“Tangiang Gabe Naniula”


Tanah dan pertanian adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari masyararat Desa Sileuh-leuh Parsaoran. Dimana sekitar 86% masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran bekerja pada sektor pertanian. Sebagai sumber pendapat keluarga, biasayanya mereka (petani) membuat kalender panen harian, mingguan, bulanan hingga tahunan, dengan demikian kebutuhan keluarga bisa tercukupi. Rantai ekonomi juga sudah sangat baik dibangun didesa ini, petani bisa langsung menjual hasil pertaniannya ke pengumpul-toke didesa mereka atau langsung kepasar tradisional bahkan ada yang sudah menjual keluar negeri.

Tidak dapat dipungkiri, pertanian sudah membawa Sileuh-leuh Parsaoran kepada hadumaon (kecukupan, kemakmuran). Pencapaian tersebut sepatutnya disyukuri dan menjadi cikal bakal dilaksanakannnya Tangiang Gabe Naniula. Sebenarnya sejak tahuan 1930an hingga tahun 2000an, masyarakat masih konsiten melestarikan budaya ini, namun belakangan ini kearifan lokal tersebut terkikis akibat kehadiran refolusi hijau. Maka melalui inisiasi beberapa penatuah, tangiang gabe naniula dilakukan kembali dan harapannya dapat dilestarikan.

Tangiang gabe naniula adalah salah satu budaya habatahon atau kearifan lokal yang bertujuan untuk mendoakan petani-pertanian agar lebih baik, jauh dari hama, jauh dari penggangu dan merupakan doa syukur atas berkat yang diterima dari hasil pertanian. Tangiang gabe naniula juga menerapkan prinsip bergotong-royong (marsiruppa), dimana semua kegiatan dilakukan bersama. Budaya tangiang gabe naniula, dipercaya membawa berkat bagi petani yaitu Sinur na pinahan, gabe naiula, horas na mangaluhon. Filosofi ini juga erat kaitannya dengan pertanian yang selaras dengan alam. Didesa Sileuh-leuh Parsaoran, pertanian bukan semata pekerjaan namun sebagai identitas yang mempengaruhi peradaban mereka.

Selain mendoakan pertanian, kepercayaan masyarakat Desa Sileuh-leuh Parsaoran melalui tangiang gabe naniula, masyarakat yang ikut serta pada acara ini saling mendoakan agar kesatuan diantara masyarakat dalam menjaga lingkungan seperti tidak merusak tombak Sitapigagan, tidak merusak air dan menghargai binatang-binatang yang hidup di tombak Sitapigagan tetap terjaga, sebab pertanian mereka akan terganggu apabila Tombak Sitapigagan dirusak.

Manusia tidak akan bisa hidup tanpa alam, tetapi Alam akan baik-baik saja bahkan tanpa manusia.