Dalam semangat menjaga bumi dan memberdayakan jemaat, PETRASA bersama Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) menyelenggarakan Pelatihan dan Lokakarya Pembuatan Bokashi pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Dipandu oleh Asef Hutasoit dari PETRASA, kegiatan ini diikuti jemaat GKPPD dengan latar belakang pertanian yang beragam. Pelatihan diawali dengan kisah “Perjalanan Pertanian Selaras Alam di Kabupaten Dairi” yang membuka wawasan peserta tentang potensi sumber daya lokal.
Bokashi: Pupuk Organik Ramah Lingkungan
Bokashi adalah pupuk organik yang dihasilkan dari fermentasi bahan alami seperti batang pisang, bonggol jagung, dedaunan, sekam, dedak, serbuk gergaji, dan kotoran ternak. Dengan bantuan mikroorganisme, Bokashi dapat:
Memperbaiki struktur tanah
Meningkatkan unsur hara
Mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia
Bahan-bahan untuk praktik langsung disiapkan dari sekitar Kantor Pusat GKPPD. Peserta belajar dari persiapan bahan, pencampuran, proses fermentasi, hingga tips penyimpanan dan penerapan di lahan.
Antusiasme dan Langkah Nyata
Sesi tanya jawab berlangsung hangat, dengan peserta ingin tahu dosis tepat, teknik penyimpanan, hingga peluang usaha dari pupuk organik. Sebagai dukungan berkelanjutan, Departemen Diakonia GKPPD menyediakan mesin pencacah yang bisa dimanfaatkan jemaat untuk memproduksi Bokashi.
Pelatihan ini ditutup dengan ibadah singkat dan seruan penuh semangat: “Tuppak Simerpara, merbuah dahan parira” “Menumpak Tuhan Debata, Njuah-Njuah kita karina!”
Dalam rangka memperkuat pengetahuan peternak dan meningkatkan pendapatan petani, Yayasan PETRASA menyelenggarakan Pelatihan Budidaya Ayam Kampung Berbasis Pakan Lokal pada Rabu, 23 Juli 2025, di Desa Sigalingging. Kegiatan ini diikuti oleh 23 peternak dari 10 desa dampingan.
Pelatihan ini bertujuan memperkenalkan teknologi budidaya ayam kampung yang mudah, murah, dan berkelanjutan, dengan memanfaatkan bahan pakan lokal seperti dedak, jagung, daun pepaya, dan daun singkong. Salah satu sorotan utama adalah pemanfaatan maggot Black Soldier Fly (BSF), sebagai sumber protein tinggi sekaligus pengurai limbah ternak.
Kegiatan ini berlangsung di kandang milik Fransiskus Sigalingging, peternak lokal yang telah mempraktikkan sistem ini secara nyata. Materi pelatihan mencakup teknik dasar budidaya ayam kampung, pembuatan kandang, pengolahan pakan fermentasi, budidaya maggot BSF, hingga strategi pemasaran dan perawatan ayam secara alami.
Selain teori, peserta juga melakukan praktik langsung fermentasi pakan dan panen maggot. Antusiasme tinggi terlihat sepanjang pelatihan, khususnya pada sesi praktik.
Dengan keterampilan ini, peternak diharapkan dapat mengembangkan usaha ternak secara mandiri, mengurangi ketergantungan pada pakan pabrikan, dan berkontribusi terhadap pengelolaan limbah organik yang lebih berkelanjutan.
Di tengah dinginnya malam Desa Silumboyah, enam belas pemuda duduk melingkar, saling berbagi cerita. Bukan sekadar berkumpul, mereka sedang menyalakan harapan. Dari tanggal 28 hingga 31 Juli 2025, mereka mengikuti Youth Farmer Training bertema “Growing Tomorrow, Nurturing Life, and Stewards Of The Earth.”
Mereka datang dengan beragam latar belakang, namun membawa keresahan yang sama. Mengapa petani makin sedikit, dan apakah bertani masih layak diperjuangkan?
Empat hari bersama, pengalaman belajar apa yang mereka tapaki?
Hari Pertama: Menyuarakan Kegelisahan
Pelatihan dibuka dengan refleksi tentang kondisi regenerasi petani. Diskusi berlangsung hangat: sebagian peserta mengaku pernah merasa malu disebut petani, sebagian lain ditentang orang tua karena memilih bertani daripada kerja kantoran. Namun semua sepakat, pertanian adalah fondasi kehidupan, dan harus diperjuangkan.
Hari Kedua: Belajar dari Alam
Hari kedua, mereka turun ke lahan. Peserta belajar membuat asupan pertanian dari bahan alami, mol, fermentasi daun, urin ternak, dan lainnya. Mereka juga mengenal ekologi tanah secara sederhana: menggenggam tanah, mencium baunya, memahami tanda-tanda kehidupan mikro di dalamnya.
“Ternyata bertani bisa dilakukan dengan bahan di sekitar kita,” ujar salah satu peserta.
Hari Ketiga: Bertani Terpadu dan Mandiri
Di hari ketiga, mereka menyaksikan bagaimana pertanian bisa saling terintegrasi: kopi dan lebah, padi dan ikan, ayam dengan pakan maggot. Mereka belajar langsung dari para petani dan peternak organik yang telah mendedikasikan diri mereka bertahun-tahun. Dari para petani teladan ini tumbuh rasa hormat. Tak hanya soal efisiensi, sistem ini juga menumbuhkan rasa hormat pada alam terlebih pada para petani dan peternak penjaga pangan dan alam.
Hari Keempat: Kepemimpinan dan Jaringan
Hari terakhir, mereka diajak menggali potensi diri sebagai pemimpin muda di komunitas. Sesi jejaring dibuka, ruang untuk saling bertukar kontak, rencana kolaborasi, bahkan mimpi membangun kelompok tani muda. Pelatihan ditutup dengan pemberian sertifikat, namun yang lebih penting telah lahir keyakinan baru bahwa bertani adalah masa depan.
Belajar dari Petani, Kembali ke Akar
Selama pelatihan, peserta tidak belajar dari buku atau dosen, tetapi dari para petani organik dampingan PETRASA. Lewat pendekatan farmer to farmer, pengetahuan ditularkan dengan bahasa yang membumi dan berbasis pengalaman nyata.
Dan malam itu, ketika obor menyala di tengah lingkaran, satu hal menjadi jelas: regenerasi petani tidak hanya soal kebijakan.
Ia tumbuh dari keberanian pemuda untuk kembali mencintai tanahnya. Maka bertani, bukan karena terpaksa, tapi karena tahu, inilah cara merawat hidup.
Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 dianggap sebagai langkah visioner dalam mengubah arah pembangunan nasional. Dengan semangat “Membangun Indonesia dari Pinggiran”, desa diberikan ruang untuk mengelola potensi secara mandiri dan melibatkan partisipasi warganya dalam pembangunan. Namun, satu dekade sejak diundangkan, tantangan demi tantangan masih menyelimuti implementasinya.
Dalam Workshop Revisi Undang-Undang Desa yang digelar PETRASA dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat desa, mulai dari kepala desa, BPD, petani, pendamping desa, hingga kelompok perempuan dan disabilitas, dibahas berbagai aspek dari revisi UU Desa yang kini menjadi UU No. 3 Tahun 2024.
Mimpi Desa Sejahtera: Antara Potensi dan Realita
Revisi UU Desa menambahkan masa jabatan kepala desa dari 6 menjadi 8 tahun. Alasannya, waktu enam tahun dinilai belum cukup untuk menyelesaikan pembangunan karena kepala desa masih harus beradaptasi dengan dinamika politik pasca pemilihan. Namun, kebijakan ini juga menuai kritik. Menurut narasumber workshop, Eko Cahyono, proses revisi ini terkesan politis dan terburu-buru tanpa urgensi nyata dari masyarakat desa.
Selain itu, dana desa yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan justru seringkali menjerat kepala desa dalam pusaran korupsi. Tingginya biaya politik untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa, intervensi banyak pihak terhadap dana desa, serta lemahnya kapasitas lembaga desa menjadi tantangan serius menuju cita-cita desa mandiri dan sejahtera.
Koperasi Merah Putih: Solusi atau Beban Baru?
Workshop juga menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang terus membebani desa dengan program baru, seperti Koperasi Merah Putih (KMP). Program ini belum memiliki arah yang jelas, bahkan berpotensi menambah beban keuangan desa karena mekanisme pendanaannya melalui pinjaman bank. Jika mengalami kemacetan, dana desa bisa dijadikan agunan. Ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin tersedotnya sumber daya desa untuk kepentingan yang tidak berbasis pada kebutuhan riil warga.
Antara Perdesaan dan Pedesaan: Pentingnya Memahami Ruang Hidup Desa
Diskusi juga menekankan pentingnya membedakan antara perdesaan (struktur administratif) dan pedesaan (ruang hidup agraris). Dalam konteks ini, desa harus memiliki sikap tegas terhadap investasi yang merusak sumber daya alam seperti tambang, food estate, dan eksploitasi hutan. Perlindungan ruang hidup desa menjadi kunci untuk kedaulatan desa dan kesejahteraan warganya.
Kebutuhan Mendasar: Peningkatan Pemahaman dan Kapasitas Lembaga Desa
Fakta yang mencuat dari workshop ini adalah masih banyak peserta yang belum memahami isi Undang-Undang Desa dan tugas pokok mereka sebagai bagian dari lembaga desa. Hal ini menunjukkan pentingnya fasilitasi berkelanjutan, terutama untuk penguatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa lainnya.
Revisi UU Desa menjadi UU No. 3 Tahun 2024 membuka babak baru bagi desa, namun juga memunculkan berbagai tantangan. Untuk mewujudkan desa yang mandiri, adil, dan sejahtera, dibutuhkan bukan hanya regulasi yang berpihak, tetapi juga penguatan kapasitas, integritas kepemimpinan, serta perlindungan terhadap ruang hidup desa.
PETRASA dan peserta workshop berkomitmen untuk terus mendorong diskusi dan pendidikan politik desa agar warga desa mampu berdiri tegak sebagai subjek utama pembangunan.
PETRASA kembali menegaskan komitmennya terhadap nilai inklusivitas melalui pertemuan yang hangat dan partisipatif bersama kelompok penyandang disabilitas di Bagas Pangula, Kabupaten Dairi. Pertemuan ini menjadi ruang penting untuk saling mendengar, menguatkan, dan menyusun langkah bersama demi terciptanya lingkungan yang lebih adil dan setara bagi semua.
Mendengar, Memahami, dan Bertindak
Dalam suasana penuh semangat dan keterbukaan, penyandang disabilitas dari berbagai latar belakang berbagi cerita, tantangan, dan harapan mereka. Diskusi ini menggambarkan betapa disabilitas bukanlah hambatan, tetapi bagian dari keberagaman manusia yang perlu dihargai. Melalui pemahaman yang utuh tentang jenis-jenis disabilitas, fisik, intelektual, sensorik, psikososial, dan perkembangan, fasilitator Veryanto Sitohang mengajak peserta melihat bahwa setiap orang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkontribusi, bila diberikan ruang dan dukungan yang adil.
Menghapus Stigma, Menegakkan Hak
Salah satu suara yang mengemuka adalah pengalaman diskriminasi dan stigma yang kerap dialami para penyandang disabilitas, termasuk saat berhadapan dengan layanan publik maupun aparat penegak hukum. Dalam beberapa kasus, laporan hukum mereka diabaikan hanya karena kondisi disabilitas yang mereka miliki. Situasi ini menegaskan urgensi edukasi menyeluruh tentang kesetaraan hak, serta perlunya sistem hukum yang inklusif dan responsif terhadap semua warga negara.
Dari Aspirasi Menuju Aksi
Pertemuan ini bukan hanya ruang curhat, tetapi juga titik awal kolaborasi nyata. Rosminta Manalu, seorang penjahit dengan disabilitas, menyuarakan keinginannya untuk mengikuti pelatihan keterampilan menjahit agar lebih mandiri secara ekonomi. Peserta lainnya dari bidang pertanian berharap dapat mengakses pelatihan dan permodalan. Harapan-harapan ini menjadi pengingat bahwa para penyandang disabilitas tidak ingin hanya diberi bantuan, melainkan juga diberi kesempatan.
Bergerak Bersama
Di akhir pertemuan, lahirlah komitmen bersama: PETRASA dan kelompok disabilitas akan melakukan audiensi dengan DPRD untuk mendorong percepatan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas di Kabupaten Dairi. Langkah ini menjadi simbol bahwa perubahan nyata berangkat dari suara yang didengar dan niat yang dikonkretkan.
Inklusi bukan sekadar program—ia adalah cara kita memperlakukan satu sama lain. PETRASA percaya bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan kesetaraan adalah hak setiap manusia. Bersama penyandang disabilitas, mari kita terus membangun ruang yang aman, mendukung, dan bermartabat untuk semua.
Pada tanggal 17–18 Juli 2025, PETRASA melalui Divisi Pertanian Selaras Alam (PSA) mengadakan kunjungan orientasi lapangan ke Yayasan Bitra Indonesia. Bertempat di hamparan persawahan Desa Dame, Kecamatan Dolok Masihul, kunjungan ini menjadi ruang belajar yang inspiratif bagi delapan petani dampingan PETRASA dan staf pendamping.
Tujuan utama kegiatan ini adalah memperkuat kapasitas petani dalam menghadapi perubahan iklim melalui pendekatan data-driven dalam pengelolaan pertanian. Salah satu fokus utama kunjungan ini adalah mempelajari program Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan sistem budidaya padi organik dari petani dampingan Bitra Indonesia.
SLI: Menyelaraskan Tanam dengan Iklim
Sekolah Lapang Iklim (SLI) merupakan program kolaboratif antara BMKG, pemerintah Desa Dame, dan komunitas petani setempat. Program ini tidak hanya mengajarkan petani membaca prakiraan musim atau mengenali fenomena iklim ekstrem, tetapi juga bagaimana mereka dapat merespons kondisi tersebut dengan praktik pertanian yang adaptif.
Di demplot seluas 3 rante (1.200 m²), para petani menanam varietas padi mentik susu menggunakan sistem pertanian organik. Di sinilah mereka belajar langsung di lapangan, mulai dari membaca data cuaca lokal, merencanakan pola tanam, hingga mengenali teknik yang mampu menjaga hasil panen tetap optimal di tengah perubahan iklim yang tidak menentu.
SLI membuka ruang dialog yang partisipatif dan aplikatif. Petani PETRASA dan BITRA saling bertukar pengalaman, belajar bersama, dan saling menginspirasi. Diskusi dilakukan secara santai namun penuh makna — menjadikan pengalaman ini bukan sekadar studi banding, tetapi sebagai proses pertumbuhan bersama.
PAMOR dan Semangat Transformasi Pertanian
Kunjungan juga dilanjutkan ke Unit PAMOR Serdang Bedagai di Jambur Pulau. Di sini, diskusi mengupas perjuangan para petani dalam membangun sistem pertanian yang lebih sehat, ramah lingkungan, dan berkeadilan.
Dalam PAMOR, pertanian organik dipercaya bukan hanya soal bebas dari bahan kimia sintetis. Ini adalah gerakan hidup: menjaga kesuburan tanah, melestarikan keanekaragaman hayati, dan membangun sistem pangan yang adil bagi semua. Lebih dari itu, ini adalah bentuk perlawanan terhadap krisis ekologi dan ketimpangan yang masih membayangi petani kecil.
Budidaya padi organik menjadi bukti bahwa pertanian bisa menjadi solusi. Tak hanya menghasilkan beras yang sehat untuk konsumen, tapi juga menurunkan biaya produksi, menjaga kesehatan tanah, dan meningkatkan kesejahteraan petani dalam jangka panjang.
Bertani untuk Masa Depan yang Lestari
PETRASA melalui Divisi Pertanian Selaras Alam percaya bahwa pertanian bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi jalan perubahan sosial. Ketika petani belajar membaca cuaca, mengelola lahannya dengan bijak, dan menjalin solidaritas lintas komunitas, di situlah lahir harapan akan masa depan pangan yang berdaulat dan berkelanjutan.
Dalam setiap proses belajar, PETRASA hadir sebagai teman seperjalanan. Kami akan terus mendampingi petani untuk membangun pertanian yang tangguh iklim, selaras dengan alam, dan berpijak pada kearifan lokal.
Karena kita percaya, petani bukan hanya penghasil pangan, mereka adalah pelindung bumi dan penjaga masa depan kita semua!
PETRASA terus konsisten mendampingi 103 kelompok Credit Union (CU) di 69 desa di Kabupaten Dairi untuk mendorong praktik pertanian yang selaras alam. Salah satu aksi nyata terbaru datang dari CU Maju Bersama di Desa Bakal Julu, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, yang membangun Rumah Kompos sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan alam dan mendukung kedaulatan pangan lokal.
Gagasan pembangunan rumah kompos ini lahir dari pertemuan CU yang difasilitasi oleh Jupri Siregar, staf pendamping PETRASA. Diskusi bersama pengurus CU dan tim PETRASA pada 26 Mei 2025 menyepakati tujuan utama rumah kompos, yaitu:
Menyediakan kompos bagi kebutuhan pertanian anggota CU,
Mengurangi ketergantungan terhadap pupuk sintetis, dan
Memanfaatkan sampah organik rumah tangga dan lingkungan.
Proses pembangunan terus melibatkan partisipasi aktif anggota CU. Pada 8 Juni 2025, sebanyak 128 anggota hadir dalam rapat di Balai Desa untuk menyampaikan konsep rumah kompos, menentukan lokasi, dan membentuk kelompok kerja.
Puncaknya, pada 14 Juli 2025, 17 anggota CU berkumpul untuk mengikuti peletakan batu pertama pembangunan rumah kompos. Acara dimulai dengan ibadah singkat sebagai ungkapan syukur atas semangat gotong royong yang lahir dari CU itu sendiri. Pembangunan rumah kompos ini menjadi simbol komitmen kolektif petani dalam menerapkan pertanian ramah lingkungan.
Sebagai kelanjutan, CU Maju Bersama akan mengadakan pelatihan pembuatan bokashi dan ecoenzyme pada 25 Juli 2025. Pelatihan ini bertujuan memperkuat pemahaman petani tentang pengelolaan sampah organik, dengan bahan-bahan seperti daun, kulit buah, dan gula merah.
Pelatihan ini akan menjadi bekal dasar tentang pertanian selaras alam dan menjadi salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan sampah rumah tangga.
Jupri Siregar bersama Asef Hutasoit dan Ganda Sinambela dari PETRASA menyampaikan apresiasi atas inisiatif ini. Mereka menegaskan bahwa Rumah Kompos CU Maju Bersama adalah tonggak awal perubahan di desa—contoh nyata kolaborasi komunitas yang merespon isu lingkungan dengan cara yang mandiri dan berkelanjutan.
Langkah kecil ini adalah harapan besar bagi bumi yang lebih lestari. Bersama Kita Bisa!
Krisis lingkungan yang terjadi hari ini bukan hanya soal rusaknya ekosistem. Ia juga soal ketimpangan, ketidakadilan, dan hilangnya ruang hidup, terutama bagi mereka yang selama ini paling dekat dengan alam: perempuan di pedesaan.
UNFCCC, dalam agenda kerjanya, telah menegaskan pentingnya pelibatan setara antara perempuan dan laki-laki dalam kebijakan iklim yang responsif gender. Hal ini menjadi semangat yang juga diusung PETRASA dalam Pelatihan Perempuan Potensial Seri Kedua, yang diselenggarakan pada 3–4 Juli 2025 dengan tema “Perempuan dan Lingkungan.”
Pelatihan ini menghadirkan narasumber utama Delima Silalahi, seorang aktivis lingkungan yang telah lama mendampingi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam mempertahankan hak atas tanah dan lingkungan. Dengan pengalamannya yang luas, Delima mengajak peserta menggali lebih dalam tentang hubungan antara perempuan, ruang hidup, dan pembangunan.
Membaca Ulang Hubungan Perempuan dan Alam
Sebanyak 18 petani perempuan dampingan PETRASA dari berbagai desa mengikuti pelatihan ini. Mereka terlibat aktif dalam lima sesi utama:
Manusia dan Sumber Daya Alam,
Hadirnya Proyek-Proyek Pembangunan,
Dampaknya terhadap Lingkungan dan Perempuan,
Prinsip-Prinsip Hak atas Lingkungan Hidup,
Perjuangan Kelompok Perempuan dan Public Speaking.
Jauh sebelum mengikuti pelatihan ini, mereka sudah lama bergerak melakukan aksi pelestarian lingkungan melalui pertanian selaras alam. Sebagian dari mereka juga berjuang mempertahankan wilayah dan hutannya. Mereka menyadari bahwa tidak semua proyek pembangunan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan hidup di desa. Sebaliknya justru merampas hak atas tanah adat, hutan, sumber air, menimbulkan konflik horizontal, penurunan ekonomi, dan bahkan penurunan kualitas hidup. Dan kondisi ini, memerlukan peran kita semua untuk kritis melihat dampak yang akan terjadi ke depan, sebelum merenggut keberlangsungan hidup.
Bagi mereka, pembangunan yang tidak berpihak pada keberlanjutan dan keadilan hanya akan memperdalam luka. Kondisi ini mendorong pentingnya kesadaran kolektif untuk menilai secara kritis arah pembangunan, sebelum semuanya terlambat.
Peningkatan kapasitas bagi perempuan tentang ekologi.
Delima Silalahi sebagai narasumber memberikan materi.
Para perempuan pejuang ekologi.
Ketika Perempuan Melawan
Dalam salah satu sesi, seorang peserta menceritakan perjuangannya bersama warga desa melawan perusahaan perampas hutan. Dimulai dari penyadaran, penguatan organisasi perempuan, hingga aksi kolektif yang membuat perusahaan itu akhirnya hengkang dari wilayah mereka. Namun perjuangan belum usai, karena ancaman serupa masih membayangi dusun-dusun lain.
Perempuan tidak hanya terdampak paling berat oleh kerusakan lingkungan, tetapi juga memiliki peran penting dalam upaya pemulihan. Seperti bumi yang melahirkan kehidupan, perempuan adalah penjaga keberlanjutan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Warren (1996), bumi seringkali dilambangkan sebagai tubuh perempuan—yang bila ditindas, maka kehidupan pun terancam. Dalam konteks pembangunan industri yang eksploitatif, perempuan kerap kehilangan akses terhadap pangan sehat, beban kerja meningkat, hak dan kedaulatan dipinggirkan, serta rentan terhadap kekerasan.
Menanam Harapan, Menjaga Masa Depan
Pelatihan ini menjadi ruang untuk merajut kembali kesadaran ekologis, membangun solidaritas, dan menegaskan bahwa perempuan memiliki hak atas lingkungan hidup yang sehat dan aman. Bukan hanya sebagai korban, tetapi sebagai aktor perubahan.
Di akhir pelatihan, para peserta saling berbagi praktik menjaga lingkungan dari rumah, seperti:
Memilah sampah sesuai jenisnya,
Menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle),
Menghemat energi dan air,
Menghindari penggunaan bahan kimia berbahaya,
Tidak membakar lahan atau sampah,
Menanam untuk masa depan.
Pelatihan ini bukan akhir, tetapi sebuah langkah kecil dari perjalanan panjang untuk mewujudkan keadilan ekologis yang berpihak pada perempuan dan bumi.
Karena ketika bumi terusik, perempuan tidak tinggal diam—mereka melawan, bertahan, dan menjaga kehidupan.
Pada 31 Juli 2025, Yayasan PETRASA kembali memperkuat peran sebagai mitra strategis desa melalui Diskusi Tematik Ketahanan Pangan bersama Pemerintah Desa Sumbul Tengah, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Diskusi ini menjadi bagian dari kerja sama dalam kerangka P2KTD (Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa), sebuah sistem nasional yang dikelola oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Melalui platform ini, PETRASA kini dipercaya menjadi konsultan strategis bagi lima desa di Kabupaten Dairi dengan fokus pada isu ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan. Salah satunya adalah pengembangan sektor peternakan babi di Desa Sumbul Tengah sebagai strategi untuk memperkuat ketahanan pangan lokal.
Namun, sektor ini tidak luput dari tantangan. Ancaman penyakit seperti African Swine Fever (ASF) menjadi kekhawatiran besar bagi para peternak. Untuk itu, Tim Tematik Ketahanan Pangan (TPK) bersama pemerintah desa dan masyarakat merancang pendekatan berbasis biosecurity, dimulai dengan sterilisasi kandang melalui penyemprotan disinfektan dan pengasapan selama dua minggu. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan pakan ternak yang sesuai serta memastikan seleksi bibit babi yang sehat dan berkualitas.
Diskusi ini juga melibatkan pembahasan terkait kampanye adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, yang akan dimulai dengan pemasangan spanduk edukatif di setiap dusun di Desa Sumbul Tengah. Kampanye ini bertujuan untuk mengajak seluruh warga desa ambil bagian dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan dan membangun kesadaran bersama akan pentingnya respons terhadap krisis iklim.
Sebagai organisasi masyarakat sipil yang lahir dan tumbuh bersama komunitas akar rumput, PETRASA terus menjaga semangat kolaborasi dengan desa. Kami percaya bahwa ketahanan pangan tidak hanya soal ketersediaan pangan, tetapi juga soal kedaulatan petani dan keberlanjutan sistem pangan lokal.
Bersama desa, PETRASA berkomitmen untuk melangkah lebih jauh—membangun desa yang berdaya, petani yang berdaulat, dan masa depan pangan yang adil serta lestari.
Diskusi Pemerintah Desa Sumbul Tengah dengan Staf PETRASA.
Diskusi Pemerintah Desa Sumbul Tengah dengan Staf PETRASA.
Credit Union (CU) Sahabat Tani resmi membuka kantor baru yang dibangun dari hasil perjuangan panjang dan kebersamaan selama dua dekade. Berlokasi di Desa Palding Jaya Sumbul, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, kantor ini menjadi simbol keberhasilan gerakan ekonomi kerakyatan yang dibangun dari, oleh, dan untuk anggota.
CU Sahabat Tani merupakan salah satu CU dampingan PETRASA yang telah dirintis sejak tahun 2005 oleh sekitar 30 orang dari Desa Palding Jaya dan Sumbul Tengah. Dengan semangat gotong royong dan nilai-nilai saling percaya, CU ini berkembang hingga memiliki 212 anggota dewasa dan 157 anggota anak.
Perjalanan CU Sahabat Tani tidak selalu mudah. Tantangan dalam berorganisasi dan naik turunnya partisipasi anggota menjadi bagian dari dinamika yang membentuk kekuatan mereka hari ini. Namun, komitmen untuk membangun ekonomi alternatif berbasis solidaritas membuat CU ini mampu bertahan bahkan terus bertumbuh.
Puncak dari perjalanan panjang ini dirayakan pada peresmian kantor CU yang dibangun secara mandiri dari akumulasi Sisa Hasil Usaha (SHU) tahunan anggota. Kantor ini bukan sekadar bangunan fisik, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa ekonomi kerakyatan dapat menjadi jalan keluar dari tantangan akses keuangan dan permodalan di desa, terutama bagi petani dan pelaku usaha kecil.
Pada momen peresmian, para anggota menegaskan harapan agar pengurus tetap menjunjung tinggi transparansi, kredibilitas, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan CU. Hal ini menjadi fondasi agar nilai-nilai yang telah dibangun bersama tidak tercemari dan CU Sahabat Tani tetap menjadi rumah aman bagi anggotanya di masa depan.
CU Sahabat Tani hadir bukan hanya sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi sebagai ruang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas. Semangat yang terus dihidupi adalah bahwa Credit Union bukan milik satu orang, melainkan milik bersama. Ini adalah gerakan untuk memperkuat kemandirian ekonomi rakyat di tengah sistem yang kerap mengabaikan kebutuhan mereka.
Sebagaimana ungkapan bijak Batak yang menjadi semangat acara ini, “Tampakna do Tajomna, Rimni Tahi do Gogona” Kebersamaan dan kesatuan hati dapat menghasilkan kekuatan, menyelesaikan masalah, bahkan hal-hal yang sulit sekalipun.
PETRASA bangga menjadi bagian dari perjalanan ini dan akan terus mendampingi gerakan CU yang berpihak pada keadilan sosial, kedaulatan ekonomi, dan kehidupan bermartabat di desa-desa.
Di Desa Sumbul Tengah, yang terletak di dataran rendah Kabupaten Dairi, cuaca semakin tak menentu. Hujan turun tak tentu waktu, angin berhembus lebih kencang, dan tanah longsor kerap mengancam. Namun, selama ini, masyarakat belum benar-benar menyadari bahwa semua itu adalah dampak dari perubahan iklim.
Pada 20-21 Maret 2025, PETRASA bersama masyarakat Desa Sumbul Tengah mengadakan pelatihan menggunakan metode PACDR(Participatory Assessment of Climate and Disaster Risks). Dengan cara yang partisipatif dan inklusif, warga dari enam dusun—Bandar Selamat, Napa Sondel, Rindang, Pulo Gundur, Sumbul Tengah, dan Ujung Parira—ikut serta dalam diskusi dan pemetaan risiko iklim.
Di akhir pertemuan, masyarakat menyadari bahwa ada tiga ancaman utama yang perlu dihadapi bersama: kekeringan, angin kencang, dan longsor. Kesadaran ini mendorong mereka untuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Tangguh Iklim, yang dipimpin oleh tiga orang perwakilan desa. Pokja ini akan menjadi penggerak aksi-aksi nyata agar desa lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim. Tentu dalam aksi-aksi tangguh Iklim kedepan tidak dapat hanya dilakukan oleh Pokja atau Desa Sumbul Tengah, semua elemen harus terlibat.
Kepala Desa Sumbul Tengah, Sahma Diamasi Pasaribu, dengan penuh semangat mendukung inisiatif ini. Ia berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang lebih tangguh menghadapi bencana.
“Ini bukan hanya tugas Pokja atau pemerintah desa saja, tapi tanggung jawab kita semua—mulai dari pemerintah kabupaten, pusat, hingga organisasi sosial,” ujarnya.
Petrasa juga mengapresiasi Pemerintah Desa Sumbul Tengah yang sangat terbuka dalam mengimplementasikan PACDR di desanya. Dengan langkah awal ini, warga Desa Sumbul Tengah tak lagi sekadar menghadapi cuaca ekstrem sebagai nasib semata. Mereka kini memiliki rencana, strategi, dan semangat kebersamaan untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah perubahan iklim.
Senin pagi, 25 Maret 2025, suasana di halaman Kantor PETRASA terasa berbeda dari biasanya. Lebih dari seratus orang berkumpul dengan penuh semangat, mengenakan pakaian terbaik mereka. Hari itu adalah momen penting bagi Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA) karena selain menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT), mereka juga merayakan usia dua dekade perjalanan organisasi ini.
Sebanyak 103 peserta hadir dalam RAT ini, terdiri dari perwakilan Kelompok Credit Union (CU), Pengurus PPODA periode 2022-2025, dan staf PETRASA. Acara dimulai dengan ibadah singkat, mengiringi syukur atas pencapaian yang telah diraih.
Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA, membuka pertemuan dengan sebuah pesan kuat,
“Kelompok CU harus terus berkembang, bukan hanya dalam hal simpan pinjam, tetapi juga dalam program peningkatan kapasitas, seperti pelatihan pertanian organik dan peternakan yang difasilitasi oleh PETRASA.”
Berbagai agenda penting telah disiapkan dalam RAT kali ini, termasuk:
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus PPODA
Laporan Keuangan PPODA, termasuk pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dan laporan Dana Sosial
Pembahasan Rencana Program PPODA Tahun 2025
Perayaan Ulang Tahun PPODA ke-20
Pemilihan Pengurus PPODA periode 2025-2028
Dalam laporan pertanggungjawaban, Ketua PPODA periode 2022-2025 menyampaikan beberapa pencapaian yang telah diraih, seperti pengembangan usaha inseminasi buatan pada ternak babi dan kunjungan ke kelompok CU yang menghadapi masalah kredit macet. Diskusi yang muncul pun berjalan dengan dinamis, penuh gagasan dan harapan untuk masa depan. Ke depan, PPODA akan lebih fokus pada penyelesaian kredit macet, pengembangan inseminasi buatan, serta memperluas program pertanian dan peternakan organik.
Setelah agenda RAT selesai, suasana beralih ke perayaan ulang tahun PPODA yang ke-20. Dua dekade bukanlah perjalanan yang singkat. Dari hanya beberapa kelompok CU di awal berdiri, kini PPODA telah menaungi 101 Kelompok CU dengan lebih dari 5.300 anggota dewasa. Para peserta bersorak penuh kebanggaan, merayakan kebersamaan dan kerja keras yang telah membawa organisasi ini sampai ke titik ini. Filosofi Credit Union yang mengedepankan kepercayaan dan saling membantu kembali ditegaskan sebagai fondasi utama bagi setiap anggota.
Momen paling dinanti tiba, yaitu pemilihan pengurus baru periode 2025-2028. Berbeda dari sebelumnya, kali ini mekanisme pemilihan dibuat lebih demokratis dan transparan. Layaknya pemilu, para anggota memberikan suaranya melalui kertas suara, bilik suara, dan kotak suara. Setiap kandidat diberikan kesempatan untuk menyampaikan visi dan misinya sebelum pemungutan suara dimulai. Antusiasme para anggota terlihat jelas, baik laki-laki maupun perempuan, mereka berpartisipasi aktif dalam menentukan kepemimpinan baru.
Hasil pemilihan pun diumumkan. Berdasarkan suara terbanyak, berikut adalah susunan pengurus PPODA periode 2025-2028:
Ketua: Parlindungan Tambunan
Wakil Ketua: Elviana br Pandiangan
Sekretaris: Doris br Sihombing
Bendahara: Herni br Simanjuntak
Pengurus inti ini akan dibantu oleh Koordinator Divisi dan Koordinator Kecamatan yang akan ditentukan dalam rapat berikutnya bersama staf pendamping PETRASA.
Dengan semangat baru, PPODA melangkah ke masa depan, membawa harapan bagi para petani organik di Dairi. Selamat ulang tahun ke-20, PPODA! Semoga semakin jaya, menjadi rumah bagi petani organik, dan terus mendorong kebijakan demi kesejahteraan masyarakat.
Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi petani di pedesaan, hadirnya Credit Union (CU) menjadi angin segar yang menawarkan solusi berbasis komunitas. CU bukan hanya sekadar lembaga simpan pinjam, tetapi juga wadah untuk saling membantu, membangun kepercayaan, dan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat desa. Petrasa, sebagai organisasi yang berkomitmen pada pemberdayaan petani, telah aktif mendampingi 100 kelompok CU yang tersebar di 69 desa di 12 kecamatan di Kabupaten Dairi, dengan total 5.343 anggota, mayoritas di antaranya adalah perempuan.
CU: Lebih dari Sekadar Simpan Pinjam
Kelompok CU yang didampingi oleh PETRASA menjalankan sistem simpan pinjam yang dilakukan sebulan sekali di lokasi yang disepakati bersama. Namun, lebih dari itu, setiap pertemuan rutin juga menjadi ajang diskusi mengenai berbagai isu yang dihadapi anggota, terutama dalam bidang pertanian. PETRASA memanfaatkan momen ini untuk memberikan pendampingan dan edukasi tentang praktik pertanian selaras alam. Dengan pendekatan ini, anggota CU didorong untuk mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintetis dan menerapkan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan serta berpihak pada kedaulatan pangan dan keseimbangan lingkungan.
Memperkuat Kemitraan: Diskusi Bersama Pengurus CU
Dalam upaya meningkatkan efektivitas pendampingan dan memperkuat kemitraan dengan kelompok CU, pada bulan Februari 2025, PETRASA mengadakan serangkaian pertemuan dengan para pengurus CU dampingan. Tujuan dari pertemuan ini antara lain:
Mensosialisasikan program PETRASA yang dapat diikuti oleh anggota CU, seperti pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida nabati, pengembangan usaha ternak, serta peningkatan kapasitas perempuan.
Memperkuat sistem manajemen CU, termasuk kepengurusan dan penyetoran keuangan.
Menampung masukan dari kelompok CU untuk meningkatkan efektivitas pendampingan.
Pertemuan ini difasilitasi oleh Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA, dan Muntilan Nababan, penanggung jawab kelompok CU dampingan. Diskusi pertama berlangsung pada 11 Februari 2025 di Balai Desa Sumbari, melibatkan pengurus CU dari Kecamatan Silima Pungga-pungga dan Siempatnempu Hilir. Pertemuan kedua diadakan pada 18 Februari 2025 di Gereja HKBP Kentara, menghadirkan pengurus CU dari Kecamatan Lae Parira dan Berampu.
Partisipasi untuk Keberlanjutan
Diskusi berlangsung terbuka, di mana setiap peserta diberikan ruang untuk menyampaikan kondisi kelompoknya, berbagi tantangan, serta mengusulkan ide-ide untuk pengembangan CU dan peningkatan kapasitas anggotanya. Dengan mendengar langsung dari para pengurus, PETRASA dapat merancang pendekatan yang lebih efektif dalam pendampingan ke depan. Pertemuan serupa juga akan dilanjutkan di kecamatan lain untuk memperluas dampak positif yang telah dirasakan.
Melalui penguatan kemitraan antara PETRASA dan kelompok CU, diharapkan ekonomi petani desa semakin kuat, kesejahteraan sosial meningkat, dan lingkungan tetap terjaga.
CU bukan hanya soal keuangan, tetapi juga tentang membangun solidaritas dan harapan bagi masa depan yang lebih baik.
Pada 24 Februari 2025, Yayasan PETRASA mengadakan pelatihan pembuatan asupan organik di kantor mereka. Pelatihan ini diikuti oleh 20 peserta yang terdiri dari anggota kelompok dampingan PETRASA dan petani muda yang tertarik dengan pertanian organik.
Pelatihan dimulai dengan sesi materi mengenai pertanian berkelanjutan dan dampak perubahan iklim. Sesi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta mengenai tantangan yang dihadapi sektor pertanian serta tindakan adaptasi dan mitigasi yang dapat diterapkan. Setelah itu, peserta mendapatkan materi mengenai pemasaran melalui kios Pangula, yang dapat membantu petani dalam memasarkan hasil pertanian organik mereka.
Selanjutnya, peserta mendapatkan teori mengenai asupan dan nutrisi organik yang diperlukan dalam proses budidaya. Setelah sesi teori, peserta mengikuti praktik pembuatan berbagai jenis asupan organik, seperti Bokashi, pestisida nabati (Pesnab), dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Semua bahan yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar, sehingga mudah diperoleh dan lebih ramah lingkungan.
Sebagai tindak lanjut, peserta berencana membuat asupan secara mandiri di kelompok masing-masing untuk keperluan pribadi. Mereka juga berkomitmen untuk membagikan ilmu yang telah diperoleh kepada anggota kelompok lain dan membantu dalam penerapan praktik pertanian organik di komunitas mereka.
“Bagaimana cara memasarkan produk secara efektif walaupun dengan sumber daya terbatas?“
Pertanyaan ini sering muncul dalam diskusi PETRASA. Sebab kami mendampingi petani organik di Dairi dan penuh semangat meningkatkan kualitas dan pemasaran produk para petani. Produk organik yang dihasilkan sudah seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat luas, bukan hanya di tingkat lokal. Namun, kenyataannya, banyak produk petani organik masih belum memiliki akses pasar yang luas.
Berangkat dari kegelisahan ini, PETRASA dan mitra NGO lainnya mengikuti Digital Marketing Training yang diselenggarakan oleh Aliansi Organik Indonesia (AOI) pada 4-6 Februari di Yogyakarta. Pelatihan ini menjadi angin segar bagi para pelaku usaha yang ingin memperluas jangkauan pasarnya melalui strategi digital.
Menemukan Peluang di Dunia Digital
Seiring berkembangnya teknologi, pemasaran digital telah menjadi salah satu cara paling efektif untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Dalam pelatihan ini, peserta mendapatkan berbagai ilmu praktis, mulai dari optimalisasi media sosial, penggunaan platform e-commerce, hingga teknik optimasi pencarian (SEO). Semua keterampilan ini bertujuan untuk membantu para petani dan pelaku usaha organik dalam meningkatkan visibilitas produk mereka.
Pada sesi berbagi pengalaman dalam memasarkan produknya, PETRASA menyampaikan, “Kami biasanya hanya menjual di pasar lokal atau melalui kenalan. Tapi dengan media sosial dan e-commerce, peluang kami semakin besar.”
Digital Marketing: Lebih dari Sekadar Penjualan
Namun, tujuan digital marketing bukan hanya meningkatkan penjualan. Lebih dari itu, ini adalah cara untuk mengampanyekan gaya hidup sehat dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi produk organik. Dengan strategi digital yang tepat, produk organik bukan hanya sekadar komoditas, tetapi juga bagian dari gerakan yang lebih besar untuk mendukung kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.
PETRASA kini semakin optimis bahwa pemasaran produk organik dapat berkembang lebih luas. Pelatihan ini membuka wawasan PETRASA bahwa pemasaran tidak harus mahal. Dengan strategi digital yang tepat, produk organik bisa dikenal lebih luas.
Dengan bekal ilmu dari pelatihan ini, langkah selanjutnya adalah menerapkan strategi digital yang telah dipelajari. Harapannya, produk organik lokal dapat menembus pasar yang lebih luas, menjangkau lebih banyak orang, dan membawa dampak positif bagi petani serta konsumen. Karena setiap produk organik yang terjual bukan hanya transaksi, tetapi juga langkah kecil menuju gaya hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Tanah merupakan sistem hidup yang sangat penting sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup di bumi. Dalam upaya meningkatkan kesuburan tanah serta sebagai langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, Aliansi Organik Indonesia (AOI) mengadakan Training of Trainer (TOT) Ekologi Tanah. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang ekologi tanah serta metode konservasi tanah, sehingga peserta dapat menjadi fasilitator yang nantinya akan melatih calon pelatih lainnya. Kegiatan ini berlangsung selama empat hari dan diikuti oleh berbagai peserta, termasuk staf organisasi serta petani dampingan.
Pelaksanaan TOT Ekologi Tanah
Pelatihan TOT Ekologi Tanah kali ini diadakan di Learning Center Yayasan Ate Kelleng, berlangsung dari tanggal 11 hingga 14 Februari 2025. Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari berbagai wilayah, termasuk Region Sumatera dan Kalimantan. Salah satu organisasi yang turut serta adalah PETRASA, yang mengirimkan dua orang staf dan satu orang petani dampingan.
Materi dan Kegiatan Pelatihan
Hari pertama dimulai dengan sesi pendidikan orang dewasa (andragogi), di mana peserta mempelajari teknik kepemanduan. Mereka diajarkan untuk menganalisis kebutuhan pelatihan, merancang, serta mengevaluasi proses pelatihan agar dapat diterapkan dengan baik dalam konteks pertanian organik. Selain itu, peserta juga diperkenalkan dengan konsep ekologi tanah, termasuk sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh tanah.
Hari kedua berfokus pada sifat fisik tanah, seperti tekstur, porositas, kapilaritas, dan aerasi tanah. Peserta melakukan berbagai praktik, seperti menghitung persentase kandungan tanah (batuan, pasir, tanah liat, dan humus), menganalisis kebutuhan air tanaman, serta menguji kemampuan tanah dalam menyerap air dan menyediakan oksigen bagi organisme di dalamnya.
Hari ketiga membahas sifat kimia dan biologi tanah. Peserta melakukan uji pH tanah, mengidentifikasi unsur hara, serta mengukur kapasitas tukar kation (KTK). Selain itu, peserta juga mempelajari tiga kelompok utama organisme dalam tanah, yaitu mikroorganisme (bakteri, jamur, virus), mesoorganisme (nematoda), dan makroorganisme (cacing, serangga, akar tanaman).
Hari terakhir ditutup dengan diskusi mengenai unsur hara sebagai nutrisi penting bagi tanaman. Selain itu, peserta menyusun rencana tindak lanjut, yaitu berbagi pengetahuan dengan petani di lembaga dampingan masing-masing dan melaksanakan TOT di wilayah mereka.
Siap Menebar Dampak
Pelatihan ini menanamkan prinsip bahwa prioritas utama dalam pertanian organik adalah menyehatkan tanah terlebih dahulu. Dengan memahami kondisi tanah, petani dan fasilitator dapat menentukan perlakuan yang tepat bagi lahan pertanian mereka. Para peserta TOT diharapkan mampu menjadi fasilitator yang kompeten dalam bidang ekologi tanah, serta dapat menerapkan dan menyebarluaskan ilmu yang telah mereka peroleh di komunitas pertanian masing-masing.
Melalui pelatihan ini, diharapkan semakin banyak petani yang memahami pentingnya ekologi tanah dan mampu menerapkan metode konservasi tanah yang berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan.
Di berbagai aspek kehidupan, perempuan memainkan peran penting, baik dalam ranah domestik maupun publik. Namun, mereka sering menghadapi tantangan seperti beban kerja ganda, diskriminasi di lingkungan keluarga, pekerjaan, dan sosial. Untuk membekali perempuan dengan pemahaman yang lebih baik tentang kesetaraan gender, PETRASA mengadakan Pelatihan Perempuan Potensial Serial Pertama pada 13-14 Februari 2025 dengan tema “Gender dan Keadilan Gender”.
Sebanyak 20 perempuan petani dampingan PETRASA mengikuti pelatihan ini. Mereka berdiskusi tentang berbagai topik mendasar, termasuk perspektif dan konsep gender, peran dan pembagian kerja berbasis gender, serta bentuk-bentuk ketidakadilan seperti kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Selain itu, mereka juga mengeksplorasi langkah-langkah untuk mewujudkan keadilan gender di lingkungan mereka.
Salah satu topik utama yang dibahas adalah konsep gender itu sendiri. Gender bukanlah sekadar perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, melainkan konstruksi sosial yang menentukan peran, fungsi, dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat. Konsep ini terus berkembang seiring dengan perubahan zaman.
Keadilan gender berarti memberikan perlakuan yang adil kepada laki-laki dan perempuan, memastikan tidak ada lagi pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, atau kekerasan berbasis gender. Dalam diskusi, para peserta berbagi pengalaman tentang ketimpangan gender yang mereka hadapi, baik di dalam rumah tangga maupun di komunitas mereka.
Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan, diskusi aktif, dan refleksi mendalam yang mereka bagikan. Salah satu peserta bercerita tentang bagaimana ia sering merasa terbebani dengan pekerjaan rumah tangga yang tidak terbagi rata dengan suaminya. Ada juga yang mengungkapkan bahwa anak perempuannya sering dibatasi dalam memilih pendidikan atau pekerjaan, sementara anak laki-lakinya lebih didorong untuk mengambil peran-peran tertentu dalam masyarakat.
Melalui pelatihan ini, para peserta menyadari bahwa kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan, tetapi juga tentang keadilan bagi semua orang. Mereka menuliskan harapan agar suami dan anggota keluarga lainnya dapat lebih memahami pentingnya pembagian peran yang setara di rumah. Lebih dari itu, mereka ingin menanamkan nilai-nilai kesetaraan kepada anak-anak mereka agar baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk bersekolah, bekerja, dan berkontribusi dalam kehidupan sosial maupun politik.
Pelatihan ini menjadi langkah awal dalam perjalanan panjang menuju masyarakat yang lebih adil dan setara gender. Dengan kesadaran yang telah dibangun, para perempuan ini kini siap untuk membawa perubahan dalam keluarga dan komunitas mereka.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pertanian organik dan memperluas jangkauan pemasaran produk, Kios Pangula bersama PETRASA menyelenggarakan program edukasi bertajuk “Manfaat Mengkonsumsi Produk Organik”. Acara ini berhasil menghadirkan Ibu Imelda Purba, Kepala Bidang Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, sebagai narasumber utama. Dalam kesempatan tersebut, beliau membagikan wawasan mendalam mengenai manfaat luar biasa dari konsumsi produk organik bagi kesehatan.
Mengapa Produk Organik Begitu Penting?
Dalam paparannya, Ibu Imelda menyoroti empat alasan utama mengapa produk organik menjadi pilihan yang lebih sehat dan ramah lingkungan:
Minim Paparan Pestisida Sintetis Produk organik diproduksi dengan sedikit atau tanpa penggunaan pestisida sintetis, sehingga mengurangi risiko paparan bahan kimia berbahaya.
Lebih Sedikit Pengawet (Aditif) Dibandingkan dengan produk konvensional, produk organik biasanya mengandung lebih sedikit bahan pengawet, menjadikannya pilihan yang lebih alami.
Ramah Lingkungan Pertanian organik menerapkan konsep pengelolaan tanah yang berkelanjutan, yang tidak hanya menjaga kesuburan tanah tetapi juga mendukung ekosistem lokal.
Biodiversitas Lebih Tinggi Metode pertanian organik mempromosikan keanekaragaman hayati, yang penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Beliau juga menegaskan bahwa konsumsi produk organik dapat membantu menghindari residu kimia berbahaya yang sering ditemukan pada produk non-organik. “Residu kimia adalah salah satu faktor penyebab penyakit serius seperti tumor dan kanker. Oleh karena itu, langkah Petrasa dalam mendorong petani untuk beralih ke pertanian organik patut diapresiasi,” ujar Ibu Imelda dengan penuh semangat.
Interaksi Produsen dan Konsumen: Kunci Meningkatkan Kualitas
Acara ini juga menjadi wadah interaksi langsung antara produsen dan konsumen. Melalui diskusi yang hangat, konsumen memberikan masukan berharga kepada Kios Pangula untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dipasarkan setiap minggunya. Dalam suasana penuh keakraban, mereka saling berbagi pengalaman tentang perjalanan sembilan tahun Kios Pangula dalam memasarkan hasil pertanian berbasis kelestarian alam.
Diskusi ini tidak hanya mempererat hubungan antara produsen dan konsumen, tetapi juga memberikan motivasi baru bagi para petani dampingan PETRASA. Para petani merasa didukung untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas produk organik mereka, yang pada akhirnya membawa manfaat besar bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Komitmen Bersama untuk Masa Depan Lebih Sehat
Dengan semakin tingginya kesadaran akan pentingnya gaya hidup sehat, konsumsi produk organik menjadi solusi yang relevan untuk mendukung kesehatan individu sekaligus menjaga kelestarian alam. Inisiatif seperti edukasi ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara berbagai pihak dapat menciptakan dampak positif yang berkelanjutan.
Kios Pangula dan PETRASA mengajak seluruh masyarakat untuk bergabung dalam gerakan ini. Dengan memilih produk organik, kita tidak hanya berkontribusi pada kesehatan diri sendiri, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan petani lokal. Mari bersama-sama membangun masa depan yang lebih sehat dan harmonis dengan alam!
Orientasi peternakan lebah madu di Desa Lingga Raja II, yang diselenggarakan bersama Pemerintah Desa Lumban Toruan, merupakan bagian dari tindak lanjut Sosialisasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim yang diadakan pada 28 Oktober 2024 di Desa Sumbul Tengah. Program ini merupakan upaya bersama Petrasa dan Pemerintah Desa Lumban Toruan untuk meningkatkan pendapatan petani sekaligus mengatasi dampak perubahan iklim melalui pengembangan peternakan lebah madu.
Pada orientasi ini, peserta mendapat wawasan dari Amang Laia, seorang petani-peternak lebah madu yang telah sukses dalam budidaya lebah madu dan pemasarannya. Ia berbagi pengalaman dan pengetahuan terkait budidaya lebah madu.
Keberadaan lebah madu sangat bermanfaat bagi sektor pertanian, karena lebah berperan penting dalam penyerbukan tanaman. Proses penyerbukan oleh lebah tidak hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga meningkatkan kualitas tanaman yang dihasilkan petani.
Selain itu, peternakan lebah madu juga mendukung penggunaan asupan organik yang ramah lingkungan. Asupan organik ini, yang diproduksi tanpa bahan kimia, sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup lebah dan menjaga keseimbangan ekosistem pertanian. Dengan mengembangkan peternakan lebah madu, para petani dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan pestisida, serta memanfaatkan produk lebah seperti madu dan propolis untuk menambah pendapatan mereka.
Melalui orientasi ini, diharapkan peternakan lebah madu dapat diterapkan secara luas di Desa Lingga Raja II sebagai langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain memberikan manfaat bagi lingkungan, peternakan lebah madu juga menjadi peluang ekonomi baru bagi petani setempat, sekaligus menjadi solusi cerdas untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan di tengah tantangan perubahan iklim.
Pelatihan Pembuatan Asupan Organik yang diselenggarakan di Desa Sumbul Tengah merupakan tindak lanjut dari Sosialisasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim yang dilaksanakan pada 18 Oktober 2024. Acara pelatihan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Pemerintah Desa Sumbul Tengah, ibu-ibu PKK, dan Kelompok Tani, yang bersemangat untuk mengimplementasikan pengetahuan baru yang akan menguntungkan pertanian dan lingkungan mereka.
Antusiasme peserta terlihat jelas dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, menandakan bahwa mereka sangat peduli terhadap masa depan pertanian yang berkelanjutan dan dampaknya terhadap perubahan iklim. Ini menjadi harapan kita bersama agar upaya pembuatan asupan organik dapat dilanjutkan dan berkembang ke depannya.
Dalam pelatihan ini, ibu-ibu PKK, Kelompok Tani, dan Pemerintah Desa Sumbul Tengah bekerja sama untuk memproduksi berbagai jenis asupan organik, seperti ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), Pestisida Nabati, Bokashi, dan Eco Enzyme. Menariknya, semua bahan yang digunakan berasal dari sumber daya alam yang ada di desa, sehingga proses produksi ini tidak memerlukan biaya besar atau bahan kimia yang mahal. Sebagai hasilnya, mereka berhasil membuat sekitar 5 ember asupan organik yang siap digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia.
Langkah ini tidak hanya menguntungkan dari sisi ekonomi karena mengurangi pengeluaran untuk pembelian bahan kimia, tetapi juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tanah dan keberlanjutan lingkungan. Dengan mengurangi penggunaan bahan kimia, diharapkan kualitas tanah akan semakin baik, dan hasil pertanian dapat menjadi lebih sehat serta ramah lingkungan.
Melalui inisiatif ini, diharapkan Desa Sumbul Tengah dapat menjadi contoh bagi desa-desa lainnya dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Masyarakat desa berperan sebagai agen perubahan dalam menjalankan pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang tidak hanya bermanfaat bagi mereka saat ini, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.
Pada tanggal 4 November 2024, Petrasa melaksanakan Pelatihan Budidaya Mina Padi di Kelompok CU Suka Makmur, yang diikuti oleh 25 petani antusias. Pelatihan ini bertujuan untuk memperkenalkan sistem pertanian terpadu yang memadukan budidaya padi dan ikan dalam satu lahan—sebuah inovasi yang terbukti dapat meningkatkan produktivitas hasil tani sekaligus menambah sumber pendapatan bagi petani. Selain itu, pelatihan ini juga menjadi langkah nyata dalam penerapan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Mengawali Perubahan dengan Kesadaran Iklim
Kegiatan ini dibuka dengan sesi pemahaman tentang perubahan iklim, yang menyoroti dampak nyata krisis iklim terhadap lingkungan dan sektor pertanian. Melalui sesi ini, peserta diberikan wawasan mendalam mengenai berbagai ancaman iklim yang semakin nyata, seperti perubahan pola cuaca, kekeringan, dan banjir yang mempengaruhi hasil panen. Dengan bertambahnya pemahaman ini, petani diharapkan dapat lebih peduli terhadap kondisi lingkungan serta terdorong untuk mengambil langkah-langkah adaptasi dan mitigasi dalam pertanian mereka.
Teknik Budidaya Mina Padi untuk Ketahanan Ekonomi dan Lingkungan
Sesi berikutnya mengupas seluk-beluk teknik budidaya mina padi, dari persiapan lahan, pemilihan bibit unggul, hingga strategi perawatan selama masa tanam dan panen. Sistem mina padi memungkinkan petani untuk menanam padi sekaligus memelihara ikan di lahan yang sama, menciptakan simbiosis yang saling menguntungkan. Ikan membantu membersihkan gulma dan hama serangga di sekitar tanaman padi, sementara padi memberikan naungan bagi ikan. Pola ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menurunkan kebutuhan akan pestisida dan pupuk kimia.
Dalam sesi ini, peserta juga diajak untuk merancang tata letak lahan mina padi yang disesuaikan dengan kondisi sawah mereka. Melalui diskusi dan panduan teknis, peserta belajar bagaimana menciptakan lingkungan pertanian yang sehat dan berkelanjutan di lahan mereka sendiri.
Memahami Biaya dan Manfaat dengan Analisis Usaha
Salah satu sesi yang paling dinanti adalah analisis usaha. Dalam sesi ini, para petani belajar menghitung total biaya yang diperlukan mulai dari pengolahan lahan hingga panen, termasuk memperkirakan pendapatan dan keuntungan yang bisa dihasilkan dari sistem mina padi. Analisis ini sangat penting untuk menilai apakah sistem ini layak dikembangkan lebih lanjut dan menguntungkan bagi keberlangsungan ekonomi petani. Selain itu, pemahaman tentang keuntungan yang lebih besar melalui sistem mina padi dapat menjadi motivasi bagi petani untuk beralih ke pola tanam ini.
Membuat Pupuk Organik dan Pestisida Nabati dengan Bahan Lokal
Sebagai bagian dari pelatihan, peserta juga belajar membuat asupan nutrisi organik yang dibutuhkan tanaman dan ikan. Beberapa produk yang dibuat antara lain pestisida nabati dan perangsang tumbuh, dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang mudah diperoleh di sekitar mereka. Penggunaan bahan alami ini tidak hanya lebih murah tetapi juga lebih aman bagi lingkungan serta kesehatan petani dan konsumen.
Langkah Nyata untuk Masa Depan Pertanian Berkelanjutan
Di akhir kegiatan, para petani menunjukkan komitmen untuk menerapkan sistem mina padi pada lahan mereka di musim tanam berikutnya. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan, para petani ini tidak hanya meningkatkan potensi ekonomi keluarga, tetapi juga ikut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya PETRASA dalam memberdayakan petani melalui inovasi yang berkelanjutan, dengan harapan dapat menciptakan pertanian yang tangguh terhadap perubahan iklim. Melalui budidaya mina padi, para petani dapat memanen dua sumber daya dari satu lahan, sekaligus berkontribusi pada upaya mitigasi iklim yang semakin mendesak. Petrasa berharap bahwa sistem pertanian ini bisa menjadi contoh inspiratif bagi lebih banyak petani di Indonesia untuk bergerak menuju masa depan yang lebih hijau, sehat, dan makmur.
Mari Bergabung dalam Gerakan Pertanian Selaras Alam dan Berkelanjutan!
Pada tanggal 30 Oktober 2024, PETRASA menyelenggarakan diskusi Sekolah Lapang Iklim (SLI) bersama 12 petani padi dampingan. Kegiatan ini dirancang sebagai literasi iklim bagi petani untuk meningkatkan ketahanan pangan dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan petani pada isu perubahan iklim serta dampaknya, dan mengembangkan pemahaman mereka terkait data dan informasi iklim yang dapat diterapkan dalam praktik pertanian mereka. Dengan pengetahuan ini, diharapkan petani dapat menyesuaikan strategi dan pola tanam yang sesuai dengan kondisi iklim setempat.
Selama kegiatan, para petani merefleksikan pengalaman mereka dalam menjalani pertanian organik. Diskusi ini mencakup tantangan, proses, dan kendala yang mereka alami ketika beralih dari penggunaan bahan kimia ke metode organik. Petani membagikan pengalaman kesulitan diawal karena input produksi dan hasil panen yang menurun. Meski pada awalnya menghadapi kesulitan, petani kini konsisten menerapkan teknik pertanian organik dan pelan-pelan merasakan hasil yang menguntungkan.
Dalam sesi diskusi, petani juga mendapatkan materi mengenai tujuan SLI yang akan dilaksanakan pada periode tanam mendatang. Kegiatan ini akan berlangsung di lahan salah satu petani muda, yang dipilih karena lokasinya mudah diakses dan dekat dengan pemukiman, sehingga memudahkan pengamatan. Para petani akan dibagi ke dalam beberapa kelompok, dan setiap kelompok akan mengamati perkembangan tanaman mulai dari pengolahan lahan hingga panen.
Dengan adanya SLI, diharapkan petani padi dapat mengembangkan usahanya dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan adaptif terhadap iklim, serta menjadi pionir dan kader di wilayah masing-masing.
Aksi solidaritas GERTAK di depan Kantor Polres Dairi.
Dairi sedang menghadapi krisis serius terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam satu bulan terakhir, tercatat tiga kasus pelecehan seksual di Kabupaten Dairi, memicu gelombang kemarahan dan kepedulian dari berbagai elemen masyarakat. Untuk merespons situasi ini, Gerakan Solidaritas Anti Kekerasan (GERTAK) yang terdiri dari masyarakat, pemuda, mahasiswa, perempuan, serta LSM, menggelar aksi solidaritas kemanusiaan yang menyuarakan bahwa “Dairi Tidak Baik-Baik Saja.”
Aksi ini dimulai dengan pawai bersama di pusat Kota Sidikalang, di mana ratusan orang berpartisipasi sambil membawa spanduk dan selebaran yang berisi pesan penolakan terhadap kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Dairi. Titik pertama aksi ini berlangsung di depan Kantor DPRD Dairi, di mana massa diterima langsung oleh Ketua DPRD, Sabam Sibarani.
Tuntutan GERTAK untuk Regulasi Efektif dan Perlindungan Korban
Dalam orasinya, GERTAK menekankan pentingnya pembentukan regulasi yang lebih efektif untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, baik itu fisik, seksual, maupun psikis, terhadap perempuan dan anak. Mereka juga mendesak agar setiap kebijakan di Kabupaten Dairi berbasis gender dan anti-diskriminasi. Selain itu, GERTAK menyerukan agar kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di Dairi diusut tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku.
Aksi ini ditutup dengan simbolik pemberian mawar hitam, tanda duka cita masyarakat atas maraknya kasus kekerasan seksual di daerah tersebut. Para peserta juga menempelkan stiker “Stop Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak” sebagai bentuk protes di depan Kantor DPRD.
Aksi Berlanjut di Kantor Bupati dan Polres Dairi
Setelah aksi di Kantor DPRD, GERTAK melanjutkan aksi damai di depan Kantor Bupati Dairi. Sekretaris Daerah Jonny Hutasoit, sebagai perwakilan pemerintah kabupaten, menerima massa aksi. Di sini, sejumlah perwakilan perempuan membacakan orasi dan puisi yang mengungkapkan kondisi trauma yang dialami para korban pelecehan seksual. Mahasiswa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga menampilkan teatrikal yang menggambarkan penderitaan para korban kekerasan.
Masyarakat mempertanyakan relevansi penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) yang diterima Dairi pada tahun 2022, mengingat kenyataan di lapangan yang memperlihatkan peningkatan kekerasan seksual, terutama dengan pelaku yang masih di bawah umur.
GERTAK menuntut agar pemerintah Kabupaten Dairi meningkatkan sosialisasi terkait kekerasan seksual, melibatkan pemerintahan desa, serta memperkuat pengawasan di lingkungan pendidikan. Mereka juga mendesak agar setiap sekolah melakukan edukasi tentang pencegahan kekerasan seksual serta memberikan pendampingan yang layak kepada para penyintas.
Tidak berhenti di sana, GERTAK juga menggelar aksi di depan Polres Dairi. Massa menuntut Polres untuk mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan seksual yang belum terselesaikan. Mereka meminta agar para tersangka yang sempat ditangguhkan segera ditahan, dan mengkritik lambatnya penanganan sejumlah kasus karena alasan perpindahan tugas polisi yang bertanggung jawab.
Kapolres Dairi, Agus Bahari, menyambut aksi ini dan menerima tuntutan masyarakat. Mawar hitam kembali diberikan sebagai simbol duka bahwa Kabupaten Dairi sedang tidak dalam kondisi baik, terutama dengan semakin maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak.
Seruan untuk Perubahan yang Lebih Baik
Aksi ini merupakan wujud nyata bahwa masyarakat Dairi menuntut perubahan yang signifikan. Mereka ingin pemerintah daerah dan penegak hukum untuk lebih serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Perlindungan terhadap perempuan dan anak harus dijadikan prioritas utama, dan pelaku kekerasan seksual harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Masyarakat berharap aksi ini menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari kekerasan, khususnya bagi perempuan dan anak-anak di Kabupaten Dairi.
Selama empat hari yang penuh semangat, PETRASA melakukan perjalanan ke enam sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Dairi, memperkenalkan isu penting mengenai perubahan iklim kepada 1449 siswa. Dengan langkah ini, PETRASA berupaya membekali generasi muda dengan pengetahuan dan kesadaran yang mendalam tentang dampak perubahan iklim serta strategi adaptasi dan mitigasi yang bisa mereka terapkan.
Sekolah-sekolah yang dikunjungi termasuk SMAN 1 Sidikalang, SMAN 2 Sidikalang, SMKN 1 Sidikalang, SMKN 1 Parbuluan, SMAN 1 Siempat Nempu Hulu, dan SMA St. Petrus Sidikalang. Setiap sesi sosialisasi dirancang dengan interaktif, mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam diskusi dan berbagi ide. Dalam suasana yang dinamis ini, para siswa diajak untuk berpikir kritis tentang lingkungan mereka dan tindakan yang bisa diambil untuk memerangi perubahan iklim.
Salah satu fokus utama dari sosialisasi ini adalah menjelaskan bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan sehari-hari, termasuk dampak yang mungkin mereka alami di sekitar mereka. Dengan pendekatan yang mudah dipahami, para siswa diajarkan tentang pemanasan global, peningkatan suhu, dan fenomena cuaca ekstrem. Mereka juga diajak untuk mengenali peran mereka sebagai agen perubahan, dengan mengedepankan langkah-langkah kecil yang bisa dilakukan di lingkungan sekolah dan rumah.
Kaum muda memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator perubahan, terutama dalam isu-isu lingkungan. Melalui pendidikan dan sosialisasi yang tepat, mereka dapat berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan. Dengan bekal pengetahuan yang didapat, diharapkan siswa dapat menerapkan tindakan nyata, mulai dari pengurangan sampah plastik hingga penerapan praktik daur ulang di sekolah mereka. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dapat menjadi bagian integral dari gaya hidup mereka.
Untuk mendorong inovasi dan kreativitas siswa dalam mengatasi tantangan perubahan iklim, PETRASA memperkenalkan kompetisi “School Contest” yang diadakan oleh Indonesia Climate Change Alliance (ICCA). Dalam kompetisi ini, setiap sekolah yang telah mengikuti sosialisasi akan mengirimkan proposal berisikan aksi kreatif untuk mengatasi perubahan iklim. Dua proposal terbaik dari enam yang masuk akan mendapatkan hadiah masing-masing 5 juta rupiah untuk merealisasikan aksi mereka di sekolah.
Enam tim dari 6 sekolah akan berpartisipasi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di kantor Yayasan PETRASA pada hari Selasa, 15 Oktober 2024. FGD ini bertujuan untuk menginformasikan detail dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam kompetisi ini.
Melalui ‘School Contest’ ini, PETRASA bersama ICCA tidak hanya meningkatkan kesadaran akan perubahan iklim di kalangan pelajar, tetapi juga menginspirasi mereka untuk mengambil peran aktif dalam melindungi lingkungan. Dengan menciptakan ruang bagi kaum muda untuk berinovasi dan berkolaborasi, diharapkan mereka dapat menjadi pemimpin masa depan yang peduli terhadap keberlanjutan bumi. Kegiatan ini adalah langkah awal menuju perubahan yang lebih besar, di mana generasi muda berani mengambil tindakan untuk menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik.
Pada tanggal 21-22 Agustus 2024, PETRASA melakukan pelatihan perawatan kopi yang diikuti oleh 18 orang petani anggota Kelompok Tani Bersatu di desa Sileu-Leu Parsaoran Kecamatan Sumbul, Dairi.
Materi pelatihan hari pertama mencakup pemeliharaan, pemangkasan kopi dan edukasi terkait perubahan iklim serta pemilihan varietas yang sesuai dengan lingkungan setempat. Petani belajar cara pemangkasan yang benar, menyambung batang serta pembuatan rorak di sekitar tanaman kopi. Tujuannya adalah agar petani dapat meningkatkan produktivitas, mengontrol pertumbuhan, meningkatkan kualitas buah, memperpanjang umur tanaman, serta mengurangi resiko penyakit.
Peserta pelatihan mengatakan bahwa mereka sudah lama melakukan budidaya kopi namun hasilnya belum maksimal, disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani dalam proses budidaya yang benar. Praktek pemangkasan dilakukan langsung di kebun kopi milik salah satu petani peserta pelatihan, dipandu oleh bapak Koster Tarihoran sebagai pelatih dan kader petani kopi.
PETRASA mendorong petani untuk membudidayakan kopi terintegrasi dengan tanaman lain seperti buah-buahan dan lebah madu. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari Sistem Integrasi Pertanian, diantaranya adalah adanya sumber pendapatan tambahan, sumber pangan yang sehat dan sistem ini juga menjadi salah satu strategi mitigasi perubahan iklim.
Pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida organik dilakukan pada hari kedua Kamis 22 Agustus 2024 yang dihadiri sebanyak 14 orang petani. Pelatihan ini memberikan pemahaman kepada petani bagaimana cara mengurangi biaya produksi pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada di lingkungan sekitar.
Dalam sesi praktek, peserta belajar pembuatan Jadam Microbial Solution (JMS), trichoderma, Pupuk organik cair (POC), Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan Eco-enzim. Peserta juga diajarkan mengenai fungsi dan cara pengaplikasian dari setiap jenis pupuk dan pestisida yang dibuat. Proses pelatihan yang meliputi praktek langsung dan diskusi antara narasumber dan semua peserta dilakukan dengan proses andragogi (pengetahuan untuk membimbing orang tua belajar).
Pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan petani dalam membudidayakan kopi dengan baik dan menghasilkan kopi berkualitas yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Sistem pertanian organik di lahan kopi ini juga menjadi salah satu strategi mitigasi perubahan iklim.
Kios Pangula, Kiosnya Petani dan Konsumen Produk Organik
Bersamaan dengan Dialog Kemerdekaan yang berlangsung pada tanggal 14 Agustus 2024, Yayasan PETRASA juga meresmikan “Kios Pangula” yang dioperasikan melalui Coffee Truck dan Food Truck. Peresmian Kios Pangula dilakukan dengan penjelasan mengenai lahirnya Kios Pangula dan peran PETRASA dalam memfasilitasi petani organik dengan konsumen di dalam dan di luar Kabupaten Dairi. Penjelasan ini disampaikan oleh Boy Hutagalung selaku penanggungjawab Unit Pemasaran PETRASA dan Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA. Launching Kios Pangula ini ditandai dengan minum kopi bersama seluruh peserta yang hadir dalam Dialog Kemerdekaan. Kopi yang dinikmati semua peserta adalah kopi D’Pinagar, produksi petani kopi organik di Desa Perjuangan, Kabupaten Dairi.
Kios Pangula menjadi pusat penjualan produk-produk pertanian organik yang dibudidayakan oleh petani dampingan PETRASA. Para petani ini telah dilatih untuk membuat pupuk dan pestisida organik yang digunakan untuk tanamannya. Hasil panen mereka ini di konsumsi keluarga dan kelebihannya di jual ke Kios Pangula atau ke konsumen lain secara langsung. Jenis-jenis produk yang dihasilkan diantaranya adalah sayur pakcoy, sawi manis, sawi pahit, bayam, terong, kangkung, beras, kopi, madu dan buah-buah lokal. Selain produk segar, beberapa petani organik di desa Huta Imbaru juga mengolah sayuran dan buah menjadi makanan ringan stik sayur dan stik pisang. Produk-produk pertanian segar ini dipanen setiap hari Selasa dan dijual setiap hari Rabu setiap minggunya.
Keorganikan produk-produk pertanian organik ini dijamin oleh PETRASA sebagai lembaga pendamping petani. Ayo, ikut menjadi konsumen produk Pertanian Organik! Hubungi PETRASA melalui Instagram dan Facebook untuk informasi lebih lanjut dan berlangganan melalui Whatsapp group Kios Pangula.
Yayasan PETRASA dengan bangga telah menyelenggarakan sebuah kegiatan interaktif, berupa Dialog Kemerdekaan dengan mengangkat tema “PILKADA YANG MEMERDEKAKAN,”. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2024 dan menghadirkan lima narasumber berkompeten yang antusias berbagi wawasan, aspirasi, dan solusi dalam menggunakan hak suara dengan merdeka dan bijaksana.
Kegiatan ini dihadiri oleh peserta dari berbagai latarbelakang seperti petani, kaum perempuan, penyandang disabilitas, aktivis, dan juga mahasiswa yang mewakili kaum muda. PILKADA tentu sangat berpengaruh terhadap kemajuan, arah pembangunan dan berbagai kebijakan yang terjadi di daerah. Karena itu penting bagi semua orang untuk mengetahui profil, visi misi dari setiap kandidat, apakah mereka pro-rakyat dari berbgai kelompok, peduli pada lingkungan, dan memperhatikan semua orang tanpa memandang suku, agama dan ras. Dialog ini menjadi salah satu usaha PETRASA mengedukasi masyarakat dalam partisipasinya nanti di PILKADA yang akan segera dilaksanakan.
Para narasumber yang hadir adalah Bapak Ridwan Samosir (komisioner KPU Dairi), Bapak Firman Lingga (Panwascam Siempat Nempu), saudara Andi Silalahi (Pemuda GMNI), Bapak Duat Sihombing (Divisi Advokasi Yayasan PETRASA), dan Ibu Afni Sihotang (Petani/anggota Aliansi Petani Untuk Keadilan-APUK). Diskusi bergulir membahas berbagai isu penting terkait pemilihan pemimpin daerah di tahun ini. Sesi dialog difasilitasi oleh Lidia Naibaho yang merupakan Direktur Program Yayasan PETRASA.
Dialog ini berjalan dengan sangat dinamis, dimana peserta yang hadir pun turut aktif berpartisipasi dalam sesi tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang ditujukan langsung kepada para narasumber.
Bapak Ridwan Samosir menyampaikan bahwa KPU telah menjalankan tahapan PEMILU sesuai jadwal dan aturan yang telah ditetapkan. KPU menghimbau semua warga Dairi untuk memastikan apakah namanya telah terdaftar di Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan segera melapor jika belum terdaftar. Beliau juga menyampaikan bahwa semua warga yang telah cukup umur berhak memiliki hak suara untuk memilih dan berhak menjadi penyelenggara Pemilu termasuk penyandang disabilitas.
Bapak Firman Lingga dalam kesempatannya mendorong warga yang mengetahui terjadi kecurangan dan praktek politik uang di tengah masyarakat untuk melaporkan ke pengawas PEMILU.
Dari sudut pandang lain, Ibu Afni, Pak Andi dan Pak Duat Sihombing mendorong masyarakat untuk bersatu dalam menjaga keamanan dan kedamaian dalam proses PILKADA. Hal ini juga berkaitan dengan ketegasan warga untuk menolak polarisasi yang dipicu isu SARA dan ikut aktif dalam mengawasi penyelenggaran PILKADA. Setiap masyarakat Dairi harus dapat menggunakan hak suaranya dengan bijaksana dan memiliki hak yang sama dalam memilih dan menjadi penyelenggara PILKADA termasuk kelompok disabilitas, kaum perempuan, dan para petani.
Yayasan PETRASA mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat, berpartisipasi dan berkontribusi dalam acara ini. Mari terus bersama-sama membangun demokrasi yang lebih baik, transparan dan setiap warga merdeka dalam menentukan pilihan.