Petani adalah tulang punggung pangan dunia. Bila tidak ada petani, tidak ada bahan pokok makanan. Akan tetapi, dalam masyarakat umum, petani dianggap sebagai profesi yang miskin dan rendah. Tampilan para petani yang bekerja keras, yang tiap hari memegang cangkul, dengan pakaian kumal, kotor dan sandal jepit semakin tegas bila melihat tingkat kesejahteraan para petani yang tergolong minim. Bila ada satu atau dua orang petani yang sukses, paling hebat hanya disebut sebagai “petani berdasi”. Sebutan itu tidak lantas mengubah pola pikir negatif tentang petani yang sudah berkembang sejak lama dalam masyarakat.
Pola pikir ini lambat laun tertanam dalam benak pemuda-pemudi Indonesia. Para pemuda di Indonesia berpikir bahwa profesi petani adalah pekerjaan yang tidak memiliki masa depan, rendahan, dan miskin. Sehingga, setelah lulus sekolah, para pemuda berlomba-lomba merantau ke kota besar untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggap lebih baik. Jika cukup beruntung, mereka yang memiliki pendidikan cukup baik bisa bekerja dengan baik pula. Mereka yang tidak, harus kenyang dengan pekerjaan kasar atau buruh di kota. Bahkan khusus mereka yang menjadi sarjana pertanian, lebih banyak yang memilih untuk tidak bekerja di bidang pertanian.
Saat ini Indonesia sedang krisis petani muda. Menurut survey pertanian yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2013 lalu, dari total 26.135.469 petani yang saat itu terdata, hanya sekitar 3.129.644 orang petani yang berada di usia 25-35 tahun. Sisanya adalah petani kelompok usia 45-54 tahun yang berjumlah sekitar 7 juta orang, dan petani kelompok udia 35-44 tahun yang berkisar 6 juta orang.
Di sisi lain, meski menurun 5.33% dari tahun 2017, tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 7,01 juta orang. Data ini menunjukkan perlunya regenerasi petani di Indonesia yang juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia.
Menjawab tantangan ini, Yayasan PETRASA pun melaksanakan pelatihan untuk pemuda-pemudi dari desa dampingan di Kabupaten Dairi. Pelatihan dengan tajuk “Pemuda-Pemudi Berani Bertani” ingin menyadarkan para pemuda tentang pentingnya profesi petani. Pelatihan ini juga ingin membuka pikiran para pemuda desa bahwa masa depan sesungguhnya ada di desa.
Pelatihan ini berlangsung dari 17- 20 September 2018. Selama empat hari, mereka mendapat pelatihan teori dan praktik tentang pertanian selaras alam dan peternakan terpadu. Mereka belajar manfaat bertani selaras alam dan belajar membuat sendiri pupuk bokashi dan pestisida nabati.
Peserta berjumlah 14 orang dan berasal dari desa-desa dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Beberapa diantara mereka adalah anak dari para petani dampingan PETRASA. Orangtua mereka juga ingin anak mereka mau, aktif dan serius bertani selaras alam. Salah satu pemuda yang mengikuti pelatihan ini masih berusia 18 tahun. Jexen Sihombing baru saja menyelesaikan SMA dan memutuskan untuk ikut pelatihan pemuda berani bertani.
“Saya dapat ilmu baru dan saya mulai berpikir untuk menjadi peternak babi dengan serius. Kalau usaha ini sukses, saya tidak usah lagi merantau,” ungkapnya disela-sela sesi istirahat.
Para pemuda mengikuti pelatihan dengan beragam metode. Mereka diminta untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan hal-hal apa saja yang menjadi ketakutan mereka jika ingin bertani. Mereka juga diminta untuk menuliskan harapan mereka setelah mengikuti pelatihan petani muda ini. Para pemuda juga diajak aktif membuat analisis usaha tani sebagai bekal dalam memulai usaha pertanian atau peternakan.
Pada hari terakhir, para petani muda ini berangkat ke Siantar untuk orientasi langsung di lahan pertanian dan peternakan milik Togu Simorangkir. Ia memiliki ternak bebek, ternak lele, dan mengelola sendiri lahan pertanian organiknya. Ia juga adalah salah satu tokoh inspiratif dalam membangun desa di Sumatera Utara yang juga aktif membuat gerakan sosial melalui Yayasan Alusi Tao Toba.
PETRASA berharap para petani yang sudah diberikan pelatihan sedemikian rupa bisa percaya diri mengambil keputusan menjadi petani atau peternak yang menerapkan prinsip-prinsip pertanian selaras alam. Pemuda-pemuda ini diharapkan dapat pulang ke desa masing-masing dengan pandangan baru bahwa menjadi petani bukanlah pekerjaan yang rendah dan miskin. PETRASA sebagai lembaga yang peduli terhadap kesejahteraan petani dan masa depan petani melihat program sebagai bentuk kaderisasi petani muda yang berkompeten dalam membudidayakan pertanian maupun peternakan. Kedepannya akan lebih banyak pemuda yang memilih profesi petani sebagai pekerjaan yang mulia dan punya prospek yang cerah dihari depannya.
FRT