Kontributor : Finda Sinaga
Krisis lingkungan yang terjadi hari ini bukan hanya soal rusaknya ekosistem. Ia juga soal ketimpangan, ketidakadilan, dan hilangnya ruang hidup, terutama bagi mereka yang selama ini paling dekat dengan alam: perempuan di pedesaan.
UNFCCC, dalam agenda kerjanya, telah menegaskan pentingnya pelibatan setara antara perempuan dan laki-laki dalam kebijakan iklim yang responsif gender. Hal ini menjadi semangat yang juga diusung PETRASA dalam Pelatihan Perempuan Potensial Seri Kedua, yang diselenggarakan pada 3–4 Juli 2025 dengan tema “Perempuan dan Lingkungan.”
Pelatihan ini menghadirkan narasumber utama Delima Silalahi, seorang aktivis lingkungan yang telah lama mendampingi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam mempertahankan hak atas tanah dan lingkungan. Dengan pengalamannya yang luas, Delima mengajak peserta menggali lebih dalam tentang hubungan antara perempuan, ruang hidup, dan pembangunan.
Membaca Ulang Hubungan Perempuan dan Alam
Sebanyak 18 petani perempuan dampingan PETRASA dari berbagai desa mengikuti pelatihan ini. Mereka terlibat aktif dalam lima sesi utama:
- Manusia dan Sumber Daya Alam,
- Hadirnya Proyek-Proyek Pembangunan,
- Dampaknya terhadap Lingkungan dan Perempuan,
- Prinsip-Prinsip Hak atas Lingkungan Hidup,
- Perjuangan Kelompok Perempuan dan Public Speaking.
Jauh sebelum mengikuti pelatihan ini, mereka sudah lama bergerak melakukan aksi pelestarian lingkungan melalui pertanian selaras alam. Sebagian dari mereka juga berjuang mempertahankan wilayah dan hutannya. Mereka menyadari bahwa tidak semua proyek pembangunan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan hidup di desa. Sebaliknya justru merampas hak atas tanah adat, hutan, sumber air, menimbulkan konflik horizontal, penurunan ekonomi, dan bahkan penurunan kualitas hidup. Dan kondisi ini, memerlukan peran kita semua untuk kritis melihat dampak yang akan terjadi ke depan, sebelum merenggut keberlangsungan hidup.
Bagi mereka, pembangunan yang tidak berpihak pada keberlanjutan dan keadilan hanya akan memperdalam luka. Kondisi ini mendorong pentingnya kesadaran kolektif untuk menilai secara kritis arah pembangunan, sebelum semuanya terlambat.
Peningkatan kapasitas bagi perempuan tentang ekologi. Delima Silalahi sebagai narasumber memberikan materi. Para perempuan pejuang ekologi.
Ketika Perempuan Melawan
Dalam salah satu sesi, seorang peserta menceritakan perjuangannya bersama warga desa melawan perusahaan perampas hutan. Dimulai dari penyadaran, penguatan organisasi perempuan, hingga aksi kolektif yang membuat perusahaan itu akhirnya hengkang dari wilayah mereka. Namun perjuangan belum usai, karena ancaman serupa masih membayangi dusun-dusun lain.
Perempuan tidak hanya terdampak paling berat oleh kerusakan lingkungan, tetapi juga memiliki peran penting dalam upaya pemulihan. Seperti bumi yang melahirkan kehidupan, perempuan adalah penjaga keberlanjutan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Warren (1996), bumi seringkali dilambangkan sebagai tubuh perempuan—yang bila ditindas, maka kehidupan pun terancam. Dalam konteks pembangunan industri yang eksploitatif, perempuan kerap kehilangan akses terhadap pangan sehat, beban kerja meningkat, hak dan kedaulatan dipinggirkan, serta rentan terhadap kekerasan.
Menanam Harapan, Menjaga Masa Depan
Pelatihan ini menjadi ruang untuk merajut kembali kesadaran ekologis, membangun solidaritas, dan menegaskan bahwa perempuan memiliki hak atas lingkungan hidup yang sehat dan aman. Bukan hanya sebagai korban, tetapi sebagai aktor perubahan.
Di akhir pelatihan, para peserta saling berbagi praktik menjaga lingkungan dari rumah, seperti:
- Memilah sampah sesuai jenisnya,
- Menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle),
- Menghemat energi dan air,
- Menghindari penggunaan bahan kimia berbahaya,
- Tidak membakar lahan atau sampah,
- Menanam untuk masa depan.
Pelatihan ini bukan akhir, tetapi sebuah langkah kecil dari perjalanan panjang untuk mewujudkan keadilan ekologis yang berpihak pada perempuan dan bumi.
Karena ketika bumi terusik, perempuan tidak tinggal diam—mereka melawan, bertahan, dan menjaga kehidupan.
Diskusi kelompok perempuan. Perempuan menyuarakan pengalaman mereka. Meningkatkan kesadaran kolektif perempuan.