Salah satu kegiatan yang diberikan Yayasan Petrasa untuk meningkatkan kapasitas para staff dan petani dampingan adalah melalui orientasi ke sebuah tempat yang sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai Petrasa. Dengan dukungan dari International Trade Finance Corporation atau ITFC, Petrasa mengirim dua orang staf pertanian dan dua orang petani arabika belajar ke PT. Kopi Malabar Indonesia di Pengalengan Bandung. Keberangkatan ini diiringi harapan agar staff dan petani mendapat pengetahuan lebih dalam tentang kopi arabika mulai dari hulu sampai hilir.
Selama tiga hari sejak 28 Januari hingga 30 Januari 2019, dua orang staff yakni Lina Silaban dan Jetun Tampubolon bersama dengan dua orang petani yakni Mesta Capah dan Jhonson Sinaga mengikuti pelatihan kopi arabika secara intensif. PT. Kopi Malabar Indonesia merupakan tempat yang bagus untuk belajar secara mendalam tentang kopi arabika karena mereka fokus pada budidaya kopi konservasi.
Kopi Malabar membudidayakan kopi dengan tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan, tetap menjaga kelestarian alam dan untuk konservasi hutan. Selain itu, Kopi Malabar sebagai usaha tetap memperhatikan kesejahteraan petani dan juga masyarakat sekitar. Konsep yang mereka bangun sangat baik. Tidak hanya memberi dampak kepada petani tapi juga tergabung membangun masyarakat di sekitar mereka yang juga bagian dari kelompok tani mereka.
Berangkat dari konsep tersebut. Kedua staf dan kedua petani kopi dampingan Petrasa ini pun memulai pengalaman baru mereka.
Gali Ilmu Budidaya dan Pasca-Panen Kopi Malabar
Kami tiba di Pengalengan pada tanggal 28 Januari 2019 dan langsung mengikuti pelatihan. Hal pertama yang kami lakukan adalah mengunjungi lapangan untuk melihat budidaya kopi yang dilakukan Kopi Malabar. Kami dibimbing langsung oleh Pak Yusuf Daryono.
Kebun yang mereka kelola adalah area hutan. Mereka bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengembalikan kondisi hutan yang sudah sempat gundul. Area hutan di Kampung Pasirmulya ini sudah sempat digarap oleh warga untuk dijadikan lahan berkebun sayur sehingga banyak pohon yang ditebang. Oleh karena itu pemerintah kemudian memberikan kesempatan kepada mereka untuk tetap mengelola area hutan tapi dilarang untuk menebang pohon yang ada. Dengan kondisi tersebut maka Hj. Adinuri sebagai pemilik Kopi Malabar saat itu mengambil kesempatan dan memilih menanam kopi.
Di sini kami belajar bagaimana budidaya kopi dapat menjadi salah satu solusi untuk konservasi lahan. Mengingat habitat tanaman kopi sejatinya berada di hutan, sehingga tanaman ini cocok sebagai tanaman konservasi yang sekaligus menjadi sumber penghasilan.
Varietas kopi yang dibudidayakan di Kopi Malabar didominasi oleh Sigarar Utang dan sudah mendapatkan sertifikasi untuk menjadi sumber bibit. Selain Sigarar Utang masih ada varietas lain termasuk Yellow Catimor yang sedang dikembangkan. Pohon pelindung yang digunakan pun beraneka ragam sesuai dengan jenis pohon yang sudah ada di areal tersebut. Pohon yang paling banyak adalah eucaliptus, pinus dan pohon surian. Kopi mereka yang tumbuh subur dan terawat dengan baik mematahkan praduga selama ini bahwa tanaman kopi tidak dapat berdampingan dengan pohon eucaliptus. Justru di tempat ini, kopi dapat tetap tumbuh subur dengan pohon pelindung eucaliptus.
Pada hari kedua dengan bimbingan Pak Budi, kami belajar cara pasca-panen kopi arabika mulai dari hulu hingga hilir.
“Di hulu kami belajar mulai dari cara petik kopi yang benar hingga proses sortir green bean. Kami juga belajar berbagai macam proses pasca-panen kopi yaitu natural proses, honey proses, wethul proses dan dryhul proses. Semua proses ini akan menghasilkan cita rasa yang berbeda pada kopi setelah diseduh,” jelas Mesta Capah, petani yang mengikuti pelatihan ini.
Setelah itu kami mempelajari cara menyangrai kopi. Kepada kami dijelaskan berbagai hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan sangrai. Beberapa yang penting diantaranya kondisi bahan baku, suhu mesin, kekuatan api hingga waktu sangrai. Kami menyangrai green bean yang kami bawa dari Sidikalang dan mendapat penilaian dan pujian yang bagus dari pihak Kopi Malabar.
Pada hari ketiga kami ikut menyeduh kopi arabika dengan teknik manual brewing. Kami belajar cara menggunakan alat seduh, suhu air yang pas untuk menyeduh dan waktu untuk menyeduh.
Mereka juga belajar teknik dasar cupping untuk mengetahui ciri khas kopi kita masing-masing. “Kami juga belajar teknik dasar melakukan cupping. Cupping atau sering disebut juga test cup sangat penting untuk dipelajari karena penting untuk menentukan harga yang tepat untuk kopi kita berdasarkan cita rasa kopi yang didapat,” ungkap Jhonson Sinaga, petani yang juga tertarik dengan proses pasca-panen kopi.
Bukan itu saja, kami pun mendapat penjelasan tentang kelembagaan petani dan pemasaran kopi. Seperti halnya Petrasa berperan membantu pemasaran kopi d’Pinagar, Kopi Malabar juga memiliki konsep yang kurang lebih sama. Pemasaran kopi yang dilakukan harus dengan konsep yang adil dan tidak merugikan petani. Dengan demikian, maka konsep-konsep yang kita terapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.
Nilai Tersembunyi dari Kopi Konservasi
Dari 3 hari pelatihan yang kami ikuti ini, kami belajar bagaimana sebenarnya konsep kopi konservasi yaitu konsep budidaya kopi dengan mengutamakan pelestarian alam. Membudidayakan kopi bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi saja, tetapi juga keuntungan untuk tetap menjaga lingkungan. Mengaplikasikan konsep budidaya kopi konservasi adalah salah satu bentuk kepedulian kita terhadap apa yang petani produksi dan apa yang kita konsumsi.
“Kita berharap petani menghasilkan produk tanpa merusak lingkungan. Hal ini sebenarnya secara tidak langsung sudah dilakukan oleh Yayasan Petrasa bersama dengan petani kopi dampingan, dengan menyarankan kepada petani untuk membudidayakan kopi secara organik dan menggunakan pohon pelindung. Yang menjadi kendala adalah petani masih kurang percaya produksi kopi meningkat dengan sistem ini,” terang Jetun Tampubolon, Kepala Divisi Pertanian Petrasa yang ikut orientasi.
Dengan mengaplikasikan konsep kopi konservasi, kita sudah mengambil sebuah aksi penyelamatan bumi yaitu menjaga dan menyuplai oksigen dengan menenam pohon pelindung yang hidup berdampingan dengan kopi. Sejatinya, petani sudah berkontribusi menambah jumlah tegakan pohon untuk membantu hutan tetap ada ketika jumlah hutan yang dirambah semakin meningkat. Selain untuk melestarikan alam, konsep ini juga membantu produksi kopi semakin menigkat, karna perubahan iklim yang ekstrim saat ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kopi. Dengan dibantu oleh pohon pelindung maka kita menciptakan lingkungan yang sesuai dan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi.
Selain pohon pelindung, tanaman kopi ini pun sebenarnya sudah memberikan sumbangsih untuk pelestarian alam. Tanaman kopi memiliki sistem morfologi yang bersahabat dengan tanah dan air. Kopi memiliki perakaran yang kuat dan membentuk anyaman ke segala arah sehingga dapat melindungi dan memegang tanah dari bahaya erosi. Tentu karena kopi juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Menangani Kopi di Hilir
Selain mempelajari sistem budidaya kopi dengan konsep konservasi, kami juga mempelajari bagaimana sistem pemasaran dan penanganan hilir yang dibangun oleh Kopi Malabar. Disini mereka membangun sistem penampungan dengan satu pintu. Petani menjual langsung kopi mereka ke Kopi Malabar dan selalu dengan harga yang lebih tinggi dari pasar. Hal ini karena kopi yang mereka terima sesuai dengan standar yang mereka berikan. Kopi yang diterima oleh Kopi Malabar masih dalam bentuk gelondongan (cherry ), karna kopi – kopi ini akan diproses dengan bermacam-macam cara dan sesuai permintaan pembeli.
Kopi yang dijual kemudian ada dalam bentuk greenbean dan kebanyakan dalam bentuk roasted bean. Hal ini dikarenakan keuntungan yang paling besar dalam pemasaran kopi adalah jika kita sampai pada proses hilir. Harga yang diberikan pada kopi bisa naik hingga 10 kali lipat dibandingkan hanya dipasarkan dari proses hulu.
Jika kita memasarkan hingga proses hilir maka keuntungan yang didapat akan lebih besar. Keuntungan yang didapat oleh Kopi Malabar, 5% akan dikembalikan ke petani dan 5% digunakan untuk membantu membangun fasilitas untuk masyarakat di sekitar lingkungan mereka.
Dengan konsep ini maka petani akan selalu diuntungkan dan tetap menjalin kerjasama dengan mereka dibandingkan dengan menjual ke tengkulak. Kami belajar lebih dalam lagi bagaimana menghargai petani yang menanam dan merawat kopi bertahun-tahun. Gerakan Kopi Malabar ini memang sudah jauh jika dibandingkan dengan petani kopi di Dairi yang masih terikat dengan tengkulak dan belum memiliki posisi tawar terhadap kopi mereka sendiri. Hal ini menjadi tugas bagi staff Petrasa untuk membuka pasar lebih luas untuk petani kopi arabika di Dairi.
Melalui pelatihan dan pengalaman ini diharapkan staff yang mengikuti pelatihan dapat menularkan dan mendampingi petani kopi arabika di Dairi dengan semangat dan mulai membangun sistem kopi konservasi. Sementara itu, bagi petani yang menjadi peserta dapat langsung mengaplikasikannya ke lahan masing-masing. Petrasa berharap petani Dairi semakin meningkat kapasitasnya dalam budidaya kopi arabika. Budidaya kopi yang benar akan menghasilkan kopi yang berkualitas dan juga meningkatkan kuantitas.
Penulis :Lina Silaban
Editor : Febriana Tambunan