PETRASA FAIR 2019: Mendekatkan Pertanian Organik dengan Masyarakat Dairi

Sejak tahun lalu menyelenggarakan Petrasa Fair untuk pertama kalinya, Yayasan Petrasa terus memastikan pertanian organik kian akrab dengan masyarakat Dairi.

Tahun ini, Petrasa Fair telah digelar pada Rabu, 24 April 2019 di Gedung Nasional Djauli Manik Sidikalang. Gelaran ini bertujuan untuk promosi, kampanye, dan edukasi tentang pertanian organik kepada masyarakat Kabupaten Dairi.

Mengangkat tema “Peluang Pasar Organik”, Petrasa Fair 2019 berupaya mendekatkan isu-isu pertanian organik kepada pemerintah daerah dan masyarakat Dairi melalui berbagai jenis kegiatan. Semua rangkaian kegiatan dikemas dengan menyenangkan agar pengunjung yang datang dapat lebih mengenal pertanian organik mulai dari isu terkini, produk-produk yang tersedia, hingga petani-petani organik yang mengerjakannya.

Bicara Serius Dibungkus Acara Kreatif

Petrasa Fair sudah dirintis sejak 2018. Memasuki perhelatan kedua tahun ini, Yayasan Petrasa dengan serius ingin mengajak banyak masyarakat di Kabupaten Dairi untuk lebih kenal, lebih dekat, dan peduli dengan pertanian organik.

Muntilan Nababan, Ketua Panitia Petrasa Fair 2019 mengungkapkan dalam sambutannya, “Acara ini merupakan cara kita untuk mendekatkan isu pertanian organik kepada masyarakat. Tidak hanya itu, kita juga berharap diskusi hari ini dapat membangun sinergi dengan pemerintah daerah untuk memajukan pertanian organik. Apalagi kita punya program 1000 Desa Organik dari Kementan yang belum terlaksana di Dairi.”

Gelaran dimulai sejak pagi hari. Kegiatan pertama rangkaian acara Petrasa Fair 2019 diawali dengan Lomba Mewarnai tingkat TK dengan tema Mengenal Alam, Menjaga Lingkungan. Sekitar 110 siswa TK dari 11 TK di Sidikalang menjadi partisipan dalam lomba ini. Ratusan anak TK ini datang didampingi guru pembimbing dan orang tua.

Dalam satu jam mereka diberi waktu berkreasi mewarnai kertas gambar yang sudah disediakan oleh Faber Castle, sponsor lomba ini. Lomba mewarnai ini menjadi cara Petrasa untuk memperkenalkan lingkungan sekaligus memberi contoh cara menjaga kebersihan lingkungan.

Tidak hanya anak TK, Yayasan Petrasa juga menyasar pelajar untuk edukasi lingkungan melalui Lomba Menulis Artikel Tingkat SMA/SMK/Sederajat. Mengangkat tema “Aksi Nyata Generasi Muda Merawat Alam,  Merawat Kehidupan”, dua orang siswa perwakilan setiap SMA/SMK di Sidikalang harus menulis satu artikel yang memuat analisis masalah lingkungan disertai solusi nyata yang dapat mereka lakukan.

Sejumlah 18 orang siswa berkompetisi mengeluarkan ide dan solusi terbaiknya mewakili 9 sekolah menengah atas di Sidikalang. Mereka mengangkat berbagai persoalan lingkungan, mulai dari masalah energi, sampah di pasar, hingga ekosistem Danau Toba yang mulai tercemar. Yayasan Petrasa mendorong para siswa untuk kreatif dan aktif melakukan aksi peduli lingkungan.

Pada jam yang bersamaan, Yayasan Petrasa mengupas topik Peluang Pasar Produk Organik dalam seminar yang menjadi acara utama Petrasa Fair 2019. Bersama Maya Stolastika yang merupakan Presiden Aliansi Organis Indonesia, R. Munthe Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Lidia Naibaho Direktur Program Yayasan Petrasa. Ridwan Samosir, Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa yang baru saja terpilih menjadi moderator seminar ini.

Maya Stolastika dalam pemaparannya mengatakan, “Tren pasar peluang organik akan terus meningkat bila disertai dengan perencanaan pasar yang matang.” Hal tersebut disambut oleh Bapak R. Munthe yang berjanji akan mengupayakan program dan kerjasama yang sinergis untuk membuat satu pasar produk organik yang rutin di Sidikalang.

Di stan lain, Petrasa Fair 2019 menyediakan dan menjual beragam produk pertanian organik yang diolah oleh petani organik. Beragam buah-buahan, sayuran, beras, hingga jajanan berbahan dasar organik sejak pagi hingga sore ramai dikunjungi para pengunjung. Selain belanja, staf Petrasa bersama dengan volunteer menjelaskan beragam informasi produk organik yang tersedia kepada konsumen yang datang. Tidak hanya produk segar, dengan konsep coffee truck, Petrasa Fair 2019 juga membuka coffee truck yang khusus menjual kopi organik d’Pinagar.

Meski sempat hujan, Petrasa Fair tetap meriah dengan demo masak mengolah produk organik yang dipandu oleh Chef Yudhie Nugroho dari Dilly’s Pattiserie and Bakery. Dengan menggunakan buah-buahan organik, Chef Yudhie dan tim membuat bolu organik dan kue lumpur yang dibagikan gratis kepada pengunjung.

Rangkaian kegiatan acara Petrasa Fair 2019 ditutup dengan pengumuman pemenang berbagai lomba. Mulai dari lomba mewarnai, lomba menulis, lomba pengolahan pangan lokal, dan petani yang mendapat undian berhadiah.

Sinergi Pertanian Organik dengan Pemerintah Daerah

Sebagai acara yang pertama kali mengusung pasar produk organik di Kabupaten Dairi, Petrasa Fair 2019 menjadi ruang diskusi terbuka untuk melibatkan lebih banyak pihak bergerak bersama memajukan pertanian organik.

Petrasa Fair 2019 tahun ini dihadiri oleh Bapak Eddy Kelleng Ate Berutu, Bupati Kabupaten Dairi Periode 2019-2023. Bapak Eddy Berutu hadir membuka acara secara resmi dan memberikan sambutan kepada petani dan pengunjung yang hadir.

Dalam sambutannya ia mengimbau SKPD dan dinas terkait untuk berkoordinasi membuat program pertanian organik dan membina petani bersama Petrasa. Ditemani istri, Ibu Romi Simarmata, beliau mengunjungi stan-stan Petrasa Fair 2019 mulai dari Pasar Produk Organik hingga Coffee Truck d’Pinagar. Ia berjanji akan memberikan dukungan penuh untuk produk-produk yang dibuat oleh petani. Tidak lupa, Bapak Eddy Berutu juga berniat untuk langganan produk organik dari petani organik dampingan Petrasa.

Direktur Program Yayasan Petrasa, Lidia Naibaho berharap acara ini menjadi perhelatan yang bisa terus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pertanian organik. “Petrasa Fair 2019 bukan sekedar acara jualan produk organik. Lebih dari itu kita ingin pertanian organik semakin dikenal oleh masyarakat sebagai satu upaya menyejahterakan petani lokal dan menyelamatkan lingkungan.”

Petrasa Fair 2019 yang berlangsung satu hari ini dihadiri sekitar 400 orang yang terdiri dari petani, pelajar, dinas-dinas Kabupaten Dairi, dan masyarakat umum. Petrasa Fair akan terus mendorong semangat pertanian organik semakin dekat dengan masyarakat Kabupaten Dairi.

Belajar Kopi Konservasi, Lestarikan Alam, Sejahterakan Petani

Salah satu kegiatan yang diberikan Yayasan Petrasa untuk meningkatkan kapasitas para staff dan petani dampingan adalah melalui orientasi ke sebuah tempat yang sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai Petrasa. Dengan dukungan dari International Trade Finance Corporation atau ITFC, Petrasa mengirim  dua orang staf pertanian dan dua orang petani arabika belajar ke PT. Kopi Malabar Indonesia di Pengalengan Bandung. Keberangkatan ini diiringi harapan agar staff dan petani mendapat pengetahuan lebih dalam tentang kopi arabika mulai dari hulu sampai hilir.

Selama tiga hari sejak 28 Januari hingga 30 Januari 2019, dua orang staff yakni Lina Silaban dan Jetun Tampubolon bersama dengan dua orang petani yakni Mesta Capah dan Jhonson Sinaga mengikuti pelatihan kopi arabika secara intensif. PT. Kopi Malabar Indonesia merupakan tempat yang bagus untuk belajar secara mendalam tentang kopi arabika karena mereka fokus pada budidaya kopi konservasi.

Kopi Malabar membudidayakan kopi dengan tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan, tetap menjaga kelestarian alam dan untuk konservasi hutan. Selain itu, Kopi Malabar sebagai usaha tetap memperhatikan kesejahteraan petani dan juga masyarakat sekitar. Konsep yang mereka bangun sangat baik. Tidak hanya memberi dampak kepada petani tapi juga tergabung membangun masyarakat di sekitar mereka yang juga bagian dari kelompok tani mereka.

Berangkat dari konsep tersebut. Kedua staf dan kedua petani kopi dampingan Petrasa ini pun memulai pengalaman baru mereka.

 

Gali Ilmu Budidaya dan Pasca-Panen Kopi Malabar

Kami tiba di Pengalengan pada tanggal 28 Januari 2019 dan langsung mengikuti pelatihan. Hal pertama yang kami lakukan adalah mengunjungi lapangan untuk melihat budidaya kopi yang dilakukan Kopi Malabar. Kami dibimbing langsung oleh Pak Yusuf Daryono.

Kebun yang mereka kelola adalah area hutan. Mereka bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengembalikan kondisi hutan yang sudah sempat gundul. Area hutan di Kampung Pasirmulya ini sudah sempat digarap oleh warga untuk dijadikan lahan berkebun sayur sehingga banyak pohon yang ditebang. Oleh karena itu pemerintah kemudian memberikan kesempatan kepada mereka untuk tetap mengelola  area hutan tapi dilarang untuk menebang pohon yang ada. Dengan kondisi tersebut maka Hj. Adinuri sebagai pemilik Kopi Malabar saat itu mengambil kesempatan dan memilih menanam kopi.

Di sini kami belajar bagaimana budidaya kopi dapat menjadi salah satu solusi untuk konservasi lahan. Mengingat habitat tanaman kopi sejatinya berada di hutan, sehingga tanaman ini cocok sebagai tanaman konservasi yang sekaligus menjadi sumber penghasilan.

Varietas kopi yang dibudidayakan di Kopi Malabar didominasi oleh Sigarar Utang dan sudah mendapatkan sertifikasi untuk menjadi sumber bibit. Selain Sigarar Utang masih ada varietas lain termasuk Yellow Catimor yang sedang dikembangkan. Pohon pelindung yang digunakan pun beraneka ragam sesuai dengan jenis pohon yang sudah ada di areal tersebut. Pohon yang paling banyak adalah eucaliptus, pinus dan pohon surian. Kopi mereka yang tumbuh subur dan terawat dengan baik mematahkan praduga selama ini bahwa tanaman kopi tidak dapat berdampingan dengan pohon eucaliptus. Justru di tempat ini, kopi dapat tetap tumbuh subur dengan pohon pelindung eucaliptus.

Pada hari kedua dengan bimbingan Pak Budi, kami belajar cara pasca-panen kopi arabika mulai dari hulu hingga hilir.

“Di hulu kami belajar mulai dari cara petik kopi yang benar hingga proses sortir green bean. Kami juga belajar berbagai macam proses pasca-panen kopi yaitu natural proses, honey proses, wethul proses dan dryhul proses. Semua proses ini akan menghasilkan cita rasa yang berbeda pada kopi setelah diseduh,” jelas Mesta Capah, petani yang mengikuti pelatihan ini.

Setelah itu kami mempelajari cara menyangrai kopi. Kepada kami dijelaskan berbagai hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan sangrai. Beberapa yang penting diantaranya kondisi bahan baku, suhu mesin, kekuatan api hingga waktu sangrai. Kami menyangrai green bean yang kami bawa dari Sidikalang dan mendapat penilaian dan pujian yang bagus dari pihak Kopi Malabar.

Pada hari ketiga kami ikut menyeduh kopi arabika dengan teknik manual brewing. Kami belajar cara menggunakan alat seduh, suhu air yang pas untuk menyeduh dan waktu untuk menyeduh.

Mereka juga belajar teknik dasar cupping untuk mengetahui ciri khas kopi kita masing-masing. “Kami juga belajar teknik dasar melakukan cupping. Cupping atau sering disebut juga test cup sangat penting untuk dipelajari karena penting untuk menentukan harga yang tepat untuk kopi kita berdasarkan cita rasa kopi yang didapat,” ungkap Jhonson Sinaga, petani yang juga tertarik dengan proses pasca-panen kopi.

Bukan itu saja, kami pun mendapat penjelasan tentang kelembagaan petani dan pemasaran kopi. Seperti halnya Petrasa berperan membantu pemasaran kopi d’Pinagar, Kopi Malabar juga memiliki konsep yang kurang lebih sama. Pemasaran kopi yang dilakukan harus dengan konsep yang adil dan tidak merugikan petani. Dengan demikian, maka konsep-konsep yang kita terapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.

 

Nilai Tersembunyi dari Kopi Konservasi

Dari 3 hari pelatihan yang kami ikuti ini, kami belajar bagaimana sebenarnya konsep kopi konservasi yaitu konsep budidaya kopi dengan mengutamakan pelestarian alam. Membudidayakan kopi bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi saja, tetapi juga keuntungan untuk tetap menjaga lingkungan. Mengaplikasikan konsep budidaya kopi konservasi adalah salah satu bentuk kepedulian kita terhadap apa yang petani produksi dan apa yang kita konsumsi.

“Kita berharap petani menghasilkan produk tanpa merusak lingkungan. Hal ini sebenarnya secara tidak langsung sudah dilakukan oleh Yayasan Petrasa bersama dengan petani kopi dampingan, dengan menyarankan kepada petani untuk membudidayakan kopi secara organik dan menggunakan pohon pelindung. Yang menjadi kendala adalah petani masih kurang percaya produksi kopi meningkat dengan sistem ini,” terang Jetun Tampubolon, Kepala Divisi Pertanian Petrasa yang ikut orientasi.

Dengan mengaplikasikan konsep kopi konservasi, kita sudah mengambil sebuah aksi penyelamatan bumi yaitu menjaga dan menyuplai oksigen dengan menenam pohon pelindung yang hidup berdampingan dengan kopi. Sejatinya, petani sudah berkontribusi menambah jumlah tegakan pohon untuk membantu hutan tetap ada ketika jumlah hutan yang dirambah semakin meningkat. Selain untuk melestarikan alam, konsep ini juga membantu produksi kopi semakin menigkat, karna perubahan iklim yang ekstrim saat ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kopi. Dengan dibantu oleh pohon pelindung maka kita menciptakan lingkungan yang sesuai dan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi.

Selain pohon pelindung, tanaman kopi ini pun sebenarnya sudah memberikan sumbangsih untuk pelestarian alam. Tanaman kopi memiliki sistem morfologi yang bersahabat dengan tanah dan air. Kopi memiliki perakaran yang kuat dan membentuk anyaman ke segala arah sehingga dapat melindungi dan memegang tanah dari bahaya erosi. Tentu karena kopi juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.

 

Menangani Kopi di Hilir

Selain mempelajari sistem budidaya kopi dengan konsep konservasi, kami juga mempelajari bagaimana sistem pemasaran dan penanganan hilir yang dibangun oleh Kopi Malabar. Disini mereka membangun sistem penampungan dengan satu pintu. Petani menjual langsung kopi mereka ke Kopi Malabar dan selalu dengan harga yang lebih tinggi dari pasar. Hal ini karena kopi yang mereka terima sesuai dengan standar yang mereka berikan. Kopi yang diterima oleh Kopi Malabar masih dalam bentuk gelondongan (cherry ), karna kopi – kopi ini akan diproses dengan bermacam-macam cara dan sesuai permintaan pembeli.

Kopi yang dijual kemudian ada dalam bentuk greenbean dan kebanyakan dalam bentuk roasted bean. Hal ini dikarenakan keuntungan yang paling besar dalam pemasaran kopi adalah jika kita sampai pada proses hilir. Harga yang diberikan pada kopi bisa naik hingga 10 kali lipat dibandingkan hanya dipasarkan dari proses hulu.

Jika kita memasarkan hingga proses hilir maka keuntungan yang didapat akan lebih besar. Keuntungan yang didapat oleh Kopi Malabar, 5% akan dikembalikan ke petani dan 5% digunakan untuk membantu membangun fasilitas untuk  masyarakat di sekitar lingkungan mereka.

Dengan konsep ini maka petani akan selalu diuntungkan dan tetap menjalin kerjasama dengan mereka dibandingkan dengan menjual ke tengkulak. Kami belajar lebih dalam lagi bagaimana menghargai petani yang menanam dan merawat kopi bertahun-tahun. Gerakan Kopi Malabar ini memang sudah jauh jika dibandingkan dengan petani kopi di Dairi yang masih terikat dengan tengkulak dan belum memiliki posisi tawar terhadap kopi mereka sendiri. Hal ini menjadi tugas bagi staff Petrasa untuk membuka pasar lebih luas untuk petani kopi arabika di Dairi.

Melalui pelatihan dan pengalaman ini diharapkan staff yang mengikuti pelatihan dapat menularkan dan mendampingi petani kopi arabika di Dairi dengan semangat dan mulai membangun sistem kopi konservasi. Sementara itu, bagi petani yang menjadi peserta dapat langsung mengaplikasikannya ke lahan masing-masing. Petrasa berharap petani Dairi semakin meningkat kapasitasnya dalam budidaya kopi arabika. Budidaya kopi yang benar akan menghasilkan kopi yang berkualitas dan juga meningkatkan kuantitas.

 

Penulis :Lina Silaban

Editor : Febriana Tambunan

PPODA Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Silima Pungga-pungga

“Bertolong-tolonganlah kamu menanggung bebanmu..” kalimat ini menjadi slogan yang dipegang oleh PPODA dan Yayasan Petrasa dalam menjaga solidaritas dengan petani dampingan di Kabupaten Dairi.

 

Pada, Senin, 25 Februari 2019, Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA) memberikan bantuan kepada 97 anggota kelompok yang menjadi korban banjir bandang Desember 2018 lalu. Bantuan ini merupakan wujud solidaritas terhadap anggota PPODA.

Terhitung sejak Januari hingga Minggu Ke-3 Februari, PPODA bersama dengan Yayasan Petrasa mengorganisir 105 kelompok anggota PPODA untuk mengumpulkan sumbangan solidaritas dalam bentuk kolekte. Dana yang terkumpul dari 105 kelompok tersebut sebesar Rp 27.275.000,- . Dana tersebut kemudian disalurkan menjadi sumbangan dalam bentuk kebutuhan pokok yakni beras, gula dan minyak goreng.

Pengurus PPODA bersama dengan Yayasan Petrasa mendatangi langsung tiga titik desa yang terkena dampak banjir bandang. Ketiga titik tersebut antara lain Desa Sopo Komil, Desa Bonian, dan Desa Pandiangan.

Sebelum menyalurkan bantuan, pengurus PPODA, staf Yayasan Petrasa, dan anggota kelompok yang menjadi korban beribadah bersama di rumah anggota kelompok dampingan. Kebaktian singkat ini dibuat agar anggota kelompok yang menjadi korban bersama dengan PPODA dan staf Yayasan Petrasa bisa saling menguatkan dan mendoakan. Melalui kegiatan solidaritas ini juga, pengurus PPODA secara langsung memberi edukasi kepada korban bencana agar tetap menjaga semangat bertani, dan menjaga kelestarian lingkungan.

“Walaupun kami tinggal di kecamatan yang berbeda, kami ikut bersedih setelah mendengar kabar bencana alam Desember lalu yang menimpa kalian. Setelah melihat langsung kondisi lahan pertanian kalian, kami sungguh-sungguh berharap kalian kembali semangat mengolah ladang kalian dan kedepannya menjaga hutan supaya bencana ini tidak terulang lagi,” ungkap Peniel Limbong salah satu pengurus PPODA yang hadir di Desa Sopo Komil.

Anggota kelompok yang menjadi korban mengaku senang dan terharu dengan kehadiran pengurus PPODA dan staf Yayasan Petrasa di desa mereka. Dengan sumringah mereka berfoto bersama setelah menerima bantuan bahan pokok yang diserahkan setelah kebaktian bersama selesai.

Salah satu penerima bantuan dari Desa Pandiangan, Jamot Siregar mengungkapkan terima kasihnya. “Terima kasih sudah peduli dan datang jauh-jauh mengunjungi kami. Kami menjadi lebih semangat untuk memperbaiki lahan kami yang rusak.”

Koordinator Kegiatan Peduli Sopo Komil sekaligus staf Yayasan Petrasa, Muntilan Nababan menjelaskan betapa pentingnya menunjukkan perhatian langsung kepada petani dampingan yang menjadi korban. “Kami peduli dan kami ingin menjaga solidaritas ini dengan sungguh-sungguh. Semoga para korban kembali semangat mengolah lahan pertaniannya.”

Banjir bandang yang menerpa Kecamatan Silima Pungga-Pungga pada Desember 2018 lalu, masih meninggalkan duka bagi masyarakat setempat yang menjadi korban. Bencana alam ini merenggut 6 orang korban jiwa dan merusak lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat di sana. Sebab batu, kayu, dan material alam lainnya yang terseret banjir bandang menutupi lahan pertanian mereka. Selain itu, banjir bandang menghancurkan bendungan, saluran irigasi sawah, dan akses jalan antar desa. Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan kesuburan lahan mereka agar dapat berproduksi kembali.

 

Peluang Produk Pertanian Organik dari Dairi ke London

 Produk organik semakin hari semakin diminati banyak orang di seluruh dunia. Kesadaran untuk menjaga kesehatan melalui konsumsi makanan sehat adalah salah satu alasan utama. Minat yang tinggi ini kemudian membuat permintaan produk-produk pertanian organik juga semakin banyak. Hal ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, Inggris mengadakan pameran produk pertanian organik bertajuk, “Indonesian Organic Food Day”.

            Yayasan PETRASA yang merupakan anggota Aliansi Organis Indonesia (AOI) ikut berpartisipasi dalam acara yang terlaksana di London pada Jumat, 7 Desember 2018 lalu. Acara yang mengambil tempat di Hotel Marriot County Hall didatangi kurang lebih 300 orang yang antusias dengan produk pertanian organik. Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif Yayasan PETRASA membawa tiga produk pertanian organik andalan dari Kabupaten Dairi. Ketiganya adalah kopi robusta, kopi arabika, dan andaliman. Ketiga produk organik ini adalah hasil ladang petani organik dampingan Petrasa.

            Kopi organik menarik perhatian berbagai pengunjung yang hadir. Trend kopi yang sedang naik-naiknya dan nama Kopi Sidikalang yang dikenal banyak orang membuat kopi organik yang dipamerkan mendapat perhatian positif. Tidak hanya kopi organik, PETRASA juga memperkenalkan andaliman atau yang lebih dikenal dalam bahasa internasional sebagai sichuan pepper.

            Andaliman yang masuk dalam kelompok rempah-rempah mendapat perhatian tersendiri dari pengunjung. Seperti halnya beberapa negara di Asia yang makanannya kaya dengan rempah-rempah, mereka ingin tahu bagaimana rasa andaliman dan proses budidaya organik yang dilakukan oleh petani andaliman. Lidia Naibaho sebagai perwakilan PETRASA menjelaskan seluk beluk andaliman kepada mereka yang kebanyakan baru pertama kali melihat andaliman secara langsung.

            Acara ini memang dirancang untuk menjadi ruang perkenalan produk pertanian organik Indonesia kepada konsumen pangan dan produk organik di Inggris. KBRI menggandeng AOI, yang kemudian mengajak 3 anggotanya (PETRASA, PMA, Harapan Bersama) sebagai representasi perusahaan dan lembaga pendamping produsen produk pertanian organik di Indonesia. Produk pertanian organik akan sangat dicari hingga 20 tahun ke depan.

            “Kesempatan ini membuat PETRASA semakin giat untuk mengajak petani dampingan di Kabupaten Dairi untuk bertani organik. Pasar organik sangat besar dan ini sangat bisa membantu kehidupan petani, bila kita kerjakan dengan sungguh-sungguh,” jelas Lidia Naibaho dengan optimis. PETRASA sangat berterima kasih kepada KBRI London yang telah menginisiasi kegiatan ini dan tentunya kepada Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang telah berhasil menjembatani kerjasama ini dan membawa produk-produk organik anggotanya hingga ke Inggris. Salam sukses!

Laporan Donasi Petrasa Peduli untuk Palu dan Donggala

Bencana alam gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada September lalu menjadi duka bersama. Yayasan Petrasa melalui #PETRASAPeduli Palu dan Donggala telah mengajak dan membuka donasi untuk korban bencana alam sejak 4 Oktober hingga 4 November lalu. Selama satu bulan, total dana yang telah terkumpul adalah Rp 29. 332.000.

Donasi ini berasal dari 104 kelompok tani atau credit union (CU) dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Tidak hanya menyumbang dalam bentuk uang, para petani ini berdoa bersama dalam kelompok bagi para korban yang masih berjuang. Sejumlah 11 orang donatur individu juga menyalurkan bantuan mereka melalui Petrasa. Donasi ditransfer dalam tiga pengiriman/transfer. Pengiriman pertama, PETRASA mengirimkan Rp 10.338.000 pada hari Senin, 15 Oktober 2018 kepada Perserikatan Solidaritas Perempuan di Palu. Pengiriman kedua sejumlah Rp 5.200.000 pada hari Senin, 15 Oktober 2018 kepada Posko Relawan Sulteng Kuat dan periode ketiga Rp. 13.794.000 pada hari Rabu, 21 November 2018 kepada Posko Relawan Sulteng Kuat.

Donasi yang telah terkumpul disalurkan melalui dua organisasi tersebut yang bekerja dalam masa emergency dan pemulihan di Palu. Kedua organisasi mengirimkan bukti berupa foto dan laporan bahwa donasi telah disampaikan kepada para korban yang mengungsi dalam bentuk barang-barang kebutuhan hidup.

Kami mengucapkan terima kasih kepada kelompok tani dan donatur individu yang telah menyumbang dan berdoa untuk saudara-saudara di Palu dan Donggala. Kami juga berterima kasih kepada Solidaritas Perempuan dan Posko Relawan Sulteng Kuat yang telah bekerja keras menyalurkan bantuan kepada korban yang membutuhkan.

Mari terus berdoa bagi para korban bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala yang masih berjuang untuk pulih dan membangun kehidupan mereka kembali. Sulteng Bangkit!

*frt

Tingkatkan Kepercayaan Produk Organik, PETRASA Gelar Diskusi  PAMOR  

Masanobu Fukuoka, penulis buku The One-Straw Revolution: An Introduction to Natural Farming menulis dalam bukunya, “…bukannya teknik bertanam yang merupakan faktor yang paling penting, melainkan lebih kepada pikiran petaninya.”

 

Sejatinya, pernyataan Masanobu Fukuoka ini sejalan dengan perhatian PETRASA. Demi mendorong pertanian selaras alam, kami memberikan pemahaman dari berbagai sudut pandang kepada petani organik di Kabupaten Dairi.

Pada Selasa hingga Rabu, tepatnya 24-25 Juli lalu, PETRASA bersama dengan 10 orang petani organik dari berbagai desa di Kabupaten Dairi berkumpul di Kantor Petrasa untuk mengikuti pelatihan dan diskusi tentang Penjaminan Mutu Organik (PAMOR).

Ada tiga sistem penjaminan kualitas produk organik. Ketiganya adalah sistem penjaminan diri sendiri, sistem penjaminan pihak ketiga, dan sistem penjaminan komunitas atau Participatory Guarantee System (PGS). Sistem penjaminan diri sendiri berupa klaim yang sifatnya pribadi. Sebaliknya, sistem penjaminan pihak ketiga melibatkan sebuah lembaga yang diakui pemerintah untuk mensertifikasi sebuah produk.

Sementara itu, PGS adalah sebuah sistem penjaminan mutu organik yang berdasar pada partisipasi aktif dari berbagai stakeholder yang dibangun berlandaskan kepercayaan, jaringan sosial, dan pertukaran pengetahuan. Artinya orang yang terlibat dalam menjamin kualitas organik sebuah produk berasal dari pihak-pihak yang terlibat aktif seperti petani, lembaga swadaya masyarakat, konsumen, ahli gizi, dan pemerintah daerah.

Dalam perjalanannya, bisnis pertanian organis di seluruh dunia terkendala dengan sistem sertifikasi produk mereka. Selama ini, sistem sertifikasi pihak ketiga seolah menjadi jawaban satu-satunya untuk memastikan organik tidaknya produk petani.

Di sisi lain, prosedur sertifikasi yang panjang dari sistem penjaminan pihak ketiga memberatkan petani kecil. Prosedur yang panjang tentu memakan waktu yang lama pula. Apalagi letak lembaga sertifikasi pihak ketiga umumnya ada di ibukota atau kota besar. Petani kecil kesulitan untuk mengaksesnya.

Selain itu, sistem sertifikasi pihak ketiga juga membutuhkan banyak biaya hingga mencapai ratusan juta. Tentu petani kecil tidak mampu mengeluarkan uang sebanyak itu untuk mendapat sertifikat. Oleh karena itu, PGS hadir sebagai alternatif penjaminan mutu yang sama meyakinkannya dengan sertifikasi pihak ketiga.

Sejatinya, di beberapa negara seperti Thailand dan Argentina, sistem PGS sudah dikenal dan bahkan diakui oleh pemerintah. Di Indonesia, sistem PGS ini dikenal dengan nama Penjaminan Mutu Organik (PAMOR) pada tahun 2008 di Yogyakarta. Saat ini PAMOR berada dalam naungan Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan gencar memberikan sosialisasi PAMOR di seluruh Indonesia.

Inilah yang menjadi agenda diskusi petani organik bersama PETRASA dengan AOI. Diskusi yang dilaksanakan selama dua hari ini dibuka oleh Restu Aprianta Tarigan, perwakilan PAMOR Sumatera Utara. Ia menjelaskan penjaminan mutu produk organis penting untuk menjembatani kepercayaan antara petani dan konsumen. Alasan ini yang kemudian menjadi pintu masuk untuk menjelaskan pentingnya PAMOR bagi para peserta diskusi.

“Ada tiga motto PAMOR yang penting untuk diingat. PAMOR itu murah, mudah dan terpercaya. Murah secara biaya, mudah secara proses, dan terpercaya karena melibatkan pihak-pihak yang ada di sekitar kita,” terang pria yang akrab dipanggil Anta.

Suasana diskusi sangat hidup karena para petani dan staf PETRASA aktif bertanya. Mereka antusias membedah lebih dalam sejauh mana PAMOR dapat menjadi jawaban masalah kepercayaan konsumen selama ini. Diskusi juga interaktif karena para petani dilibatkan langsung memberikan ide dan saran untuk membuat standar internal pertanian organis sesuai kearifan lokal petani Dairi.

Koster Tarihoran, petani kopi organik yang telah membuat home industry bernama Sidikalang Arabica Coffee mengaku semangat dengan diskusi PAMOR ini.

“Ini bagus ya, ke depannya semoga bisa lebih banyak orang yang jadi percaya dan mau beli kopi kita kalau sudah tersertifikasi,” ungkapnya disela-sela diskusi.

 

PAMOR Bisa Menjawab Tantangan Pasar

            Pada praktiknya, sejumlah supermarket di Indonesia menjual berbagai produk organik seperti beras dan sayuran. Artinya, produk organik dari petani memiliki peluang pasar yang sangat besar. Akan tetapi, supermarket tetap meminta adanya sertifikat organik demi menjaga kepercayaan konsumen. Inilah yang menjadi tantangan besarnya.

Diskusi pada hari kedua pun berfokus pada peluang pasar produk organik di Indonesia. Peserta diskusi menyambut dengan hangat Direktur AOI St. Wangsit dan Koordinator Program AOI, Nurhania Retno Eka. Mereka menerangkan kehadiran PAMOR dapat menjadi jawaban untuk tantangan pasar yang lebih luas.

Sebelum jauh ke sana, Nia menantang petani organik dan staf PETRASA untuk membedah model bisnis kanvas salah satu produk organik petani Dairi, Sidikalang Arabica Coffee (SAC).

Peserta yang dibagi ke dalam tiga kelompok berdiskusi selama 30 menit.  Mereka membedah sembilan komponen model bisnis kanvas dengan mengevaluasi perjalanan SAC dalam setahun terakhir. Melalui diskusi itu para peserta sepakat, ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen bisnis SAC. Meski begitu, petani organik Dairi optimis bahwa SAC bisa lebih baik lagi jika berhasil mendapatkan sertifikat PAMOR untuk menjamin kualitasnya.

Diskusi PAMOR dan Model Bisnis Kanvas Sidikalang Arabica Coffee menjadi pengantar untuk sebuah target yang lebih besar. Anta, Wangsit dan Nia dari AOI bersama dengan PETRASA mengajak para petani organik untuk membentuk UNIT PAMOR di Kabupaten Dairi. Kesamaan tujuan untuk menyejahterakan kehidupan petani organis menjadi roda yang menggerakkan semua pihak AOI, PETRASA, dan petani untuk menginisiasi pembentukan Unit PAMOR Pangula Dairi (UPPD).

Sekretaris Eksekutif PETRASA Lidia Naibaho menyampaikan pentingnya komitmen dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkan UPPD. “Kita telah mendapat banyak ilmu baru selama dua hari ini, semoga ini membuka pikiran kita dan kita bisa menjaga semangat supaya bisa membentuk dan membangun UPPD ini.” ujar Lidia merangkum pertemuan tersebut.

 

 

Febriana R Tambunan

Diskusi Perangkat Desa, Membangun Indonesia dari Pinggiran

Dalam banyak kesempatan, PETRASA terus berusaha mendorong kesejahteraan para petani kecil di desa. Untuk mewujudkannya, PETRASA senantiasa membuka sebanyak mungkin ruang dan jalan. Salah satunya adalah dengan melaksanakan diskusi perangkat desa yang sejalan dengan salah satu program prioritas Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada butir ketiga yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran”.

PETRASA meyakini akan ada dampak besar bagi kehidupan para petani di desa bila program ini berjalan dengan baik. Dengan kata lain, kesejahteraan para petani di desa akan semakin baik bila pembangunan desa mandiri berhasil. PETRASA pun berinisiatif untuk mempertemukan seluruh perangkat desa  di Kecamatan Lae Parira dan di Kecamatan Sumbul dengan Kepala Bidang Pembangunan dan Keuangan Desa dan Tenaga Ahli Pendamping Desa Kabupaten Dairi. Pertemuan ini adalah sebuah kegiatan peningkatan kapasitas bagi perangkat desa dalam rangka meningkatkan kinerja mereka sesuai dengan implementasi UU Desa No.6 Tahun 2014.

 

Diskusi Perangkat Desa di Kecamatan Lae Parira

Pada Senin (23/7/2018) lalu, PETRASA melaksanakan diskusi dengan perangkat desa di Aula Kantor Kecamatan Lae Parira. Ada sekitar 70 orang perangkat desa yang hadir mewakili sembilan desa di Kecamatan Lae Parira. Kesembilan desa itu adalah Desa Bulu Diri, Desa Kaban Julu, Desa Kentara, Desa Lae Parira, Desa Lumban Sihite, Desa Lumban Toruan, Desa Pandiangan, Desa Sempung Polling, dan Desa Sumbul.

Pada kesempatan tersebut, hadir pula Camat Lae Parira, Edison Siringringo, yang mengarahkan para perangkat desa yang hadir untuk mengambil ilmu sebanyak-banyaknya dari para narasumber demi peningkatan dan perbaikan kinerja mereka.

Diskusi dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama yang dimulai pada pukul 10.10 WIB menghadirkan Edison Silalahi selaku Kepala Bidang Pembangunan dan Keuangan Desa Kabupaten Dairi. Beliau menjelaskan dasar-dasar hukum yang mengatur posisi, tugas, dan fungsi perangkat desa. Dengan rinci, beliau juga menjabarkan tugas dan fungsi dari setiap perangkat desa mulai dari Sekretaris Desa hingga Kaur per Bidang.

Dalam penjelasannya, Bapak Edison Silalahi menyoroti rendahnya kinerja perangkat desa disebabkan oleh pemahaman perangkat desa yang rendah pada tugas mereka masing-masing.  Kebanyakan dari mereka belum tahu sejauh mana tugas dan fungsi mereka salah satunya dalam penyusunan anggaran dana desa. Juga masih banyak desa yang belum memiliki data-data umum seperti profil desa, jumlah penduduk desa, dan data penting lainnya. Kekurangan ini menyebabkan banyak program pembangunan di desa mandek. Tidak hanya itu, program bantuan pemerintah lainnya pun sering kali menjadi tidak tepat sasaran.

Untuk memberi penjelasan yang bersifat teknis kepada perangkat desa, PETRASA juga menghadirkan Tenaga Ahli Pendamping Desa Kabupaten Dairi, yaitu Bapak P. Sinaga dan Ibu M. br Siahaan. Kedua tenaga ahli ini menjelaskan peran mereka kepada perangkat desa sebagai pembimbing dalam segala hal yang berurusan dengan program kerja desa. Mereka menekankan pentingnya kerjasama yang progresif dari perangkat desa. Sebab desa sekarang didorong untuk mandiri dengan memberdayakan apa yang ada di desanya.

Kami di sini mendampingi desa sampai desa mandiri dalam menjalankan tugas-tugasnya. Setelah itu kami akan lepas karena kami percaya desa sudah bisa jalan sendiri,” jelas Ibu M. br Siahaan kepada perangkat desa.

Perangkat desa yang hadir menyimak penjelasan para narasumber dengan seksama. Meski demikian, mereka belum menunjukkan antusiasme yang tinggi untuk membahas permasalahan desa yang mereka hadapi. Hal ini terlihat dari sedikitnya perangkat desa yang bertanya kepada para narasumber.

Satu-satunya pertanyaan datang dari Ronald Pane, Kaur Keuangan dari Desa Lae Parira. Ia meminta saran kepada narasumber tentang pentingnya memilih TPK (Tim Pengelola Kegiatan) berdasarkan kemampuan mengerjakan tugas. Ia mengeluhkan seringnya TPK yang terpilih harus dari Kasi Perencanaan Keuangan yang tidak mampu mengerjakan tugasnya.Akhirnya sering program yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan seharusnya.

Hal ini ditanggapi langsung oleh pendamping desa. Ia menekankan pemilihan TPK harus sesuai dengan tugas dan fungsi yang ada dalam peraturan dan yang paling penting mampu mengerjakan tugas, karena itulah semua perangkat desa perlu selalu meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan tupoksi di masing-masing bidang.

Diskusi ini berakhir pada pukul 15.00 WIB dengan foto bersama seluruh peserta. PETRASA berharap diskusi ini akan menambah kapasitas perangkat desa dalam melakukan berbagai tugasnya dalam mendukung terwujudnya desa yang sejahtera dan mandiri.

 

Diskusi Perangkat Desa di Kecamatan Sumbul

Kegiatan serupa juga dilaksanakan di Kecamatan Sumbul pada Kamis (26/7/2018) lalu. PETRASA yang bekerja sama dengan Camat Sumbul mengundang 19 desa untuk hadir dalam diskusi perangkat desa yang bertempat di Aula Kantor Camat Sumbul.

Kegiatan dihadiri oleh sekitar 144 orang dari 19 desa di Kecamatan Sumbul. Melihat antusiasme yang tinggi, Camat Sumbul Tikki Simamora mengajak para perangkat desa untuk benar-benar memanfaatkan diskusi ini untuk membenahi masalah di desa masing-masing.

Beliau menyoroti beberapa masalah yang sering  ditemukan di desa. Salah satu masalah yang menjadi perhatiannya adalah proses kerja yang lambat di desa. Beliau sering menjumpai warga desa justru datang ke kantor Camat untuk mengurus satu surat yang seharusnya menjadi pekerjaan kantor desa.

Masih dengan materi dan narasumber yang sama, Edison Sihombing, Kepala Bidang Pemberdayaan dan Keuangan Desa Kabupaten Dairi kembali menjelaskan materi penting mengenai tugas dan fungsi perangkat desa. Ia juga menambahkan delapan etos kerja yang penting bagi perangkat desa. Salah satunya adalah dengan menekankan nilai amanah dalam bekerja.

Beliau mengingatkan para perangkat desa untuk melayani masyarakat dengan setulus hati sebab masyarakat desalah yang telah memilih dan mengizinkan mereka untuk bekerja sebagai perangkat desa. Niscaya etos kerja ini akan memberi dampak yang lebih baik bagi kinerja para perangkat desa.

Dalam sesi ini, seorang peserta yang adalah Sekretaris Desa Pegagan Julu VII, Charles Sihombing pun mengajukan pertanyaan. Ia bertanya perihal penggunaan dana desa untuk membangun kantor desa yang sudah tidak layak huni. Menurut Bapak Edison, pembangunan kantor desa masuk dalam kategori prioritas pembangunan infrastruktur desa. Namun anggarannya hanya bisa digunakan dari Anggaran Dana Desa yang diturunkan dari APBD Kabupaten.

Diskusi Perangkat Desa di Kecamatan Sumbul dihadiri perwakilan 19 desa.

 

Dalam kesempatan itu, PETRASA pun memberikan cinderamata berupa  Sidikalang Arabica Coffee, produk olahan home industry petani kopi Arabika dari Dusun Lae Pinagar, Desa Perjuangan, Sumbul. Dengan memperkenalkan kopi tersebut, PETRASA ikut mengajak para perangkat desa untuk membenahi desa masing-masing demi membantu kesejahteraan warga desa terutama petani-petani kecil.

Sejalan dengan harapan Camat Lae Parira dan Sumbul, PETRASA ingin diskusi ini menjadi pembaharuan ilmu dan meningkatkan kesadaran para perangkat desa tentang pentingnya peran mereka dalam membangun Indonesia dari pinggiran. Desa tidak lagi menjadi objek pembangunan melainkan subjek pembangunan. Perangkat desa harus bersama-sama memetakan masalah desanya dan bermusyawarah menciptakan program yang tepat sasaran untuk kemajuan desa.

Tak Kenal maka Tak Beli, Konsumen Kunjungi Green House Sayuran Organik “Natama”

Di Petrasa, kami terus menggalakkan semangat pertanian dan peternakan organik. Salah satu cara yang kami lakukan adalah dengan membuat rumah hijau atau Green House Sayuran Organik “Natama” di Desa Kentara, Kecamatan Lae Parira. Green house ini dikelola oleh petani dampingan Petrasa, yaitu Ibu br. Pakpahan. Beliau menanam berbagai jenis sayuran seperti sawi, pakcoy, selada, dan daun seledri. Ibu Pakpahan bersama suaminya menanam dan merawat semua sayuran secara organik. Bahkan mereka juga membuat sendiri pupuk organik dari berbagai sumber daya alam yang ada di sekitar mereka.

Setiap hari Selasa, panen sayur-sayuran dari Green House ini dijual ke foodtruck Petrasa. Setelah panen, kami membersihkan dan membungkus sayur-sayuran tersebut agar siap jual. Keesokan paginya, kami akan mendatangi kantor-kantor pemerintahan dan konsumen lain di Sidikalang untuk menjajakan sayuran segar dan produk organik lain seperti beras dan kopi kepada konsumen.

Petrasa aktif mendampingi para petani untuk menanam dan merawat sayur-sayuran di green house dan kebun keluarga organik yang ada di sekitaran Lae Parira dan beberapa desa lainnya. Hingga saat ini kami sudah memiliki sekitar 80 konsumen yang rutin membeli sayuran organik setiap minggunya.

Untuk menjalin hubungan baik antara produsen dan konsumen sayuran organik, Petrasa berinisiatif untuk mempertemukan kedua belah pihak. Pada tanggal 17 Juli 2018, Petrasa bersama dengan 13 orang konsumen sayuran organik mengunjungi green house Sayuran Organik “Natama” di Desa Kentara. Pertemuan ini menjadi ruang untuk menjawab rasa penasaran para konsumen akan proses penanaman dan perawatan sayuran organik yang selama ini mereka beli.

Sebelum menuju green house, konsumen yang seluruhnya adalah kaum ibu, bertemu kenal dengan petani sayuran organik di kediaman Bapak P. Sihombing dan Ibu R br. Purba. Pada kesempatan itu, hadir pula Ibu S. br. Sihombing yang juga petani organik. Setelah berkenalan, Ridwan Samosir, koordinator Divisi Pemasaran Petrasa menyampaikan maksud pertemuan ini dan mempersilahkan para petani membagikan cerita mereka menanam dan merawat sayuran organik selama ini.

Dengan penuh semangat, Ibu R. br. Purba menceritakan pengalaman sulitnya memulai bertani organik. Para tetangga yang juga petani awalnya meremehkan usahanya bersama suami. Apalagi saat mereka membawa pulang rumput-rumput yang mereka kumpulkan dari ladang untuk dijadikan bahan membuat pupuk organik. Ada juga tetangga yang menganjurkan mereka untuk memberi pupuk kimia saja agar sayuran cepat tumbuh dan besar.

“Awalnya sulit untuk mulai bertani organik, banyak orang, apalagi ada tetangga yang menyepelekan,” ungkap R. br Purba.

Hal tersebut dibenarkan oleh S. br. Sihombing. Meski begitu, ia berterima kasih kepada para konsumen. Oleh karena permintaan dari konsumenlah, mereka bertahan menanam sayuran organik. Di lahannya, ia mendedikasikan diri untuk merawat sayuran dan mengolah bahan-bahan alam untuk dijadikan pupuk organik.

Lidia Naibaho, Direktur Program Petrasa yang juga hadir dalam kegiatan ini memberikan informasi tentang perkembangan pertanian organik secara umum dan tantangan yang dihadapi oleh para petani dalam mengaplikasikan sistem ini di lahan mereka. Beberapa kendala yang meliputi resiko gagal panen dan juga tingginya biaya sewa lahan adalah beberapa hal yang membuat banyak petani enggan bertani organik.

Para konsumen pun semakin penasaran dengan proses penanaman dan perawatan organik yang dilakukan oleh para petani. Sebelum menuju green house, kami pun makan siang bersama dengan menu ayam gulai dan nasi hangat yang disediakan oleh keluarga P. Sihombing dan R br. Purba. Menu yang tersedia saat itu seluruhnya menggunakan bahan organik.

“Ini nasinya juga dari beras organik,” ungkap Ibu R br. Purba yang kemudian diikuti pujian dan pertanyaan dari para ibu konsumen. Mereka memuji rasa nasinya dan kian puas setelah mengetahui berbagai kelebihan dan manfaat dari nasi organik tersebut.

Setelah puas makan siang, Petrasa pun mengajak mereka ke Green House Natama untuk melihat kondisi sayuran di sana. Di lahan green house seluas 45 meter persegi, mereka melihat sendiri sayur-sayuran yang ditanam. Ada berbagai macam sayuran seperti pakcoy, sawi, tomat, hingga selada. Sayuran tumbuh subur dan terlihat segar. Mereka juga memuji dan kerapihan dan kebersihan green house tersebut.

“Semua tumbuh bagus ya, bersih juga tempatnya,” ujar Y. br Ginting sambil mengambil beberapa video untuk ia bagikan ke instagramnya. Ia adalah salah satu konsumen yang rutin membeli sayuran organik setiap hari Rabu.

Di depan green house mereka juga antusias membeli sayuran organik segar yang baru saja dipanen. Terdapat selada, pakcoy, terong hijau, sawi, dan wortel. Petani organik P. Sihombing hanya bisa tertawa bahagia melihat semangat para konsumen memilih sayuran. Ia mengaku senang dengan kegiatan ini dan semakin semangat menanam sayuran organik.

Setelah puas berkeliling dan belanja sayuran langsung dari green house, para konsumen, para petani organik dan staf Petrasa pun foto bersama. Dengan senyum lebar mereka menunjukkan sayuran yang mereka beli sambil berpose di depan kamera.

Dengan pertemuan ini, para petani dan Petrasa berharap bisa meningkatkan kepercayaan konsumen kepada produsen sesuai dengan nilai dari sistem  Participatory Guarantee Systems (PGS) yang sedang kami coba galakkan di Dairi. PGS merupakan sistem sertifikasi produk organik dengan mengedepankan interaksi konsumen, produsen dan stakeholder atas landasan kepercayaan, jejaring sosial dan pertukaran pengetahuan. Program ini juga bisa menjadi kesempatan untuk menyebarkan semangat hidup sehat kepada masyarakat Dairi.

Petrasa Berikan Bantuan kepada Tujuh Keluarga Korban Puting Beliung   

Petrasa memberikan bantuan kepada tujuh keluarga petani yang menjadi korban bencana alam puting beliung di Desa Manik Maria Pegagan Julu VII, Sumbul. Bantuan berupa beras 15 kilogram sebanyak tujuh karung diserahkan langsung pada Rabu sore (18/7/18).

Bencana alam puting beliung terjadi dua bulan lalu tepatnya pada Jumat, 11 Mei 2018. Puting beliung menyapu 20 rumah penduduk di Dusun Manik Maria, Pinantar, Kuta Manik, Temburkuh, dan Soksang. Tujuh korban bencana tersebut diantaranya adalah rumah keluarga anggota Credit Union (CU) Exaudi, kelompok dampingan Petrasa yang berada di Dusun Manik Maria. Ketujuh keluarga tersebut diantaranya adalah keluarga W.Padang, keluarga N. Samosir, keluarga S. br Padang, keluarga T. br Siboro, keluarga R. Nababan, dan keluarga L. br Sipayung.

Bertempat di gedung gereja HKBP Manik Maria, Muntilan Nababan, pendamping CU Exaudi yang juga hadir mewakili Petrasa menyerahkan bantuan beras sebagai bentuk kepedulian atas kemalangan yang menimpa anggota kelompok. Sebelum penyerahan, Sekretaris CU Exaudi, M. Purba juga menyampaikan terima kasih atas perhatian dan bantuan Petrasa kepada anggota CU yang rumahnya rusak oleh angin puting beliung tersebut. Anggota kelompok yang menerima bantuan sangat berterima kasih dan menerima dengan senang hati dan penuh senyuman.

Di depan seluruh anggota CU Exaudi, perwakilan penerima bantuan Ibu R. br Nababan pun menyampaikan terima kasih. Mereka berharap tidak akan ada lagi kejadian serupa yang menimpa keluarga dan desa mereka di kemudian hari. Sebab angin puting beliung juga merusak ladang dan tanaman mereka, seperti ladang jeruk yang ikut hancur dan tanaman cabai mereka yang tadinya sudah siap panen.

“Semoga ke depannya kita semua diberi kesehatan, kampung kita juga aman dari bencana, dan diberkati Tuhanlah hasil ladang kita,” tutup Ibu R. br Nababan mewakili semua keluarga korban yang menerima bantuan.

Petrasa Fair 2018

Hallo Sahabat dimanapun berada….Yayasan Petrasa Punya Informasi penting Nih….

Untuk memeriahkan Perayaan Hari Ulang Tahun PPODA (Perhimpunan Petani Organik Dairi) yang ke 13, Petrasa mengadakan kegiatan pra-event “PETRASA FAIR 2018” pada:
Tanggal 13 Maret 2018
Pukul 09.00 sampai dengan selesai
Tempatnya di Gedung Djauli Manik, Sidikalang – Kab. Dairi
Jika kalian ingin melihat langsung dan mencicipi poduk pertanian organik Dairi, ayo hadirilah bersama keluarga.

Dukung Petani Lokal, Lestarikan Alam dengan Pertanian Organik!!!