa strategi adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim. Penggunaan pohon pelindung pada tanaman kopi, intercropping system seperti kopi dengan lebah, padi dengan ikan mas, pengunaan rorak, penggunaan pupuk dan pestisida nabati. Walaupun harus diakui masih banyak strategi adaptasi lain yang masih harus dikembangkan untuk mengurangi kerentanan petani terhadap dampak perubahan iklim. Sedangkan untuk aspek mitigasi selain dari perlakuan pertanian, gerakan advokasi dalam mempertahankan hak atas tanah, lingkungan dan hutan juga adalah bentuk aksi mitigasi terhadap perubahan iklim. Kurangnya laju deforestasi akan sangat berdampak terhadap pengurangan emisi gas karbon karena pohon adalah konsumsi gas karbon yang paling efisien dan efektif . Demikian juga dalam konteks pemasaran, penggunaan isu perubahan iklim dalam melakukan pendekatan kepada konsumen adalah bagian dari mitigasi yang berdampak terhadap pengurangan emisi karbon.

Setiap orang menghasilkan emisi gas karbon dan semua orang diharapkan bisa berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon dan itu bisa kita mulai dari hal yang paling kecil. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami apa yang Namanya jejak karbon atau carbon footprint. Jejak karbon (Carbon Footprint) adalah jumlah karbon atau gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam kurun waktu tertentu. Jejak karbon merupakan suatu instrumen penting dalam mengukur kontribusi individu, komunitas, industri, produk, dan lainnya terhadap perubahan iklim. Dengan menghitung jejak karbon, suatu industri dapat mengetahui sumber emisinya dan dapat meminimalkan penggunaannya sejak dini.

Tools ini juga dapat kita gunakan untuk diri kita sendiri. Memulai dengan hal yang paling kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, mematikan lampu saat tidak digunakan dan hal kecil lainnya. Semua apa yang kita lakukan muaranya adalah menyelematkan bumi dari dampak perubahan iklim yang semakin mengkwatirkan.

Menyikapi isu krisis pangan, Pemdes Sumbari dan Petrasa bersinergi mengembangkan pertanian selaras alam.

(Sumbari 2/02/2023) Krisis pangan dan ketahanan pangan merupakan dua isu yang kerap diperbincangkan hingga tingkat dunia. Ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan memperburuk krisis pangan. Isu ini juga dibahas di Desa Sumbari, selain isu ketahanan pangan merupakan program nasional, kondisi pertanian di desa Sumbari juga menjadi salah satu faktor yang mengharuskan Pemdes Sumbari secepat mungkin mengimplementasikan program tersebut. Diskusi yang dilakukan di Balai Desa Sumbari tersebut dihadiri oleh Pemdes Sumbari, BPD Desa Sumbari, perwakilan pengurus 6 kelompok tani desa Sumbari, Sekcam Silima pungga-pungga, Koordinator PPL, Pendamping Kecamatan dan Petrasa.

Hal yang dilakukan diawal adalah menggali akar masalah penyebab kerentanan pangan di desa Sumbari. Sebelum banjir bandang 2018, desa Sumbari adalah salah satu desa yang dapat menyediakan pangan sendiri melalui pertanian padi sawah. Namun bencana alam tersebut mengakibatkan rusaknya irigasi dan berdampak pada pengairan sawah mereka. Sejak itu, pertanian desa sumbari beralih dari padi sawah menjadi pertanian jagung. Betul, budidaya pertanian jagung lebih simpel dari pada padi, namun masyarakat sumbari yang tidak terbiasa membeli beras merasakan dampaknya langsung. Harga beras rata-rata berkisar 190 hingga 220 ribu perzaknya, belum lagi ketersediaan beras yang kadang tidak menentu. Melihat kondisi ini, perwakilan pengurus dari 6 kelompok tani di Desa sumbari sepakat akan menanam padi gogo sebagai bentuk pemenuhan pangan (beras) di desa Sumbari.

Pemerintah Desa Sumbari juga menyampaikan tidak hanya akan melibatkan kelompok tani saja namun semua masyarakat yang mau serius dalam hal program pemenuhan pangan ini (ketahanan pangan). “Semua masyarakat akan kita dilibatkan, karena berbicara soal ketahanan pangan (krisis pangan) pasti tidak hanya dirasakan oleh kelompok tani namun semua masyarakat. Program ketahanan pangan ini juga akan kita wujudkan dengan pertanian yang selaras dengan alam dan menggandeng semua pihak yang mendukung”, ajak Liber Manurung Kepala Desa Sumbari.

Duat Sihombing (Kadiv Advokasi Petrasa) menyampaikan, seharusnya saat ini kita tidak lagi menuju ketahanan pangan, namun menuju kedaulatan pangan atau petani bebas menentukan apa yang akan ditanam, apa yang akan dimakan. Petrasa pasti akan ikut mendukung program pemerinthan Desa sumbari apalagi ini menjadi program bersama dengan pemerintahan Desa yang tentu akan berdampak kepada kehidupan masyarakat, juga program ketahanan pangan ini didorong pengelolaannya dengan konsep selaras alam atau dengan mengunakan pupuk Organik seperti yang disampaikan oleh pendamping desa. Petrasa sangat mendukung dan akan memberikan kontribusi berupa pengetahuan dan pelatihan bagaimana mengelola pertanian yang selaras alam sebagaimana fokus program Petrasa selama ini. Program ini juga harus betul-betul oleh, dari dan untuk petani Sumbari agar keberhasilan program ini dapat maksimal.

Bicara soal ketahanan pangan ada beberapa aspek yang harus kita wujudkan yaitu ketersedian pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Dengan program bersama ini kita berharap bisa mewujudkan aspek–aspek tersebut di desa sumbari apalagi ini didukung minimal 20% dari anggaran dana Desa 2023 sebagimana amanat UU Desa No 6 tahun 2014. Program ini dimulai dengan diskusi di tingkat kelompok tani, pelatihan dan praktik pertanian padi gogo dengan PSA. Kita berharap sinergitas ini kita bisa wujudkan melalui kegiatan-kegiatan lain yang tentu mampu mendorong terwujudnya desa yang sejahtera.

KONFERENSI INTERNASIONAL

Mengklimatisasi Pembangunan Berkelanjutan dan Hak Asasi Manusia Krisis Iklim dan Cara Meresponsnya sebagai Masyarakat Sipil di Asia & Tur berpemandu ke area Program Perubahan Iklim CCDB di pesisir Bangladesh, Oktober 2022

Masa depan peradaban manusia bergantung pada pembatasan pemanasan global hingga di bawah 2 derajat dan menciptakan masyarakat yang tahan iklim. Kawasan Asia-Pasifik sangat penting dalam konteks ini, bukan saja karena populasi dan dinamika pertumbuhan ekonominya, tetapi juga karena dampak yang tinggi terhadap risiko iklim, terutama komunitas yang rentan seperti petani, nelayan dan komunitas lainnya. Krisis iklim membahayakan komunitas tempat kita bekerja.

Mereka terkena risiko iklim yang mengancam kehidupan dan mata pencaharian dan yang melampaui kapasitas perlindungan dan kemampuan mereka. Brot für die Welt (BfdW), dalam Strateginya ‘Untuk kehidupan yang bermartabat mendefinisikan keadilan iklim dan transisi ekologi sosial sebagai satu dari lima prioritas strategis, yang bertujuan untuk mendorong pencapaian tujuan iklim global, membatasi dampak perubahan iklim, dan mempromosikan keadilan iklim. BfdW berupaya meningkatkan ketahanan iklim melalui adaptasi iklim dan pengurangan risiko bencana serta mitigasi emisi dengan perluasan energi terbarukan, bekerja sama dengan mitra.

Christian Commission for Development in Bangladesh (CCDB), sebuah CSO iklim terkemuka di Bangladesh yang juga merupakan mitra BfdW mendapat kepercayaan dari BfdW untuk menjadi tuan rumah konferensi Internasional . Konferensi ini merupakan tindak lanjut dari konsultasi mitra Asia-Pasifik tentang perubahan iklim yang diselenggarakan BfdW di Bangladesh pada tahun 2009. Ini adalah bagian dari program pelatihan dan dialog iklim bersama yang baru yang diprakarsai oleh BfdW dan CCDB pada Februari 2022 dengan sisten online. Konferensi ini juga sekaligus peresmian centre iklim CCDB yang diselenggarakan pada 1 Oktober 2022.

Petrasa sebagai salah satu mitra BfdW di Indonesia mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu peserta konferensi Internasional ini bersama 5 mitra Indonesia lainnya antara lain : JAMTANI, MPM, AOI, BIT dan YAK GBKP. Mitra Indonesia menjadi peserta yang mendapatkan quota paling besar dibandingkan peserta dari negara lain seperti Thailand, Philipina, India, Vietnam, Nepal dan negara Asia Pasifik lainnya.

Ridwan Samosir, sekretaris eksekutif Yayasan Petrasa yang menjadi salah satu peserta konferensi menjelaskan bahwa konferensi itu sangat penting sebagai media pertukaran pengalaman untuk membangun ketahanan komunitas melalui strategi adaptasi dan mitigasi di negara-negara Asia Pasifik. Selain itu konferensi itu juga menjadi sebuah kesempatan untuk mendesign advokasi untuk keadilan iklim dengan memobilisasi publik baik ditingkat lokal, nasional dan internasional.

Pembelajaran Penting

Selama mengikuti konferensi internasional study lapangan perubahan iklim di CCDB Bangladesh ada beberapa pembelajaran penting yang didapatkan yaitu :

Climate Centre

Climate Centre yang dimiliki CCDB merupakan pusat pembelajaran iklim yang diperuntukkan untuk komunitas-komunitas yang paling rentan. Selain itu Climate Centre tersebut juga bisa menjadi alat advokasi untuk pengambil kebijakan di Bangladesh. Climate centre yang didukung oleh BfdW digunakan sebagai media untuk meyakinkan pemerintah Bangladesh untuk segera mengambil langkah dan aksi nyata mengingat Bangladesh adalah salah satu negara yang menerima dampak perubahan iklim paling besar di Asia Pasifik.

Parlemen lokal dan nasional serta pejabat pemerintah mulai dari kementrian dan pejabat lokal melihat secara langsung manfaat Climate Centre sebagai alat untuk mengembangkan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Cilmate Centre berhasil menginspirasi pemerintah untuk mengembangkan program nasional yang respon terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Bangladesh.

Community Climate Resilience Centre (CCRC)

Pembelajaran penting lainnya adalah pengembangan CCRC sebagai upaya adapatasi warga desa terhadap dampak perubahan iklim. Kalau Climate Center dalam lingkup yang lebih luas, maka CCRC dalam lingkup yang lebih kecil seperti desa. CCRC adalah organisasi lokal yang dibentuk oleh masyarakat desa untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. Dampak-dampak yang sudah dirasakan masyarakat desa seperti banjir, kenaikan air laut, erosi, angin topan dan bencana alam lainnya direspon melalui organisasi desa yang disebut CCRC.

Hadirnya CCRC meningkatkan peran masyarakat dalam mengatasi dampak perubahan iklim tersebut. CCRC juga membangun kerjasama dengan pemerintah desa sehingga strategi adapatasi dan mitigasi bisa dilakukan secara bersama sama. CCRC ini sangat cocok untuk di adaptasikan di kabupaten Dairi sehingga setiap desa memiliki organisasi yang fokus terhadap penanganan dampak perubahan iklim.

Selama ini petani di kabupaten Dairi sudah merasakan dampak perubahan iklim seperti naiknya suhu udara, sulitnya memprediksi musim, munculnya hama dan penyakit pada tanaman, hujan es, angin puting beliung dan berbagai bencana lainnya. Pembentukan organisasi seperti CCRC sangat tepat untuk mengatasi dampak perubahan iklim sehingga komunitas desa mampu meningkatkan ketahanan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

One World, One Climate, One Future, Together For Climate Justice

 

 

Lowongan Kerja

Yayasan Petrasa adalah sebuah organisasi non pemerintah (NGO) yang melakukan kerja-kerja pemberdayaan petani di Kabupaten Dairi. Pengembangan pertanian selaras alam, pemasaran produk organik dan advokasi hak-hak petani adalah fokus utama Petrasa untuk menjadikan petani sebagai aktor utama perubahan kesejahteraan. Hak atas tanah menjadi krusial mengingat tanah adalah unsur penting dalam keberlanjutan hidup petani dan lingkungan.

Dalam mendukung kerja-kerja advokasi maka Yayasan Petrasa membutuhkan 1 orang Staf Advokasi yang memiliki komitmen dan integritas untuk melakukan kerja-kerja pemberdayaan petani.

Kualifikasi :

1. Laki-laki / Perempuan, umur maksimal 35 tahun

2. Lulusan S1 Hukum

3. Diutamakan yang memiliki pengalaman dalam pendampingan kasus struktural

4. Memahami Ms. Word dan Excel

5. Bersedia bekerja di wilayah pedesaan di Kabupaten Dairi

6. Memiliki SIM C

Kirimkan surat lamaran, Scan Fotocopy KTP, CV, Fotocopy SIM, Ijazah dan berkas pendukung lainnya ke alamat email petrasaorganic.recruitment@gmail.com dengan subjek email : Lamaran Staf Advokasi_Nama selambat-lambatnya pada tanggal 18 November 2022Info lebih lanjut, hubungi kami melalui : Telp. (0627) 21882 atau

Facebook Page : Petrasa Foundation

Bersahabat Dengan Lingkungan Melalui Pertanian Berkelanjutan

Profil Petani PSA ( Pertanian Selaras Alam) Dampingan Yayasan PETRASA. Nama : Paniel Limbong

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat Tanggal Lahir : Pinantar 16/12/69

Alamat : Desa parbuluan IV sigalingging Kecamatan Parbuluan, Kabuaten Dairi Sumatera Utara

Ranah HAM (Hak Azasi Manusia) yang saya perjuangkan dalam Dunia Pertanian adalah Hak atas pangan & ruang hidup yang nyaman. Hak atas pangan menurut saya adalah sangat sederhana, dimana ketika lahan pertanian tidak ada yang tergerus akan mafia tanah, kita bisa dengan sangat nyaman dan mengerjakan lahan pertanian tersebut dalam memperoleh ekonomi untuk membutuhi kehidupan sehari-hari.Bicara soal bagaiamana menjaga lingkungan, saya sudah melakukannya melalui kegiatan-Pertanian Selaras Alam ( PSA) yang diberdayakan langsung oleh sebuah lembaga yang konsern dibidang Isu lingkungan Non Goverment Organization (NGO) Yayasan PETRASA (Pengembangan Ekonomi dan Teknologi Rakyat Selaras Alam). Kegiatan pemberdayaan ini saya ikuti sejak tahun 2018 karena ketertarikan saya akan konsept tersebut, dimana saya mendapatkan beberapa pelatihan pemberdayaan untuk pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Lokal yang tersedia menjadi sumber utama, sebab bahan untuk pengolahan Pupuk Cair dan Padat organik sebagai nutrisi bagi tanaman yang saya budidayakan berasal dari alam sekitar yang ada di Daerah Parbuluan.

Dairi terkenal dengan tanah dan kekayaan Sda yang yang berlimpah, tinggal bagaimana mengolahnya menjadi lebih bernilai guna. Saya sebagai petani dengan ekonomi yang pas-pasan tentu akan memilih konsep lokal untuk menjalankan roda ekonomi keluarga tetap berkelanjutan. Konsep pertanian Selaras alam yang saya aplikasikan dilahan pertanian milik saya yang tidak begitu luas. Tanaman yang saya budidayakan adalah tanaman Hortikultura seperti; Stroberi, Cabai dan sayur-mayur.

Pada awal pengaplikasian tidak jarang saya mengalami gagal panen dan terjadi berulangkali. Dari perlakuan adapatasi tersebut saya sebagai petani biasa bisa menarik kesimpulan versi saya, bahwa lahan pertanian yang saya olah tersebut sedang berproses menyerap nutrisi Organik yang saya aplikasian, sebab sebelum saya mengenal dunia pertanian konsept selaras alam, sebelumnya menggunakan pupuk dan pestisida kimia, tentu sangat banyak pengaruhnya terhadap tanah,terhadap udara, sebab tanah menjadi kekeringan kekurangan biota dalam tanah, serta mahluk hidup lain yang saling membutuhkan tidak adala lagi, seperti Kupu-kupu, belalang dan mahluk hidup lainnya.

Saya banyak belajar dari konsep pertanian selaras alam ini, selain membatu dalam mengurangi biaya produksi, juga secara perlahan sudah membuat tanah lahan pertanian semakin subur dan terpelihara. Saat ini juga kebutuhan akan pupuk /nutrisi yang saya aplikasikan kelahan pertanian secara berangsur semakin berkurang. Tentu jika dikaitkan dengan isu lingkungan saya bisa menyatakan dari pengalaman akan sistem Pertanian Selaras alam yang saya aplikasikan sangat baik untuk dikembangkan, sebab telah menciptakan ruang hidup yang terpelihara, dengan ketahanan pangan yang terpelihara serta berkelajutan. Pertanian Selaras Alam adalah Konsep pertanian terintegrasi.

Kekerasan/Pelanggaran Ham atas ruang hidup secara langsung belum saya alami secara pribadi, namun saya merasa khawatir atas kehadiran PT. Gruti di Dairi Sumatera Utara ( Gunung Raya Utama Timber Industries) Yang telah mendapatkan izin IUPHHK-HA ( Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu Pada Hutan Alam) dari pemerintah. Berdasarkan Izin yang diperoleh dari Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK/362/MENHUT/-II/2005. PT. Gruti memiliki areal produksi seluas Kurang lebih 126.550 Hektar . Konsesi PT.Gruti di kabupaten Dairi berada pada 2 (Dua) Kecamatan Yaitu Sumbul (Desa Perjuangan, Desa Pargambiran, Desa Barisan Nauli, Desa Sileuh-leuh Parsaoran) dan Kecamatan Parbuluan (Desa Parbuluan VI). Kecamatan Parbuluan adalah daerah /Lokasi tempat tinggal saya, disana saya melakukan seluruh kegiatan kehidupan saya dan terlebihnya saya menggantungkan seluruh hidup saya dari PERTANIAN. Tentu saya merasa khawatir jika ini akan beroperasi secara berkelanjutan. Saya sangat khawatir Kedaulatan petani akan terganggu, Lahan tergerus, Hutan Gundul, Sumber air akan rusak, tanah akan longsor dan kemungkinan lainnya. Saya sebagai masyarakat Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Kecamatan Parbuluan, selalu berusaha menyuarakan kepada masyarakat melalui kelompok dan juga pendekatan secara pribadi.

Saya juga salah satu Pengurus dari sebuah organisasi Dampingan Yayasan PETRASA yaitu Organisasi yang tergolong besar di Kabupaten Dairi ; Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA), melalui organisasi tersebut sesekali saya bersosialisasi “Bagaimana kita tetap bisa bertahan ditanah kita, oleh sebab itu kita harus mencintai tanah ruang hidup kita, lahan pertanian kita, sebab tanah adalah identitas kita, terlebih kita harus bisa menjaga tanah kita dengan konsep pemanfataan sumber daya alam untuk pertanian kita untuk mempertahankan kehidupan berkelanjutan.

Saya selaku Warga Masyarakat Kabupaten Dairi, akan terus berjuang mempertahan ruang hidup yang berkelanjutan untuk generasi berikutnya dengan “Menanam Konsep Pertanian Selaras Alam” Menaman adalah Berjuang Untuk Mempertahankan Identitas. Hidup Pertanian, Saya Hidup Dari Pertanian!!!