Selama kurang lebih empat tahun terakhir, penggunaan Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur di desa-desa yang menjadi wilayah kerja JAMSU yakni KSPPM, BITRA, YAPIDI, PETRASA, BAKUMSU, YDPK, PARPEM GBKP telah dilakukan. Banyak desa di Sumatera Utara secara fisik telah bersalin rupa. Pembangunan infrastruktur tampaknya telah memberi kesan kemajuan dan pemerataan sampai ke pelosok Sumatera Utara. Janji Nawacita kelihatannya sudah mewujud dan kebijakan pemberian Dana Desa pun sepertinya sudah membawa hasil yang diinginkan.
“Pembangunan Infrastuktur Tidak Cukup Mensejahterakan Petani (Sebuah refleksi dan evaluasi terhadap Implementasi Pembangunan di Pedesaan Sumatera Utara Paska Implementasi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa)”
Pada 5 Desember 2019 lalu, JAMSU (Jaringan Masyarakat Sipil Sumatera Utara) melukan audiensi dengan Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga dengan Kementrian Keuangan. Audiensi ini bertujuan menyampaikan temuan-temuan riset JAMSU terkait Dampak Pembangunan Infrastruktur dengan kesejahteraan masyarakat. JAMSU juga melakukan riset harmonisasi UU Desa No. 6 tahun 2014 dengan 42 peraturan yang melemahkan atau tidak mendukung UU tersebut. Riset dilakukan di 20 Desa di 8 Kabupaten Sumatera Utara. Temuan riset yang dilakukan JAMSU di Sumatera Utara tidak memungkiri bahwa selama empat tahun terakhir ini, pembangunan infrastruktur di desa-desa yang diteliti mengalami perkembangan cukup signifikan. Jika sebelumnya, infrastruktur jalan, jembatan dan irigasi di desa mereka sangat minim dan buruk, saat ini sudah jauh lebih baik. Sudah ada jalan penghubung antar dusun, jalan menuju lahan pertanian dan juga irigasi untuk mengairi sawah. Meskipun dari desa yang diteliti (desa Rambai) bahwa baru tahun ini ada pembangunan infrastruktur jalan desa. Bahkan sejak Indonesia merdeka masyarakat baru menikmati hasil pembangunan jalan ke desanya.
Hal ini mengindikasikan bahwa potensi yang ditimbulkan pembangunan jalan desa, jalan usaha tani, jembatan dan irigasi di desa yang dirasakan juga beragam, seperti :
- Tersedianya jalan-jalan yang sampai ke pelosok berpotensi meningkatkan semangat untuk bertani dan membuka lahan. Sektor pertanian karenanya berpotensi untuk kembali menjadi sektor usaha yang menjanjikan. Dari data yang diberikan perangkat desa, produksi pertanian, seperti jagung dan tanaman holtikultura lainnya juga terus meningkat, walaupun masih sulit dibuktikan apakah peningkatan ini ada kaitan langsung dengan pembangunan infrastruktur.
- Mudahnya akses ke lahan pertanian berpotensi membuat banyak petani melakukan diversifikasi produk pertaniannya. Jika sebelumnya hanya menanam jenis tanaman tertentu seperti padi dan jagung, sekarang sudah banyak yang mengembangkan jenis tanaman lain seperti jahe, bawang putih, bawang merah, sayuran dan tanaman buah lainnya.
- Infrastruktur jalan, jembatan dan irigasi merupakan kebutuhan mendesak yang ditunggu-tunggu masyarakat selama ini. Karena sebelum ada dana desa, jalan-jalan antar dusun dan juga ke ladang/sawah sangat sulit dilewati (Desa Lintong Ni Huta) dan bahkan sejak Indonesia merdeka belum pernah tersentuh pembangunan infrastruktur (Desa Rambai)
- Pembangunan infrastruktur juga berpotensi besar mendekatkan masyarakat ke pasar, arus distribusi menjadi lancar, belanja barang dan jasa saat ini sudah bisa dilakukan di desa, sehingga bisa memangkas biaya transportasi (desa Kuta Gerat, Desa Longkotan).
- Pembangunan yang sama juga berpotensi mendorong bertambahnya jenis usaha baru, seperti perikanan, peternakan, dan usaha kelontong (toko kebutuhan rumah tangga)
- Pembangunan infrastruktur juga berpotensi memperbaiki pola hubungan kekerabatan (mengikuti pesta adat di Karo), dan berkumpul bersama keluarga karena sudah memiliki waktu lebih banyak untuk tinggal di rumah (petani gambir di Bongkaras yang biasa tinggal di Hutan, sekarang sudah bisa pulang setiap hari).
Catatan penting : Persoalan-Persoalan yang Belum Teratasi
- Konsep “Desa Membangun” yang menjadi spirit implementasI UU Desa yang bermuara pada terwujudnya pemerataan kesejahteraan di nusantara ini, masih harus menjadi perhatian serius di masa yang akan datang. Pembangunan infrastuktur yang sudah berlangsung selama empat tahun ini, jika dikaitkan dengan pemerataan kesejahteraan masih sangat jauh dari harapan. Justru dari temuan JAMSU di Sumatera Utara, persoalan-persoalan kemiskinan masih melekat dengan kehidupan masyarakat di desa. Kesejahteraan masih hanya jargon yang tidak membumi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Peningkatan produksi pertanian dan pertumbuhan ekonomi di desa ternyata tidak mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa. Kesejahteraan menurut sebagian besar penduduk di desa adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar mereka, pangan, pendidikan, kesehatan dan perumahan. Manfaat pembangunan jalan desa, jalan usaha tani, jembatan dan irigasi yang ada selama ini hanya bisa dinikmati sekelompok orang tertentu saja. Banyak persoalan akut yang tidak atau belum teratasi di desa saat ini. Artinya berbagai dampak pembangunan dalam bentuk potensi yang sudah mulai dibayangkan seperti diuraikan di atas masih perlu diwujudkan menjadi kenyataan di lapangan.
- Pertanian tidak hanya butuh jalan yang dibangun, tapi sangat memerlukan modal, lahan yang memadai, kemampuan teknis (kapasitas SDM); iklim yang mendukung; dan pasar yang adil. Uraian lebih detail terkait faktor-faktor ini bisa dilihat sebagai berikut:
- Banyak petani hanya memiliki lahan di bawah 0.25 hektar atau menjadi buruh tani atau bahkan petani tak bertanah. Kasus petani tak bertanah iniditemukan di Kabupaten Toba Samosir. Sementara menjadi buruh tani banyak didapati di desa Tiang Layar. Infrastuktur yang sudah bagus tidak bisa mendongkrak produksi pertanian mereka, karena lahan tidak ada atau sangat terbatas. Sehingga yang bisa menikmati infrastruktur tersebut hanyalah raja-raja tanah atau penyewa tanah dari luar desa, sementara masyarakat hanya menjadi buruh bagi pemilik tanah.
- Tanah adat masyarakat diklaim sepihak oleh negara sebagai Kawasan hutan. Hal ini ditemukan di desa-desa di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi dan Kabupaten Deli Serdang. Sehingga akses kelola masyarakat terhadap wilayah adatnya yang diklaim sebagai Kawasan hutan tersebut sangat terbatas, bahkan rentan diambil oleh negara untuk kepentingan investasi. Pembangunan infrastruktur karenanya berpotensi meningkatkan akses negara dan pihak ketiga lainnya ke tanah-tanah adat.
- Ketiadaan akses terhadap modal pertanian juga menjadi persoalan besar. Kesulitan permodalan membuat banyak petani tidak bisa membuka lahan baru. Akibatnya, lahan-lahan mereka disewakan pada pihak lain dari luar desa yang memiliki modal untuk mengusahai. Sehingga manfaat jalan usaha tani yang dibangun dari dana desa tersebut banyak dinikmati para penyewa lahan.
- Kapasitas SDM petani masih terbatas untuk mengembangkan atau melakukan diversifikasi produk pertanian. Akibatnya banyak petani yang mengalami panennya tidak berhasil atau bahkan gagal panen karena kurangnya pengetahuan mereka khususnya dalam mengatasi ancaman dari hama pertanian dan juga perubahan iklim yang merubah pola dan sistem pertanian mereka.
- Petani memiliki akses yang terbatas ke teknologi pertanian. Petani harus membayar mahal untuk mengolah lahan dengan traktor atau teknologi pertanian lainnya.
- Hasil pertanian yang meningkat tidak selalu diiringi harga yang berpihak kepada petani. Modal yang terbatas, membuat banyak petani sangat tergantung kepada modal yang ditawarkan touke. Sehingga harga produk pertanian ditentukan oleh toke bukan oleh petani itu sendiri. Sehingga ada ketergantungan pada toke untuk menjual hasil pertaniannya.
- Fasilitas jalan yang sudah bagus, menghubungkan antara desa, antara dusun dan juga langsung ke lahan pertanian di beberapa desa juga mempercepat laju kerusakan hutan. Hal ini ditemukan di Desa Bongkaras dan Desa Lintong Ni Huta Samosir. Tidak hanya mempercepat laju deforestasi, kehadiran truk-truk pengangkut kayu juga mempercepat rusaknya jalan-jalan di desa yang dibangun oleh dana desa. Akibat deforestasi yang terjadi, desa-desa tersebut juga menjadi rawan bencana lingkungan.
- Jalan-jalan yang baru dibangun membuka akses bagi para toke yang bisa berhubungan langsung dengan petani secara inividual dengan dampak yang lebih menguntungkan toke ketimbang petani;
- Jalan-jalan yang baru dibuka juga membuka akses bagi pedagang keliling dari luar desa (paralong-along) yang justeru meningkatkan konsumerisme yang tidak diimbangi dengan peningkatan ekonomi dan berdampak terhadap matinya usaha-usaha local yang selama ini tumbuh di desa
- Semangat bertani yang tidak didukung modal yang memadai, serta meningkatnya konsumerisme, membuat masyarakat desa mudah terlilit hutang.
- Pemberian dana desa yang terus meningkat tidak serta merta mewujudkan desa lebih sejahteImplementasi kebijakan lainnya harus juga menyentuh kebutuhan dasar di desa, seperti reforma agraria, pengembangan ekonomi kreatif, pemulihan lingkungan dan juga pemenuhan hak-hak dasar lainnya.
Rekomendasi
- Pembangunan infrastruktur, jalan, jembatan, dan irigasi yang mendukung usaha-usaha pertanian tetap penting artinya. Namun infrastruktur saja tidak cukup, peningkatan produksi pertanian yang menjadi salah satu indikator peningkatan kesejahteraan, juga sangat ditentukan oleh banyak faktor mendasar lainnya, seperti pasar yang adil, peningkatan kapasitas SDM Petani, ukuran lahan, iklim yang tidak menentu, bencana lingkungan yang terus meningkat, dan biaya produksi pertanian yang harganya semakin Oleh karena itu, di masa yang akan datang alokasi anggaran Dana Desa perlu menyasar persoalan pasar, pengembangan unit usaha kreatif di desa dan juga peningkatan kapasitas SDM petani.
- Pemerintah harus serius mewujudkan reforma agraria khususunya bagi desa-desa yang rata-rata kepemilikan tanahnya di bawah lima rante, dan yang masih berada di Kawasan Hutan, seperti di Daerah Tapanuli, Dairi dan Karo.
- Pemberian Dana Desa tidak serta merta mewujudkan kesejahteraan dan menyelesaikan persoalan pemenuhan hak ekosob dan hak sipol di desa. Kebijakan-kebijakan pembangunan lainnya harus juga berpihak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa. Kebijakan reforma agraria menjadi aspek yang sangat penting melihat masih banyak petani yang tidak memiliki lahan (lahan sempit) dan juga berada di Kawasan hutan.
- Pembangun di desa harus benar-benar memperhatikan aspek keberlanjutan dan keadilan bagi kelompok rentan (masyarakat miskin, masyarakat adat, perempuan, disabilitas, perempuan, anak dan lansia); dan tidak semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
*b0h*