Membekali Ilmu UPPD dengan Pelatihan Inspeksi

Sebagai tindak lanjut terbentuknya Unit Pamor Pangula Dairi (UPPD) pada Agustus lalu, UPPD melaksanakan pelatihan inspeksi selama tiga hari. Pada 25 hingga 27 September 2018 lalu, UPPD yang diprakarsai oleh PETRASA dan petani organik di Dairi berkumpul untuk mengikuti pelatihan inspeksi organik dari Aliansi Organis Indonesia (AOI).

Dua orang narasumber dan pelatih dari AOI, Theresia Eko dan Arief sejak Selasa hingga Rabu menjelaskan pentingnya peran inspektor dalam konsep sertifikasi partisipatif PAMOR. Inspektor nantinya akan bertugas untuk memeriksa organik atau tidaknya sebuah produk pertanian mulai dari lahan hingga pengolahan pasca panen. Hasil inspeksi mereka berdasar pada beberapa ketentuan seperti sistem kontrol internal sebuah produk pertanian organik dan standar-standar organik yang sifatnya sesuai standar nasional.

Pada hari kedua, sekitar 28 peserta pelatihan inspektor yang terdiri dari petani dan staf PETRASA melakukan orientasi inspeksi lahan ke ladang kopi Koster Tarihoran yang memiliki ladang kopi organik di Dusun Lae Pinagar, Desa Perjuangan. Berbekal formulir inspeksi yang berisi berbagai indikator, para peserta belajar cara menginspeksi dan membuat penilaian. Setelah itu, orientasi dilanjutkan ke Desa Kentara, Lae Parira tepatnya ke Green House Natama yang menghasilkan sayur-sayuran organik.

Dalam PAMOR, seorang inspektor tidak boleh menginspeksi lahan sendiri. Sehingga dalam sesi pelatihan kali ini, petani sayur-sayuran organik bertugas untuk menjadi inspektor lahan dan produk kopi organik d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee. Sebaliknya, para petani kopi organik menjadi inspektor lahan dan produk sayuran organik dari Desa Kentara.

Pada hari ketiga, narasumber dari AOI pun mempersilakan para peserta untuk mempresentasikan hasil inspeksi mereka pada hari sebelumnya. Presentasi ini menjadi penting karena inspektor yang juga adalah petani organik yang menghasilkan produk dapat mengetahui hal-hal apa saja yang masih kurang dari standar UPPD.

Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari ditutup dengan pengesahan terbentuknya UPPD. Kaos putih dengan tulisan Unit PAMOR Pangula Dairi menjadi tanda sah terkumpulnya niat semua pihak mewujudkan UPPD. Jupri Siregar selaku Manager UPPD mengajak semua pihak untuk menjaga semangat sebab masih banyak tugas yang harus dikerjakan untuk benar-benar mendapatkan sertifikasi PAMOR ke depannya.

Acara diakhiri dengan pemberian cinderamata berupa ulos kepada dua narasumber dan sertifikat kepada peserta pelatihan dari AOI. Diakhir acara, Sekretaris Eksekutif PETRASA berterima kasih kepada semua peserta yang aktif dalam pelatihan dan kepada kedua narasumber. Ia mengimbau, “Semoga setelah pelatihan inspeksi ini, semua peserta semakin mantap untuk mengerjakan tugas-tugas lanjutan UPPD ke depannya.”

Membangun Semangat Pemuda untuk Berani Bertani

Petani adalah tulang punggung pangan dunia. Bila tidak ada petani, tidak ada bahan pokok makanan. Akan tetapi, dalam masyarakat umum, petani dianggap sebagai profesi yang miskin dan rendah. Tampilan para petani yang bekerja keras, yang tiap hari memegang cangkul, dengan pakaian kumal, kotor dan sandal jepit semakin tegas bila melihat tingkat kesejahteraan para petani yang tergolong minim.  Bila ada satu atau dua orang petani yang sukses, paling hebat hanya disebut sebagai “petani berdasi”. Sebutan itu tidak lantas mengubah pola pikir negatif tentang petani yang sudah berkembang sejak lama dalam masyarakat.

Pola pikir ini lambat laun tertanam dalam benak pemuda-pemudi Indonesia. Para pemuda di Indonesia berpikir bahwa profesi petani adalah pekerjaan yang tidak memiliki masa depan, rendahan, dan miskin. Sehingga, setelah lulus sekolah, para pemuda berlomba-lomba merantau ke kota besar untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggap lebih baik. Jika cukup beruntung, mereka yang memiliki pendidikan cukup baik bisa bekerja dengan baik pula. Mereka yang tidak, harus kenyang dengan pekerjaan kasar atau buruh di kota. Bahkan khusus mereka yang menjadi sarjana pertanian, lebih banyak yang memilih untuk tidak bekerja di bidang pertanian.

Saat ini Indonesia sedang krisis petani muda. Menurut survey pertanian yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2013 lalu, dari total 26.135.469 petani yang saat itu terdata, hanya sekitar 3.129.644  orang petani yang berada di usia 25-35 tahun. Sisanya adalah petani kelompok usia 45-54 tahun yang berjumlah sekitar 7 juta orang, dan petani kelompok udia 35-44 tahun yang berkisar 6 juta orang.

Di sisi lain, meski menurun 5.33% dari tahun 2017, tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 7,01 juta orang. Data ini menunjukkan perlunya regenerasi petani di Indonesia yang juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Menjawab tantangan ini, Yayasan PETRASA pun melaksanakan pelatihan untuk pemuda-pemudi dari desa dampingan di Kabupaten Dairi. Pelatihan dengan tajuk “Pemuda-Pemudi Berani Bertani” ingin menyadarkan para pemuda tentang pentingnya profesi petani. Pelatihan ini juga ingin membuka pikiran para pemuda desa bahwa masa depan sesungguhnya ada di desa.

Pelatihan ini berlangsung dari 17- 20 September 2018. Selama empat hari, mereka mendapat pelatihan teori dan praktik tentang pertanian selaras alam dan peternakan terpadu. Mereka belajar manfaat bertani selaras alam dan belajar membuat sendiri pupuk bokashi dan pestisida nabati.

Peserta berjumlah 14 orang dan berasal dari desa-desa dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Beberapa diantara mereka adalah anak dari para petani dampingan PETRASA. Orangtua mereka juga ingin anak mereka mau, aktif dan serius bertani selaras alam. Salah satu pemuda yang mengikuti pelatihan ini masih berusia 18 tahun. Jexen Sihombing baru saja menyelesaikan SMA dan memutuskan untuk ikut pelatihan pemuda berani bertani.

“Saya dapat ilmu baru dan saya mulai berpikir untuk menjadi peternak babi dengan serius. Kalau usaha ini sukses, saya tidak usah lagi merantau,” ungkapnya disela-sela sesi istirahat.  

Para pemuda mengikuti pelatihan dengan beragam metode. Mereka diminta untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan hal-hal apa saja yang menjadi ketakutan mereka jika ingin bertani. Mereka juga diminta untuk menuliskan harapan mereka setelah mengikuti pelatihan petani muda ini. Para pemuda juga diajak aktif membuat analisis usaha tani sebagai bekal dalam memulai usaha pertanian atau peternakan.

Pada hari terakhir, para petani muda ini berangkat ke Siantar untuk orientasi langsung di lahan pertanian dan peternakan milik Togu Simorangkir. Ia memiliki ternak bebek, ternak lele, dan mengelola sendiri lahan pertanian organiknya. Ia juga adalah salah satu tokoh inspiratif dalam membangun desa di Sumatera Utara yang juga aktif membuat gerakan sosial melalui Yayasan Alusi Tao Toba.

PETRASA berharap para petani yang sudah diberikan pelatihan sedemikian rupa bisa percaya diri mengambil keputusan menjadi petani atau peternak yang menerapkan prinsip-prinsip pertanian selaras alam. Pemuda-pemuda ini diharapkan dapat pulang ke desa masing-masing dengan pandangan baru bahwa menjadi petani bukanlah pekerjaan yang rendah dan miskin. PETRASA sebagai lembaga yang peduli terhadap kesejahteraan petani dan masa depan petani melihat program sebagai bentuk kaderisasi petani muda yang berkompeten dalam membudidayakan pertanian maupun peternakan. Kedepannya akan lebih banyak pemuda yang memilih profesi petani sebagai pekerjaan yang mulia dan punya prospek yang cerah dihari depannya.

 

FRT

Pertama Kali, Petani CU Gunung Mas Antusias Membuat Pupuk Bokashi

Sebagai lembaga yang aktif mendampingi petani untuk melakukan pertanian selaras alam, PETRASA aktif mengadakan pelatihan pembuatan bokashi kepada kelompok dampingan. Pada 5 September lalu, diadakan pelatihan pembuatan bokashi dan pestisida nabati di CU Gunung Mas, Desa Kuta Usang, Kecamatan Pegagan Hilir.

Para petani sudah berkumpul sejak pagi. Mereka mengumpulkan bahan-bahan pembuatan bokashi seperti daun sipaet-paet, batang jagung, daun jambu, daun kemangi, jerami, arang sekam, batang pisang, dolomit, gula merah EM4, dan air secukupnya. Para petani yang ikut bergotong royong berjumlah 29 orang yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 20 orang perempuan.

Mereka berbagi tugas mulai dari mengantar bahan-bahan, menghaluskan bahan-bahan, dan melarutkan gula merah, EM4 dan air di sebuah wadah. Cara pembuatan bokashi ini antara lain dengan mencincang dan menghaluskan bahan-bahan yang sudah dikumpulkan. Kemudian sebagian petani mengiris gula merah dan melarutkannya dalam air. Setelah itu, mereka mencampurnya dengan EM4 yakni cairan kental yang mengandung mikroorganisme pengurai. Semua bahan tersebut diaduk sampai merata sambil disirami dengan larutan EM4, gula merah, dan air yang dibuat secara terpisah sebelumnya. Bokashi dan pestisida nabati ini bisa dipakai setelah difermentasi selama dua sampai empat minggu.

Sejatinya para petani dari CU Gunung Mas ini baru pertama kali mengikuti pelatihan dari PETRASA. Selama ini mereka memang masih fokus pada pengembangan ekonomi dalam bentuk simpan pinjam credit union. Setelah mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan pestisida nabati ini, mereka mulai menunjukkan niat dan semangat untuk semakin aktif melakukan pertanian selaras alam. Mereka berencana untuk menanam sayur-sayuran organik.

PETRASA mendorong kelompok CU Gunung Mas dalam pembuatan bokashi supaya petani dapat mempraktekkan, mengaplikasikan dan mampu menjadi penyedia dan pengguna pupuk alami yang berkelanjutan.

FRT

 Pelatihan Perempuan Potensial: Dari Hak Asasi hingga Peran Perempuan dalam Adat Batak

Karl Marx seorang ekonom dan filsuf dari Jerman pernah menulis, “Kemajuan sosial dapat diukur oleh posisi sosial perempuan.” Untuk mencapai kemajuan sosial itu, perempuan perlu diberi ruang untuk mengisi posisi-posisi sosial yang selama ini belum merata persebarannya. Demi mendapatkan posisi-posisi itu, perempuan harus diberi edukasi yang benar mengenai peran dan tantangannya dalam kehidupan sosial.

Dengan semangat ini, PETRASA kembali mengadakan pelatihan perempuan potensial lanjutan pada Rabu sampai Kamis lalu tepatnya pada 5 hingga 6 September 2018 di Taman Wisata Iman Dairi. Kegiatan ini merupakan pelatihan yang ketiga kali dengan tema yang berbeda. Dua pelatihan sebelumnya dilakukan pada tahun 2017 dan pada Juli 2018 lalu.

Pelatihan ini diikuti oleh enam belas orang perempuan potensial dari kelompok-kelompok dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Berbeda dengan pelatihan sebelumnya, kali ini para perempuan potensial diajak untuk memahami beberapa topik penting HAM bersama dengan Ibu Saur Tumiur Situmorang. Ia adalah anggota Komisi Nasional Perempuan sekaligus juga salah satu pendiri Yayasan Petrasa.

Pelatihan ini dibuka oleh Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif Yayasan PETRASA. Lidia menjelaskan tujuan yang ingin dicapai bersama melalui serial pelatihan bagi kelompok Perempuan Potensial ini. Kelompok perempuan dampingan PETRASA ini diharapkan memiliki kapasitas dalam berbagai bidang yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan mereka di desa, sehingga muncullah para perempuan pemimpin yang berkualitas di masa depan.

Hari pertama, para peserta ini diajak belajar memahami Hak Asasi Manusia khususnya dari sudut pandang perempuan. Ibu Saur menjelaskan jenis-jenis HAM dan permasalahan hak asasi yang sering dialami perempuan. Salah satu kasus pelanggaran Hak Asasi Perempuan adalah kekerasan seksual dimana perempuan sering menjadi korban yang tidak mendapatkan perlindungan dengan pantas.

Untuk mengatasi permasalahan seperti ini Beliau menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman kekerasan berbasis gender terhadap perempuan sebagai isu pelanggaran HAM.  Ia juga mengimbau perlu dibuat kelompok solidaritas perempuan dalam upaya menghentikan segala kekerasan terhadap perempuan.

Materi yang padat tidak membuat para perempuan potensial kehilangan minat untuk belajar. Pada hari kedua mereka kembali berkumpul untuk mempelajari topik tentang Gender dan Seks. Sebagai narasumber tunggal, Ibu Saur kembali menjelaskan pengertian gender yang berkaitan dengan peran dan fungsi perempuan dan laki-laki dalam tatanan sosial. Seorang perempuan yang juga berperan sebagai ibu perlu memahami konsep gender dan seks untuk bisa mendidik anak-anak mereka dengan pemahaman yang benar.

“Pengertian yang kurang benar tentang gender melahirkan ketidakadilan baik bagi laki-laki dan terutama bagi perempuan,” terang Beliau kepada para peserta.

Untuk lebih memahami konsep hak asasi perempuan dan konsep gender dan seks, Ibu Saur mengaitkannya dengan kedudukan perempuan dalam adat Batak. Para perempuan potensial yang mengikuti pelatihan itu memang semuanya perempuan suku Batak. Membaca ulang kedudukan perempuan dalam adat Batak menjadi penting karena kuatnya ikatan antara perempuan dengan adat yang membesarkan seorang perempuan.

Sejatinya dalam adat Batak, perempuan diperlakukan setara hormatnya dengan kaum laki-laki. Meski masyarakat adat Batak menganut sistem patrilineal, norma dan nilai adat yang berlaku sesungguhnya tidak membeda-bedakan kedudukan perempuan dan laki-laki. Contohnya terdapat pada konsep Dalihan Natolu dalam adat Batak dimana setiap orang harus sayang pada anak perempuan. Contoh lain adalah keberadaan seorang istrilah yang membuat seorang laki-laki bisa masuk dalam posisi Hula-hula, Dongan Tubu, atau Boru.

Para peserta diskusi pun dengan antusias bertanya beberapa kasus yang mereka alami dalam adat Batak. Diskusi berjalan dengan lancar dan hangat karena memang topiknya sangat dekat dengan keseharian para perempuan.

Acara yang berlangsung selama dua hari itu pun berakhir dengan foto bersama dan pemberian cinderamata. Para perempuan potensial tersebut semakin mantap dengan bekal yang mereka dapat selama tiga kali pelatihan. Mereka yakin, ke depannya para perempuan seperti mereka semakin percaya diri untuk bersuara dan terlibat dalam kelompok-kelompok sosial dan berpartisipasi dalam pembangunan desa.

 

FRT

Credit Union Dari, Oleh, Untuk Kita

Credit Union atau sering disingkat CU, merupakan program penguatan ekonomi bagi masyarakat kecil di desa dampingan PETRASA. Sekali dalam sebulan, anggota kelompok CU akan berkumpul untuk melakukan simpan pinjam dan berdiskusi tentang keadaan CU mereka.

Untuk menambah motivasi anggota agar terus semangat dalam pengembangan kelompok, sebuah kelompok biasanya membuat kegiatan bersama. Salah satunya adalah kegiatan apresiasi kelompok CU Martabe di Desa Lae Pangaroan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga. Setelah melakukan simpan pinjam, pengurus kelompok memberikan gelas bagi anggota kelompok pada Jumat lalu (24/8/18).

Melalui dana pendidikan yang berasal dari sisa hasil usaha yang dikumpulkan selama 1 tahun berjalan, pengurus memberikan 40 lusin gelas kepada semua anggota. Setiap anggota kelompok mendapat 1 lusin gelas. Dalam kesempatan itu, tidak lupa pengurus Bapak R. Sitorus selaku ketua kelompok dan staf pendamping dari PETRASA, Boy Hutagalung, memberikan motivasi kepada anggota. Mereka mengingatkan kembali tujuan pembentukan CU adalah untuk saling menopang anggota satu sama lain.

Kelompok CU Martabe ini awalnya dibentuk pada Juli 2008 lalu. Sepanjang perjalanannya, kehadiran CU ini sudah banyak membantu perekonomian masyarakat di desa tersebut. Beberapa manfaatnya sangat jelas terasa. Salah satunya dengan tabungan pendidikan anak, orang tua dapat menyimpan sedikit demi sedikit uang untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak mereka. Manfaat lainnya, anggota dapat meminjam uang dengan bunga yang rendah untuk kebutuhan bertani atau pun membuka usaha.

Anggota kelompok merasa sangat senang dengan kegiatan apresiasi tersebut. Beberapa orang desa yang belum masuk ke CU Martabe di Desa Lae Pangaroan bahkan mencari informasi cara untuk menjadi anggota kelompok setelah menyaksikan kegiatan itu. Hal ini juga menjadi pembuktian bahwa prinsip-prinsip CU, yakni, dari, oleh dan untuk kita, tetap dipegang erat. Sebab semakin semangat sebuah kelompok memegang prinsip terserbut, semakin banyak pula kegiatan bermanfaat yang berdampak dan terasa bagi banyak orang.

Sejatinya, kelompok CU yang terbentuk tidak hanya bertujuan untuk menguatkan perekonomian masyarakat melalui simpan pinjam. PETRASA sebagai lembaga pendamping juga mengajak anggota kelompok CU untuk menerapkan pertanian selaras alam, peternakan terpadu, dan penguatan organisasi masyarakat. Semuanya tetap dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

 

B0

 

Pelatihan Pembuatan Pakan Fermentasi untuk Ternak Lebih Sehat

Bagi kebanyakan petani dampingan PETRASA, beternak masih belum menjadi fokus dan belum mendapat perhatian yang besar, masih dianggap sebagai usaha sampingan saja. Hal ini kelihatan juga dari cara mereka memberikan pakan ternak yang masih seadanya. Banyak petani yang memang belum tahu cara memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka untuk diolah menjadi pakan ternak.

Sebenarnya ada banyak sumber daya alam di ladang petani untuk diolah menjadi pakan ternak. Beberapa bahan yang bisa dimanfaatkan diantaranya adalah rumput lapang, daun lamtoro, daun gamal, rumput raja, daun serai, keong mas, dan sebagainya. Bahan-bahan ini bisa digunakan sebagai pakan alternatif dan tambahan bagi ternak babi, baik dengan cara di fermentasi maupun diberi secara langsung.

Untuk memberikan edukasi kepada para petani mengenai pemanfaatan bahan-bahan alam sebagai pakan ternak, PETRASA melakukan pelatihan budidaya dan pembuatan fermentasi pakan untuk ternak babi. Pelatihan ini di laksanakan pada Senin, (6/8/2018) di Desa Sihorbo, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. Pelatihan  ini dihadiri 33 orang petani yang berasal dari kelompok CU di desa tersebut.

Dalam pelatihan itu, PETRASA mengundang narasumber Tinogi Nababan. Beliau merupakan seorang kader peternak PETRASA,  yang telah banyak merasakan hasil baik dari beternak babi.  Beliau juga merupakan penyedia bibit ternak yang bagus. Oleh karena itu, PETRASA sudah lama bekerja sama dengan Bapak Tinogi Nababan untuk menyediakan bibit ternak bagi peternak dampingan PETRASA.

Pada saat pelatihan,  peserta aktif berdiskusi dengan narasumber tentang pengalaman-pengalaman yang mereka alami selama  beternak. Memang, para peserta yang hadir rata rata sudah beternak babi dengan cara yang sederhana dan masih dengan pakan yang itu itu saja dan belum beragam. Umumnya mereka mengolah pakan ternak dengan merebus hijauan (andor), tumbuhan merambat, dan ubi singkong. Dengan adanya pelatihan ini peserta diharapkan bisa lebih bijak dalam pemilihan bahan pakan yang ada di sekitar mereka. Apalagi sumber daya alam di desa cukup banyak untuk memenuhi pakan ternak babi tanpa membeli dari toko ternak (poultry shop). Pendapatan peternak bisa meningkat dengan adanya pakan lokal yang diolah langsung oleh para petani dan peternak. Selain itu, beternak juga secara langsung mendukung pengembangan pertanian organik.

Penulis : Ganda Sinambela

Editor: FRT

Galakkan Semangat PSA, Petani Buat Pupuk Bokashi Sendiri

Kemajuan Pertanian Selaras Alam (PSA) dapat terwujud apabila petani secara aktif mau belajar dan melatih diri untuk membuat pupuk dan pestisida dari sumber daya alam. Hal inilah yang sedang dikerjakan oleh para petani dari CU Eben Ezer di Desa Kentara, Laeparira. Mereka bergotong royong untuk membuat pupuk bokashi dan pestisida nabati menggunakan bahan-bahan dari sumber daya alam yang ada di lingkungan tinggal mereka.

Pada Selasa lalu (21/8/18) lalu, 41 orang petani yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 31 perempuan bekerjasama mengumpulkan bahan-bahan pembuatan bokashi dan pestisida nabati. Bahan-bahan tersebut antara lain batang jagung, batang pisang, rumput-rumputan, daun jambu, daun sirsak, daun kemangi, kotoran ternak, dan bumbu dapur seperti bawang dan andaliman.

Sebelum mulai mengolah bahan-bahan tersebut menjadi bokashi, para petani bernyanyi bersama untuk meningkatkan semangat kerja mereka. Mereka menggubah lagu potong bebek angsa menjadi lagu penyemangat dalam bahasa Batak. Melalui lirik lagu yang mereka ubah, mereka berharap pertanian selaras alam akan memberikan hasil panen yang banyak untuk ladang dan ternak mereka.

Setelah bernyanyi, para petani pun mulai mengangkat bahan-bahan yang sudah mereka kumpulkan di halaman rumah hijau sayuran organik Natama. Mereka estafet mengantarkan bahan-bahan tersebut kepada Bapak Dohar Sinaga yang bertugas untuk menghaluskan bahan-bahan dengan mesin penggiling. Sementara di sisi lain, dua petani sudah bersedia menyendok bahan-bahan yang sudah halus ke dalam beko. Setelah penuh, petani lain pun membawa bahan halus tersebut ke belakang rumah hijau untuk ditumpuk dan diolah dengan bahan lainnya.

Meski tangki minyak mesin sempat rusak, para petani tidak kehilangan semangat. Selepas makan siang, mereka dengan kreatif memperbaiki tangki minyak mesin penggiling dan mulai lagi mencacah bahan-bahan pembuatan bokashi. Di saat yang bersamaan, beberapa petani mengolah bumbu dapur seperti andaliman, gula merah, dan bawang untuk nanti dicampurkan dengan bahan-bahan alam yang sudah dihaluskan untuk membuat pestisida nabati.

Goklasni Manullang sebagai pendamping dari Divisi Pertanian terus memantau dan membantu para petani dalam membuat bokashi dan pestisida nabati. Dengan bantuan, Ibu N. br Pakpahan yang menjadi penanggung jawab rumah hijau Natama, para petani diarahkan untuk menakar dan mencampurkan bahan-bahan dengan komposisi yang tepat.

Kerja sama CU Eben Ezer memang sangat rapi karena mereka sebelumnya juga pernah memenangkan penghargaan sebagai Juara 1 Kelompok Terbaik dan juga untuk kategori Kebun Keluarga pada perayaan hari ulang tahun PPODA beberapa bulan lalu. Tanpa mengeluh, dengan riang mereka menyelesaikan pembuatan pupuk bokashi dan pestisida nabati hingga pukul lima sore. Pupuk bokashi dan pestisida nabati sudah bisa dipakai dalam waktu dua minggu hingga satu bulan setelah dibuat.

Goklasni juga menjelaskan, pelatihan ini kembali dilakukan agar petani di CU Eben Ezer mampu mempraktikkan dan mengaplikasikan Pertanian Selaras Alam secara konsisten dalam budidaya tanaman alami.

 

FRT

Petrasa Sampaikan Bantuan Beras untuk Korban Puting Beliung 

Petrasa kembali memberikan bantuan kepada tiga keluarga petani yang menjadi korban bencana alam puting beliung di Desa Pegagan Julu VII, Sipali-pali, Sumbul. Bantuan berupa beras 15 kilogram sebanyak tiga karung diserahkan langsung pada Rabu sore (15/8/18).

Bencana alam puting beliung terjadi tiga bulan lalu tepatnya pada Jumat, 11 Mei 2018. Puting beliung menyapu 20 rumah penduduk di Dusun Manik Maria, Pinantar, Kuta Manik, Temburkuh, dan Soksang. Tiga korban bencana tersebut diantaranya adalah rumah keluarga anggota Credit Union (CU) Sehati, kelompok dampingan Petrasa yang berada di Dusun Pegagan Julu VII, Sipali-pali. Ketiga keluarga tersebut diantaranya adalah keluarga G. br Situmorang, M. br Boang Manalu, dan N. br Lingga.

Bertempat di rumah salah satu anggota CU, R. br Siregar, Gloria Sinaga, pendamping CU Sehati yang juga hadir mewakili Petrasa menyampaikan informasi bantuan beras sebagai bentuk kepedulian atas kemalangan yang menimpa anggota kelompok. Secara langsung, Sekretaris Eksektutif PETRASA, Lidia Naibaho datang berkunjung dan menyampaikan rasa iba PETRASA atas musibah yang terjadi. Anggota kelompok yang menerima bantuan sangat berterima kasih dan menerima beras tersebut dengan senang hati.

Di depan seluruh anggota CU Sehati, perwakilan penerima bantuan Ibu G. br Situmorang pun menyampaikan terima kasih. Mereka berharap semoga semua pihak jauh dari malapetaka, tidak ada lagi bencana yang datang dan bisa kembali beraktifitas seperti biasa.

Dalam kesempatan itu, Lidia Naibaho juga mengajak CU Sehati untuk lebih aktif lagi mengoptimalkan peran CU dalam masyarakat, aktif dalam mengikuti pelatihan pertanian dan peternakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani di kelompok tersebut.

Tingkatkan Kepercayaan Produk Organik, PETRASA Gelar Diskusi  PAMOR  

Masanobu Fukuoka, penulis buku The One-Straw Revolution: An Introduction to Natural Farming menulis dalam bukunya, “…bukannya teknik bertanam yang merupakan faktor yang paling penting, melainkan lebih kepada pikiran petaninya.”

 

Sejatinya, pernyataan Masanobu Fukuoka ini sejalan dengan perhatian PETRASA. Demi mendorong pertanian selaras alam, kami memberikan pemahaman dari berbagai sudut pandang kepada petani organik di Kabupaten Dairi.

Pada Selasa hingga Rabu, tepatnya 24-25 Juli lalu, PETRASA bersama dengan 10 orang petani organik dari berbagai desa di Kabupaten Dairi berkumpul di Kantor Petrasa untuk mengikuti pelatihan dan diskusi tentang Penjaminan Mutu Organik (PAMOR).

Ada tiga sistem penjaminan kualitas produk organik. Ketiganya adalah sistem penjaminan diri sendiri, sistem penjaminan pihak ketiga, dan sistem penjaminan komunitas atau Participatory Guarantee System (PGS). Sistem penjaminan diri sendiri berupa klaim yang sifatnya pribadi. Sebaliknya, sistem penjaminan pihak ketiga melibatkan sebuah lembaga yang diakui pemerintah untuk mensertifikasi sebuah produk.

Sementara itu, PGS adalah sebuah sistem penjaminan mutu organik yang berdasar pada partisipasi aktif dari berbagai stakeholder yang dibangun berlandaskan kepercayaan, jaringan sosial, dan pertukaran pengetahuan. Artinya orang yang terlibat dalam menjamin kualitas organik sebuah produk berasal dari pihak-pihak yang terlibat aktif seperti petani, lembaga swadaya masyarakat, konsumen, ahli gizi, dan pemerintah daerah.

Dalam perjalanannya, bisnis pertanian organis di seluruh dunia terkendala dengan sistem sertifikasi produk mereka. Selama ini, sistem sertifikasi pihak ketiga seolah menjadi jawaban satu-satunya untuk memastikan organik tidaknya produk petani.

Di sisi lain, prosedur sertifikasi yang panjang dari sistem penjaminan pihak ketiga memberatkan petani kecil. Prosedur yang panjang tentu memakan waktu yang lama pula. Apalagi letak lembaga sertifikasi pihak ketiga umumnya ada di ibukota atau kota besar. Petani kecil kesulitan untuk mengaksesnya.

Selain itu, sistem sertifikasi pihak ketiga juga membutuhkan banyak biaya hingga mencapai ratusan juta. Tentu petani kecil tidak mampu mengeluarkan uang sebanyak itu untuk mendapat sertifikat. Oleh karena itu, PGS hadir sebagai alternatif penjaminan mutu yang sama meyakinkannya dengan sertifikasi pihak ketiga.

Sejatinya, di beberapa negara seperti Thailand dan Argentina, sistem PGS sudah dikenal dan bahkan diakui oleh pemerintah. Di Indonesia, sistem PGS ini dikenal dengan nama Penjaminan Mutu Organik (PAMOR) pada tahun 2008 di Yogyakarta. Saat ini PAMOR berada dalam naungan Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan gencar memberikan sosialisasi PAMOR di seluruh Indonesia.

Inilah yang menjadi agenda diskusi petani organik bersama PETRASA dengan AOI. Diskusi yang dilaksanakan selama dua hari ini dibuka oleh Restu Aprianta Tarigan, perwakilan PAMOR Sumatera Utara. Ia menjelaskan penjaminan mutu produk organis penting untuk menjembatani kepercayaan antara petani dan konsumen. Alasan ini yang kemudian menjadi pintu masuk untuk menjelaskan pentingnya PAMOR bagi para peserta diskusi.

“Ada tiga motto PAMOR yang penting untuk diingat. PAMOR itu murah, mudah dan terpercaya. Murah secara biaya, mudah secara proses, dan terpercaya karena melibatkan pihak-pihak yang ada di sekitar kita,” terang pria yang akrab dipanggil Anta.

Suasana diskusi sangat hidup karena para petani dan staf PETRASA aktif bertanya. Mereka antusias membedah lebih dalam sejauh mana PAMOR dapat menjadi jawaban masalah kepercayaan konsumen selama ini. Diskusi juga interaktif karena para petani dilibatkan langsung memberikan ide dan saran untuk membuat standar internal pertanian organis sesuai kearifan lokal petani Dairi.

Koster Tarihoran, petani kopi organik yang telah membuat home industry bernama Sidikalang Arabica Coffee mengaku semangat dengan diskusi PAMOR ini.

“Ini bagus ya, ke depannya semoga bisa lebih banyak orang yang jadi percaya dan mau beli kopi kita kalau sudah tersertifikasi,” ungkapnya disela-sela diskusi.

 

PAMOR Bisa Menjawab Tantangan Pasar

            Pada praktiknya, sejumlah supermarket di Indonesia menjual berbagai produk organik seperti beras dan sayuran. Artinya, produk organik dari petani memiliki peluang pasar yang sangat besar. Akan tetapi, supermarket tetap meminta adanya sertifikat organik demi menjaga kepercayaan konsumen. Inilah yang menjadi tantangan besarnya.

Diskusi pada hari kedua pun berfokus pada peluang pasar produk organik di Indonesia. Peserta diskusi menyambut dengan hangat Direktur AOI St. Wangsit dan Koordinator Program AOI, Nurhania Retno Eka. Mereka menerangkan kehadiran PAMOR dapat menjadi jawaban untuk tantangan pasar yang lebih luas.

Sebelum jauh ke sana, Nia menantang petani organik dan staf PETRASA untuk membedah model bisnis kanvas salah satu produk organik petani Dairi, Sidikalang Arabica Coffee (SAC).

Peserta yang dibagi ke dalam tiga kelompok berdiskusi selama 30 menit.  Mereka membedah sembilan komponen model bisnis kanvas dengan mengevaluasi perjalanan SAC dalam setahun terakhir. Melalui diskusi itu para peserta sepakat, ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen bisnis SAC. Meski begitu, petani organik Dairi optimis bahwa SAC bisa lebih baik lagi jika berhasil mendapatkan sertifikat PAMOR untuk menjamin kualitasnya.

Diskusi PAMOR dan Model Bisnis Kanvas Sidikalang Arabica Coffee menjadi pengantar untuk sebuah target yang lebih besar. Anta, Wangsit dan Nia dari AOI bersama dengan PETRASA mengajak para petani organik untuk membentuk UNIT PAMOR di Kabupaten Dairi. Kesamaan tujuan untuk menyejahterakan kehidupan petani organis menjadi roda yang menggerakkan semua pihak AOI, PETRASA, dan petani untuk menginisiasi pembentukan Unit PAMOR Pangula Dairi (UPPD).

Sekretaris Eksekutif PETRASA Lidia Naibaho menyampaikan pentingnya komitmen dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkan UPPD. “Kita telah mendapat banyak ilmu baru selama dua hari ini, semoga ini membuka pikiran kita dan kita bisa menjaga semangat supaya bisa membentuk dan membangun UPPD ini.” ujar Lidia merangkum pertemuan tersebut.

 

 

Febriana R Tambunan

Diskusi Perangkat Desa, Membangun Indonesia dari Pinggiran

Dalam banyak kesempatan, PETRASA terus berusaha mendorong kesejahteraan para petani kecil di desa. Untuk mewujudkannya, PETRASA senantiasa membuka sebanyak mungkin ruang dan jalan. Salah satunya adalah dengan melaksanakan diskusi perangkat desa yang sejalan dengan salah satu program prioritas Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada butir ketiga yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran”.

PETRASA meyakini akan ada dampak besar bagi kehidupan para petani di desa bila program ini berjalan dengan baik. Dengan kata lain, kesejahteraan para petani di desa akan semakin baik bila pembangunan desa mandiri berhasil. PETRASA pun berinisiatif untuk mempertemukan seluruh perangkat desa  di Kecamatan Lae Parira dan di Kecamatan Sumbul dengan Kepala Bidang Pembangunan dan Keuangan Desa dan Tenaga Ahli Pendamping Desa Kabupaten Dairi. Pertemuan ini adalah sebuah kegiatan peningkatan kapasitas bagi perangkat desa dalam rangka meningkatkan kinerja mereka sesuai dengan implementasi UU Desa No.6 Tahun 2014.

 

Diskusi Perangkat Desa di Kecamatan Lae Parira

Pada Senin (23/7/2018) lalu, PETRASA melaksanakan diskusi dengan perangkat desa di Aula Kantor Kecamatan Lae Parira. Ada sekitar 70 orang perangkat desa yang hadir mewakili sembilan desa di Kecamatan Lae Parira. Kesembilan desa itu adalah Desa Bulu Diri, Desa Kaban Julu, Desa Kentara, Desa Lae Parira, Desa Lumban Sihite, Desa Lumban Toruan, Desa Pandiangan, Desa Sempung Polling, dan Desa Sumbul.

Pada kesempatan tersebut, hadir pula Camat Lae Parira, Edison Siringringo, yang mengarahkan para perangkat desa yang hadir untuk mengambil ilmu sebanyak-banyaknya dari para narasumber demi peningkatan dan perbaikan kinerja mereka.

Diskusi dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama yang dimulai pada pukul 10.10 WIB menghadirkan Edison Silalahi selaku Kepala Bidang Pembangunan dan Keuangan Desa Kabupaten Dairi. Beliau menjelaskan dasar-dasar hukum yang mengatur posisi, tugas, dan fungsi perangkat desa. Dengan rinci, beliau juga menjabarkan tugas dan fungsi dari setiap perangkat desa mulai dari Sekretaris Desa hingga Kaur per Bidang.

Dalam penjelasannya, Bapak Edison Silalahi menyoroti rendahnya kinerja perangkat desa disebabkan oleh pemahaman perangkat desa yang rendah pada tugas mereka masing-masing.  Kebanyakan dari mereka belum tahu sejauh mana tugas dan fungsi mereka salah satunya dalam penyusunan anggaran dana desa. Juga masih banyak desa yang belum memiliki data-data umum seperti profil desa, jumlah penduduk desa, dan data penting lainnya. Kekurangan ini menyebabkan banyak program pembangunan di desa mandek. Tidak hanya itu, program bantuan pemerintah lainnya pun sering kali menjadi tidak tepat sasaran.

Untuk memberi penjelasan yang bersifat teknis kepada perangkat desa, PETRASA juga menghadirkan Tenaga Ahli Pendamping Desa Kabupaten Dairi, yaitu Bapak P. Sinaga dan Ibu M. br Siahaan. Kedua tenaga ahli ini menjelaskan peran mereka kepada perangkat desa sebagai pembimbing dalam segala hal yang berurusan dengan program kerja desa. Mereka menekankan pentingnya kerjasama yang progresif dari perangkat desa. Sebab desa sekarang didorong untuk mandiri dengan memberdayakan apa yang ada di desanya.

Kami di sini mendampingi desa sampai desa mandiri dalam menjalankan tugas-tugasnya. Setelah itu kami akan lepas karena kami percaya desa sudah bisa jalan sendiri,” jelas Ibu M. br Siahaan kepada perangkat desa.

Perangkat desa yang hadir menyimak penjelasan para narasumber dengan seksama. Meski demikian, mereka belum menunjukkan antusiasme yang tinggi untuk membahas permasalahan desa yang mereka hadapi. Hal ini terlihat dari sedikitnya perangkat desa yang bertanya kepada para narasumber.

Satu-satunya pertanyaan datang dari Ronald Pane, Kaur Keuangan dari Desa Lae Parira. Ia meminta saran kepada narasumber tentang pentingnya memilih TPK (Tim Pengelola Kegiatan) berdasarkan kemampuan mengerjakan tugas. Ia mengeluhkan seringnya TPK yang terpilih harus dari Kasi Perencanaan Keuangan yang tidak mampu mengerjakan tugasnya.Akhirnya sering program yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan seharusnya.

Hal ini ditanggapi langsung oleh pendamping desa. Ia menekankan pemilihan TPK harus sesuai dengan tugas dan fungsi yang ada dalam peraturan dan yang paling penting mampu mengerjakan tugas, karena itulah semua perangkat desa perlu selalu meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan tupoksi di masing-masing bidang.

Diskusi ini berakhir pada pukul 15.00 WIB dengan foto bersama seluruh peserta. PETRASA berharap diskusi ini akan menambah kapasitas perangkat desa dalam melakukan berbagai tugasnya dalam mendukung terwujudnya desa yang sejahtera dan mandiri.

 

Diskusi Perangkat Desa di Kecamatan Sumbul

Kegiatan serupa juga dilaksanakan di Kecamatan Sumbul pada Kamis (26/7/2018) lalu. PETRASA yang bekerja sama dengan Camat Sumbul mengundang 19 desa untuk hadir dalam diskusi perangkat desa yang bertempat di Aula Kantor Camat Sumbul.

Kegiatan dihadiri oleh sekitar 144 orang dari 19 desa di Kecamatan Sumbul. Melihat antusiasme yang tinggi, Camat Sumbul Tikki Simamora mengajak para perangkat desa untuk benar-benar memanfaatkan diskusi ini untuk membenahi masalah di desa masing-masing.

Beliau menyoroti beberapa masalah yang sering  ditemukan di desa. Salah satu masalah yang menjadi perhatiannya adalah proses kerja yang lambat di desa. Beliau sering menjumpai warga desa justru datang ke kantor Camat untuk mengurus satu surat yang seharusnya menjadi pekerjaan kantor desa.

Masih dengan materi dan narasumber yang sama, Edison Sihombing, Kepala Bidang Pemberdayaan dan Keuangan Desa Kabupaten Dairi kembali menjelaskan materi penting mengenai tugas dan fungsi perangkat desa. Ia juga menambahkan delapan etos kerja yang penting bagi perangkat desa. Salah satunya adalah dengan menekankan nilai amanah dalam bekerja.

Beliau mengingatkan para perangkat desa untuk melayani masyarakat dengan setulus hati sebab masyarakat desalah yang telah memilih dan mengizinkan mereka untuk bekerja sebagai perangkat desa. Niscaya etos kerja ini akan memberi dampak yang lebih baik bagi kinerja para perangkat desa.

Dalam sesi ini, seorang peserta yang adalah Sekretaris Desa Pegagan Julu VII, Charles Sihombing pun mengajukan pertanyaan. Ia bertanya perihal penggunaan dana desa untuk membangun kantor desa yang sudah tidak layak huni. Menurut Bapak Edison, pembangunan kantor desa masuk dalam kategori prioritas pembangunan infrastruktur desa. Namun anggarannya hanya bisa digunakan dari Anggaran Dana Desa yang diturunkan dari APBD Kabupaten.

Diskusi Perangkat Desa di Kecamatan Sumbul dihadiri perwakilan 19 desa.

 

Dalam kesempatan itu, PETRASA pun memberikan cinderamata berupa  Sidikalang Arabica Coffee, produk olahan home industry petani kopi Arabika dari Dusun Lae Pinagar, Desa Perjuangan, Sumbul. Dengan memperkenalkan kopi tersebut, PETRASA ikut mengajak para perangkat desa untuk membenahi desa masing-masing demi membantu kesejahteraan warga desa terutama petani-petani kecil.

Sejalan dengan harapan Camat Lae Parira dan Sumbul, PETRASA ingin diskusi ini menjadi pembaharuan ilmu dan meningkatkan kesadaran para perangkat desa tentang pentingnya peran mereka dalam membangun Indonesia dari pinggiran. Desa tidak lagi menjadi objek pembangunan melainkan subjek pembangunan. Perangkat desa harus bersama-sama memetakan masalah desanya dan bermusyawarah menciptakan program yang tepat sasaran untuk kemajuan desa.