Kontributor: Boy Hutagalung
Di tengah dinginnya malam Desa Silumboyah, enam belas pemuda duduk melingkar, saling berbagi cerita. Bukan sekadar berkumpul, mereka sedang menyalakan harapan. Dari tanggal 28 hingga 31 Juli 2025, mereka mengikuti Youth Farmer Training bertema “Growing Tomorrow, Nurturing Life, and Stewards Of The Earth.”
Mereka datang dengan beragam latar belakang, namun membawa keresahan yang sama. Mengapa petani makin sedikit, dan apakah bertani masih layak diperjuangkan?
Empat hari bersama, pengalaman belajar apa yang mereka tapaki?
Hari Pertama: Menyuarakan Kegelisahan
Pelatihan dibuka dengan refleksi tentang kondisi regenerasi petani. Diskusi berlangsung hangat: sebagian peserta mengaku pernah merasa malu disebut petani, sebagian lain ditentang orang tua karena memilih bertani daripada kerja kantoran. Namun semua sepakat, pertanian adalah fondasi kehidupan, dan harus diperjuangkan.
Hari Kedua: Belajar dari Alam
Hari kedua, mereka turun ke lahan. Peserta belajar membuat asupan pertanian dari bahan alami, mol, fermentasi daun, urin ternak, dan lainnya. Mereka juga mengenal ekologi tanah secara sederhana: menggenggam tanah, mencium baunya, memahami tanda-tanda kehidupan mikro di dalamnya.
“Ternyata bertani bisa dilakukan dengan bahan di sekitar kita,” ujar salah satu peserta.
Hari Ketiga: Bertani Terpadu dan Mandiri
Di hari ketiga, mereka menyaksikan bagaimana pertanian bisa saling terintegrasi: kopi dan lebah, padi dan ikan, ayam dengan pakan maggot. Mereka belajar langsung dari para petani dan peternak organik yang telah mendedikasikan diri mereka bertahun-tahun. Dari para petani teladan ini tumbuh rasa hormat. Tak hanya soal efisiensi, sistem ini juga menumbuhkan rasa hormat pada alam terlebih pada para petani dan peternak penjaga pangan dan alam.
Hari Keempat: Kepemimpinan dan Jaringan
Hari terakhir, mereka diajak menggali potensi diri sebagai pemimpin muda di komunitas. Sesi jejaring dibuka, ruang untuk saling bertukar kontak, rencana kolaborasi, bahkan mimpi membangun kelompok tani muda. Pelatihan ditutup dengan pemberian sertifikat, namun yang lebih penting telah lahir keyakinan baru bahwa bertani adalah masa depan.
Belajar dari Petani, Kembali ke Akar
Selama pelatihan, peserta tidak belajar dari buku atau dosen, tetapi dari para petani organik dampingan PETRASA. Lewat pendekatan farmer to farmer, pengetahuan ditularkan dengan bahasa yang membumi dan berbasis pengalaman nyata.
Dan malam itu, ketika obor menyala di tengah lingkaran, satu hal menjadi jelas: regenerasi petani tidak hanya soal kebijakan.
Ia tumbuh dari keberanian pemuda untuk kembali mencintai tanahnya. Maka bertani, bukan karena terpaksa, tapi karena tahu, inilah cara merawat hidup.