Bertani Tanpa Beternak Adalah Budak Pupuk Kimia

previous arrow
next arrow
ArrowArrow
Slider
PELATIHAN DAN ORIENTASI PEMUDA PEMUDI BERANI BERTANI

Bertani dan beternak saat ini merupakan pilihan yang tidak populer bagi kebanyakan remaja atau orang dewasa setelah lulus dari SMP atau tingkat SMU. Bertani dianggap pekerjaan yang murahan, jorok, tidak gaul dan bukan pekerjaan yang menjanjikan. Tak salah bila banyak orang menghalalkan semua cara asalkan mereka dapat berprofesi di perkantoran maupun di berbagai instansi yang kesehariannya menggunakan pakaian rapi dan setelan ala kantoran. Dan pilihan terakhir mereka adalah merantau demi mendapatkan pekerjaan yang dianggap layak. Karena kondisi di atas, PETRASA melaksanakan pelatihan bagi para pemuda/i untuk dalam bidang pertanian dan peternakan. Agar mereka dapat menjadikan usaha ini sebagai bisnis yang menjanjikan dan merupakan profesi yang mulia.

Pelatihan dan orientasi yang diadakan YAYASAN PETRASA dengan peserta pemuda-pemudi berani bertani ini bertujuan untuk menciptakan kader-kader petani yang dulunya bertani iseng-iseng, kini siap menjadi pelaku usaha tani, pemasok konsumsi untuk kalangan keluarga dan masyarakat disekitar, dapat memanfaatkan kotoran ternak sebagai pengganti pupuk, dan tidak lagi menjadi budak pupuk kimia.

Ada 21 orang peserta (3 perempuan, 18 laki-laki) yang mengikuti pelatihan dan orientasi ini. Pelatihan dilakukan di kantor PETRASA dan Siborong-borong pada tanggal 17-22 april 2017. Materi dalam pelatihan ini adalah mencakup pemotivasian, budidaya pertanian dan peternakan (khususnya Pertanian selaras alam), pengembangan ekonomi kerakyatan dan advokasi, dipaparkan oleh narasumber dari PETRASA. Kegiatan dilanjutkan dengan praktek pembuatan Bokashi (kompos), Pestisida Nabati, perangsang tumbuh (ZPT) dan Pembuatan fermentasi pakan ternak Babi. Ditambah dengan pemberian materi pengenalan penyakit-penyakit tanaman dan ternak serta cara mengobatinya.

Hari ke 4 dan 5, peserta diajak melakukan orientasi kedaerah siborong-borong, yakni ke lahan pertanian Amang Hutapea yang sudah sejak lama menggunakan pertanian selaras alam. Kemudian ke lahan peternakan Alexander Simamora dan Amang Sitorus. Dari penjelasan ketiga narasumber, peserta mendapat banyak pembelajaran karena mereka dapat melihat langsung bagaimana budidaya yang baik.

Kotoran dari ternak dapat dimanfaatkan menjadi kompos dan tidak perlu lagi membeli pupuk kimia. Uang yang tadinya digunakan untuk membeli pupuk kimia,dapat dipergunakan untuk keperluan-keperluan rumah maupun keperluan lainnya.

Asef hutasoit, seorang peserta pelatihan yang menjadi peserta terbaik selama pelatihan dan orientasi berlangsung berkata, “Melalui pelatihan dan orientasi ini, sekarang saya tidak ragu lagi untuk menjadi Peternak dan Petani organik, tetapi saya akan mulai fokus dari beternak dulu”, ujar Asef yang memilih bertani dan beternak setelah tamat dari Sekolah Menengah Atas.

“Sinur Napinahan, Gabe Naniula, Horas Akka Jolma..!!!”
Bertani Tanpa beternak adalah Budak Pabrik Pupuk Kimia..

Yayasan Petrasa

PETRASA adalah sebuah organisasi nonpemerintah yang didirikan oleh beberapa orang akademisi, teolog dan aktifis yang prihatin terhadap kondisi petani. Berdiri pada tanggal 21 Juli 2001 dan melakukan pelayanan di Dataran Tinggi Sumatera bagian Utara. Sebagaimana diketahui, petani merupakan salah satu penopang utama dari sosial ekonomi dan budaya masyarakat Indonesia. Sementara pembangunan saat ini lebih fokus pada pengembangan sektor industri dan teknologi.

Industri teknologi telah membawa harapan-harapan baru, tetapi dipihak lain juga melahirkan keprihatinan seperti ketidakpastian dalam pelaksanaan hukum, berkurangnya akses rakyat terhadap asset produksi, makin besar jurang antara si kaya dan si miskin, pendidikan yang tidak merata, pengangguran, dan ketergantungan terhadap teknologi yang tidak mendukung kepada keutuhan ciptaan.

Lompatan modernisasi juga telah membawa perubahan nilai yang mendasar dalam kehidupan masyarakat agraris.

Dalam bidang pertanian sendiri, sistem pengelolaan pertanian tidak lagi menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam. Eksploitasi hutan yang tidak terkendali juga ikut merusak kondisi alam dan pertanian. Melihat hal tersebut, sudah saatnya pertanian kembali pada sistem pertanian yang selaras dengan alam. Sistem ini merupakan teknologi pertanian lokal yang terabaikan dan saat ini sangat layak untuk digali dan di kembangkan.

Kesadaran petani dan konsumen akan pentingnya menjaga ciptaan, penggalian kearifan, dan nilai-nilai lokal, serta teknologi lokal merupakan prakarsa yang akan ditumbuh kembangkan dalam mengelola pertanian selaras alam.