Unit PAMOR Pangula Dairi Serahkan Sertifikat PAMOR kepada 17 Petani Organik

Sepanjang Agustus hingga September 2019, petani dan staf Yayasan Petrasa telah melakukan inspeksi ke lima belas kelompok. Kelompok ini tersebar di beberapa kecamatan dan desa di Kabupaten Dairi dengan komoditas yang berbeda pula. Total ada 24 petani dari tiga komoditas yang telah mendaftar dan mengikuti inspeksi.
Berdasarkan inspeksi tersebut, Komite Persetujuan yang bertugas untuk menentukan lolos atau tidaknya petani dan produk organik yang telah diinspeksi menyatakan ada 17 petani dari 13 kelompok yang lolos mendapatkan sertifikat.

Sejak dibentuk 2018 lalu, Unit PAMOR Pangula Dairi, organisasi yang menaungi Penjaminan Mutu Organik (PAMOR) di Dairi akhirnya menerbitkan dan memberikan sertifikat PAMOR kepada 17 petani organik dampingan Petrasa. Pemberian sertifikat dilaksanakan pada Kamis pagi, 28 November 2019 di Kantor Yayasan Petrasa. Sertifikat ini diberikan kepada petani organik yang berhasil lolos inspeksi dan mengikuti standar kontrol sistem pertanian organik UPPD.

Tujuh belas petani tersebut antara lain Koster Tarihoran dari Kelompok Judika, Mesta Capah dari Kelompok Tornatio, Enor Sinaga dari
Kelompok Ulanadenggan, dan Meihanto Manik dari Kelompok Raptaruli. Keempatnya menghasilkan kopi arabika organik.
Dari komoditas sayuran terdapat 12 petani antara lain Juniar Pardede dari Kelompok Setia Kawan, Normal Pakpahan dari Kelompok Eben Ezer, Santi Sihombing dan Rusmina Sinambela dari Kelompok Sumber Jaya, Rosmani Purba dari Kelompok Membangun, Juita Sinaga dari Kelompok Dedikasi, Susi Bako
dan Sonti Rajagukguk dari Kelompok Agave, Rut Sinaga dari Kelompok Marsihaposan, Thiodora Situmorang dan Ria Bantu Samosir dari Kelompok Hasadaon, dan Risma Manik dari KPO 1. Sementara dari komoditas padi hanya satu petani yakni Efendi Situmorang dari Kelompok Setia Kawan.

Sertifikat PAMOR ini sendiri adalah sertifikat yang menjamin produk-produk organik yang diproduksi petani organik dengan komoditas sayuran, kopi, dan padi organik. Label PAMOR yang tertera pada setiap kemasan produk organik mengindikasikan keorganikan produk tersebut. Melalui sertifikat PAMOR ini pula, UPPD berharap petani organik semakin berkomitmen untuk mempertahankan kualitas produk organiknya. Petrasa juga berharap supaya petani organik tetap semangat dan berkelanjutan dalam bertani selaras alam.

Salam organik!

AUDIENSI PPODA KE DINAS PERTANIAN KABUPATEN DAIRI

Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA) yang menjadi payung para petani organiK dampingan Petrasa pada Rabu, 7 Agustus 2019 kemarin audiensi ke Dinas Pertanian Kabupaten Dairi. Sebelas orang pengurus PPODA bersama dengan Divisi Advokasi Petrasa diterima langsung oleh Kepala Dinas Pertanian Kab. Dairi, Herlinda Tobing. Audiensi ini juga dihadiri oleh Kepala Bidang Peternakan, Kepala Bidang Distribusi Pupuk, Kepala Bidang Penyuluhan, dan Kepala Bidang Perkebunan.

Pertemuan kemarin merupakan audiensi pertama antara PPODA dengan Dinas Kabupaten Dairi. Audiensi ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi kerja sama dalam upaya meningkatkan pertanian di Kabupaten Dairi khususnya dengan anggota PPODA. Dalam hal ini Pitter Simamora selaku Ketua PPODA pun menyampaikan harapan untuk memiliki kerja sama yang baik dalam akses informasi program pertanian maupun bantuan pertanian kepada petani dari Dinas Pertanian Dairi.

Sejurus dengan tujuan itu, PPODA pun menyampaikan beberapa pertanyaan untuk memperdalam informasi program Kartu Tani yang baru saja diumumkan oleh pemerintah Dairi. Tambunan yang merupakan Wakil Ketua PPODA meminta informasi terkini mengenai tujuan dan pelaksanaan teknis kartu tani. Pertanyaan ini berangkat dari kondisi terkini para petani dalam PPODA yang belum mendapat akses informasi lengkap terkait program ini yang sedang hangat dibicarakan.

Berdasarkan audiensi tersebut, Kartu Tani merupakan sebuah kartu yang dimiliki oleh petani terdaftar untuk memudahkan proses mendapatkan pupuk bersubsidi. Kepala Dinas Kabupaten Dairi menyampaikan bahwa pada tahun ini, Dinas Pertanian mengadakan uji coba di 9 desa di Kecamatan Sidikalang. Saat ini semuanya sedang dalam proses pendaftaran dan akan mulai beroperasi pada tahun 2020 mendatang.

Kepala Bidang Distribusi Pupuk juga menuturkan, “Kartu tani ini isinya kuota pupuk bersubsidi. Selama ini ada banyak kesimpangsiuran bahwa kartu tani ini berisi uang dari pemerintah. Sebetulnya tidak, kartu ini berisi kuota dan informasi pupuk bersubsidi yang bisa dibeli oleh petani nantinya.”

Kartu tani ini juga berupa rekening tabungan yang memungkinkan petani menabung uangnya di sana.

Petani bisa mendapatkan Kartu Tani bila bergabung dalam Kelompok Tani di desa masing-masing. Adapun setiap desa maksimal memiliki 16 kelompok tani dengan hamparan lahan yang berdekatan. Tidak ada batasan jumlah anggota dalam sebuah kelompok tani. Setelah bergabung, petani yang ingin mendapatkan Kartu Tani akan dibantu oleh Petugas Pendamping Lapangan (PPL) untuk mengisi formulir pengajuan dan mengurus kartu tersebut ke BNI Sidikalang. Dinas Pertanian Dairi memohon bantuan kepada PPODA untuk menyebarkan informasi Kartu Tani ini kepada para petani PPODA di berbagai desa.

Sebelum menutup diskusi tersebut, PPODA juga menerima obat-obatan ternak, vaksin, vitamin ternak, dan berbagai kebutuhan ternak lainnya dari Dinas Pertanian Dairi. Obat-obatan ini akan digunakan untuk ternak peternak dampingan Petrasa yang juga merupakan bagian dari PPODA.

Diskusi selama empat jam tersebut ditutup dengan foto bersama. Baik PPODA dan Dinas Pertanian berharap, audiensi ini bisa konsisten dilakukan untuk menjaga sinergitas program pertanian antara pembuat program dan petani yang bekerja langsung untuk pertanian Dairi yang berkelanjutan.

 

*FRT

PETRASA FAIR 2019: Mendekatkan Pertanian Organik dengan Masyarakat Dairi

Sejak tahun lalu menyelenggarakan Petrasa Fair untuk pertama kalinya, Yayasan Petrasa terus memastikan pertanian organik kian akrab dengan masyarakat Dairi.

Tahun ini, Petrasa Fair telah digelar pada Rabu, 24 April 2019 di Gedung Nasional Djauli Manik Sidikalang. Gelaran ini bertujuan untuk promosi, kampanye, dan edukasi tentang pertanian organik kepada masyarakat Kabupaten Dairi.

Mengangkat tema “Peluang Pasar Organik”, Petrasa Fair 2019 berupaya mendekatkan isu-isu pertanian organik kepada pemerintah daerah dan masyarakat Dairi melalui berbagai jenis kegiatan. Semua rangkaian kegiatan dikemas dengan menyenangkan agar pengunjung yang datang dapat lebih mengenal pertanian organik mulai dari isu terkini, produk-produk yang tersedia, hingga petani-petani organik yang mengerjakannya.

Bicara Serius Dibungkus Acara Kreatif

Petrasa Fair sudah dirintis sejak 2018. Memasuki perhelatan kedua tahun ini, Yayasan Petrasa dengan serius ingin mengajak banyak masyarakat di Kabupaten Dairi untuk lebih kenal, lebih dekat, dan peduli dengan pertanian organik.

Muntilan Nababan, Ketua Panitia Petrasa Fair 2019 mengungkapkan dalam sambutannya, “Acara ini merupakan cara kita untuk mendekatkan isu pertanian organik kepada masyarakat. Tidak hanya itu, kita juga berharap diskusi hari ini dapat membangun sinergi dengan pemerintah daerah untuk memajukan pertanian organik. Apalagi kita punya program 1000 Desa Organik dari Kementan yang belum terlaksana di Dairi.”

Gelaran dimulai sejak pagi hari. Kegiatan pertama rangkaian acara Petrasa Fair 2019 diawali dengan Lomba Mewarnai tingkat TK dengan tema Mengenal Alam, Menjaga Lingkungan. Sekitar 110 siswa TK dari 11 TK di Sidikalang menjadi partisipan dalam lomba ini. Ratusan anak TK ini datang didampingi guru pembimbing dan orang tua.

Dalam satu jam mereka diberi waktu berkreasi mewarnai kertas gambar yang sudah disediakan oleh Faber Castle, sponsor lomba ini. Lomba mewarnai ini menjadi cara Petrasa untuk memperkenalkan lingkungan sekaligus memberi contoh cara menjaga kebersihan lingkungan.

Tidak hanya anak TK, Yayasan Petrasa juga menyasar pelajar untuk edukasi lingkungan melalui Lomba Menulis Artikel Tingkat SMA/SMK/Sederajat. Mengangkat tema “Aksi Nyata Generasi Muda Merawat Alam,  Merawat Kehidupan”, dua orang siswa perwakilan setiap SMA/SMK di Sidikalang harus menulis satu artikel yang memuat analisis masalah lingkungan disertai solusi nyata yang dapat mereka lakukan.

Sejumlah 18 orang siswa berkompetisi mengeluarkan ide dan solusi terbaiknya mewakili 9 sekolah menengah atas di Sidikalang. Mereka mengangkat berbagai persoalan lingkungan, mulai dari masalah energi, sampah di pasar, hingga ekosistem Danau Toba yang mulai tercemar. Yayasan Petrasa mendorong para siswa untuk kreatif dan aktif melakukan aksi peduli lingkungan.

Pada jam yang bersamaan, Yayasan Petrasa mengupas topik Peluang Pasar Produk Organik dalam seminar yang menjadi acara utama Petrasa Fair 2019. Bersama Maya Stolastika yang merupakan Presiden Aliansi Organis Indonesia, R. Munthe Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Lidia Naibaho Direktur Program Yayasan Petrasa. Ridwan Samosir, Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa yang baru saja terpilih menjadi moderator seminar ini.

Maya Stolastika dalam pemaparannya mengatakan, “Tren pasar peluang organik akan terus meningkat bila disertai dengan perencanaan pasar yang matang.” Hal tersebut disambut oleh Bapak R. Munthe yang berjanji akan mengupayakan program dan kerjasama yang sinergis untuk membuat satu pasar produk organik yang rutin di Sidikalang.

Di stan lain, Petrasa Fair 2019 menyediakan dan menjual beragam produk pertanian organik yang diolah oleh petani organik. Beragam buah-buahan, sayuran, beras, hingga jajanan berbahan dasar organik sejak pagi hingga sore ramai dikunjungi para pengunjung. Selain belanja, staf Petrasa bersama dengan volunteer menjelaskan beragam informasi produk organik yang tersedia kepada konsumen yang datang. Tidak hanya produk segar, dengan konsep coffee truck, Petrasa Fair 2019 juga membuka coffee truck yang khusus menjual kopi organik d’Pinagar.

Meski sempat hujan, Petrasa Fair tetap meriah dengan demo masak mengolah produk organik yang dipandu oleh Chef Yudhie Nugroho dari Dilly’s Pattiserie and Bakery. Dengan menggunakan buah-buahan organik, Chef Yudhie dan tim membuat bolu organik dan kue lumpur yang dibagikan gratis kepada pengunjung.

Rangkaian kegiatan acara Petrasa Fair 2019 ditutup dengan pengumuman pemenang berbagai lomba. Mulai dari lomba mewarnai, lomba menulis, lomba pengolahan pangan lokal, dan petani yang mendapat undian berhadiah.

Sinergi Pertanian Organik dengan Pemerintah Daerah

Sebagai acara yang pertama kali mengusung pasar produk organik di Kabupaten Dairi, Petrasa Fair 2019 menjadi ruang diskusi terbuka untuk melibatkan lebih banyak pihak bergerak bersama memajukan pertanian organik.

Petrasa Fair 2019 tahun ini dihadiri oleh Bapak Eddy Kelleng Ate Berutu, Bupati Kabupaten Dairi Periode 2019-2023. Bapak Eddy Berutu hadir membuka acara secara resmi dan memberikan sambutan kepada petani dan pengunjung yang hadir.

Dalam sambutannya ia mengimbau SKPD dan dinas terkait untuk berkoordinasi membuat program pertanian organik dan membina petani bersama Petrasa. Ditemani istri, Ibu Romi Simarmata, beliau mengunjungi stan-stan Petrasa Fair 2019 mulai dari Pasar Produk Organik hingga Coffee Truck d’Pinagar. Ia berjanji akan memberikan dukungan penuh untuk produk-produk yang dibuat oleh petani. Tidak lupa, Bapak Eddy Berutu juga berniat untuk langganan produk organik dari petani organik dampingan Petrasa.

Direktur Program Yayasan Petrasa, Lidia Naibaho berharap acara ini menjadi perhelatan yang bisa terus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pertanian organik. “Petrasa Fair 2019 bukan sekedar acara jualan produk organik. Lebih dari itu kita ingin pertanian organik semakin dikenal oleh masyarakat sebagai satu upaya menyejahterakan petani lokal dan menyelamatkan lingkungan.”

Petrasa Fair 2019 yang berlangsung satu hari ini dihadiri sekitar 400 orang yang terdiri dari petani, pelajar, dinas-dinas Kabupaten Dairi, dan masyarakat umum. Petrasa Fair akan terus mendorong semangat pertanian organik semakin dekat dengan masyarakat Kabupaten Dairi.

Belajar Kopi Konservasi, Lestarikan Alam, Sejahterakan Petani

Salah satu kegiatan yang diberikan Yayasan Petrasa untuk meningkatkan kapasitas para staff dan petani dampingan adalah melalui orientasi ke sebuah tempat yang sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai Petrasa. Dengan dukungan dari International Trade Finance Corporation atau ITFC, Petrasa mengirim  dua orang staf pertanian dan dua orang petani arabika belajar ke PT. Kopi Malabar Indonesia di Pengalengan Bandung. Keberangkatan ini diiringi harapan agar staff dan petani mendapat pengetahuan lebih dalam tentang kopi arabika mulai dari hulu sampai hilir.

Selama tiga hari sejak 28 Januari hingga 30 Januari 2019, dua orang staff yakni Lina Silaban dan Jetun Tampubolon bersama dengan dua orang petani yakni Mesta Capah dan Jhonson Sinaga mengikuti pelatihan kopi arabika secara intensif. PT. Kopi Malabar Indonesia merupakan tempat yang bagus untuk belajar secara mendalam tentang kopi arabika karena mereka fokus pada budidaya kopi konservasi.

Kopi Malabar membudidayakan kopi dengan tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan, tetap menjaga kelestarian alam dan untuk konservasi hutan. Selain itu, Kopi Malabar sebagai usaha tetap memperhatikan kesejahteraan petani dan juga masyarakat sekitar. Konsep yang mereka bangun sangat baik. Tidak hanya memberi dampak kepada petani tapi juga tergabung membangun masyarakat di sekitar mereka yang juga bagian dari kelompok tani mereka.

Berangkat dari konsep tersebut. Kedua staf dan kedua petani kopi dampingan Petrasa ini pun memulai pengalaman baru mereka.

 

Gali Ilmu Budidaya dan Pasca-Panen Kopi Malabar

Kami tiba di Pengalengan pada tanggal 28 Januari 2019 dan langsung mengikuti pelatihan. Hal pertama yang kami lakukan adalah mengunjungi lapangan untuk melihat budidaya kopi yang dilakukan Kopi Malabar. Kami dibimbing langsung oleh Pak Yusuf Daryono.

Kebun yang mereka kelola adalah area hutan. Mereka bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengembalikan kondisi hutan yang sudah sempat gundul. Area hutan di Kampung Pasirmulya ini sudah sempat digarap oleh warga untuk dijadikan lahan berkebun sayur sehingga banyak pohon yang ditebang. Oleh karena itu pemerintah kemudian memberikan kesempatan kepada mereka untuk tetap mengelola  area hutan tapi dilarang untuk menebang pohon yang ada. Dengan kondisi tersebut maka Hj. Adinuri sebagai pemilik Kopi Malabar saat itu mengambil kesempatan dan memilih menanam kopi.

Di sini kami belajar bagaimana budidaya kopi dapat menjadi salah satu solusi untuk konservasi lahan. Mengingat habitat tanaman kopi sejatinya berada di hutan, sehingga tanaman ini cocok sebagai tanaman konservasi yang sekaligus menjadi sumber penghasilan.

Varietas kopi yang dibudidayakan di Kopi Malabar didominasi oleh Sigarar Utang dan sudah mendapatkan sertifikasi untuk menjadi sumber bibit. Selain Sigarar Utang masih ada varietas lain termasuk Yellow Catimor yang sedang dikembangkan. Pohon pelindung yang digunakan pun beraneka ragam sesuai dengan jenis pohon yang sudah ada di areal tersebut. Pohon yang paling banyak adalah eucaliptus, pinus dan pohon surian. Kopi mereka yang tumbuh subur dan terawat dengan baik mematahkan praduga selama ini bahwa tanaman kopi tidak dapat berdampingan dengan pohon eucaliptus. Justru di tempat ini, kopi dapat tetap tumbuh subur dengan pohon pelindung eucaliptus.

Pada hari kedua dengan bimbingan Pak Budi, kami belajar cara pasca-panen kopi arabika mulai dari hulu hingga hilir.

“Di hulu kami belajar mulai dari cara petik kopi yang benar hingga proses sortir green bean. Kami juga belajar berbagai macam proses pasca-panen kopi yaitu natural proses, honey proses, wethul proses dan dryhul proses. Semua proses ini akan menghasilkan cita rasa yang berbeda pada kopi setelah diseduh,” jelas Mesta Capah, petani yang mengikuti pelatihan ini.

Setelah itu kami mempelajari cara menyangrai kopi. Kepada kami dijelaskan berbagai hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan sangrai. Beberapa yang penting diantaranya kondisi bahan baku, suhu mesin, kekuatan api hingga waktu sangrai. Kami menyangrai green bean yang kami bawa dari Sidikalang dan mendapat penilaian dan pujian yang bagus dari pihak Kopi Malabar.

Pada hari ketiga kami ikut menyeduh kopi arabika dengan teknik manual brewing. Kami belajar cara menggunakan alat seduh, suhu air yang pas untuk menyeduh dan waktu untuk menyeduh.

Mereka juga belajar teknik dasar cupping untuk mengetahui ciri khas kopi kita masing-masing. “Kami juga belajar teknik dasar melakukan cupping. Cupping atau sering disebut juga test cup sangat penting untuk dipelajari karena penting untuk menentukan harga yang tepat untuk kopi kita berdasarkan cita rasa kopi yang didapat,” ungkap Jhonson Sinaga, petani yang juga tertarik dengan proses pasca-panen kopi.

Bukan itu saja, kami pun mendapat penjelasan tentang kelembagaan petani dan pemasaran kopi. Seperti halnya Petrasa berperan membantu pemasaran kopi d’Pinagar, Kopi Malabar juga memiliki konsep yang kurang lebih sama. Pemasaran kopi yang dilakukan harus dengan konsep yang adil dan tidak merugikan petani. Dengan demikian, maka konsep-konsep yang kita terapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.

 

Nilai Tersembunyi dari Kopi Konservasi

Dari 3 hari pelatihan yang kami ikuti ini, kami belajar bagaimana sebenarnya konsep kopi konservasi yaitu konsep budidaya kopi dengan mengutamakan pelestarian alam. Membudidayakan kopi bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi saja, tetapi juga keuntungan untuk tetap menjaga lingkungan. Mengaplikasikan konsep budidaya kopi konservasi adalah salah satu bentuk kepedulian kita terhadap apa yang petani produksi dan apa yang kita konsumsi.

“Kita berharap petani menghasilkan produk tanpa merusak lingkungan. Hal ini sebenarnya secara tidak langsung sudah dilakukan oleh Yayasan Petrasa bersama dengan petani kopi dampingan, dengan menyarankan kepada petani untuk membudidayakan kopi secara organik dan menggunakan pohon pelindung. Yang menjadi kendala adalah petani masih kurang percaya produksi kopi meningkat dengan sistem ini,” terang Jetun Tampubolon, Kepala Divisi Pertanian Petrasa yang ikut orientasi.

Dengan mengaplikasikan konsep kopi konservasi, kita sudah mengambil sebuah aksi penyelamatan bumi yaitu menjaga dan menyuplai oksigen dengan menenam pohon pelindung yang hidup berdampingan dengan kopi. Sejatinya, petani sudah berkontribusi menambah jumlah tegakan pohon untuk membantu hutan tetap ada ketika jumlah hutan yang dirambah semakin meningkat. Selain untuk melestarikan alam, konsep ini juga membantu produksi kopi semakin menigkat, karna perubahan iklim yang ekstrim saat ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kopi. Dengan dibantu oleh pohon pelindung maka kita menciptakan lingkungan yang sesuai dan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi.

Selain pohon pelindung, tanaman kopi ini pun sebenarnya sudah memberikan sumbangsih untuk pelestarian alam. Tanaman kopi memiliki sistem morfologi yang bersahabat dengan tanah dan air. Kopi memiliki perakaran yang kuat dan membentuk anyaman ke segala arah sehingga dapat melindungi dan memegang tanah dari bahaya erosi. Tentu karena kopi juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.

 

Menangani Kopi di Hilir

Selain mempelajari sistem budidaya kopi dengan konsep konservasi, kami juga mempelajari bagaimana sistem pemasaran dan penanganan hilir yang dibangun oleh Kopi Malabar. Disini mereka membangun sistem penampungan dengan satu pintu. Petani menjual langsung kopi mereka ke Kopi Malabar dan selalu dengan harga yang lebih tinggi dari pasar. Hal ini karena kopi yang mereka terima sesuai dengan standar yang mereka berikan. Kopi yang diterima oleh Kopi Malabar masih dalam bentuk gelondongan (cherry ), karna kopi – kopi ini akan diproses dengan bermacam-macam cara dan sesuai permintaan pembeli.

Kopi yang dijual kemudian ada dalam bentuk greenbean dan kebanyakan dalam bentuk roasted bean. Hal ini dikarenakan keuntungan yang paling besar dalam pemasaran kopi adalah jika kita sampai pada proses hilir. Harga yang diberikan pada kopi bisa naik hingga 10 kali lipat dibandingkan hanya dipasarkan dari proses hulu.

Jika kita memasarkan hingga proses hilir maka keuntungan yang didapat akan lebih besar. Keuntungan yang didapat oleh Kopi Malabar, 5% akan dikembalikan ke petani dan 5% digunakan untuk membantu membangun fasilitas untuk  masyarakat di sekitar lingkungan mereka.

Dengan konsep ini maka petani akan selalu diuntungkan dan tetap menjalin kerjasama dengan mereka dibandingkan dengan menjual ke tengkulak. Kami belajar lebih dalam lagi bagaimana menghargai petani yang menanam dan merawat kopi bertahun-tahun. Gerakan Kopi Malabar ini memang sudah jauh jika dibandingkan dengan petani kopi di Dairi yang masih terikat dengan tengkulak dan belum memiliki posisi tawar terhadap kopi mereka sendiri. Hal ini menjadi tugas bagi staff Petrasa untuk membuka pasar lebih luas untuk petani kopi arabika di Dairi.

Melalui pelatihan dan pengalaman ini diharapkan staff yang mengikuti pelatihan dapat menularkan dan mendampingi petani kopi arabika di Dairi dengan semangat dan mulai membangun sistem kopi konservasi. Sementara itu, bagi petani yang menjadi peserta dapat langsung mengaplikasikannya ke lahan masing-masing. Petrasa berharap petani Dairi semakin meningkat kapasitasnya dalam budidaya kopi arabika. Budidaya kopi yang benar akan menghasilkan kopi yang berkualitas dan juga meningkatkan kuantitas.

 

Penulis :Lina Silaban

Editor : Febriana Tambunan

PPODA Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang di Silima Pungga-pungga

“Bertolong-tolonganlah kamu menanggung bebanmu..” kalimat ini menjadi slogan yang dipegang oleh PPODA dan Yayasan Petrasa dalam menjaga solidaritas dengan petani dampingan di Kabupaten Dairi.

 

Pada, Senin, 25 Februari 2019, Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA) memberikan bantuan kepada 97 anggota kelompok yang menjadi korban banjir bandang Desember 2018 lalu. Bantuan ini merupakan wujud solidaritas terhadap anggota PPODA.

Terhitung sejak Januari hingga Minggu Ke-3 Februari, PPODA bersama dengan Yayasan Petrasa mengorganisir 105 kelompok anggota PPODA untuk mengumpulkan sumbangan solidaritas dalam bentuk kolekte. Dana yang terkumpul dari 105 kelompok tersebut sebesar Rp 27.275.000,- . Dana tersebut kemudian disalurkan menjadi sumbangan dalam bentuk kebutuhan pokok yakni beras, gula dan minyak goreng.

Pengurus PPODA bersama dengan Yayasan Petrasa mendatangi langsung tiga titik desa yang terkena dampak banjir bandang. Ketiga titik tersebut antara lain Desa Sopo Komil, Desa Bonian, dan Desa Pandiangan.

Sebelum menyalurkan bantuan, pengurus PPODA, staf Yayasan Petrasa, dan anggota kelompok yang menjadi korban beribadah bersama di rumah anggota kelompok dampingan. Kebaktian singkat ini dibuat agar anggota kelompok yang menjadi korban bersama dengan PPODA dan staf Yayasan Petrasa bisa saling menguatkan dan mendoakan. Melalui kegiatan solidaritas ini juga, pengurus PPODA secara langsung memberi edukasi kepada korban bencana agar tetap menjaga semangat bertani, dan menjaga kelestarian lingkungan.

“Walaupun kami tinggal di kecamatan yang berbeda, kami ikut bersedih setelah mendengar kabar bencana alam Desember lalu yang menimpa kalian. Setelah melihat langsung kondisi lahan pertanian kalian, kami sungguh-sungguh berharap kalian kembali semangat mengolah ladang kalian dan kedepannya menjaga hutan supaya bencana ini tidak terulang lagi,” ungkap Peniel Limbong salah satu pengurus PPODA yang hadir di Desa Sopo Komil.

Anggota kelompok yang menjadi korban mengaku senang dan terharu dengan kehadiran pengurus PPODA dan staf Yayasan Petrasa di desa mereka. Dengan sumringah mereka berfoto bersama setelah menerima bantuan bahan pokok yang diserahkan setelah kebaktian bersama selesai.

Salah satu penerima bantuan dari Desa Pandiangan, Jamot Siregar mengungkapkan terima kasihnya. “Terima kasih sudah peduli dan datang jauh-jauh mengunjungi kami. Kami menjadi lebih semangat untuk memperbaiki lahan kami yang rusak.”

Koordinator Kegiatan Peduli Sopo Komil sekaligus staf Yayasan Petrasa, Muntilan Nababan menjelaskan betapa pentingnya menunjukkan perhatian langsung kepada petani dampingan yang menjadi korban. “Kami peduli dan kami ingin menjaga solidaritas ini dengan sungguh-sungguh. Semoga para korban kembali semangat mengolah lahan pertaniannya.”

Banjir bandang yang menerpa Kecamatan Silima Pungga-Pungga pada Desember 2018 lalu, masih meninggalkan duka bagi masyarakat setempat yang menjadi korban. Bencana alam ini merenggut 6 orang korban jiwa dan merusak lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat di sana. Sebab batu, kayu, dan material alam lainnya yang terseret banjir bandang menutupi lahan pertanian mereka. Selain itu, banjir bandang menghancurkan bendungan, saluran irigasi sawah, dan akses jalan antar desa. Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan kesuburan lahan mereka agar dapat berproduksi kembali.

 

Peluang Produk Pertanian Organik dari Dairi ke London

 Produk organik semakin hari semakin diminati banyak orang di seluruh dunia. Kesadaran untuk menjaga kesehatan melalui konsumsi makanan sehat adalah salah satu alasan utama. Minat yang tinggi ini kemudian membuat permintaan produk-produk pertanian organik juga semakin banyak. Hal ini juga yang menjadi salah satu latar belakang Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, Inggris mengadakan pameran produk pertanian organik bertajuk, “Indonesian Organic Food Day”.

            Yayasan PETRASA yang merupakan anggota Aliansi Organis Indonesia (AOI) ikut berpartisipasi dalam acara yang terlaksana di London pada Jumat, 7 Desember 2018 lalu. Acara yang mengambil tempat di Hotel Marriot County Hall didatangi kurang lebih 300 orang yang antusias dengan produk pertanian organik. Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif Yayasan PETRASA membawa tiga produk pertanian organik andalan dari Kabupaten Dairi. Ketiganya adalah kopi robusta, kopi arabika, dan andaliman. Ketiga produk organik ini adalah hasil ladang petani organik dampingan Petrasa.

            Kopi organik menarik perhatian berbagai pengunjung yang hadir. Trend kopi yang sedang naik-naiknya dan nama Kopi Sidikalang yang dikenal banyak orang membuat kopi organik yang dipamerkan mendapat perhatian positif. Tidak hanya kopi organik, PETRASA juga memperkenalkan andaliman atau yang lebih dikenal dalam bahasa internasional sebagai sichuan pepper.

            Andaliman yang masuk dalam kelompok rempah-rempah mendapat perhatian tersendiri dari pengunjung. Seperti halnya beberapa negara di Asia yang makanannya kaya dengan rempah-rempah, mereka ingin tahu bagaimana rasa andaliman dan proses budidaya organik yang dilakukan oleh petani andaliman. Lidia Naibaho sebagai perwakilan PETRASA menjelaskan seluk beluk andaliman kepada mereka yang kebanyakan baru pertama kali melihat andaliman secara langsung.

            Acara ini memang dirancang untuk menjadi ruang perkenalan produk pertanian organik Indonesia kepada konsumen pangan dan produk organik di Inggris. KBRI menggandeng AOI, yang kemudian mengajak 3 anggotanya (PETRASA, PMA, Harapan Bersama) sebagai representasi perusahaan dan lembaga pendamping produsen produk pertanian organik di Indonesia. Produk pertanian organik akan sangat dicari hingga 20 tahun ke depan.

            “Kesempatan ini membuat PETRASA semakin giat untuk mengajak petani dampingan di Kabupaten Dairi untuk bertani organik. Pasar organik sangat besar dan ini sangat bisa membantu kehidupan petani, bila kita kerjakan dengan sungguh-sungguh,” jelas Lidia Naibaho dengan optimis. PETRASA sangat berterima kasih kepada KBRI London yang telah menginisiasi kegiatan ini dan tentunya kepada Aliansi Organis Indonesia (AOI) yang telah berhasil menjembatani kerjasama ini dan membawa produk-produk organik anggotanya hingga ke Inggris. Salam sukses!

Membangun Semangat Pemuda untuk Berani Bertani

Petani adalah tulang punggung pangan dunia. Bila tidak ada petani, tidak ada bahan pokok makanan. Akan tetapi, dalam masyarakat umum, petani dianggap sebagai profesi yang miskin dan rendah. Tampilan para petani yang bekerja keras, yang tiap hari memegang cangkul, dengan pakaian kumal, kotor dan sandal jepit semakin tegas bila melihat tingkat kesejahteraan para petani yang tergolong minim.  Bila ada satu atau dua orang petani yang sukses, paling hebat hanya disebut sebagai “petani berdasi”. Sebutan itu tidak lantas mengubah pola pikir negatif tentang petani yang sudah berkembang sejak lama dalam masyarakat.

Pola pikir ini lambat laun tertanam dalam benak pemuda-pemudi Indonesia. Para pemuda di Indonesia berpikir bahwa profesi petani adalah pekerjaan yang tidak memiliki masa depan, rendahan, dan miskin. Sehingga, setelah lulus sekolah, para pemuda berlomba-lomba merantau ke kota besar untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggap lebih baik. Jika cukup beruntung, mereka yang memiliki pendidikan cukup baik bisa bekerja dengan baik pula. Mereka yang tidak, harus kenyang dengan pekerjaan kasar atau buruh di kota. Bahkan khusus mereka yang menjadi sarjana pertanian, lebih banyak yang memilih untuk tidak bekerja di bidang pertanian.

Saat ini Indonesia sedang krisis petani muda. Menurut survey pertanian yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2013 lalu, dari total 26.135.469 petani yang saat itu terdata, hanya sekitar 3.129.644  orang petani yang berada di usia 25-35 tahun. Sisanya adalah petani kelompok usia 45-54 tahun yang berjumlah sekitar 7 juta orang, dan petani kelompok udia 35-44 tahun yang berkisar 6 juta orang.

Di sisi lain, meski menurun 5.33% dari tahun 2017, tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 7,01 juta orang. Data ini menunjukkan perlunya regenerasi petani di Indonesia yang juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Menjawab tantangan ini, Yayasan PETRASA pun melaksanakan pelatihan untuk pemuda-pemudi dari desa dampingan di Kabupaten Dairi. Pelatihan dengan tajuk “Pemuda-Pemudi Berani Bertani” ingin menyadarkan para pemuda tentang pentingnya profesi petani. Pelatihan ini juga ingin membuka pikiran para pemuda desa bahwa masa depan sesungguhnya ada di desa.

Pelatihan ini berlangsung dari 17- 20 September 2018. Selama empat hari, mereka mendapat pelatihan teori dan praktik tentang pertanian selaras alam dan peternakan terpadu. Mereka belajar manfaat bertani selaras alam dan belajar membuat sendiri pupuk bokashi dan pestisida nabati.

Peserta berjumlah 14 orang dan berasal dari desa-desa dampingan Petrasa di Kabupaten Dairi. Beberapa diantara mereka adalah anak dari para petani dampingan PETRASA. Orangtua mereka juga ingin anak mereka mau, aktif dan serius bertani selaras alam. Salah satu pemuda yang mengikuti pelatihan ini masih berusia 18 tahun. Jexen Sihombing baru saja menyelesaikan SMA dan memutuskan untuk ikut pelatihan pemuda berani bertani.

“Saya dapat ilmu baru dan saya mulai berpikir untuk menjadi peternak babi dengan serius. Kalau usaha ini sukses, saya tidak usah lagi merantau,” ungkapnya disela-sela sesi istirahat.  

Para pemuda mengikuti pelatihan dengan beragam metode. Mereka diminta untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan hal-hal apa saja yang menjadi ketakutan mereka jika ingin bertani. Mereka juga diminta untuk menuliskan harapan mereka setelah mengikuti pelatihan petani muda ini. Para pemuda juga diajak aktif membuat analisis usaha tani sebagai bekal dalam memulai usaha pertanian atau peternakan.

Pada hari terakhir, para petani muda ini berangkat ke Siantar untuk orientasi langsung di lahan pertanian dan peternakan milik Togu Simorangkir. Ia memiliki ternak bebek, ternak lele, dan mengelola sendiri lahan pertanian organiknya. Ia juga adalah salah satu tokoh inspiratif dalam membangun desa di Sumatera Utara yang juga aktif membuat gerakan sosial melalui Yayasan Alusi Tao Toba.

PETRASA berharap para petani yang sudah diberikan pelatihan sedemikian rupa bisa percaya diri mengambil keputusan menjadi petani atau peternak yang menerapkan prinsip-prinsip pertanian selaras alam. Pemuda-pemuda ini diharapkan dapat pulang ke desa masing-masing dengan pandangan baru bahwa menjadi petani bukanlah pekerjaan yang rendah dan miskin. PETRASA sebagai lembaga yang peduli terhadap kesejahteraan petani dan masa depan petani melihat program sebagai bentuk kaderisasi petani muda yang berkompeten dalam membudidayakan pertanian maupun peternakan. Kedepannya akan lebih banyak pemuda yang memilih profesi petani sebagai pekerjaan yang mulia dan punya prospek yang cerah dihari depannya.

 

FRT

Pertama Kali, Petani CU Gunung Mas Antusias Membuat Pupuk Bokashi

Sebagai lembaga yang aktif mendampingi petani untuk melakukan pertanian selaras alam, PETRASA aktif mengadakan pelatihan pembuatan bokashi kepada kelompok dampingan. Pada 5 September lalu, diadakan pelatihan pembuatan bokashi dan pestisida nabati di CU Gunung Mas, Desa Kuta Usang, Kecamatan Pegagan Hilir.

Para petani sudah berkumpul sejak pagi. Mereka mengumpulkan bahan-bahan pembuatan bokashi seperti daun sipaet-paet, batang jagung, daun jambu, daun kemangi, jerami, arang sekam, batang pisang, dolomit, gula merah EM4, dan air secukupnya. Para petani yang ikut bergotong royong berjumlah 29 orang yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 20 orang perempuan.

Mereka berbagi tugas mulai dari mengantar bahan-bahan, menghaluskan bahan-bahan, dan melarutkan gula merah, EM4 dan air di sebuah wadah. Cara pembuatan bokashi ini antara lain dengan mencincang dan menghaluskan bahan-bahan yang sudah dikumpulkan. Kemudian sebagian petani mengiris gula merah dan melarutkannya dalam air. Setelah itu, mereka mencampurnya dengan EM4 yakni cairan kental yang mengandung mikroorganisme pengurai. Semua bahan tersebut diaduk sampai merata sambil disirami dengan larutan EM4, gula merah, dan air yang dibuat secara terpisah sebelumnya. Bokashi dan pestisida nabati ini bisa dipakai setelah difermentasi selama dua sampai empat minggu.

Sejatinya para petani dari CU Gunung Mas ini baru pertama kali mengikuti pelatihan dari PETRASA. Selama ini mereka memang masih fokus pada pengembangan ekonomi dalam bentuk simpan pinjam credit union. Setelah mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan pestisida nabati ini, mereka mulai menunjukkan niat dan semangat untuk semakin aktif melakukan pertanian selaras alam. Mereka berencana untuk menanam sayur-sayuran organik.

PETRASA mendorong kelompok CU Gunung Mas dalam pembuatan bokashi supaya petani dapat mempraktekkan, mengaplikasikan dan mampu menjadi penyedia dan pengguna pupuk alami yang berkelanjutan.

FRT

Bentuk UPPD, Petani Organik Dairi Siap Wujudkan PAMOR

Bulan Juli lalu, petani dampingan PETRASA dengan Aliansi Organis Indonesia (AOI) berdiskusi untuk membahas Penjamin Mutu Organik (PAMOR). Untuk menindaklanjuti pertemuan itu, pada Jumat lalu (31/8/2018), PETRASA, para petani dampingan yang telah menghasilkan produk pertanian organik, dan konsumen tetap sayuran organik kembali berkumpul untuk membahas rencana pembuatan Unit Pangula Pamor Dairi (UPPD).

            Pada pertemuan sebelumnya, organisasi ini telah memutuskan untuk membentuk UPPD meski belum memilih orang-orang yang akan menjalankan unit PAMOR pertama di Dairi ini. Pertemuan pada akhir Agustus lalu menjadi kesempatan penting yang membahas beberapa agenda penting yang salah satunya adalah pembentukan struktur organisasi UPPD.

            Setelah memaparkan ulang konsep PAMOR secara singkat, staf PETRASA dan para petani pun berdiskusi untuk menentukan sistem standar internal. Standar ini perlu untuk mengatur dan memastikan bahwa semua proses mulai dari budidaya hingga pascapanen benar-benar mendapat perlakuan organik. Standar ini juga dibangun atas kearifan lokal dari pengalaman para petani dan staf PETRASA selama ini. Mereka secara terpisah membuat standar internal untuk sayuran organik dan kopi organik d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee.

Standar yang telah disepakati bersama akan dikirim ke AOI untuk ditinjau ulang. Setelah menetapkan standar, staf dan petani pun masuk ke agenda utama yakni pembentukan struktur UPPD. Semua orang yang hadir pada pertamuan itu dipastikan terlibat dalam struktur UPPD sesuai dengan kapasitas masing-masing.

            Pada diskusi itu, Jupri Siregar terpilih sebagai Manajer UPPD. Dia akan bertanggung jawab dalam segala proses kerja UPPD dan hubungannya langsung dengan AOI. Ridwan Samosir, Jetun Tampubolon, dan Kalmen Sinaga terpilih menjadi menjadi Komite Persetujuan.

            Sementara itu, Christina Padang dan Goklasni Manullang dipercaya memegang administrasi dan database UPPD bila program sudah berjalan. Pada Unit Inspeksi, mereka sepakat mempercayakan tugas inspeksi pada Lina Silaban, Hariono Manik, dan D. Manik.

Pada Unit Pendampingan, Ganda Sinambela, Debora Nababan, dan Koster Tarihoran akan menjadi tim yang mendampingi para petani dalam melakukan pertanian organik sesuai standar yang sudah ditetapkan. Sementara pada Unit Fasilitas Pasar dipegang oleh Ester Pasaribu, Edo Nainggolan, Jhonson Girsang, dan Jhonson Sihombing. Unit terakhir dalam struktur, yakni Unit Humas dan Promosi ditanggungjawabi oleh Duat Sihombing, Muntilan Nababan dan Yuyun Ginting.

Struktur ini merupakan kolaborasi antara staf PETRASA, petani, dan konsumen. Ketiga unsur ini sesuai dengan prinsip PAMOR yakni sistem penjaminan mutu yang sifatnya partisipatif. Artinya melibatkan pihak-pihak penting yang bisa menjamin bahwa proses budidaya dan pengolahan pasca panen benar-benar organik.

            Setelah menetapkan struktur pengurus UPPD, seluruh peserta pertemuan menyatukan komitmen dengan segera menjadwalkan proses pelatihan inspeksi pada bulan September 2018 bersama dengan AOI. Semua pihak sepakat untuk segera bekerja demi mewujudkan PAMOR bagi para petani organik di Dairi.

 

FRT

Galakkan Semangat PSA, Petani Buat Pupuk Bokashi Sendiri

Kemajuan Pertanian Selaras Alam (PSA) dapat terwujud apabila petani secara aktif mau belajar dan melatih diri untuk membuat pupuk dan pestisida dari sumber daya alam. Hal inilah yang sedang dikerjakan oleh para petani dari CU Eben Ezer di Desa Kentara, Laeparira. Mereka bergotong royong untuk membuat pupuk bokashi dan pestisida nabati menggunakan bahan-bahan dari sumber daya alam yang ada di lingkungan tinggal mereka.

Pada Selasa lalu (21/8/18) lalu, 41 orang petani yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 31 perempuan bekerjasama mengumpulkan bahan-bahan pembuatan bokashi dan pestisida nabati. Bahan-bahan tersebut antara lain batang jagung, batang pisang, rumput-rumputan, daun jambu, daun sirsak, daun kemangi, kotoran ternak, dan bumbu dapur seperti bawang dan andaliman.

Sebelum mulai mengolah bahan-bahan tersebut menjadi bokashi, para petani bernyanyi bersama untuk meningkatkan semangat kerja mereka. Mereka menggubah lagu potong bebek angsa menjadi lagu penyemangat dalam bahasa Batak. Melalui lirik lagu yang mereka ubah, mereka berharap pertanian selaras alam akan memberikan hasil panen yang banyak untuk ladang dan ternak mereka.

Setelah bernyanyi, para petani pun mulai mengangkat bahan-bahan yang sudah mereka kumpulkan di halaman rumah hijau sayuran organik Natama. Mereka estafet mengantarkan bahan-bahan tersebut kepada Bapak Dohar Sinaga yang bertugas untuk menghaluskan bahan-bahan dengan mesin penggiling. Sementara di sisi lain, dua petani sudah bersedia menyendok bahan-bahan yang sudah halus ke dalam beko. Setelah penuh, petani lain pun membawa bahan halus tersebut ke belakang rumah hijau untuk ditumpuk dan diolah dengan bahan lainnya.

Meski tangki minyak mesin sempat rusak, para petani tidak kehilangan semangat. Selepas makan siang, mereka dengan kreatif memperbaiki tangki minyak mesin penggiling dan mulai lagi mencacah bahan-bahan pembuatan bokashi. Di saat yang bersamaan, beberapa petani mengolah bumbu dapur seperti andaliman, gula merah, dan bawang untuk nanti dicampurkan dengan bahan-bahan alam yang sudah dihaluskan untuk membuat pestisida nabati.

Goklasni Manullang sebagai pendamping dari Divisi Pertanian terus memantau dan membantu para petani dalam membuat bokashi dan pestisida nabati. Dengan bantuan, Ibu N. br Pakpahan yang menjadi penanggung jawab rumah hijau Natama, para petani diarahkan untuk menakar dan mencampurkan bahan-bahan dengan komposisi yang tepat.

Kerja sama CU Eben Ezer memang sangat rapi karena mereka sebelumnya juga pernah memenangkan penghargaan sebagai Juara 1 Kelompok Terbaik dan juga untuk kategori Kebun Keluarga pada perayaan hari ulang tahun PPODA beberapa bulan lalu. Tanpa mengeluh, dengan riang mereka menyelesaikan pembuatan pupuk bokashi dan pestisida nabati hingga pukul lima sore. Pupuk bokashi dan pestisida nabati sudah bisa dipakai dalam waktu dua minggu hingga satu bulan setelah dibuat.

Goklasni juga menjelaskan, pelatihan ini kembali dilakukan agar petani di CU Eben Ezer mampu mempraktikkan dan mengaplikasikan Pertanian Selaras Alam secara konsisten dalam budidaya tanaman alami.

 

FRT