Aksi Solidaritas GERTAK Melawan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Dairi

Aksi solidaritas GERTAK di depan Kantor Polres Dairi.

Dairi sedang menghadapi krisis serius terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam satu bulan terakhir, tercatat tiga kasus pelecehan seksual di Kabupaten Dairi, memicu gelombang kemarahan dan kepedulian dari berbagai elemen masyarakat. Untuk merespons situasi ini, Gerakan Solidaritas Anti Kekerasan (GERTAK) yang terdiri dari masyarakat, pemuda, mahasiswa, perempuan, serta LSM, menggelar aksi solidaritas kemanusiaan yang menyuarakan bahwa “Dairi Tidak Baik-Baik Saja.”

Aksi ini dimulai dengan pawai bersama di pusat Kota Sidikalang, di mana ratusan orang berpartisipasi sambil membawa spanduk dan selebaran yang berisi pesan penolakan terhadap kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Dairi. Titik pertama aksi ini berlangsung di depan Kantor DPRD Dairi, di mana massa diterima langsung oleh Ketua DPRD, Sabam Sibarani.

Tuntutan GERTAK untuk Regulasi Efektif dan Perlindungan Korban

Dalam orasinya, GERTAK menekankan pentingnya pembentukan regulasi yang lebih efektif untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, baik itu fisik, seksual, maupun psikis, terhadap perempuan dan anak. Mereka juga mendesak agar setiap kebijakan di Kabupaten Dairi berbasis gender dan anti-diskriminasi. Selain itu, GERTAK menyerukan agar kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di Dairi diusut tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku.

Aksi ini ditutup dengan simbolik pemberian mawar hitam, tanda duka cita masyarakat atas maraknya kasus kekerasan seksual di daerah tersebut. Para peserta juga menempelkan stiker “Stop Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak” sebagai bentuk protes di depan Kantor DPRD.

Aksi Berlanjut di Kantor Bupati dan Polres Dairi

Setelah aksi di Kantor DPRD, GERTAK melanjutkan aksi damai di depan Kantor Bupati Dairi. Sekretaris Daerah Jonny Hutasoit, sebagai perwakilan pemerintah kabupaten, menerima massa aksi. Di sini, sejumlah perwakilan perempuan membacakan orasi dan puisi yang mengungkapkan kondisi trauma yang dialami para korban pelecehan seksual. Mahasiswa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga menampilkan teatrikal yang menggambarkan penderitaan para korban kekerasan.

Masyarakat mempertanyakan relevansi penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) yang diterima Dairi pada tahun 2022, mengingat kenyataan di lapangan yang memperlihatkan peningkatan kekerasan seksual, terutama dengan pelaku yang masih di bawah umur.

GERTAK menuntut agar pemerintah Kabupaten Dairi meningkatkan sosialisasi terkait kekerasan seksual, melibatkan pemerintahan desa, serta memperkuat pengawasan di lingkungan pendidikan. Mereka juga mendesak agar setiap sekolah melakukan edukasi tentang pencegahan kekerasan seksual serta memberikan pendampingan yang layak kepada para penyintas.

Tidak berhenti di sana, GERTAK juga menggelar aksi di depan Polres Dairi. Massa menuntut Polres untuk mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan seksual yang belum terselesaikan. Mereka meminta agar para tersangka yang sempat ditangguhkan segera ditahan, dan mengkritik lambatnya penanganan sejumlah kasus karena alasan perpindahan tugas polisi yang bertanggung jawab.

Kapolres Dairi, Agus Bahari, menyambut aksi ini dan menerima tuntutan masyarakat. Mawar hitam kembali diberikan sebagai simbol duka bahwa Kabupaten Dairi sedang tidak dalam kondisi baik, terutama dengan semakin maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak.

Seruan untuk Perubahan yang Lebih Baik

Aksi ini merupakan wujud nyata bahwa masyarakat Dairi menuntut perubahan yang signifikan. Mereka ingin pemerintah daerah dan penegak hukum untuk lebih serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Perlindungan terhadap perempuan dan anak harus dijadikan prioritas utama, dan pelaku kekerasan seksual harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

Masyarakat berharap aksi ini menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari kekerasan, khususnya bagi perempuan dan anak-anak di Kabupaten Dairi.

Kerjasama PETRASA dengan Universitas HKBP Nommensen: Langkah Strategis untuk Mendorong Pengembangan Pertanian Berkelanjutan

MEDAN – Pada tanggal 26 Juli 2024, Yayasan PETRASA dan Universitas HKBP Nommensen melakukan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) di aula Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan. Kerjasama ini akan difokuskan pada bidang pemberdayaan dan pengembangan masyarakat melalui pendidikan dan pengajaran, pelatihan, pendampingan, dan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. 

Penandatangan perjanjian kerjasama dilakukan oleh Rektor Universitas HKBP Nommensen, Bapak Richard A.M. Napitupulu, ST., MT dan Lidia Naibaho sebagai Direktur Program Yayasan PETRASA. Dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Yayasan PETRASA dengan Fakultas Pertanian yang diwakilkan oleh Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Hotden L. Nainggolan, SP, M.Si. Hadir pula Dekan Fakultas Peternakan Ir. Tunggul Sitorus, MP untuk menandatangani perjanjian kerjasama pengembangan pendidikan antara Fakultas Peternakan dengan Yayasan PETRASA. Kerjasama ini diharapkan akan meningkatkan kualitas Tri Dharma Perguruan Tinggi sekaligus meningkatkan kualitas program pendampingan dan pemberdayaan kelompok petani dampingan PETRASA di Kabupaten Dairi. 

Sebagai organisasi yang mendampingi petani di Dairi, seminar ini menjadi momentum bagi PETRASA untuk mempromosikan produk-produk organik yang dihasilkan oleh para petani dari beberapa desa. Produk-produk organik tersebut adalah beras organik, madu alami, tepung mocaf, stick sayur, stick pisang, dan kopi. Dua orang petani-produsen yang selama ini menggeluti budidaya organik juga ikut hadir dalam seminar ini.  Mereka adalah Bapak Laia penghasil madu dan Ibu Tiominar Silalahi, penghasil beras organik dan stick sayuran. 

Antusiasme yang tinggi datang dari para peserta seminar yang didominasi oleh mahasiswa dan dosen. Saat membeli produk-produk organik, mereka tidak hanya bertransaksi, tapi juga berdiskusi tentang sistem pertanian organik yang dilakukan oleh para petani. Acara ini berhasil menciptakan ruang temu bagi konsumen dengan petani organik yang datang dari desa untuk mengetahui lebih dalam bagaimana petani membudidayakan dan memproduksi produk organik tersebut.

Setelah penandatanganan perjanjian kerjasama antara Yayasan PETRASA dan UHN, kegiatan dilanjutkan dengan Seminar Ilmiah yang bertemakan “Sistem Integrasi Pertanian-Peternakan Untuk mendukung ketahanan Pangan”. Acara ini resmi dibuka oleh Rektor Universitas HKBP Nommensen, Dr. Richard AM. Napitupulu,ST, MT.

Pemateri dalam seminar ini adalah Lidia Naibaho, SP dari Yayasan PETRASA; Ir. Joni Akim Purba, MP selaku Kepala UPTD BIP Provinsi Sumatera Utara; Bupati Kabupaten Dairi yang diwakili Kepala Dinas Pertanian Robot Simanullang, MAB; Frans Edisa Purba, SPt Manager PT. Charoen Pokphand Indonesia dan Dr. Erika Pardede, M.App.Sc Dosen Fakultas Pertanian dan Ir. Partogi Hutapea, MP, Dosen Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen Medan.

Para pemateri kunci dalam seminar ini sepakat menyoroti perlunya usaha kolaboratif mengurangi dampak negatif perubahan iklim oleh berbagai pihak, termasuk akademisi, NGO, pemerintah dan kelompok-kelompok petani. Kerjasama UHN dan Yayasan PETRASA ini menjadi langkah yang strategis dalam mewujudkan langkah dan solusi nyata bagi pertanian berkelanjutan di masa depan. 

Sukses bagi PETRASA dan Universitas HKBP Nommensen!

Aliansi Petani Untuk Keadilan Dairi Sampaikan Keluhan ke DPRD dan Pemkab

Aliansi Petani Untuk Keadilan (APUK) Kabupaten Dairi melakukan audiensi dengan anggota DPRD Dairi untuk menyampaikan beberapa keluhan yang dihadapi para petani. Audiensi dilaksankan di ruang rapat komisi DPRD Dairi Jalan Sisingamangaraja Sidikalang, Senin (17/4/2023).

Dalam pertemuan itu, rombongan dari APUK diterima oleh anggota DPRD, Halvensius Tondang dari PDIP, Nasib Sihombing dari Partai Nasdem dan Alfriyansah Ujung dari PKB serta OPD terkait Pemkab Dairi.

Beberapa keluhan yang disampikan oleh APUK dalam audiensi itu antara lain :

1. Sulitnya petani untuk mendapatkan akses kebutuhan pertanian dan kebutuhan hidup.

2. Sulitnya petani mendapatkan pupuk.

3. Mahalnya bibit Pertanian.

4. Pelayanan kesehatan yang buruk.

5. Buruknya infrastruktur jalan di beberapa kecamatan menuju kabupaten.

6. Adanya klaim hutan lindung secara sepihak oleh Dinas Kehutanan.

7. Bantuan sosial yang tidak merata menjadi ancaman yang menakutkan bagi petani di desa-desa.

8. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani, kehadiran perusahaan-perusahaan seperti PT. DPM dan PT. Gruti di Dairi menciptakan konflik agraria dan akan merampas tanah pertanian.

9. Semangkin sempitnya lahan pertanian, sehingga akan mempertajam konflik, baik secara horizontal maupun vertikal.

Boy Hutagalung selaku Staf Advokasi pendamping APUK mengatakan, bahwa audensi yang dilakukan bertujuan agar baik eksekutif maupun legislatif dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat terkhusus petani, hingga menemukan solusi pemecahan masalah.

“Dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, kami ingin ada pemecahan solusi dari pihak eksekutif dan legislatif,” ujar

Menurutnya lagi saat ini Kabupaten Dairi sedang tidak baik-baik saja. Dimana hak-hak petani tidak tersampaikan oleh pemerintah.

“Identitas petani saat sedang terancam, karena tanah petani yang telah dikelola dan dikuasai selama ratusan tahun di klaim menjadi kawasan hutan,” sebutnya.

Termasuk tanah pertanian mereka terancam dengan datangnya perusahaan besar di Dairi oleh pemerintah.

Untuk itu kami ingin melihat bagaimana sikap pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat petani, khususnya maslah air yang akan digunakan PT. DPM (Dairi Prima Minimal) yang merupakan sumber air bagi masyarakat di Parongil,” terangnya.

Dirinya sangat mengapresiasi atas hadirnya beberapa instansi dan DPRD yang telah hadir dalam audensi yang dilaksankan.

“Kami masih menunggu janji manis dari Pemkab Dairi dan DPRD, agar semua keluhan masyarakat dapat terwujud dan terealisasi dalam tahun ini,” tandasnya.

Selanjutnya Ketua APUK Dairi, Susandi Panjaitan menyebutkan, dalam audensi tadi sudah menemui titik terang dari sembilan lembaga yang diundang. Mereka juga sudah menjawab dengan baik dari sembilan pertanyaan yang diberikan.

“Kami masih menunggu realisasinya dan tindak lanjut, dan kami berharap jangan hanya janji-jandi saja yang selama ini kami dapat,” ungkapnya.

Sementara itu, menurut salah seorang warga, ibu Tioman Mangunsong menuturkan, terkait infrastruktur Jalan Sidikalang-Parongil yang rusak parah juga menjadi bagian dari perhatian APUK. Masyarakat selama ini merasakan betapa hancurnya jalan tersebut, sehingga mengganggu kegiatan ekonomi.

Namun, dalam audensi dengan pemerintah tadi, bahwa tahun ini perbaikan jalan tersebut telah dianggarkan dari APBD Pemkab Dairi dengan dana sekitar 18 Miliar.

Padahal dari isu yang berkembang selama ini, bahwasannya jalan Sidikalang-Parongil perbaikannya akan di danai oleh PT. DPM. Untung saja di danai Pemkab Dairi.

“Kalau saja perbaikannya di danai pihak PT. DPM, kami khawatir akses masyarakat terhadap jalan tersebut akan terbatas atau bahkan terampas,” ujarnya.

Sebagai masyarakat Parongil, dirinya tidak mau hak-hak masyarakat terampas hanya karena kepentingan PT. DPM yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. Tapi justru berpotensi merampas ruang hidup dan hak-hak sosial masyarakat.

“Kehadiran PT. DPM berpotensi merampas ruang hidup dan hak-hak sosial kami sebagai masyarakat petani,” ungkap Tioman.

Medanbisnisdaily.com-Dairi.

APUK BERAUDIENSI DIKANTOR DPRD KAB. DAIRI, “KECEWA KARENA HANYA DIBERIKAN SETENGAH JAM UNTUK MENYUARAKAN ASPIRASI”

Aliansi Petani Untuk Keadilan Dairi atau di kenal juga dengan APUK Dairi merupakan aliansi dari 15 organisasi rakyat (OR) dengan jumlah anggota sekitar 7.000 KK yang terbentuk karena kekhawtiran bersama, dimana hak-hak petani belum terpenuhi oleh pemerintah secara adil dan merata. APUK Dairi ini seyogianya telah terbentuk pada 6 September 2022 yang lalu yang dihadiri oleh beberapa perwakilan organisasi petani yang ada di Kab. Dairi. Pada 1 November 2022 APUK DAIRI juga telah melakukan aksi demonstrasi pertama kali di depan kantor DPRD Dairi dan di depan kantor Bupati.

Kekhawatiran tersebut diawali dengan semakin sulitnya petani untuk mendapatkan haknya, akses terhadap kebutuhan pertanian dan kebutuhan hidupnya, kesulitan pupuk, mahalnya harga bibit tanaman, pelayanan kesehatan yang buruk, buruknya infrastruktur, klaim hutan lindung secara sepihak oleh pemerintah dan bantuan sosial yang tidak merata menjadi ancaman yang menakutkan bagi petani di desa-desa di kabupaten Dairi. Informasi dari pemerintah tentang penguasaan tanah dimana di beberapa kecamatan saat ini ada perusahaan besar hadir yang pastinya membutuhkan tanah yang luas. Petani khawatir dengan kehadiran perusahaan-perusahaan yang membutuhkan ribuan hektar tanah akan menjadi ancaman bagi penguasaan dan pengelolaan tanah pertanian oleh petani di desa. Hal ini juga dipandang petani menjadi ancaman nyata akan terjadinya perampasan tanah pertanian, semakin sempitnya lahan pertanian dimana akan mempertajam konflik baik secara horizontal maupun secara vertical. Keadaan ini yang akhirnya menjadi cikal bakal berdirinya APUK agar terwujudnya petani Dairi yang berdaulat.

(6/4/2023) Hari ini pengurus APUK diterima beraudiensi di Kantor DPRD Kab. Dairi. Pada surat permohonan audiensi APUK tertanggal 27 Maret 2023, APUK meminta kepada DPRD Kab. Dairi agar bersedia mengundang eksekutif (Pemerintah Kab. Dairi) di audiensi yang akan dilakukan pada tanggal 4 April 2023. Namun DPRD Kab. Dairi meminta agar audiensi dilakukan pada 6 April 2023. Harapannya dalam audiensi tersebut, APUK Dairi dapat langsung menyampaikan pokok persoalan dan aspirasinya dengan tujuan pemerintah kab. Dairi baik eksekutif dan legislatif dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Dairi terkhusus petani hingga menemukan solusi dalam pemecahan masalah tersebut.

Pertemuan kali ini mengecewakan APUK karena tidak satu pun dinas atau pejabat terkait (Pemkab Dairi) hadir pada audiensi tersebut, pun APUK hanya diberikan waktu setengah jam untuk menyampaikan aspirasinya. Hal ini dianggap mencoreng demokorasi di Dairi, karena rakyat datang kerumah sendiri namun harus dibatasi oleh waktu.

Perwakilan pengurus APUK yang hadir sempat menyampaikan pokok-pokok permasalah yang saat ini dihadapi oleh masyarakat terkhusus petani saat ini namun pertemuan harus disudahi karena DPRD Kab. Dairi memiliki urusan lain walau sebelumnya DPRD Kab. Dairi yang menentukan hari audiensinya. DPRD Kab. Dairi berjanji akan mengundang kembali kesembilan Dinas atau pemangku jabatan untuk beraudiensi dengan APUK Dairi pada tanggal 17 April 2023.

Warga Dairi Menggugat KLHK

Dalam ambang ancaman bencana, warga Dairi terus berjuang mempertahankan ruang hidup mereka. Keselamatan diri dan ketersediaan ruang hidup perlu mereka perjuangkan dari ancaman tambang yang sudah di depan mata.

Dengan keluarnya persetujuan lingkungan PT DPM, KLHK abai dengan kehidupan masyarakat yang hidup dan akan terdampak akan pembangunan tambang di Dairi.Mari ikut mendukung dan bersolidaritas dengan warga Dairi mempertahankan ruang hidup mereka dari ancaman tambang.Untuk bantu warga Dairi berjuang mari klik link ini dan tandatangani petisi #tolakdpm#tambangbukansolusi#ladangrakyatbukantambangdpm#dairirawanbencana#cabutpersetujuanlingkungan

Mereka menyebut kami ring 1

Film dokumenter ‘’mereka menyebut kami ring 1’’ yang berdurasi 13 menit, 16 detik mengangkat hasil valuasi ekonomi Desa Bongkaras dengan angka yang fantastis hinga mencapai 13 milyar per tahun dan kekhawatiran mereka atas keterancamanan kehidupan ketika perusahaan hadir dan menamai Desa Bongkaras dan Longkotan Ring 1 tanpa sepengetahuan mereka.

Dalam dokumenter ini juga bercerita tentang Desa Longkotan yang mana aktivitas pertambangan sangat dekat dengan pemukiman dan perladangan mereka, Aktivitas yang dimaksud adalah pembangunan Bendungan limbah yang hanya berjarak 20 m dari rumahnya sehingga mengakibatkan kebisingan, rumah retak-retak, intimidasi dari pihak perusahaan, kepolisian dan pemerintah lokal, jalan menuju ke ladang jadi terganggu tak hanya itu konflik horizontal juga dirasakan karena kehadiran Perusahaan tersebut.

Selain pembangunan tempat bendungan limbah pembangunan gudang bahan peledak dan pembangunan mulut terowongan juga mengancam ruang hidup dan keselamatan warga. Gudang bahan peledak dibangun dekat dengan pemukiman yang hanya berjarak 50,64 m juga dekat dengan perladangan warga.Bagaimana Warga Desa Bongkaras dan Longkotan berjuang untuk mempertahankan ruang hidupnya? nantikan selengkapnya di documenter “Mereka menyebut kami Ring 1” dengan melakukan pendaftaran terlebih dahulu pada link di bawah ini :#TolakDPM#Dairirawanbencana#ladangrakyatbukantambang#tolakperusaklingkungan

“Tangiang Gabe Naniula”

Tanah dan pertanian adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari masyararat Desa Sileuh-leuh Parsaoran. Dimana sekitar 86% masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran bekerja pada sektor pertanian. Sebagai sumber pendapat keluarga, biasayanya mereka (petani) membuat kalender panen harian, mingguan, bulanan hingga tahunan, dengan demikian kebutuhan keluarga bisa tercukupi. Rantai ekonomi juga sudah sangat baik dibangun didesa ini, petani bisa langsung menjual hasil pertaniannya ke pengumpul-toke didesa mereka atau langsung kepasar tradisional bahkan ada yang sudah menjual keluar negeri.

Tidak dapat dipungkiri, pertanian sudah membawa Sileuh-leuh Parsaoran kepada hadumaon (kecukupan, kemakmuran). Pencapaian tersebut sepatutnya disyukuri dan menjadi cikal bakal dilaksanakannnya Tangiang Gabe Naniula. Sebenarnya sejak tahuan 1930an hingga tahun 2000an, masyarakat masih konsiten melestarikan budaya ini, namun belakangan ini kearifan lokal tersebut terkikis akibat kehadiran refolusi hijau. Maka melalui inisiasi beberapa penatuah, tangiang gabe naniula dilakukan kembali dan harapannya dapat dilestarikan.

Tangiang gabe naniula adalah salah satu budaya habatahon atau kearifan lokal yang bertujuan untuk mendoakan petani-pertanian agar lebih baik, jauh dari hama, jauh dari penggangu dan merupakan doa syukur atas berkat yang diterima dari hasil pertanian. Tangiang gabe naniula juga menerapkan prinsip bergotong-royong (marsiruppa), dimana semua kegiatan dilakukan bersama. Budaya tangiang gabe naniula, dipercaya membawa berkat bagi petani yaitu Sinur na pinahan, gabe naiula, horas na mangaluhon. Filosofi ini juga erat kaitannya dengan pertanian yang selaras dengan alam. Didesa Sileuh-leuh Parsaoran, pertanian bukan semata pekerjaan namun sebagai identitas yang mempengaruhi peradaban mereka.

Selain mendoakan pertanian, kepercayaan masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran melalui tangiang gabe naniula, masyarakat yang ikut serta pada acara ini saling mendoakan agar kesatuan diantara masyarakat dalam menjaga lingkungan seperti tidak merusak tombak Sitapigagan, tidak merusak air dan menghargai binatang-binatang yang hidup di tombak Sitapigagan tetap terjaga, sebab pertanian mereka akan terganggu apabila Tombak Sitapigagan dirusak.

Manusia tidak akan bisa hidup tanpa alam, tetapi Alam akan baik-baik saja bahkan tanpa manusia.

Orientasi Petani Integrasi Kopi dan Lebah untuk Ketahanan Iklim ke Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan bolon

Kegiatan orientasi integrasi kopi dengan beternak lebah pada lahan kopi untuk ketahanan iklim bersama dengan petani dampingan PETRASA, berada di Desa Sibaganding kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Peserta dari berbagai kecamatan kabupaten Dairi yang tergabung dalam petani budidaya lebah madu. Petani yang sangat peduli dengan kondisi lingkungan adalah petani yang mampu melestarikan alam sekitar. Hal ini yang mendorong Petrasa untuk membawa petani memperdalam pengetahuannya ke daerah Sibaganding dengan bertemu anggota dan pengurus kelompok HKM Lestari.

Pagi dengan terik sinar matahari pagi, kami langsung berangkat ke lahan Bapak A. Manik yang di pandu oleh Bapak Benson Marbun ke lokasi pemeliharaan madu. Untuk menjangkau lokasi kami harus berganti mobil yang di fasilitasi oleh ketua HKM Lestari. Tiba di lokasi langsung berdiskusi dengan A. Manik dengan memperkenalkan lebah yang mereka budidayakan disana. Sebelum memperpanjang penyampaian informasi dari A. Manik. Setiap peserta melakukan pengamatan dulu terhadap lokasi budidaya lebah madu tersebut. Dari hasil pengamatan di lokasi, Peserta mengamati bahwa di dalam lokasi budidaya lebah ini membudidayakan tanaman kopi, tanaman andaliman, tanaman durian yang di tanam dalam satu lahan.

Dilanjutkan dengan penyampaian materi dari Bapak Benson Marbun dan A. Manik terkait budidaya lebah yang mereka geluti disana. Pak Benson Marbun sebagai ketua kelompok menyampaikan bahwa kelompok yang mereka bangun adalah kelompok binaan dari Dinas Kehutanan Pematang Siantar. Kelompok ini sudah di fasilitasi dengan berbagai pengetahuan tentang budidaya lebah madu. Dalam budidaya madu yang di terapkan adalah dengan memamfaatkan alam sekitar, peternak belum menanam produk yang menjadi makanan lebah. Kelompok HKM beranggapan lebah yang mereka pelihara cukup dengan tanaman pendukung yang ada di hutan tersebut. Dari penjelasan mengenai hasil yang di dapatkan mereka masih minim dimana peserta menanyakan berapa banyak hasil panen pertahun atau hasil madu ketika di lakukan pemanenan. A. Manik sebagai peternak lebahmenjelaskan bahwa madu yang mereka pelihara masih alami dan hasilnya masih minim dimana sekali panen yang didapatkan itu sekitar satu cangkir atau kitaran 250-300 ml per sarang.

Mendengar hasil panen yang mereka dapatkan membuat peserta saling bertatapan, karena menurut peserta, hasil panen mereka sangat minim di bandingkan dengan hasil panen dari setiap peserta. Dari pemahaman yang disampaikan oleh narasumber bahwa lebah di daerah Sidikalang kabupaten Dairi mempunyai stok makanan yang cukup sehingga madu yang dihasilkan lebih banyak dari yang mereka hasilkan. Di lokasi ini juga di lakukan praktek pembuatan stup/glodokan untuk memancing lebah yang masih liar dan setelah berisi akan dipindahkan ke sarang yang baru. Pembelajaran yang didapatkan oleh peserta adalah, stup/glodokan yang di gunakan dari bahan kelapa. Bahan kelapa ini sangat harum bagi si Lebah sehingga memudahkan lebah untuk nyaman dan bersarang disana. Kegiatan ini ditutup dengan satu pertanyaan menggugah dari peserta yang menanyakan pemasaran madu yang meraka hasilkan. Pak. Marbun sebagai ketua HKM Lestari memberikan jawaban terkait pemasaran melalui pasar online dan hingga saat ini stok masih kurang dibandingkan dengan permintaan pelanggan. Untuk menutup orientasi lahan ini dilanjutkan foto bersama di lahan integrasi kopi dan lebah dan berpisah dari A. Manik.

Melanjutkan perjalanan ke daerah lain dengan mengunjungi peternak lainnya, orientasi berlanjut ke lokasi peternakan lebah Flora Nauli berada di Pematang Siantar. Madu yang diproduksi ada 2 jenis madu trigona dan madu lebah lokal disebut Apis cerana. Mareka juga memproduksi bahan baku dalam pembuatan propolis yaitu dari sarang trigona. Jenis Lebah trigona yang di budidayakan oleh Flora Nauli adalah Madu Heterotrigona Itama dengan ratusan sarang yang sudah berisi. Adapun narasumber yang kami temui di lokasi ini adalah Bapak Aam Hasanuddin dijuluki sebagai guru besar budidaya lebah di daerah Sumatera Utara dan Bapak Rohman sebagai staf. Kedua Narasumber ini menyampaikan bahwa Flora Nauli banyak di kunjungi oleh Peneliti dari berbagai universitas ternama di Indonesia. Baru-baru ini ada beberapa peneliti dari Universitas IPB dan Universitas Andalas yang meneliti soal kualitas madu yang dihasilkan di daerah Siantar.

Penjelasan lain yang disampaikan Bapak Aam Hasanuddin adalah Indonesiamempunyai kurang lebih 100 jenis lebah yang di budidayakan dan hasil madu yang dihasilkan juga berbeda-beda. Lebah ada yang menyengat dan ada juga yang tidak menyengat. Lebah yang tidak menyengat dengan jenis trigona. Lebah di budidayakan masyarakat Dairi adalah lebah jenis daldal. Memelihara lebah daldal sangat menguntungkan bagi peternaknya dimana lebah jenis ini lebih banyak menghasilkan madu. Adapun kelemahan dari lebah ini adalah tidak tahan dengan hama pengganggu seperti kecoa, semut, cicak, tawon besar (uiluil). Lebah tidak berkembang apabila lebah tidak membawa bipolen atau pada saat terbang di kakinya ada serbuk sari berwarna kuning yang selalu dibawa oleh lebah.

Pada kesempatan ini juga peserta di bawa oleh Bapak Aam Hasunuddin ke daerah Purba sari Jl. Medan- P. siantar untuk memindahkan lebah madu ke sarangnya. Lebah ini bersarang di dinding rumah sehingga kami harus melakukan pembongkaran terlebih dahulu, selanjutnya kami melakukan praktek pemindahan lebah ke sarang yang disediakan. Peserta di pandu oleh Pak. Rohman untuk melakukannya secara langsung. Sebagian peserta pun memberanikan diri untuk melakukan pemindahan dimana dalam pemindahan ini tanpa pmenggunakan alat pelindung diri (APD). Kegiatan ini berlangsung dalam sehari Pada hari Rabu, tanggal 22 Februari 2023 diikuti oleh 12 petani kopi integrasi dengan lebah. Pada orientasi ini petani mendapatkan pengetahuan baru, bahkan mereka sangat antusias untuk bisa mengaplikasikan hal baru di lahan Petani Dampingan Yayasan Petrasa.

MASYARAKAT MENDESAK PEMERINTAH MENCABUT IZIN PERUSAHAAN PERUSAK LINGKUNGAN DI KAWASAN DANAU TOBA

Balige, 25 Februari 2023. Sebuah spanduk bertuliskan “Selamat Datang di Danau Toba, Danau Indah Penuh Masalah Kerusakan Lingkungan” terbang ditas Danau Toba. Spanduk tersebut diterbangkan oleh sejumlah aktivis Sumatera Utara. Lewat aksi tersebut, mereka menyampaikan pesan kepada peserta F1H20 di Balige, dibalik perhelatan F1 tersebut, banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan Danau Toba, akibat kehadiran beberapa industri seperti PT Dairi Prima Mineral (DPM), PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Gruti, yang melakukan perampasan ruang hidup masyarakat dan melakukan kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba.

Saat yang bersamaan, puluhan perempuan pedesaan korban PT DPM, PT TPL, dan PT Gruti, juga melakukan aksi bentang hand banner di pusat kota Balige bertuliskan, “Tutup TPL, Cabut Ijin Lingkungan PT DPM, Usir PT Gruti” dan beberapa tuntutan lainya. Lewat aksi tersebut para perempuan korban Tambang di Dairi, korban PT TPL di Toba, dan PT Gruti, berharap supaya Pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang telah merapas ruang hidup masyarakat.

Kehadiran tiga perusahaan besar seperti PT TPL, PT DPM, PT Gruti, di Kawasan Danau Toba, telah merenggut hak hak masyarakat di kawasa Danau Toba. Penebangan Hutan secara massif yang dilakukan oleh Perusahaan tersebut, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada masyarakat megalami kesulitan ketika bertani. Para petani seringkali mengalami gagal panen akibat cuaca yang buruk.

Seperti yang dialami oleh masyrakat Dairi, kehadiran PT DPM, tidak pernah melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal. Padahal wilayah tersebut merupakan kawasan penting untuk pertanian, areal pangan, sumber air, bagi masyarakat. Dampak lain akibat kehadiran PT DPM ialah, terdapat sumber air di 7 (tujuh) desa dan 1 (satu) kelurahan juga berpotensi akan hilang ke depan sesuai hasil kajian pasokan air dan Investigasi Lae Puccu. Lae Puccu adalah sumber utama PDAM di kecamatan Silima Pungga-pungga, Kab. Dairi yang menghidupi 7000 jiwa pelanggan di tujuh desa dan satu kelurahan tersebut.

PT. Dairi Prima Mineral (DPM) merupakan perusahaan eksplorasi biji seng dan timah hitam di wilayah pegunungan Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam dengan metode penambangan bawah tanah. Setelah mengalami beberapa kali perubahan dan penyesuain teknis-administrasi, pada 2018, Kementerian EDSM RI mengeluarkan Keputusan No.KK.272.KK/30/DJB/2018 yang memperpanjang izin operasi produksi PT DPM di wilayah seluas 24.636 dan berlaku 2018 hingga 2047. Pusat proyek ini berada di dusun Sopo Komil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Saat ini PT DPM, sudah selesai membangun fasilitas Gudang handak tanpa persetujuan izin lingkungan dan hanya berjarak 50,64 meter dari areal pangan dan pemukiman warga di dusun sipat, desa Longkotan. Langkah PT DPM tersebut tentu bisa berdampak pada kerusakan lingkungan serius. Hal ini diperkuat oleh kajian yang dilakukan oleh ahli Ombusman -Bank Dunia dunia melalui mekanisme pengaduan ke CAO (Compliance advisor Ombusman) yang sudah mengeluarkan laporan pada bulan Juli tahun 2022 lalu, yang menyatakan bahwa aktivitas PT DPM di Dairi Beresiko Ekstrim.

Sebagaimana yang dialami oleh masyarakat Dairi, masyarakat di Kawasan Danau Toba sudah duluan merasakan dampak akibat kehadiran PT TPL. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini, awalnya mendapatkan izin konsesi dari Negara seluas 269.060 berdasarkan SK No.493 KPTS-II/Tahun 1992. Setelah mengalami delapan kali revisi, yang terkahir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 menjadi 167.912 hektar. Pada umumnya, di wilayah konsesi tersebut bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat. Klaim negara di wilayah adat dan pemberian izin konsesi kepada PT TPL menjadi akar konflik agraria yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan hingga saat ini.

Akibat perampasan wilayah adat yang dilakukan oleh PT TPL telah menimbulkan banyak dampak terhadap masyarakat baik dampak ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi. Sebelum kehadiran PT TPL, masyarakat di kawasan Danau Toba hidup dari hasil hutan, berladang, beternak dan bersawah. Namun saat ini, sumber mata pencaharian masyarakat adat di wilayah konsesi terus mengalami penurunan.

Keberadaan konsesi PT TPL di hulu Danau Toba, juga berdampak pada banyak nya Daerah Aliran Sungai (DAS) ke Danau Toba tidak berfungsi seperti dulu lagi. Seperti diketahui salah satu sumber air Danau Toba yakni Aek Mare yang berasal dari Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka saat ini telah mengalami kerusakan yang parah. Banyak nya anak sungai yang tertimbun akibat pembukaan lahan untuk penanaman eucalyptus menyabkan debit Aek Mare berkurang ke Danau Toba.

Perhelatan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau Toba, 24-25 Februari 2023 ini, termotivasi dari kesuksesan penyelenggaraan MotoGP Mandalika tahun 2022 lalu. Alasan ekonomi yang dihadirkan acara MotoGP 2022 itu memacu pemerintah untuk mengadakan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau Toba. Namun dibalik promosi Pemerintah terhadap Danau Toba untuk menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas, terdapat masalah yang sangat serius dialami oleh masyaraat di Kawasan Danau Toba, akibat kehadiran industri seperti PT TPL, PT DPM dan PT Gruti.

AKSI ALIANSI PETANI UNTUK KEADILAN – DAIRI (APUK) “DAIRI DIANCAM KRISI PANGAN”

Dairi adalah salah satu daerah dengan topografis yang subur di Sumatera Utara karena lebih dari 70 % adalah Petani. Komiditi unggulan antara lain adalah yang sangat terkenal seperti kopi, durian, duku, manggis, gambir, jeruk purut, coklat dan jagung disamping itu, Dairi menjadi penghasil tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, bawang putih dan berbagai produk sayur mayur seperti kol kubis, kentang, brokoli dan sebagainya.  Data BPS tahun 2021 menunjukkan Dairi untuk struktur perekonomian sector pertanian menyumbang produk domestic regional bruto (PDRB) sebesar 42,9 % yang disampaikan oleh kepala BPS Asi Matanari pada Musyawarah perencanaan Pembangunan Kab,Dairi (Musrembang RKPD) tahun 2023 pada tanggal 28/3 2022) Dalam kesempatan itu, Asi Matanari menyampaikan materi tentang penguatan ekonomi Dairi dengan hilirisasi pertanian. Asi menyampaikan, juga perbandingan kontribusi beberapa sektor perekonomian di tahun 2021, dimana sektor industri pengolahan berkontribusi hanya 0,4 persen, sementara pertanian sangat besar yakni 40%. Hal tersebut sebagai indikasi bahwa hasil pertanian dari Dairi di kirim ke luar daerah tanpa diolah,” jelas Asi. Disebutkan, mengingat sektor pertanian penyumbang PDRB terbesar, pemerintah harus bergerak cepat untuk membuat program transformasi pertanian.

Program Dairi Unggul Kampanye Bupati terpilih pada pilkada tahun 2018 yang lalu tampaknya hanya slogan dan politik dagang semata. Beberapa kehadiran Investor di Dairi seperti PT DPM dan PT Gruti yang tidak melibatkan petani dalam pengambilan keputusan layak atau tidaknya perusahaan hadir, justru mengancam ruang hidup dan ruang produksi petani Dairi. Petani Dairi juga harus berhadapan dengan perubahaan iklim global yang menyebabkan gagal panen durian dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, munculnya berbagai penyakit dan fenomena alam seperti angin puting beliung dan hujan es yang menyebabkan turunnya produktifitas pertanian dan membahayakan keselamatan nyawa manusia (hasil kajian Petrasa) , kelangkaan pupuk dan minimnya sarana irigasi di beberapa kecamatan diantaranya di Kecamatan Silima pungga Pungga dan Kecamatan Lae Parira. BPS, Dairi dalam angka tahun 2021 mencatat, kedua kecamatan ini memiliki areal persawahan yang cukup luas sekitar 2.072 ha.

Ruang hidup dan ruang produksi petani kembali di gempur dengan sengaja mengundang bencana dan malapetaka yang akan di hadapi oleh petani Dairi di beberapa kecamatan, yakni PT DPM yang akan menambang timah dan seng metode sistim bawah tanah (terowongan), memiliki areal konsesi seluas 24,636 Ha di tiga Kabupaten yakni Pakpak barat, Kabupaten Dairi dan Kota Sumbul Salam – NAD.  Di Kabupaten Dairi, areal konsesi PT DPM sendiri berada di empat kecamatan yakni Kecamatan Silima Pungga, Lae Parira, Siempat Nempu Hilir dan Desa Sinar pagi di Kecamatan Tanah Pinem. Areal konsesi tambang DPM menghimpit dan mengkapling areal pertanian, persawahan, pemukiman, sumber air, jalur sungai sebagai ruang hidup dan ruang produksi petani bahkan adanyaalih fungsi lahan produktif pertanian untuk pertambananlewat SK Dinas Pertanian No 520/1722/X/2019 di Kecamatan Silima Pungga-pungga.

Disisi lain keberadaan Tailing Storange Facility (BENDUNGAN LIMBAH) dengan luas 24 Ha diperkirakan akan runtuh dan jebol sesuai kajian ahli bendungan limbah dan hidrologi dunia, karena berada di atas tanah yang tidak stabil (bekas letusan gunung api / Toba Tuff), curah hujan tinggi, terletak di hulu desa, dan yang paling tragis terletak di daerah patahan gempa dengan resiko tertinggi di dunia karena ramai di lalui patahan dan sesar seperti Lae Renun, Toba dan Angkola diperkirakan melululantakkan 11 desa dan 57 dusun. Selain AMDAL PT DPM tidak memiliki Analisis Resiko Bencana, dan juga tidak ,menjamin tanaman yang dapat tumbuh paska operasi atau rehabilitasi disekitar tapak tambang dengan radius 30 km bahkan lebih. DPM juga membangun Gudang bahan peledak yang juga dekat dengan pemukiman dan perladangan warga,  yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan warga. Hasil Investigasi Anakan Lae Puccu menyatakan bahwa DPM berpotensi menggunakan sumber air bersih untuk 7 desa dan satu Kelurahan di Kecamatan Silima Pungga-pungga, dengan jumlah pelanggan lebih dari 7000 ribu jiwa.

Sumber air ini juga di gunakan sebagai sumber irigasi puluhan ha sawah di sekitar tambang. Itu artinya akan ada ancaman krisis air  yang dirasakan oleh masyarakat ke depan, air merupakan kebutuhan vital untuk kehidupan.  Sementara itu, paskah banjir bandang tahun 2018 yang lalu ada 6 desa (Bongkaras, Longkotan, Bonian, Lae Panginuman, Lae Pangoroan dan Sumbari) yang tidak lagi dapat menanam padi sawah karena sarana irigasi yang biarkan rusak dan tidak ada tindakan serius dan sistematis dari pemerintah daerah Kabupaten Dairi, demikian juga dengan persawahan di areal kecamatan Lae Parira warga berebutan akan sumber air untuk mengairi sawah warga dan pada akhirnya beralih tanaman dari padi ke jagung dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini.

Di Kecamatan Sumbul dan Kecamatan Parbuluan sendiri kehadiran PT Gruti sejak tahun 2020 yang lalu,  lewat izin pengelolaan hutan kayu alam dengan areal konsesi seluas 8850 Ha. PT Gruti menghimpit dan mengkapling lima desa yakni desa yakni desa Barisan Nauli, desa Pargambiran, desa Perjuangan, desa Sileu-leu parsaoran dan desa Parbuluan. PT Gruti juga mengkapling areal pertanian di kecamatan Parbuluan seperti perkebunan kopi, hortikultura, jeruk, kentang dan di kecamatan Sumbul padi sawah dan petani Kopi. Di perkirakan areal pertanian yang terdampak seluas 20 Ribu Ha.

Selain itu, dampak lainnya adalah petani akan kehilangan hak atas tanah dan di khawatirkan akan merusak “RASO” sejenis tanaman pandan tanaman hutan, yang berfungsi sebagai penyimpan sumber mata air seluas 500 ha, berada di areal konsesi PT Gruti. Sumber air ini diperuntukkan untuk kebutuhan pertanian hortikultura, sawah dan kopi, kebutuhan MCK, dan sumber air untuk 11 sungai bahkan berpotensi juga akan mengakibatkn banjir bandang jika “ RASO” rusak akibat aktivitas PT Gruti.

Kerusakan ekologi, alih fungsi lahan, rusaknya sumber air yang menjadi ruang –ruang produksi petani  atas nama pembangunan ekonomi yang akan menguntungkan segelintir kepentingan atau orang –orang tertentu dan tidak berkelanjutan karena perubahan struktur bumi akibat aktivitas tambang dan PT Gruti ke depan akan mengakibatkan petani tidak lagi bisa mengolah lahannya, menghasilkan pangan dan muncullah kemiskinan baru serta krisis pangan berkelanjutan. Artinya, tidak sejalan dengan program pemerintah yang  intens mendorong program ketahanan pangan melalui program Desa, karena 20 % dana desa saat ini diprioritaskan untuk program ketahan pangan,lalu kalau investasi ekstratif seperti tambang justru mengusai lahan lahan pertanian  dan diubah fungsnya maka bisa dikatakan itu kontra produktif dengan upaya pemerintah menjaga stabilitas pangan nasional.