Semangat Kompetisi Mengolah Hasil Ladang jadi Pangan Lokal

“From Field to Plate” adalah tema keseruan di Kantor Petrasa pada hari terakhir bulan Februari lalu. Kamis, 28 Februari 2019, sebanyak 24 orang petani yang semuanya adalah kaum ibu berkompetisi membuat dan menyajikan makanan tradisional hasil olahan produk pertanian organik mereka. Mereka terdiri dari 8 tim dari 8 kelompok CU dampingan Petrasa yaitu Hasadaon, Miduk, Sahata, Mulia, Membangun, Rismaduma, Maju Jaya, dan Bagas Pangula.

Dengan celemek warna-warni, para ibu ini bekerja sama membuat kreasi makanan dari bahan-bahan pertanian organik seperti labu kuning, singkong, ubi ungu, kentang, dan sayuran organik. Semua bahan-bahan tersebut mereka bawa dari ladang mereka sendiri. Kompetisi berlangsung selama 1,5 jam dan selama itu pula ketiga juri berkeliling untuk menilai proses masak mereka.

Ketiga juri tersebut antara lain Chef Yudi seorang ahli dalam pattiserie sekaligus pemilik Dilly’s Pattiserie, Yuyun Ginting yang merupakan konsumen tetap produk pertanian organik Petrasa, dan Lidia Naibaho yang adalah Direktur Yayasan Petrasa. Mereka bertiga berkeliling untuk berinteraksi langsung dengan para petani yang sedang memasak. Mereka menilai beberapa kategori seperti kebersihan, kerjasama tim, rasa makanan, penyajian makanan, dan teknik memasak. Suasana begitu ceria dan cair seolah tidak tampak sebuah kompetisi.

Dalam waktu satu setengah jam, para petani membuat berbagai variasi makanan seperti bola ubi coklat, onde-onde dari ubi ungu, bolu lapis dari singkong, lappet dari labu kuning, risoles dari campuran kentang dan ubi, urap dari sayur organik, dan berbagai makanan tradisional lainnya. Tidak hanya memerhatikan rasa, para petani ini juga sangat memperhatikan tampilannya.

“Kegiatan ini sangat seru. Kami sangat semangat untuk menang, tapi kami juga mau menikmati masak-masaknya dan menampilkan yang makanan yang terbaik,” ungkap Ibu br. Purba dari Kelompok Membangun yang berkreasi membuat Perkedel Ubi Kentang dan Onde-onde Singkong.

Lain lagi dengan Ibu R. Samosir dari Kelompok Hasadaon yang membuat sayur urap dan bolu lapis singkong. “Kami optimis menang. Tapi yang paling penting kita senang,” ujarnya.

Para juri kemudian mencicipi setiap makanan yang disajikan masing-masing tim. Mereka sangat mengapresiasi semangat dan kreatifitas para ibu yang memanfaatkan bahan pangan dari ladang mereka sampai bisa menciptakan makanan seperti itu.

Tidak hanya lomba memasak, para petani yang ikut berkompetisi pun mengikuti demonstrasi cara memasak Kue Lumpur yang dipandu oleh Chef Yudi langsung. Menurut penjelasan Chef Yudi, kue lumpur yang terbuat dari kentang ini sebenarnya bisa divariasikan dengan jenis bahan lain seperti ubi ungu atau labu. Tidak hanya berbagi ilmu kepada petani, Chef Yudi juga mengajak para petani bergantian mencoba menuang adonan kue lumpur ke loyang. Ia mengajak para petani untuk tidak takut berkreasi dan mau mencoba.

Chef Yudi dari Dilly’s Pattiserie memuji semangat para petani. Ia mengaku senang bisa menjadi bagian dari kegiatan ini dan berinteraksi dengan petani langsung. “Saya senang sekali melihat semangat mereka. Sebenarnya, ada banyak yang bisa mereka buat dari bahan-bahan di ladang mereka. Kalau ke depannya ibu-ibu ini mau terus berkreasi, ini bisa dijual dan bisa jadi pendapatan untuk keluarga,” ungkapnya dengan ramah.

Sementara itu Yuyun Ginting yang merupakan salah satu konsumen tetap produk organik Petrasa dengan semangat mengajak para ibu untuk menerapkan ilmu memasak ini dimulai dari keluarga. “Sebagai ibu rumah tangga kita mesti bisa mengolah bahan-bahan ini jadi makanan yang enak dan sehat yang paling sederhana untuk konsumsi keluarga kita,” katanya dengan semangat.

Direktur Yayasan Petrasa Lidia Naibaho menutup lomba masak-memasak ini dengan ajakan supaya para petani tetap semangat dan mau mengolah bahan pangan dari ladang mereka. Ia mendorong petani untuk bisa mengolah pangan dari ladang sampai ke meja makan.

Kompetisi memasak dengan bahan organik ini merupakan kegiatan menuju Petrasa Fair 2019. Petrasa Fair akan kembali dengan berbagai kegiatan untuk menebarkan semangat pertanian organik kepada masyarakat Dairi tahun ini.

*FRT

PPODA Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Silima Pungga-pungga

“Bertolong-tolonganlah kamu menanggung bebanmu..” kalimat ini menjadi slogan yang dipegang oleh PPODA dan Yayasan Petrasa dalam menjaga solidaritas dengan petani dampingan di Kabupaten Dairi.

 

Pada, Senin, 25 Februari 2019, Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA) memberikan bantuan kepada 97 anggota kelompok yang menjadi korban banjir bandang Desember 2018 lalu. Bantuan ini merupakan wujud solidaritas terhadap anggota PPODA.

Terhitung sejak Januari hingga Minggu Ke-3 Februari, PPODA bersama dengan Yayasan Petrasa mengorganisir 105 kelompok anggota PPODA untuk mengumpulkan sumbangan solidaritas dalam bentuk kolekte. Dana yang terkumpul dari 105 kelompok tersebut sebesar Rp 27.275.000,- . Dana tersebut kemudian disalurkan menjadi sumbangan dalam bentuk kebutuhan pokok yakni beras, gula dan minyak goreng.

Pengurus PPODA bersama dengan Yayasan Petrasa mendatangi langsung tiga titik desa yang terkena dampak banjir bandang. Ketiga titik tersebut antara lain Desa Sopo Komil, Desa Bonian, dan Desa Pandiangan.

Sebelum menyalurkan bantuan, pengurus PPODA, staf Yayasan Petrasa, dan anggota kelompok yang menjadi korban beribadah bersama di rumah anggota kelompok dampingan. Kebaktian singkat ini dibuat agar anggota kelompok yang menjadi korban bersama dengan PPODA dan staf Yayasan Petrasa bisa saling menguatkan dan mendoakan. Melalui kegiatan solidaritas ini juga, pengurus PPODA secara langsung memberi edukasi kepada korban bencana agar tetap menjaga semangat bertani, dan menjaga kelestarian lingkungan.

“Walaupun kami tinggal di kecamatan yang berbeda, kami ikut bersedih setelah mendengar kabar bencana alam Desember lalu yang menimpa kalian. Setelah melihat langsung kondisi lahan pertanian kalian, kami sungguh-sungguh berharap kalian kembali semangat mengolah ladang kalian dan kedepannya menjaga hutan supaya bencana ini tidak terulang lagi,” ungkap Peniel Limbong salah satu pengurus PPODA yang hadir di Desa Sopo Komil.

Anggota kelompok yang menjadi korban mengaku senang dan terharu dengan kehadiran pengurus PPODA dan staf Yayasan Petrasa di desa mereka. Dengan sumringah mereka berfoto bersama setelah menerima bantuan bahan pokok yang diserahkan setelah kebaktian bersama selesai.

Salah satu penerima bantuan dari Desa Pandiangan, Jamot Siregar mengungkapkan terima kasihnya. “Terima kasih sudah peduli dan datang jauh-jauh mengunjungi kami. Kami menjadi lebih semangat untuk memperbaiki lahan kami yang rusak.”

Koordinator Kegiatan Peduli Sopo Komil sekaligus staf Yayasan Petrasa, Muntilan Nababan menjelaskan betapa pentingnya menunjukkan perhatian langsung kepada petani dampingan yang menjadi korban. “Kami peduli dan kami ingin menjaga solidaritas ini dengan sungguh-sungguh. Semoga para korban kembali semangat mengolah lahan pertaniannya.”

Banjir bandang yang menerpa Kecamatan Silima Pungga-Pungga pada Desember 2018 lalu, masih meninggalkan duka bagi masyarakat setempat yang menjadi korban. Bencana alam ini merenggut 6 orang korban jiwa dan merusak lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat di sana. Sebab batu, kayu, dan material alam lainnya yang terseret banjir bandang menutupi lahan pertanian mereka. Selain itu, banjir bandang menghancurkan bendungan, saluran irigasi sawah, dan akses jalan antar desa. Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan kesuburan lahan mereka agar dapat berproduksi kembali.

 

Pelatihan Pakan Fermentasi untuk Ternak Ayam Kampung CU Marsiurupan

Pertanian dan  peternakan dengan konsep selaras alam harus dilakukan secara terpadu. Untuk itu Petrasa aktif mendorong kegiatan pelatihan dalam bidang peternakan, khususnya ternak ayam dan babi yang banyak dilakukan masyarakat dampingan Petrasa.

Pada Senin, 21 Januari 2019 lalu, Divisi Pertanian bidang Peternakan Petrasa mengadakan pelatihan pembuatan pakan ternak ayam kampung di CU Marsiurupan di Desa Pakkirisan. Pelatihan pembuatan pakan ternak ayam kampung ini datang dari inisiatif 20 anggota kelompok CU Marsiurupan yang mayoritas beternak ayam kampung.

Menurut mereka, selama ini beternak ayam kampung belum dilakukan dengan serius. Artinya cukup untuk konsumsi keluarga saja. Mereka berpikir untuk sampai menjual ayam kampung membutuhkan modal yang besar. Hal ini membuat mereka penasaran, bagaimana caranya beternak ayam kampung dengan modal yang tidak terlalu besar dan bisa dilakukan dengan lahan mereka di kampung.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Jetun Tampubolon dan Ganda Sinambela memberikan materi dasar dan berbagi pengalaman kepada petani yang hadir. Kepala Divisi Pertanian, Jetun Tampubolon membuka pelatihan dengan memberikan latar belakang beternak ayam kampung. Ia menekankan, sejatinya ayam kampung adalah ternak yang mandiri sehingga tidak sulit untuk mengurusnya. Ia juga mengajak peserta pelatihan yang hadir untuk membulatkan niat membuat pakan ternak ayam dan mengurus ternak ayam mereka dengan mandiri dan serius setelah pelatihan selesai.

Staf Divisi Pertanian bidang Peternakan, Ganda Sinambela pun menjelaskan materi budidaya ternak ayam kampung kepada peserta. Dalam kesempatan ini, para peserta belajar cara memilih ayam kampung yang sehat untuk dijadikan induk dan anak ayam yang ingin dibeli dari pabrik. Ganda juga menjelaskan bahan-bahan dan cara membuat jamu khusus untuk ayam yang baru menetas dan pakan fermentasi ternak ayam yang sudah dewasa.

Sejatinya, bahan-bahan membuat pakan fermentasi ternak ayam dan jamu khusus untuk ayam ini berasal dari sumber daya alam yang ada di sekitar para petani. Jamu khusus ayam yang diberikan pada ayam berumur 0-3 bulan baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak ayam.

Adapun bahan-bahan untuk membuat jamu khusus ayam ini antara lain, 1 ons kunyit, 1 ons jahe, 4 siung bawang merah, gula merah  dan 2 gelas air. Cara membuatnya mudah dan tidak memakan waktu yang lama. Semua bahan-bahan dihaluskan dan dicampurkan dengan air. Jamu khusus ayam siap diberikan sekali setiap 3 hari kepada anak ayam.

Tidak hanya jamu khusus ayam, Ganda Sinambela juga menjelaskan bahan-bahan dan cara membuat pakan fermentasi ayam. Semua bahan-bahan tersebut juga dapat diperoleh dari alam sekitar. Seperti dedak, jagung, sisik ikan, BR 1, aun lamtoro, daun pepaya dan EM4. Semua bahan  dihaluskan dan dicampur dengan EM4. Ketika sudah tercampur, pakan ternak tersebut dimasukkan dalam drum dan ditutup rapat dengan plastik agar terfermentasi  dengan baik.

Teori dan diskusi pun langsung diterapkan dengan gotong royong membuat jamu khusus ayam dan pakan fermentasi. Bahan-bahan yang dibutuhkan sudah siap dan terkumpul sebelum sesi teori dimulai. Para petani berbagi tugas untuk menggiling daun lamtoro, daun pepaya, batang pisang, dan bahan-bahan lain yang harus dihaluskan. Keduapuluh petani juga bekerja sama untuk mencampur bahan-bahan agar nantinya terfermentasi dengan baik.

Pelatihan berlangsung dengan antusias yang tinggi dari petani. Menurut mereka, membuat pakan ternak ayam ini bukan sesuatu yang sulit dan membutuhkan modal yang besar. Mereka berencana untuk mulai memperbaiki kandang ayam mereka lebih dulu sesuai dengan arahan staf Petrasa. Mereka juga akan mengaplikasikan pakan fermentasi dan jamu khusus ayam setelah terfermentasi dalam seminggu. Ganda Sinambela, staf Petrasa berharap para petani berkomitmen untuk membudidayakan ayam kampung dimulai dari langkah-langkah sederhana.

FRT

Peluang Produk Pertanian Organik dari Dairi ke London

 Produk organik semakin hari semakin diminati banyak orang di seluruh dunia. Kesadaran untuk menjaga kesehatan melalui konsumsi makanan sehat adalah salah satu alasan utama. Minat yang tinggi ini kemudian membuat permintaan produk-produk pertanian organik juga semakin banyak. Hal ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, Inggris mengadakan pameran produk pertanian organik bertajuk, “Indonesian Organic Food Day”.

            Yayasan PETRASA yang merupakan anggota Aliansi Organis Indonesia (AOI) ikut berpartisipasi dalam acara yang terlaksana di London pada Jumat, 7 Desember 2018 lalu. Acara yang mengambil tempat di Hotel Marriot County Hall didatangi kurang lebih 300 orang yang antusias dengan produk pertanian organik. Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif Yayasan PETRASA membawa tiga produk pertanian organik andalan dari Kabupaten Dairi. Ketiganya adalah kopi robusta, kopi arabika, dan andaliman. Ketiga produk organik ini adalah hasil ladang petani organik dampingan Petrasa.

            Kopi organik menarik perhatian berbagai pengunjung yang hadir. Trend kopi yang sedang naik-naiknya dan nama Kopi Sidikalang yang dikenal banyak orang membuat kopi organik yang dipamerkan mendapat perhatian positif. Tidak hanya kopi organik, PETRASA juga memperkenalkan andaliman atau yang lebih dikenal dalam bahasa internasional sebagai sichuan pepper.

            Andaliman yang masuk dalam kelompok rempah-rempah mendapat perhatian tersendiri dari pengunjung. Seperti halnya beberapa negara di Asia yang makanannya kaya dengan rempah-rempah, mereka ingin tahu bagaimana rasa andaliman dan proses budidaya organik yang dilakukan oleh petani andaliman. Lidia Naibaho sebagai perwakilan PETRASA menjelaskan seluk beluk andaliman kepada mereka yang kebanyakan baru pertama kali melihat andaliman secara langsung.

            Acara ini memang dirancang untuk menjadi ruang perkenalan produk pertanian organik Indonesia kepada konsumen pangan dan produk organik di Inggris. KBRI menggandeng AOI, yang kemudian mengajak 3 anggotanya (PETRASA, PMA, Harapan Bersama) sebagai representasi perusahaan dan lembaga pendamping produsen produk pertanian organik di Indonesia. Produk pertanian organik akan sangat dicari hingga 20 tahun ke depan.

            “Kesempatan ini membuat PETRASA semakin giat untuk mengajak petani dampingan di Kabupaten Dairi untuk bertani organik. Pasar organik sangat besar dan ini sangat bisa membantu kehidupan petani, bila kita kerjakan dengan sungguh-sungguh,” jelas Lidia Naibaho dengan optimis. PETRASA sangat berterima kasih kepada KBRI London yang telah menginisiasi kegiatan ini dan tentunya kepada Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang telah berhasil menjembatani kerjasama ini dan membawa produk-produk organik anggotanya hingga ke Inggris. Salam sukses!

BERKREASI DENGAN KOPI, DARI MOCCACINO HINGGA BOLU KOPI

Kopi identik dengan minuman hitam yang perlu gula supaya enak diminum. Kebanyakan orang juga berpikir bahwa kopi, sekalipun membeli di kafe, hanya untuk diminum saja. Tapi apa jadinya kalau kopi diolah menjadi es krim atau juga kue bolu?

Pada Kamis dan Jumat lalu (29-30/11), PETRASA mengadakan kelas pengolahan makanan atau Food Processing Class dengan tema Kreasi Kopi. Kelas Kreasi Kopi ini dihadiri oleh 14 orang peserta dari berbagai latar belakang seperti pengusaha café, pemuda yang ingin membuka bisnis café, dan ibu rumah tangga yang ingin berkreasi. Dengan menggunakan d’Pinagar Sidikalang Arabika Coffee sebagai bahan dasarnya, kelas selama dua hari ini berhasil membuat berbagai jenis makanan dan minuman.

Pelatihan ini dipandu langsung oleh dua narasumber Zuma Buluh Coffee, Ibu Amelia Perangin-angin dan Ros Sembiring. Sebelum mulai membuat kreasi makanan dan minuman kopi, mereka menjelaskan manfaat kopi dan berbagai keuntungan yang bisa didapatkan dari pengolahan kopi menjadi makanan dan minuman yang bervariasi. Menurutnya, kopi saat ini adalah peluang pasar yang besar bila semua mau komitmen belajar mengolah kopi.

Pada hari pertama, peserta belajar dengan praktik langsung cara membuat moccachino, frapucino avocado, dan cookies kopi. Peserta ikut aktif dalam mengolah agar lebih paham cara membuatnya. Pada hari kedua, kelas membuat bolu kopi, es krim kopi, dan cookies kacang dengan campuran kopi. Semua variasi makanan dan minuman ini menggunakan kopi d’Pinagar sebagai bahan dasarnya.

Food Procesiing Class ini mendapat antusias yang tinggi dari peserta. Pemilik Kedai Naro, Magdalena Nahampun, yang baru membuka kedai kopinya sangat senang dengan pelatihan ini karena benar-benar memberikan masukan yang besar untuk mengembangkan kafenya. “Pelatihan seperti ini bagus sekali, apalagi bagi kami yang benar-benar ingin membesarkan kembali nama kopi Sidikalang kita dengan kafe kami,” ungkapnya dengan antusias.

Semua peserta senang karena puas dengan sesi pelatihan dan variasi makanan dan minuman yang mereka buat sendiri. Asef Hutasoit, Kader Pemuda Petrasa yang juga mengikuti pelatihan ini merasa bangga bisa berhasil membuat frapucino dengan kreasinya sendiri.

Petrasa berharap bisa memberikan pelatihan mengolah makanan untuk lebih banyak komunitas di Dairi. Khususnya pelatihan yang memanfaatkan potensi dari Dairi. Ester Pasaribu yang menjadi pelaksana pelatihan ini juga berharap variasi makanan yang sudah dipelajari bisa diterapkan untuk pengembangan bisnis kopi lebih banyak orang. Ridwan Samosir selaku Ketua Divisi Pengembangan Kelompok Masyarakat dan Pemasaran berharap para peserta yang telah ikut bisa mulai berkarya dan berbisnis di tempatnya masing-masing.

Laporan Donasi Petrasa Peduli untuk Palu dan Donggala

Bencana alam gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada September lalu menjadi duka bersama. Yayasan Petrasa melalui #PETRASAPeduli Palu dan Donggala telah mengajak dan membuka donasi untuk korban bencana alam sejak 4 Oktober hingga 4 November lalu. Selama satu bulan, total dana yang telah terkumpul adalah Rp 29. 332.000.

Donasi ini berasal dari 104 kelompok tani atau credit union (CU) dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Tidak hanya menyumbang dalam bentuk uang, para petani ini berdoa bersama dalam kelompok bagi para korban yang masih berjuang. Sejumlah 11 orang donatur individu juga menyalurkan bantuan mereka melalui Petrasa. Donasi ditransfer dalam tiga pengiriman/transfer. Pengiriman pertama, PETRASA mengirimkan Rp 10.338.000 pada hari Senin, 15 Oktober 2018 kepada Perserikatan Solidaritas Perempuan di Palu. Pengiriman kedua sejumlah Rp 5.200.000 pada hari Senin, 15 Oktober 2018 kepada Posko Relawan Sulteng Kuat dan periode ketiga Rp. 13.794.000 pada hari Rabu, 21 November 2018 kepada Posko Relawan Sulteng Kuat.

Donasi yang telah terkumpul disalurkan melalui dua organisasi tersebut yang bekerja dalam masa emergency dan pemulihan di Palu. Kedua organisasi mengirimkan bukti berupa foto dan laporan bahwa donasi telah disampaikan kepada para korban yang mengungsi dalam bentuk barang-barang kebutuhan hidup.

Kami mengucapkan terima kasih kepada kelompok tani dan donatur individu yang telah menyumbang dan berdoa untuk saudara-saudara di Palu dan Donggala. Kami juga berterima kasih kepada Solidaritas Perempuan dan Posko Relawan Sulteng Kuat yang telah bekerja keras menyalurkan bantuan kepada korban yang membutuhkan.

Mari terus berdoa bagi para korban bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala yang masih berjuang untuk pulih dan membangun kehidupan mereka kembali. Sulteng Bangkit!

*frt

CRAIIP: Upaya Pertanian Beradaptasi dengan Perubahan Iklim

Perubahan iklim telah menjadi sorotan seluruh dunia dalam dekade ini. Para akademisi dan aktivis lingkungan percaya bahwa perubahan iklim membawa dampak dalam banyak sektor kehidupan, termasuk sektor pertanian. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada areal pertanian akibat perubahan iklim diperlukan suatu teknologi yang mudah diadopsi oleh petani. IPPHTI—Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran, Pusbinlat Gereja Toraja, Universitas Hassanudin dan Humboldt Univesity telah melakukan kegiatan CRAIIP—Climate Resilience Investigation and Innovation Project bersama dengan Petani di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat dan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan Toraja, Sulawesi Selatan. Hasil dari kegiatan ini disampaikan dalam Seminar Nasional.

Seminar nasional ini dilakukan di Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, difasilitasi oleh IPPHTI dan bekerja sama dengan Pusbinlat Gereja Toraja, Universitas Padjadjaran, Universitas Hassanudin dan Humboldt Universitaet Zu Berlin. Tema seminar ini adalah “Membangun Sinergisme Antara Petani dan Universitas melalui Upaya Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian”. Kegiatan ini dibuat sebagai sarana untuk memperkenalkan teknologi-teknologi pertanian yang dapat meminimalisasi permasalahan yang terjadi akibat perubahan iklim kepada pegiat pertanian organik.

Sebagai lembaga yang aktif bergerak dalam pertanian organik, PETRASA mendapat kesempatan untuk hadir mengikuti seminar yang dilaksanakan selama dua hari dari Selasa hingga Rabu, 23-24 Oktober 2018. Sekretaris Eksekutif PETRASA, Lidia Naibaho bersama dengan Staf Divisi Pertanian PETRASA, Lina Silaban menjadi perwakilan PETRASA yang juga mitra Brot fur de Welt (BfDW) dalam seminar nasional tersebut.

Dalam pertemuan itu, narasumber dari IPPHTI, Gereja Toraja dan akademisi perwakilan universitas mempersentasikan hasil penelitian mereka tentang hubungan pertanian organik dengan perubahan iklim. Dari hasil persentasi ada beberapa capaian yang dijelaskan. Diantaranya adalah hasil penelitian IPPHTI tentang penggunaan pupuk hayati pada tanaman padi yang bersumber dari Azolla Pinnata dan Sesbania rostrata dan Tithonia diversifolia yang digunakan untuk kesuburan tanah.  Pusbinlat Gereja Toraja pun memaparkan hasil penelitian pengembangan benih lokal padi dan cabai yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.

Mengambil tempat yang berbeda, hasil penelitian Humboldt Univeristy menyatakan bahwa minat petani di Toraja semakin meningkat dalam pengembangan dan penggunaan pupuk dan pestisida alami. Universitas dari Jerman ini juga memaparkan hasil penelitian tentang pengembangan benih unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Pemaparan ilmiah tersebut sangat berguna untuk PETRASA sebagai lembaga yang aktif dalam pertanian organik. PETRASA ingin lebih giat dalam mengembangkanpupuk dan pestisida nabati dari sumber daya alam sekitar yang dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Petrasa juga berniat mengembangkan bibit lokal tanamanpadi, sayuran dan kopi sebagai tanaman potensial di Sidikalang. Penggunaan benih dan bibit lokal akan lebih adaptif terhadap perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Tidak hanya memaparkan hasil penelitian, para peserta seminar juga mengunjungi Cisarua untuk melihat persemaian sayur organik, pembibitan kentang dan strawberry PSA. Hal yang menarik dari kunjungan lapangan ini adalah pestisida nabati yang dipakai bukan lagi sekedar difermentasi menggunakan effective microorganism,tetapi sudah dengan metode suling. Pestisida nabati yang dihasilkan dengan metode penyulingan akan memperpanjang umur simpan dan penggunaannya juga lebih efektif.

Selain itu dalam persemaian bibit kentang dan strawberry organik, media yang dijadikan untuk penyemaian dan penanaman adalah limbah kelapa (cocopeat) dan kotoran ternak tanpa ada tambahan tanah. Sekretaris Eksekutif PETRASA, Lidia Naibaho mengatakan, “Banyak ilmu dan info baru yang menjadi referensi bagi PETRASA untuk melakukan persemaian organik sehingga dapat menghasilkan bibit dan benih yang sehat untuk menghasilkan produk-produk organik di Sidikalang.”

Tidak hanya seminar, ada juga pameran produk-produk pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida nabati. PETRASA turut ambil bagian dalam pameran ini dengan memperkenalkan kopi arabika Sidikalang, “d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee” sebagai produk olahan kopi organik dari petani dampingan di Desa Lae Pinagar. Para pengunjung menunjukkan ketertarikan yang tinggi karena kopi organik ini juga diolah langsung oleh petani lokal.

 

Penulis: Lina Silaban

Editor: FRT

Pelatihan Pembuatan Bokashi: PETRASA Bagi Ilmu kepada Petani Desa Belang Malum

Pada Jumat lalu, 26 Oktober 2018 bertempat di Kantor Kepala Desa Belang Malum, Petrasa mengadakan pelatihan pembuatan bokashi atau pupuk organik kepada petani di Desa Belang Malum. Pelatihan ini merupakan wujud dari sinergi antara Lembaga Swadaya masyarakat dengan pemerintah desa. Pelatihan teknologi tepat guna ini diikuti oleh 7 kelompok tani binaan Dinas Pertanian Kab. Dairi yang berada di desa tersebut, tokoh masyarakat, PPL Dinas Pertanian Kab. Dairi, kepala desa dan perangkat desa.

Pelatihan dibuka oleh Kepala Desa Belang Malum, Sehat Hutauruk. Beliau berharap agar terselengaranya kegiatan ini bukan formalitas semata dan menghambur-hamburkan dana desa. Melalui pelatihan ini masyarakat belang malum dapat memanfaatkan bahan-bahan dari alam sekitar demi meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanian di desa tersebut.

Meningkatnya pendapatan masyarakat dari hasil pertanian juga akan mendorong masyarakat dalam memberikan kewajiban contohnya kewajiban membayar pajak bumi bangunan dan lainnya. Petrasa sebagai lembaga yang konsisten dalam pengembangan pertanian organik diundang menjadi narasumber dalam kegiatan ini. Debora Nababan, Boy Hutagalung dan Jetun Tampubolon menjadi perwakilan narasumber dari Yayasan Petrasa. Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan tentang pertanian organik dan pupuk organik yang digunakan. Setelah selesai pemaparan teori dari staf pertanian dan peternakan Petrasa, dengan bergotong royong semua peserta praktek pembuatan bokashi. Sejumlah 39 orang peserta pelatihan antusias dalam sesi praktek ini.

Dalam kegiatan ini masyarakat Desa Belang Malum berharap Petrasa bisa membantu mereka dalam meningkatkan pertanian di desa mereka. Mereka  mengundang Petrasa dalam pertemuan kelompok tani untuk diskusi pertanian lebih lanjut. Tidak berhenti dipelatihan ini saja, peserta pelatihan membuat rencana tindak lanjut. Adapun rencana tindak lanjutnya adalah setiap kelompok tani akan bergiliran dalam mengaduk bokashi yang sudah dibuat selama 2 minggu. Mereka sepakat agar setiap kelompok tani mengaplikasikan pertanian organik pada kelompok masing-masing. Mereka juga berencana membuat home garden atau kebun sayur organik di pekarangan rumah mereka seperti yang dilakukan oleh petani organik dampingan Petrasa.

Berdasarkan UU Desa No. 6 tahun 2014, dana desa yang dikucurkan seharusnya juga diimplementasikan dalam pemberdayaan, pelatihan, pendidikan masyarakat. Semua itu berguna untuk meningkatkan perekonomian di desa, mengurangi kemiskinan dan mewujudkan desa yang sejahtera. Petrasa berharap semakin banyak desa yang mampu memanfaatkan potensi desa, khususnya untuk sektor pertanian. Semua ini merupakan kerja bersama dalam mewujudkan cita-cita Nawacita, “Membangun Indonesia dari Pinggiran”.

Oleh: B0H

Membekali Ilmu UPPD dengan Pelatihan Inspeksi

Sebagai tindak lanjut terbentuknya Unit Pamor Pangula Dairi (UPPD) pada Agustus lalu, UPPD melaksanakan pelatihan inspeksi selama tiga hari. Pada 25 hingga 27 September 2018 lalu, UPPD yang diprakarsai oleh PETRASA dan petani organik di Dairi berkumpul untuk mengikuti pelatihan inspeksi organik dari Aliansi Organis Indonesia (AOI).

Dua orang narasumber dan pelatih dari AOI, Theresia Eko dan Arief sejak Selasa hingga Rabu menjelaskan pentingnya peran inspektor dalam konsep sertifikasi partisipatif PAMOR. Inspektor nantinya akan bertugas untuk memeriksa organik atau tidaknya sebuah produk pertanian mulai dari lahan hingga pengolahan pasca panen. Hasil inspeksi mereka berdasar pada beberapa ketentuan seperti sistem kontrol internal sebuah produk pertanian organik dan standar-standar organik yang sifatnya sesuai standar nasional.

Pada hari kedua, sekitar 28 peserta pelatihan inspektor yang terdiri dari petani dan staf PETRASA melakukan orientasi inspeksi lahan ke ladang kopi Koster Tarihoran yang memiliki ladang kopi organik di Dusun Lae Pinagar, Desa Perjuangan. Berbekal formulir inspeksi yang berisi berbagai indikator, para peserta belajar cara menginspeksi dan membuat penilaian. Setelah itu, orientasi dilanjutkan ke Desa Kentara, Lae Parira tepatnya ke Green House Natama yang menghasilkan sayur-sayuran organik.

Dalam PAMOR, seorang inspektor tidak boleh menginspeksi lahan sendiri. Sehingga dalam sesi pelatihan kali ini, petani sayur-sayuran organik bertugas untuk menjadi inspektor lahan dan produk kopi organik d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee. Sebaliknya, para petani kopi organik menjadi inspektor lahan dan produk sayuran organik dari Desa Kentara.

Pada hari ketiga, narasumber dari AOI pun mempersilakan para peserta untuk mempresentasikan hasil inspeksi mereka pada hari sebelumnya. Presentasi ini menjadi penting karena inspektor yang juga adalah petani organik yang menghasilkan produk dapat mengetahui hal-hal apa saja yang masih kurang dari standar UPPD.

Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari ditutup dengan pengesahan terbentuknya UPPD. Kaos putih dengan tulisan Unit PAMOR Pangula Dairi menjadi tanda sah terkumpulnya niat semua pihak mewujudkan UPPD. Jupri Siregar selaku Manager UPPD mengajak semua pihak untuk menjaga semangat sebab masih banyak tugas yang harus dikerjakan untuk benar-benar mendapatkan sertifikasi PAMOR ke depannya.

Acara diakhiri dengan pemberian cinderamata berupa ulos kepada dua narasumber dan sertifikat kepada peserta pelatihan dari AOI. Diakhir acara, Sekretaris Eksekutif PETRASA berterima kasih kepada semua peserta yang aktif dalam pelatihan dan kepada kedua narasumber. Ia mengimbau, “Semoga setelah pelatihan inspeksi ini, semua peserta semakin mantap untuk mengerjakan tugas-tugas lanjutan UPPD ke depannya.”

Membangun Semangat Pemuda untuk Berani Bertani

Petani adalah tulang punggung pangan dunia. Bila tidak ada petani, tidak ada bahan pokok makanan. Akan tetapi, dalam masyarakat umum, petani dianggap sebagai profesi yang miskin dan rendah. Tampilan para petani yang bekerja keras, yang tiap hari memegang cangkul, dengan pakaian kumal, kotor dan sandal jepit semakin tegas bila melihat tingkat kesejahteraan para petani yang tergolong minim.  Bila ada satu atau dua orang petani yang sukses, paling hebat hanya disebut sebagai “petani berdasi”. Sebutan itu tidak lantas mengubah pola pikir negatif tentang petani yang sudah berkembang sejak lama dalam masyarakat.

Pola pikir ini lambat laun tertanam dalam benak pemuda-pemudi Indonesia. Para pemuda di Indonesia berpikir bahwa profesi petani adalah pekerjaan yang tidak memiliki masa depan, rendahan, dan miskin. Sehingga, setelah lulus sekolah, para pemuda berlomba-lomba merantau ke kota besar untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggap lebih baik. Jika cukup beruntung, mereka yang memiliki pendidikan cukup baik bisa bekerja dengan baik pula. Mereka yang tidak, harus kenyang dengan pekerjaan kasar atau buruh di kota. Bahkan khusus mereka yang menjadi sarjana pertanian, lebih banyak yang memilih untuk tidak bekerja di bidang pertanian.

Saat ini Indonesia sedang krisis petani muda. Menurut survey pertanian yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2013 lalu, dari total 26.135.469 petani yang saat itu terdata, hanya sekitar 3.129.644  orang petani yang berada di usia 25-35 tahun. Sisanya adalah petani kelompok usia 45-54 tahun yang berjumlah sekitar 7 juta orang, dan petani kelompok udia 35-44 tahun yang berkisar 6 juta orang.

Di sisi lain, meski menurun 5.33% dari tahun 2017, tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 7,01 juta orang. Data ini menunjukkan perlunya regenerasi petani di Indonesia yang juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Menjawab tantangan ini, Yayasan PETRASA pun melaksanakan pelatihan untuk pemuda-pemudi dari desa dampingan di Kabupaten Dairi. Pelatihan dengan tajuk “Pemuda-Pemudi Berani Bertani” ingin menyadarkan para pemuda tentang pentingnya profesi petani. Pelatihan ini juga ingin membuka pikiran para pemuda desa bahwa masa depan sesungguhnya ada di desa.

Pelatihan ini berlangsung dari 17- 20 September 2018. Selama empat hari, mereka mendapat pelatihan teori dan praktik tentang pertanian selaras alam dan peternakan terpadu. Mereka belajar manfaat bertani selaras alam dan belajar membuat sendiri pupuk bokashi dan pestisida nabati.

Peserta berjumlah 14 orang dan berasal dari desa-desa dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Beberapa diantara mereka adalah anak dari para petani dampingan PETRASA. Orangtua mereka juga ingin anak mereka mau, aktif dan serius bertani selaras alam. Salah satu pemuda yang mengikuti pelatihan ini masih berusia 18 tahun. Jexen Sihombing baru saja menyelesaikan SMA dan memutuskan untuk ikut pelatihan pemuda berani bertani.

“Saya dapat ilmu baru dan saya mulai berpikir untuk menjadi peternak babi dengan serius. Kalau usaha ini sukses, saya tidak usah lagi merantau,” ungkapnya disela-sela sesi istirahat.  

Para pemuda mengikuti pelatihan dengan beragam metode. Mereka diminta untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan hal-hal apa saja yang menjadi ketakutan mereka jika ingin bertani. Mereka juga diminta untuk menuliskan harapan mereka setelah mengikuti pelatihan petani muda ini. Para pemuda juga diajak aktif membuat analisis usaha tani sebagai bekal dalam memulai usaha pertanian atau peternakan.

Pada hari terakhir, para petani muda ini berangkat ke Siantar untuk orientasi langsung di lahan pertanian dan peternakan milik Togu Simorangkir. Ia memiliki ternak bebek, ternak lele, dan mengelola sendiri lahan pertanian organiknya. Ia juga adalah salah satu tokoh inspiratif dalam membangun desa di Sumatera Utara yang juga aktif membuat gerakan sosial melalui Yayasan Alusi Tao Toba.

PETRASA berharap para petani yang sudah diberikan pelatihan sedemikian rupa bisa percaya diri mengambil keputusan menjadi petani atau peternak yang menerapkan prinsip-prinsip pertanian selaras alam. Pemuda-pemuda ini diharapkan dapat pulang ke desa masing-masing dengan pandangan baru bahwa menjadi petani bukanlah pekerjaan yang rendah dan miskin. PETRASA sebagai lembaga yang peduli terhadap kesejahteraan petani dan masa depan petani melihat program sebagai bentuk kaderisasi petani muda yang berkompeten dalam membudidayakan pertanian maupun peternakan. Kedepannya akan lebih banyak pemuda yang memilih profesi petani sebagai pekerjaan yang mulia dan punya prospek yang cerah dihari depannya.

 

FRT