Budidaya Ayam Kampung Berbasis Pakan Lokal: Solusi Mandiri, Murah, dan Ramah Lingkungan

Kontributor: Ganda Sinambela

Dalam rangka memperkuat pengetahuan peternak dan meningkatkan pendapatan petani, Yayasan PETRASA menyelenggarakan Pelatihan Budidaya Ayam Kampung Berbasis Pakan Lokal pada Rabu, 23 Juli 2025, di Desa Sigalingging. Kegiatan ini diikuti oleh 23 peternak dari 10 desa dampingan.

Pelatihan ini bertujuan memperkenalkan teknologi budidaya ayam kampung yang mudah, murah, dan berkelanjutan, dengan memanfaatkan bahan pakan lokal seperti dedak, jagung, daun pepaya, dan daun singkong. Salah satu sorotan utama adalah pemanfaatan maggot Black Soldier Fly (BSF), sebagai sumber protein tinggi sekaligus pengurai limbah ternak.

Kegiatan ini berlangsung di kandang milik Fransiskus Sigalingging, peternak lokal yang telah mempraktikkan sistem ini secara nyata. Materi pelatihan mencakup teknik dasar budidaya ayam kampung, pembuatan kandang, pengolahan pakan fermentasi, budidaya maggot BSF, hingga strategi pemasaran dan perawatan ayam secara alami.

Selain teori, peserta juga melakukan praktik langsung fermentasi pakan dan panen maggot. Antusiasme tinggi terlihat sepanjang pelatihan, khususnya pada sesi praktik.

Dengan keterampilan ini, peternak diharapkan dapat mengembangkan usaha ternak secara mandiri, mengurangi ketergantungan pada pakan pabrikan, dan berkontribusi terhadap pengelolaan limbah organik yang lebih berkelanjutan.

Petani Muda, Harapan yang Tumbuh di Kampung Sendiri

Kontributor: Boy Hutagalung

Di tengah dinginnya malam Desa Silumboyah, enam belas pemuda duduk melingkar, saling berbagi cerita. Bukan sekadar berkumpul, mereka sedang menyalakan harapan. Dari tanggal 28 hingga 31 Juli 2025, mereka mengikuti Youth Farmer Training bertema “Growing Tomorrow, Nurturing Life, and Stewards Of The Earth.”

Mereka datang dengan beragam latar belakang, namun membawa keresahan yang sama. Mengapa petani makin sedikit, dan apakah bertani masih layak diperjuangkan?

Empat hari bersama, pengalaman belajar apa yang mereka tapaki?

Hari Pertama: Menyuarakan Kegelisahan

Pelatihan dibuka dengan refleksi tentang kondisi regenerasi petani. Diskusi berlangsung hangat: sebagian peserta mengaku pernah merasa malu disebut petani, sebagian lain ditentang orang tua karena memilih bertani daripada kerja kantoran. Namun semua sepakat, pertanian adalah fondasi kehidupan, dan harus diperjuangkan.

Hari Kedua: Belajar dari Alam

Hari kedua, mereka turun ke lahan. Peserta belajar membuat asupan pertanian dari bahan alami, mol, fermentasi daun, urin ternak, dan lainnya. Mereka juga mengenal ekologi tanah secara sederhana: menggenggam tanah, mencium baunya, memahami tanda-tanda kehidupan mikro di dalamnya.

“Ternyata bertani bisa dilakukan dengan bahan di sekitar kita,” ujar salah satu peserta.

Hari Ketiga: Bertani Terpadu dan Mandiri

Di hari ketiga, mereka menyaksikan bagaimana pertanian bisa saling terintegrasi: kopi dan lebah, padi dan ikan, ayam dengan pakan maggot. Mereka belajar langsung dari para petani dan peternak organik yang telah mendedikasikan diri mereka bertahun-tahun. Dari para petani teladan ini tumbuh rasa hormat. Tak hanya soal efisiensi, sistem ini juga menumbuhkan rasa hormat pada alam terlebih pada para petani dan peternak penjaga pangan dan alam.

Hari Keempat: Kepemimpinan dan Jaringan

Hari terakhir, mereka diajak menggali potensi diri sebagai pemimpin muda di komunitas. Sesi jejaring dibuka, ruang untuk saling bertukar kontak, rencana kolaborasi, bahkan mimpi membangun kelompok tani muda. Pelatihan ditutup dengan pemberian sertifikat, namun yang lebih penting telah lahir keyakinan baru bahwa bertani adalah masa depan.

Belajar dari Petani, Kembali ke Akar

Selama pelatihan, peserta tidak belajar dari buku atau dosen, tetapi dari para petani organik dampingan PETRASA. Lewat pendekatan farmer to farmer, pengetahuan ditularkan dengan bahasa yang membumi dan berbasis pengalaman nyata.

Dan malam itu, ketika obor menyala di tengah lingkaran, satu hal menjadi jelas: regenerasi petani tidak hanya soal kebijakan.

Ia tumbuh dari keberanian pemuda untuk kembali mencintai tanahnya. Maka bertani, bukan karena terpaksa, tapi karena tahu, inilah cara merawat hidup.

Bergerak Bersama untuk Inklusi: Suara dan Harapan Penyandang Disabilitas di Dairi

Kontributor : Nimrot Sihite

PETRASA kembali menegaskan komitmennya terhadap nilai inklusivitas melalui pertemuan yang hangat dan partisipatif bersama kelompok penyandang disabilitas di Bagas Pangula, Kabupaten Dairi. Pertemuan ini menjadi ruang penting untuk saling mendengar, menguatkan, dan menyusun langkah bersama demi terciptanya lingkungan yang lebih adil dan setara bagi semua.

Mendengar, Memahami, dan Bertindak

Dalam suasana penuh semangat dan keterbukaan, penyandang disabilitas dari berbagai latar belakang berbagi cerita, tantangan, dan harapan mereka. Diskusi ini menggambarkan betapa disabilitas bukanlah hambatan, tetapi bagian dari keberagaman manusia yang perlu dihargai. Melalui pemahaman yang utuh tentang jenis-jenis disabilitas, fisik, intelektual, sensorik, psikososial, dan perkembangan, fasilitator Veryanto Sitohang mengajak peserta melihat bahwa setiap orang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkontribusi, bila diberikan ruang dan dukungan yang adil.

Menghapus Stigma, Menegakkan Hak

Salah satu suara yang mengemuka adalah pengalaman diskriminasi dan stigma yang kerap dialami para penyandang disabilitas, termasuk saat berhadapan dengan layanan publik maupun aparat penegak hukum. Dalam beberapa kasus, laporan hukum mereka diabaikan hanya karena kondisi disabilitas yang mereka miliki. Situasi ini menegaskan urgensi edukasi menyeluruh tentang kesetaraan hak, serta perlunya sistem hukum yang inklusif dan responsif terhadap semua warga negara.

Dari Aspirasi Menuju Aksi

Pertemuan ini bukan hanya ruang curhat, tetapi juga titik awal kolaborasi nyata. Rosminta Manalu, seorang penjahit dengan disabilitas, menyuarakan keinginannya untuk mengikuti pelatihan keterampilan menjahit agar lebih mandiri secara ekonomi. Peserta lainnya dari bidang pertanian berharap dapat mengakses pelatihan dan permodalan. Harapan-harapan ini menjadi pengingat bahwa para penyandang disabilitas tidak ingin hanya diberi bantuan, melainkan juga diberi kesempatan.

Bergerak Bersama

Di akhir pertemuan, lahirlah komitmen bersama: PETRASA dan kelompok disabilitas akan melakukan audiensi dengan DPRD untuk mendorong percepatan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas di Kabupaten Dairi. Langkah ini menjadi simbol bahwa perubahan nyata berangkat dari suara yang didengar dan niat yang dikonkretkan.


Inklusi bukan sekadar program—ia adalah cara kita memperlakukan satu sama lain. PETRASA percaya bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan kesetaraan adalah hak setiap manusia. Bersama penyandang disabilitas, mari kita terus membangun ruang yang aman, mendukung, dan bermartabat untuk semua.

Cari Ilmu ke Serdang Bedagai, PETRASA dan Petani Perdalam SLI dan Padi Organik

Petani PETRASA dan Petani BITRA berfoto bersama setelah kunjungan belajar SLI dan padi organik

Kontributor: Boy Hutagalung – Kepala Divisi PSA

Pada tanggal 17–18 Juli 2025, PETRASA melalui Divisi Pertanian Selaras Alam (PSA) mengadakan kunjungan orientasi lapangan ke Yayasan Bitra Indonesia. Bertempat di hamparan persawahan Desa Dame, Kecamatan Dolok Masihul, kunjungan ini menjadi ruang belajar yang inspiratif bagi delapan petani dampingan PETRASA dan staf pendamping.

Tujuan utama kegiatan ini adalah memperkuat kapasitas petani dalam menghadapi perubahan iklim melalui pendekatan data-driven dalam pengelolaan pertanian. Salah satu fokus utama kunjungan ini adalah mempelajari program Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan sistem budidaya padi organik dari petani dampingan Bitra Indonesia.


SLI: Menyelaraskan Tanam dengan Iklim

Sekolah Lapang Iklim (SLI) merupakan program kolaboratif antara BMKG, pemerintah Desa Dame, dan komunitas petani setempat. Program ini tidak hanya mengajarkan petani membaca prakiraan musim atau mengenali fenomena iklim ekstrem, tetapi juga bagaimana mereka dapat merespons kondisi tersebut dengan praktik pertanian yang adaptif.

Di demplot seluas 3 rante (1.200 m²), para petani menanam varietas padi mentik susu menggunakan sistem pertanian organik. Di sinilah mereka belajar langsung di lapangan, mulai dari membaca data cuaca lokal, merencanakan pola tanam, hingga mengenali teknik yang mampu menjaga hasil panen tetap optimal di tengah perubahan iklim yang tidak menentu.

SLI membuka ruang dialog yang partisipatif dan aplikatif. Petani PETRASA dan BITRA saling bertukar pengalaman, belajar bersama, dan saling menginspirasi. Diskusi dilakukan secara santai namun penuh makna — menjadikan pengalaman ini bukan sekadar studi banding, tetapi sebagai proses pertumbuhan bersama.


PAMOR dan Semangat Transformasi Pertanian

Kunjungan juga dilanjutkan ke Unit PAMOR Serdang Bedagai di Jambur Pulau. Di sini, diskusi mengupas perjuangan para petani dalam membangun sistem pertanian yang lebih sehat, ramah lingkungan, dan berkeadilan.

Dalam PAMOR, pertanian organik dipercaya bukan hanya soal bebas dari bahan kimia sintetis. Ini adalah gerakan hidup: menjaga kesuburan tanah, melestarikan keanekaragaman hayati, dan membangun sistem pangan yang adil bagi semua. Lebih dari itu, ini adalah bentuk perlawanan terhadap krisis ekologi dan ketimpangan yang masih membayangi petani kecil.

Budidaya padi organik menjadi bukti bahwa pertanian bisa menjadi solusi. Tak hanya menghasilkan beras yang sehat untuk konsumen, tapi juga menurunkan biaya produksi, menjaga kesehatan tanah, dan meningkatkan kesejahteraan petani dalam jangka panjang.


Bertani untuk Masa Depan yang Lestari

PETRASA melalui Divisi Pertanian Selaras Alam percaya bahwa pertanian bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi jalan perubahan sosial. Ketika petani belajar membaca cuaca, mengelola lahannya dengan bijak, dan menjalin solidaritas lintas komunitas, di situlah lahir harapan akan masa depan pangan yang berdaulat dan berkelanjutan.

Dalam setiap proses belajar, PETRASA hadir sebagai teman seperjalanan. Kami akan terus mendampingi petani untuk membangun pertanian yang tangguh iklim, selaras dengan alam, dan berpijak pada kearifan lokal.

Karena kita percaya, petani bukan hanya penghasil pangan, mereka adalah pelindung bumi dan penjaga masa depan kita semua!

Rumah Kompos CU Maju Bersama, Langkah Nyata dari Desa untuk Bumi Lestari

Kontributor : Jupri Siregar

PETRASA terus konsisten mendampingi 103 kelompok Credit Union (CU) di 69 desa di Kabupaten Dairi untuk mendorong praktik pertanian yang selaras alam. Salah satu aksi nyata terbaru datang dari CU Maju Bersama di Desa Bakal Julu, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, yang membangun Rumah Kompos sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan alam dan mendukung kedaulatan pangan lokal.

Gagasan pembangunan rumah kompos ini lahir dari pertemuan CU yang difasilitasi oleh Jupri Siregar, staf pendamping PETRASA. Diskusi bersama pengurus CU dan tim PETRASA pada 26 Mei 2025 menyepakati tujuan utama rumah kompos, yaitu:

  • Menyediakan kompos bagi kebutuhan pertanian anggota CU,
  • Mengurangi ketergantungan terhadap pupuk sintetis, dan
  • Memanfaatkan sampah organik rumah tangga dan lingkungan.

Proses pembangunan terus melibatkan partisipasi aktif anggota CU. Pada 8 Juni 2025, sebanyak 128 anggota hadir dalam rapat di Balai Desa untuk menyampaikan konsep rumah kompos, menentukan lokasi, dan membentuk kelompok kerja.

Puncaknya, pada 14 Juli 2025, 17 anggota CU berkumpul untuk mengikuti peletakan batu pertama pembangunan rumah kompos. Acara dimulai dengan ibadah singkat sebagai ungkapan syukur atas semangat gotong royong yang lahir dari CU itu sendiri. Pembangunan rumah kompos ini menjadi simbol komitmen kolektif petani dalam menerapkan pertanian ramah lingkungan.

Sebagai kelanjutan, CU Maju Bersama akan mengadakan pelatihan pembuatan bokashi dan ecoenzyme pada 25 Juli 2025. Pelatihan ini bertujuan memperkuat pemahaman petani tentang pengelolaan sampah organik, dengan bahan-bahan seperti daun, kulit buah, dan gula merah.

Pelatihan ini akan menjadi bekal dasar tentang pertanian selaras alam dan menjadi salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan sampah rumah tangga.

Jupri Siregar bersama Asef Hutasoit dan Ganda Sinambela dari PETRASA menyampaikan apresiasi atas inisiatif ini. Mereka menegaskan bahwa Rumah Kompos CU Maju Bersama adalah tonggak awal perubahan di desa—contoh nyata kolaborasi komunitas yang merespon isu lingkungan dengan cara yang mandiri dan berkelanjutan.

Langkah kecil ini adalah harapan besar bagi bumi yang lebih lestari.
Bersama Kita Bisa!

Langkah Perempuan: Bumi Terusik, Perempuan Melawan

Kontributor : Finda Sinaga

Krisis lingkungan yang terjadi hari ini bukan hanya soal rusaknya ekosistem. Ia juga soal ketimpangan, ketidakadilan, dan hilangnya ruang hidup, terutama bagi mereka yang selama ini paling dekat dengan alam: perempuan di pedesaan.

UNFCCC, dalam agenda kerjanya, telah menegaskan pentingnya pelibatan setara antara perempuan dan laki-laki dalam kebijakan iklim yang responsif gender. Hal ini menjadi semangat yang juga diusung PETRASA dalam Pelatihan Perempuan Potensial Seri Kedua, yang diselenggarakan pada 3–4 Juli 2025 dengan tema “Perempuan dan Lingkungan.”

Pelatihan ini menghadirkan narasumber utama Delima Silalahi, seorang aktivis lingkungan yang telah lama mendampingi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam mempertahankan hak atas tanah dan lingkungan. Dengan pengalamannya yang luas, Delima mengajak peserta menggali lebih dalam tentang hubungan antara perempuan, ruang hidup, dan pembangunan.

Membaca Ulang Hubungan Perempuan dan Alam

Sebanyak 18 petani perempuan dampingan PETRASA dari berbagai desa mengikuti pelatihan ini. Mereka terlibat aktif dalam lima sesi utama:

  1. Manusia dan Sumber Daya Alam,
  2. Hadirnya Proyek-Proyek Pembangunan,
  3. Dampaknya terhadap Lingkungan dan Perempuan,
  4. Prinsip-Prinsip Hak atas Lingkungan Hidup,
  5. Perjuangan Kelompok Perempuan dan Public Speaking.

Jauh sebelum mengikuti pelatihan ini, mereka sudah lama bergerak melakukan aksi pelestarian lingkungan melalui pertanian selaras alam. Sebagian dari mereka juga berjuang mempertahankan wilayah dan hutannya. Mereka menyadari bahwa tidak semua proyek pembangunan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan hidup di desa. Sebaliknya justru merampas hak atas tanah adat, hutan, sumber air, menimbulkan konflik horizontal, penurunan ekonomi, dan bahkan penurunan kualitas hidup. Dan kondisi ini, memerlukan peran kita semua untuk kritis melihat dampak yang akan terjadi ke depan, sebelum merenggut keberlangsungan hidup.

Bagi mereka, pembangunan yang tidak berpihak pada keberlanjutan dan keadilan hanya akan memperdalam luka. Kondisi ini mendorong pentingnya kesadaran kolektif untuk menilai secara kritis arah pembangunan, sebelum semuanya terlambat.

Ketika Perempuan Melawan

Dalam salah satu sesi, seorang peserta menceritakan perjuangannya bersama warga desa melawan perusahaan perampas hutan. Dimulai dari penyadaran, penguatan organisasi perempuan, hingga aksi kolektif yang membuat perusahaan itu akhirnya hengkang dari wilayah mereka. Namun perjuangan belum usai, karena ancaman serupa masih membayangi dusun-dusun lain.

Perempuan tidak hanya terdampak paling berat oleh kerusakan lingkungan, tetapi juga memiliki peran penting dalam upaya pemulihan. Seperti bumi yang melahirkan kehidupan, perempuan adalah penjaga keberlanjutan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Warren (1996), bumi seringkali dilambangkan sebagai tubuh perempuan—yang bila ditindas, maka kehidupan pun terancam. Dalam konteks pembangunan industri yang eksploitatif, perempuan kerap kehilangan akses terhadap pangan sehat, beban kerja meningkat, hak dan kedaulatan dipinggirkan, serta rentan terhadap kekerasan.

Menanam Harapan, Menjaga Masa Depan

Pelatihan ini menjadi ruang untuk merajut kembali kesadaran ekologis, membangun solidaritas, dan menegaskan bahwa perempuan memiliki hak atas lingkungan hidup yang sehat dan aman. Bukan hanya sebagai korban, tetapi sebagai aktor perubahan.

Di akhir pelatihan, para peserta saling berbagi praktik menjaga lingkungan dari rumah, seperti:

  • Memilah sampah sesuai jenisnya,
  • Menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle),
  • Menghemat energi dan air,
  • Menghindari penggunaan bahan kimia berbahaya,
  • Tidak membakar lahan atau sampah,
  • Menanam untuk masa depan.

Pelatihan ini bukan akhir, tetapi sebuah langkah kecil dari perjalanan panjang untuk mewujudkan keadilan ekologis yang berpihak pada perempuan dan bumi.

Karena ketika bumi terusik, perempuan tidak tinggal diam—mereka melawan, bertahan, dan menjaga kehidupan.

Mendorong Ketahanan Pangan dari Desa

Kolaborasi PETRASA dan Pemdes Sumbul Tengah

Pada 31 Juli 2025, Yayasan PETRASA kembali memperkuat peran sebagai mitra strategis desa melalui Diskusi Tematik Ketahanan Pangan bersama Pemerintah Desa Sumbul Tengah, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Diskusi ini menjadi bagian dari kerja sama dalam kerangka P2KTD (Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa), sebuah sistem nasional yang dikelola oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Melalui platform ini, PETRASA kini dipercaya menjadi konsultan strategis bagi lima desa di Kabupaten Dairi dengan fokus pada isu ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan. Salah satunya adalah pengembangan sektor peternakan babi di Desa Sumbul Tengah sebagai strategi untuk memperkuat ketahanan pangan lokal.

Namun, sektor ini tidak luput dari tantangan. Ancaman penyakit seperti African Swine Fever (ASF) menjadi kekhawatiran besar bagi para peternak. Untuk itu, Tim Tematik Ketahanan Pangan (TPK) bersama pemerintah desa dan masyarakat merancang pendekatan berbasis biosecurity, dimulai dengan sterilisasi kandang melalui penyemprotan disinfektan dan pengasapan selama dua minggu. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan pakan ternak yang sesuai serta memastikan seleksi bibit babi yang sehat dan berkualitas.

Diskusi ini juga melibatkan pembahasan terkait kampanye adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, yang akan dimulai dengan pemasangan spanduk edukatif di setiap dusun di Desa Sumbul Tengah. Kampanye ini bertujuan untuk mengajak seluruh warga desa ambil bagian dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan dan membangun kesadaran bersama akan pentingnya respons terhadap krisis iklim.

Sebagai organisasi masyarakat sipil yang lahir dan tumbuh bersama komunitas akar rumput, PETRASA terus menjaga semangat kolaborasi dengan desa. Kami percaya bahwa ketahanan pangan tidak hanya soal ketersediaan pangan, tetapi juga soal kedaulatan petani dan keberlanjutan sistem pangan lokal.

Bersama desa, PETRASA berkomitmen untuk melangkah lebih jauh—membangun desa yang berdaya, petani yang berdaulat, dan masa depan pangan yang adil serta lestari.

Masyarakat Desa Sumbul Tengah Bersatu Hadapi Perubahan Iklim

Di Desa Sumbul Tengah, yang terletak di dataran rendah Kabupaten Dairi, cuaca semakin tak menentu. Hujan turun tak tentu waktu, angin berhembus lebih kencang, dan tanah longsor kerap mengancam. Namun, selama ini, masyarakat belum benar-benar menyadari bahwa semua itu adalah dampak dari perubahan iklim.

Pada 20-21 Maret 2025, PETRASA bersama masyarakat Desa Sumbul Tengah mengadakan pelatihan menggunakan metode PACDR (Participatory Assessment of Climate and Disaster Risks). Dengan cara yang partisipatif dan inklusif, warga dari enam dusun—Bandar Selamat, Napa Sondel, Rindang, Pulo Gundur, Sumbul Tengah, dan Ujung Parira—ikut serta dalam diskusi dan pemetaan risiko iklim.

Di akhir pertemuan, masyarakat menyadari bahwa ada tiga ancaman utama yang perlu dihadapi bersama: kekeringan, angin kencang, dan longsor. Kesadaran ini mendorong mereka untuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Tangguh Iklim, yang dipimpin oleh tiga orang perwakilan desa. Pokja ini akan menjadi penggerak aksi-aksi nyata agar desa lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim. Tentu dalam aksi-aksi tangguh Iklim kedepan tidak dapat hanya dilakukan oleh Pokja atau Desa Sumbul Tengah, semua elemen harus terlibat.

Kepala Desa Sumbul Tengah, Sahma Diamasi Pasaribu, dengan penuh semangat mendukung inisiatif ini. Ia berkomitmen untuk menciptakan masyarakat yang lebih tangguh menghadapi bencana.

“Ini bukan hanya tugas Pokja atau pemerintah desa saja, tapi tanggung jawab kita semua—mulai dari pemerintah kabupaten, pusat, hingga organisasi sosial,” ujarnya.

Petrasa juga mengapresiasi Pemerintah Desa Sumbul Tengah yang sangat terbuka dalam mengimplementasikan PACDR di desanya. Dengan langkah awal ini, warga Desa Sumbul Tengah tak lagi sekadar menghadapi cuaca ekstrem sebagai nasib semata. Mereka kini memiliki rencana, strategi, dan semangat kebersamaan untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah perubahan iklim.

RAT & HUT ke-20 PPODA: Merayakan Semangat dan Perjuangan Petani

ppoda petrasa rut 20 tahun

Senin pagi, 25 Maret 2025, suasana di halaman Kantor PETRASA terasa berbeda dari biasanya. Lebih dari seratus orang berkumpul dengan penuh semangat, mengenakan pakaian terbaik mereka. Hari itu adalah momen penting bagi Perhimpunan Petani Organik Dairi (PPODA) karena selain menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT), mereka juga merayakan usia dua dekade perjalanan organisasi ini.

Sebanyak 103 peserta hadir dalam RAT ini, terdiri dari perwakilan Kelompok Credit Union (CU), Pengurus PPODA periode 2022-2025, dan staf PETRASA. Acara dimulai dengan ibadah singkat, mengiringi syukur atas pencapaian yang telah diraih.

Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA, membuka pertemuan dengan sebuah pesan kuat,

“Kelompok CU harus terus berkembang, bukan hanya dalam hal simpan pinjam, tetapi juga dalam program peningkatan kapasitas, seperti pelatihan pertanian organik dan peternakan yang difasilitasi oleh PETRASA.”

Berbagai agenda penting telah disiapkan dalam RAT kali ini, termasuk:

  1. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus PPODA
  2. Laporan Keuangan PPODA, termasuk pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dan laporan Dana Sosial
  3. Pembahasan Rencana Program PPODA Tahun 2025
  4. Perayaan Ulang Tahun PPODA ke-20
  5. Pemilihan Pengurus PPODA periode 2025-2028

Dalam laporan pertanggungjawaban, Ketua PPODA periode 2022-2025 menyampaikan beberapa pencapaian yang telah diraih, seperti pengembangan usaha inseminasi buatan pada ternak babi dan kunjungan ke kelompok CU yang menghadapi masalah kredit macet. Diskusi yang muncul pun berjalan dengan dinamis, penuh gagasan dan harapan untuk masa depan. Ke depan, PPODA akan lebih fokus pada penyelesaian kredit macet, pengembangan inseminasi buatan, serta memperluas program pertanian dan peternakan organik.

Setelah agenda RAT selesai, suasana beralih ke perayaan ulang tahun PPODA yang ke-20. Dua dekade bukanlah perjalanan yang singkat. Dari hanya beberapa kelompok CU di awal berdiri, kini PPODA telah menaungi 101 Kelompok CU dengan lebih dari 5.300 anggota dewasa. Para peserta bersorak penuh kebanggaan, merayakan kebersamaan dan kerja keras yang telah membawa organisasi ini sampai ke titik ini. Filosofi Credit Union yang mengedepankan kepercayaan dan saling membantu kembali ditegaskan sebagai fondasi utama bagi setiap anggota.

Momen paling dinanti tiba, yaitu pemilihan pengurus baru periode 2025-2028. Berbeda dari sebelumnya, kali ini mekanisme pemilihan dibuat lebih demokratis dan transparan. Layaknya pemilu, para anggota memberikan suaranya melalui kertas suara, bilik suara, dan kotak suara. Setiap kandidat diberikan kesempatan untuk menyampaikan visi dan misinya sebelum pemungutan suara dimulai. Antusiasme para anggota terlihat jelas, baik laki-laki maupun perempuan, mereka berpartisipasi aktif dalam menentukan kepemimpinan baru.

Hasil pemilihan pun diumumkan. Berdasarkan suara terbanyak, berikut adalah susunan pengurus PPODA periode 2025-2028:

  • Ketua: Parlindungan Tambunan
  • Wakil Ketua: Elviana br Pandiangan
  • Sekretaris: Doris br Sihombing
  • Bendahara: Herni br Simanjuntak

Pengurus inti ini akan dibantu oleh Koordinator Divisi dan Koordinator Kecamatan yang akan ditentukan dalam rapat berikutnya bersama staf pendamping PETRASA.

Dengan semangat baru, PPODA melangkah ke masa depan, membawa harapan bagi para petani organik di Dairi. Selamat ulang tahun ke-20, PPODA! Semoga semakin jaya, menjadi rumah bagi petani organik, dan terus mendorong kebijakan demi kesejahteraan masyarakat.

Menguatkan Kemitraan Kelompok Credit Union dan PETRASA

CU PETRASA

Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi petani di pedesaan, hadirnya Credit Union (CU) menjadi angin segar yang menawarkan solusi berbasis komunitas. CU bukan hanya sekadar lembaga simpan pinjam, tetapi juga wadah untuk saling membantu, membangun kepercayaan, dan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat desa. Petrasa, sebagai organisasi yang berkomitmen pada pemberdayaan petani, telah aktif mendampingi 100 kelompok CU yang tersebar di 69 desa di 12 kecamatan di Kabupaten Dairi, dengan total 5.343 anggota, mayoritas di antaranya adalah perempuan.

CU: Lebih dari Sekadar Simpan Pinjam

Kelompok CU yang didampingi oleh PETRASA menjalankan sistem simpan pinjam yang dilakukan sebulan sekali di lokasi yang disepakati bersama. Namun, lebih dari itu, setiap pertemuan rutin juga menjadi ajang diskusi mengenai berbagai isu yang dihadapi anggota, terutama dalam bidang pertanian. PETRASA memanfaatkan momen ini untuk memberikan pendampingan dan edukasi tentang praktik pertanian selaras alam. Dengan pendekatan ini, anggota CU didorong untuk mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintetis dan menerapkan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan serta berpihak pada kedaulatan pangan dan keseimbangan lingkungan.

Memperkuat Kemitraan: Diskusi Bersama Pengurus CU

Dalam upaya meningkatkan efektivitas pendampingan dan memperkuat kemitraan dengan kelompok CU, pada bulan Februari 2025, PETRASA mengadakan serangkaian pertemuan dengan para pengurus CU dampingan. Tujuan dari pertemuan ini antara lain:

  • Mensosialisasikan program PETRASA yang dapat diikuti oleh anggota CU, seperti pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida nabati, pengembangan usaha ternak, serta peningkatan kapasitas perempuan.
  • Memperkuat sistem manajemen CU, termasuk kepengurusan dan penyetoran keuangan.
  • Menampung masukan dari kelompok CU untuk meningkatkan efektivitas pendampingan.

Pertemuan ini difasilitasi oleh Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA, dan Muntilan Nababan, penanggung jawab kelompok CU dampingan. Diskusi pertama berlangsung pada 11 Februari 2025 di Balai Desa Sumbari, melibatkan pengurus CU dari Kecamatan Silima Pungga-pungga dan Siempatnempu Hilir. Pertemuan kedua diadakan pada 18 Februari 2025 di Gereja HKBP Kentara, menghadirkan pengurus CU dari Kecamatan Lae Parira dan Berampu.

Partisipasi untuk Keberlanjutan

Diskusi berlangsung terbuka, di mana setiap peserta diberikan ruang untuk menyampaikan kondisi kelompoknya, berbagi tantangan, serta mengusulkan ide-ide untuk pengembangan CU dan peningkatan kapasitas anggotanya. Dengan mendengar langsung dari para pengurus, PETRASA dapat merancang pendekatan yang lebih efektif dalam pendampingan ke depan. Pertemuan serupa juga akan dilanjutkan di kecamatan lain untuk memperluas dampak positif yang telah dirasakan.

Melalui penguatan kemitraan antara PETRASA dan kelompok CU, diharapkan ekonomi petani desa semakin kuat, kesejahteraan sosial meningkat, dan lingkungan tetap terjaga.

CU bukan hanya soal keuangan, tetapi juga tentang membangun solidaritas dan harapan bagi masa depan yang lebih baik.