CRAIIP: Upaya Pertanian Beradaptasi dengan Perubahan Iklim


Perubahan iklim telah menjadi sorotan seluruh dunia dalam dekade ini. Para akademisi dan aktivis lingkungan percaya bahwa perubahan iklim membawa dampak dalam banyak sektor kehidupan, termasuk sektor pertanian. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada areal pertanian akibat perubahan iklim diperlukan suatu teknologi yang mudah diadopsi oleh petani. IPPHTI—Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran, Pusbinlat Gereja Toraja, Universitas Hassanudin dan Humboldt Univesity telah melakukan kegiatan CRAIIP—Climate Resilience Investigation and Innovation Project bersama dengan Petani di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat dan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan Toraja, Sulawesi Selatan. Hasil dari kegiatan ini disampaikan dalam Seminar Nasional.

Seminar nasional ini dilakukan di Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, difasilitasi oleh IPPHTI dan bekerja sama dengan Pusbinlat Gereja Toraja, Universitas Padjadjaran, Universitas Hassanudin dan Humboldt Universitaet Zu Berlin. Tema seminar ini adalah “Membangun Sinergisme Antara Petani dan Universitas melalui Upaya Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian”. Kegiatan ini dibuat sebagai sarana untuk memperkenalkan teknologi-teknologi pertanian yang dapat meminimalisasi permasalahan yang terjadi akibat perubahan iklim kepada pegiat pertanian organik.

Sebagai lembaga yang aktif bergerak dalam pertanian organik, PETRASA mendapat kesempatan untuk hadir mengikuti seminar yang dilaksanakan selama dua hari dari Selasa hingga Rabu, 23-24 Oktober 2018. Sekretaris Eksekutif PETRASA, Lidia Naibaho bersama dengan Staf Divisi Pertanian PETRASA, Lina Silaban menjadi perwakilan PETRASA yang juga mitra Brot fur de Welt (BfDW) dalam seminar nasional tersebut.

Dalam pertemuan itu, narasumber dari IPPHTI, Gereja Toraja dan akademisi perwakilan universitas mempersentasikan hasil penelitian mereka tentang hubungan pertanian organik dengan perubahan iklim. Dari hasil persentasi ada beberapa capaian yang dijelaskan. Diantaranya adalah hasil penelitian IPPHTI tentang penggunaan pupuk hayati pada tanaman padi yang bersumber dari Azolla Pinnata dan Sesbania rostrata dan Tithonia diversifolia yang digunakan untuk kesuburan tanah.  Pusbinlat Gereja Toraja pun memaparkan hasil penelitian pengembangan benih lokal padi dan cabai yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.

Mengambil tempat yang berbeda, hasil penelitian Humboldt Univeristy menyatakan bahwa minat petani di Toraja semakin meningkat dalam pengembangan dan penggunaan pupuk dan pestisida alami. Universitas dari Jerman ini juga memaparkan hasil penelitian tentang pengembangan benih unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Pemaparan ilmiah tersebut sangat berguna untuk PETRASA sebagai lembaga yang aktif dalam pertanian organik. PETRASA ingin lebih giat dalam mengembangkanpupuk dan pestisida nabati dari sumber daya alam sekitar yang dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah. Petrasa juga berniat mengembangkan bibit lokal tanamanpadi, sayuran dan kopi sebagai tanaman potensial di Sidikalang. Penggunaan benih dan bibit lokal akan lebih adaptif terhadap perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Tidak hanya memaparkan hasil penelitian, para peserta seminar juga mengunjungi Cisarua untuk melihat persemaian sayur organik, pembibitan kentang dan strawberry PSA. Hal yang menarik dari kunjungan lapangan ini adalah pestisida nabati yang dipakai bukan lagi sekedar difermentasi menggunakan effective microorganism,tetapi sudah dengan metode suling. Pestisida nabati yang dihasilkan dengan metode penyulingan akan memperpanjang umur simpan dan penggunaannya juga lebih efektif.

Selain itu dalam persemaian bibit kentang dan strawberry organik, media yang dijadikan untuk penyemaian dan penanaman adalah limbah kelapa (cocopeat) dan kotoran ternak tanpa ada tambahan tanah. Sekretaris Eksekutif PETRASA, Lidia Naibaho mengatakan, “Banyak ilmu dan info baru yang menjadi referensi bagi PETRASA untuk melakukan persemaian organik sehingga dapat menghasilkan bibit dan benih yang sehat untuk menghasilkan produk-produk organik di Sidikalang.”

Tidak hanya seminar, ada juga pameran produk-produk pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida nabati. PETRASA turut ambil bagian dalam pameran ini dengan memperkenalkan kopi arabika Sidikalang, “d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee” sebagai produk olahan kopi organik dari petani dampingan di Desa Lae Pinagar. Para pengunjung menunjukkan ketertarikan yang tinggi karena kopi organik ini juga diolah langsung oleh petani lokal.

 

Penulis: Lina Silaban

Editor: FRT