Pelatihan Budidaya Mina: Padi Ramah Lingkungan untuk Tingkatkan Pendapatan Petani dan Mitigasi Perubahan Iklim

Pada tanggal 4 November 2024, Petrasa melaksanakan Pelatihan Budidaya Mina Padi di Kelompok CU Suka Makmur, yang diikuti oleh 25 petani antusias. Pelatihan ini bertujuan untuk memperkenalkan sistem pertanian terpadu yang memadukan budidaya padi dan ikan dalam satu lahan—sebuah inovasi yang terbukti dapat meningkatkan produktivitas hasil tani sekaligus menambah sumber pendapatan bagi petani. Selain itu, pelatihan ini juga menjadi langkah nyata dalam penerapan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Mengawali Perubahan dengan Kesadaran Iklim

Kegiatan ini dibuka dengan sesi pemahaman tentang perubahan iklim, yang menyoroti dampak nyata krisis iklim terhadap lingkungan dan sektor pertanian. Melalui sesi ini, peserta diberikan wawasan mendalam mengenai berbagai ancaman iklim yang semakin nyata, seperti perubahan pola cuaca, kekeringan, dan banjir yang mempengaruhi hasil panen. Dengan bertambahnya pemahaman ini, petani diharapkan dapat lebih peduli terhadap kondisi lingkungan serta terdorong untuk mengambil langkah-langkah adaptasi dan mitigasi dalam pertanian mereka.

Teknik Budidaya Mina Padi untuk Ketahanan Ekonomi dan Lingkungan

Sesi berikutnya mengupas seluk-beluk teknik budidaya mina padi, dari persiapan lahan, pemilihan bibit unggul, hingga strategi perawatan selama masa tanam dan panen. Sistem mina padi memungkinkan petani untuk menanam padi sekaligus memelihara ikan di lahan yang sama, menciptakan simbiosis yang saling menguntungkan. Ikan membantu membersihkan gulma dan hama serangga di sekitar tanaman padi, sementara padi memberikan naungan bagi ikan. Pola ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menurunkan kebutuhan akan pestisida dan pupuk kimia.

Dalam sesi ini, peserta juga diajak untuk merancang tata letak lahan mina padi yang disesuaikan dengan kondisi sawah mereka. Melalui diskusi dan panduan teknis, peserta belajar bagaimana menciptakan lingkungan pertanian yang sehat dan berkelanjutan di lahan mereka sendiri.

Memahami Biaya dan Manfaat dengan Analisis Usaha

Salah satu sesi yang paling dinanti adalah analisis usaha. Dalam sesi ini, para petani belajar menghitung total biaya yang diperlukan mulai dari pengolahan lahan hingga panen, termasuk memperkirakan pendapatan dan keuntungan yang bisa dihasilkan dari sistem mina padi. Analisis ini sangat penting untuk menilai apakah sistem ini layak dikembangkan lebih lanjut dan menguntungkan bagi keberlangsungan ekonomi petani. Selain itu, pemahaman tentang keuntungan yang lebih besar melalui sistem mina padi dapat menjadi motivasi bagi petani untuk beralih ke pola tanam ini.

Membuat Pupuk Organik dan Pestisida Nabati dengan Bahan Lokal

Sebagai bagian dari pelatihan, peserta juga belajar membuat asupan nutrisi organik yang dibutuhkan tanaman dan ikan. Beberapa produk yang dibuat antara lain pestisida nabati dan perangsang tumbuh, dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang mudah diperoleh di sekitar mereka. Penggunaan bahan alami ini tidak hanya lebih murah tetapi juga lebih aman bagi lingkungan serta kesehatan petani dan konsumen.

Langkah Nyata untuk Masa Depan Pertanian Berkelanjutan

Di akhir kegiatan, para petani menunjukkan komitmen untuk menerapkan sistem mina padi pada lahan mereka di musim tanam berikutnya. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan, para petani ini tidak hanya meningkatkan potensi ekonomi keluarga, tetapi juga ikut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya PETRASA dalam memberdayakan petani melalui inovasi yang berkelanjutan, dengan harapan dapat menciptakan pertanian yang tangguh terhadap perubahan iklim. Melalui budidaya mina padi, para petani dapat memanen dua sumber daya dari satu lahan, sekaligus berkontribusi pada upaya mitigasi iklim yang semakin mendesak. Petrasa berharap bahwa sistem pertanian ini bisa menjadi contoh inspiratif bagi lebih banyak petani di Indonesia untuk bergerak menuju masa depan yang lebih hijau, sehat, dan makmur.

Mari Bergabung dalam Gerakan Pertanian Selaras Alam dan Berkelanjutan!

Adaptasi Iklim di Tangan Petani: Sekolah Lapang Iklim Bersama PETRASA

Pada tanggal 30 Oktober 2024, PETRASA menyelenggarakan diskusi Sekolah Lapang Iklim (SLI) bersama 12 petani padi dampingan. Kegiatan ini dirancang sebagai literasi iklim bagi petani untuk meningkatkan ketahanan pangan dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan petani pada isu perubahan iklim serta dampaknya, dan mengembangkan pemahaman mereka terkait data dan informasi iklim yang dapat diterapkan dalam praktik pertanian mereka. Dengan pengetahuan ini, diharapkan petani dapat menyesuaikan strategi dan pola tanam yang sesuai dengan kondisi iklim setempat.

Selama kegiatan, para petani merefleksikan pengalaman mereka dalam menjalani pertanian organik. Diskusi ini mencakup tantangan, proses, dan kendala yang mereka alami ketika beralih dari penggunaan bahan kimia ke metode organik. Petani membagikan pengalaman kesulitan diawal karena input produksi dan hasil panen yang menurun. Meski pada awalnya menghadapi kesulitan, petani kini konsisten menerapkan teknik pertanian organik dan pelan-pelan merasakan hasil yang menguntungkan.

Dalam sesi diskusi, petani juga mendapatkan materi mengenai tujuan SLI yang akan dilaksanakan pada periode tanam mendatang. Kegiatan ini akan berlangsung di lahan salah satu petani muda, yang dipilih karena lokasinya mudah diakses dan dekat dengan pemukiman, sehingga memudahkan pengamatan. Para petani akan dibagi ke dalam beberapa kelompok, dan setiap kelompok akan mengamati perkembangan tanaman mulai dari pengolahan lahan hingga panen.

Dengan adanya SLI, diharapkan petani padi dapat mengembangkan usahanya dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan adaptif terhadap iklim, serta menjadi pionir dan kader di wilayah masing-masing.

Aksi Solidaritas GERTAK Melawan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Dairi

Aksi solidaritas GERTAK di depan Kantor Polres Dairi.

Dairi sedang menghadapi krisis serius terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam satu bulan terakhir, tercatat tiga kasus pelecehan seksual di Kabupaten Dairi, memicu gelombang kemarahan dan kepedulian dari berbagai elemen masyarakat. Untuk merespons situasi ini, Gerakan Solidaritas Anti Kekerasan (GERTAK) yang terdiri dari masyarakat, pemuda, mahasiswa, perempuan, serta LSM, menggelar aksi solidaritas kemanusiaan yang menyuarakan bahwa “Dairi Tidak Baik-Baik Saja.”

Aksi ini dimulai dengan pawai bersama di pusat Kota Sidikalang, di mana ratusan orang berpartisipasi sambil membawa spanduk dan selebaran yang berisi pesan penolakan terhadap kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Dairi. Titik pertama aksi ini berlangsung di depan Kantor DPRD Dairi, di mana massa diterima langsung oleh Ketua DPRD, Sabam Sibarani.

Tuntutan GERTAK untuk Regulasi Efektif dan Perlindungan Korban

Dalam orasinya, GERTAK menekankan pentingnya pembentukan regulasi yang lebih efektif untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, baik itu fisik, seksual, maupun psikis, terhadap perempuan dan anak. Mereka juga mendesak agar setiap kebijakan di Kabupaten Dairi berbasis gender dan anti-diskriminasi. Selain itu, GERTAK menyerukan agar kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di Dairi diusut tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku.

Aksi ini ditutup dengan simbolik pemberian mawar hitam, tanda duka cita masyarakat atas maraknya kasus kekerasan seksual di daerah tersebut. Para peserta juga menempelkan stiker “Stop Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak” sebagai bentuk protes di depan Kantor DPRD.

Aksi Berlanjut di Kantor Bupati dan Polres Dairi

Setelah aksi di Kantor DPRD, GERTAK melanjutkan aksi damai di depan Kantor Bupati Dairi. Sekretaris Daerah Jonny Hutasoit, sebagai perwakilan pemerintah kabupaten, menerima massa aksi. Di sini, sejumlah perwakilan perempuan membacakan orasi dan puisi yang mengungkapkan kondisi trauma yang dialami para korban pelecehan seksual. Mahasiswa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga menampilkan teatrikal yang menggambarkan penderitaan para korban kekerasan.

Masyarakat mempertanyakan relevansi penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) yang diterima Dairi pada tahun 2022, mengingat kenyataan di lapangan yang memperlihatkan peningkatan kekerasan seksual, terutama dengan pelaku yang masih di bawah umur.

GERTAK menuntut agar pemerintah Kabupaten Dairi meningkatkan sosialisasi terkait kekerasan seksual, melibatkan pemerintahan desa, serta memperkuat pengawasan di lingkungan pendidikan. Mereka juga mendesak agar setiap sekolah melakukan edukasi tentang pencegahan kekerasan seksual serta memberikan pendampingan yang layak kepada para penyintas.

Tidak berhenti di sana, GERTAK juga menggelar aksi di depan Polres Dairi. Massa menuntut Polres untuk mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan seksual yang belum terselesaikan. Mereka meminta agar para tersangka yang sempat ditangguhkan segera ditahan, dan mengkritik lambatnya penanganan sejumlah kasus karena alasan perpindahan tugas polisi yang bertanggung jawab.

Kapolres Dairi, Agus Bahari, menyambut aksi ini dan menerima tuntutan masyarakat. Mawar hitam kembali diberikan sebagai simbol duka bahwa Kabupaten Dairi sedang tidak dalam kondisi baik, terutama dengan semakin maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak.

Seruan untuk Perubahan yang Lebih Baik

Aksi ini merupakan wujud nyata bahwa masyarakat Dairi menuntut perubahan yang signifikan. Mereka ingin pemerintah daerah dan penegak hukum untuk lebih serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Perlindungan terhadap perempuan dan anak harus dijadikan prioritas utama, dan pelaku kekerasan seksual harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

Masyarakat berharap aksi ini menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari kekerasan, khususnya bagi perempuan dan anak-anak di Kabupaten Dairi.

1.449 Pelajar di Dairi Belajar tentang Perubahan Iklim

Sosialisasi PETRASA

Selama empat hari yang penuh semangat, PETRASA melakukan perjalanan ke enam sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan di Dairi, memperkenalkan isu penting mengenai perubahan iklim kepada 1449 siswa. Dengan langkah ini, PETRASA berupaya membekali generasi muda dengan pengetahuan dan kesadaran yang mendalam tentang dampak perubahan iklim serta strategi adaptasi dan mitigasi yang bisa mereka terapkan.

Sekolah-sekolah yang dikunjungi termasuk SMAN 1 Sidikalang, SMAN 2 Sidikalang, SMKN 1 Sidikalang, SMKN 1 Parbuluan, SMAN 1 Siempat Nempu Hulu, dan SMA St. Petrus Sidikalang. Setiap sesi sosialisasi dirancang dengan interaktif, mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam diskusi dan berbagi ide. Dalam suasana yang dinamis ini, para siswa diajak untuk berpikir kritis tentang lingkungan mereka dan tindakan yang bisa diambil untuk memerangi perubahan iklim.

Salah satu fokus utama dari sosialisasi ini adalah menjelaskan bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan sehari-hari, termasuk dampak yang mungkin mereka alami di sekitar mereka. Dengan pendekatan yang mudah dipahami, para siswa diajarkan tentang pemanasan global, peningkatan suhu, dan fenomena cuaca ekstrem. Mereka juga diajak untuk mengenali peran mereka sebagai agen perubahan, dengan mengedepankan langkah-langkah kecil yang bisa dilakukan di lingkungan sekolah dan rumah.

Kaum muda memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator perubahan, terutama dalam isu-isu lingkungan. Melalui pendidikan dan sosialisasi yang tepat, mereka dapat berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan. Dengan bekal pengetahuan yang didapat, diharapkan siswa dapat menerapkan tindakan nyata, mulai dari pengurangan sampah plastik hingga penerapan praktik daur ulang di sekolah mereka. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dapat menjadi bagian integral dari gaya hidup mereka.

Untuk mendorong inovasi dan kreativitas siswa dalam mengatasi tantangan perubahan iklim, PETRASA memperkenalkan kompetisi “School Contest” yang diadakan oleh Indonesia Climate Change Alliance (ICCA). Dalam kompetisi ini, setiap sekolah yang telah mengikuti sosialisasi akan mengirimkan proposal berisikan aksi kreatif untuk mengatasi perubahan iklim. Dua proposal terbaik dari enam yang masuk akan mendapatkan hadiah masing-masing 5 juta rupiah untuk merealisasikan aksi mereka di sekolah.

Enam tim dari 6 sekolah akan berpartisipasi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di kantor Yayasan PETRASA pada hari Selasa, 15 Oktober 2024. FGD ini bertujuan untuk menginformasikan detail dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam kompetisi ini.

Melalui ‘School Contest’ ini, PETRASA bersama ICCA tidak hanya meningkatkan kesadaran akan perubahan iklim di kalangan pelajar, tetapi juga menginspirasi mereka untuk mengambil peran aktif dalam melindungi lingkungan. Dengan menciptakan ruang bagi kaum muda untuk berinovasi dan berkolaborasi, diharapkan mereka dapat menjadi pemimpin masa depan yang peduli terhadap keberlanjutan bumi. Kegiatan ini adalah langkah awal menuju perubahan yang lebih besar, di mana generasi muda berani mengambil tindakan untuk menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Kabar Petani: Dari Memangkas Kopi Hingga Pembuatan Pupuk dan Pestisida Organik di Sileuleu

Pelatihan Pemangkasan Kopi Petrasa

Pada tanggal 21-22 Agustus 2024, PETRASA melakukan pelatihan perawatan kopi yang diikuti oleh 18 orang petani anggota Kelompok Tani Bersatu di desa Sileu-Leu Parsaoran Kecamatan Sumbul, Dairi. 

Materi pelatihan hari pertama mencakup pemeliharaan, pemangkasan kopi dan edukasi terkait perubahan iklim serta pemilihan varietas yang sesuai dengan lingkungan setempat. Petani belajar cara pemangkasan yang benar, menyambung batang serta pembuatan rorak di sekitar tanaman kopi. Tujuannya adalah agar petani dapat meningkatkan produktivitas, mengontrol pertumbuhan, meningkatkan kualitas buah, memperpanjang umur tanaman, serta mengurangi resiko penyakit.

Peserta pelatihan mengatakan bahwa mereka sudah lama melakukan budidaya kopi namun hasilnya belum maksimal, disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani dalam proses budidaya yang benar. Praktek pemangkasan dilakukan langsung di kebun kopi milik salah satu petani peserta pelatihan, dipandu oleh bapak Koster Tarihoran sebagai pelatih dan kader petani kopi. 

PETRASA mendorong petani untuk membudidayakan kopi terintegrasi dengan tanaman lain seperti buah-buahan dan lebah madu. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari Sistem Integrasi Pertanian, diantaranya adalah adanya sumber pendapatan tambahan, sumber pangan yang sehat dan sistem ini juga menjadi salah satu strategi mitigasi perubahan iklim.

Pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida organik dilakukan pada hari kedua Kamis 22 Agustus 2024 yang dihadiri sebanyak 14 orang petani. Pelatihan ini memberikan pemahaman kepada petani bagaimana cara mengurangi biaya produksi pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada di lingkungan sekitar.

Dalam sesi praktek, peserta belajar pembuatan Jadam Microbial Solution (JMS), trichoderma, Pupuk organik cair (POC), Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan Eco-enzim. Peserta juga diajarkan mengenai fungsi dan cara pengaplikasian dari setiap jenis pupuk dan pestisida yang dibuat. Proses pelatihan yang meliputi praktek langsung dan diskusi antara narasumber dan semua peserta dilakukan dengan proses andragogi (pengetahuan untuk membimbing orang tua belajar). 

Pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan petani dalam membudidayakan kopi dengan baik dan menghasilkan kopi berkualitas yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Sistem pertanian organik di lahan kopi ini juga menjadi salah satu strategi mitigasi perubahan iklim. 

WARGA DAIRI MENANG!

Warga Dairi Menang Lawan PT DPM

Permohonan Kasasi Warga Dairi Dikabulkan Mahkamah Agung, Persetujuan Lingkungan PT DPM Tidak Sah

Selasa, 6 Agustus 2024 – Warga Dairi, Sumatera Utara mendesak Majelis Hakim Mahkamah Agung untuk menegakkan keadilan demi kepentingan masyarakat Dairi yang terancam keselamatannya akibat operasi PT Dairi Prima Mineral (DPM). Desakan ini diserukan melalui aksi budaya teatrikal dan ‘mangandung’ yang digelar warga di Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta. 

Warga Dairi terus berjuang mempertahankan ruang hidup dan lahan pertanian yang menjadi sumber kehidupan mereka. Mereka sangat khawatir dikarenakan PT. DPM membangun mulut tambang di dekat sumber air Lae Puccu yang menjadi sumber air yang menghidupi masyarakat di enam desa dan satu kelurahan. Tidak hanya itu DPM juga membangun gudang bahan peledak yang berjarak 50 meter dari rumah penduduk dan juga membangun bendungan limbah seluas 34 ha dengan tinggi 30 meter yang sangat dekat dengan rumah, sekolah, gereja, mushola dan areal pemukiman masyarakat. 

Senin, 12 Agustus 2024 – Enam hari setelah warga Dairi melakukan asi di Mahkamah Agung melalui laman Informasi Perkara Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Permohonan Kasasi Warga Dairi dikabulkan dan Izin Lingkungan PT DPM tidak sah dengan lama memutus perkara 55 hari. Putusan ini berpihak pada masyarakat dan ini merupakan kemenangan besar bagi masyarakat. Masyarakat Dairi akan tetap mengawal gugatan ini hingga selesai dan semakin memperkuat kelompok-kelompok di akar rumput. Perjuangan dan perlawanan warga Dairi ini dilakukan bersama lembaga-lembaga yang peduli pada keselamatan ruang hidup dan keselamatan warga di sekitar tambang, diantaranya adalah PETRASA, YDPK, BAKUMSU, JATAM dan beberapa organisasi lainnya.

Informasi lebih jauh terkait perkembangan kasus ini dapat ditemukan di

https://bakumsu.or.id/en/advokasi-tambang/

Kios Pangula Kembali Hadir untuk Konsumen Organik Dairi

launching produk petrasa

Kios Pangula, Kiosnya Petani dan Konsumen Produk Organik

Bersamaan dengan Dialog Kemerdekaan yang berlangsung pada tanggal 14 Agustus 2024, Yayasan PETRASA juga meresmikan “Kios Pangula” yang dioperasikan melalui Coffee Truck dan Food Truck. Peresmian Kios Pangula dilakukan dengan penjelasan mengenai lahirnya Kios Pangula dan peran PETRASA dalam memfasilitasi petani organik dengan konsumen di dalam dan di luar Kabupaten Dairi. Penjelasan ini disampaikan oleh Boy Hutagalung selaku penanggungjawab Unit Pemasaran PETRASA dan Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA. Launching Kios Pangula ini ditandai dengan minum kopi bersama seluruh peserta yang hadir dalam Dialog Kemerdekaan. Kopi yang dinikmati semua peserta adalah kopi D’Pinagar, produksi petani kopi organik di Desa Perjuangan, Kabupaten Dairi.

Kios Pangula menjadi pusat penjualan produk-produk pertanian organik yang dibudidayakan oleh petani dampingan PETRASA. Para petani ini telah dilatih untuk membuat pupuk dan pestisida organik yang digunakan untuk tanamannya. Hasil panen mereka ini di konsumsi keluarga dan kelebihannya di jual ke Kios Pangula atau ke konsumen lain secara langsung. Jenis-jenis produk yang dihasilkan diantaranya adalah sayur pakcoy, sawi manis, sawi pahit, bayam, terong, kangkung, beras, kopi, madu dan buah-buah lokal. Selain produk segar, beberapa petani organik di desa Huta Imbaru juga mengolah sayuran dan buah menjadi makanan ringan stik sayur dan stik pisang. Produk-produk pertanian segar ini dipanen setiap hari Selasa dan dijual setiap hari Rabu setiap minggunya.

Keorganikan produk-produk pertanian organik ini dijamin oleh PETRASA sebagai lembaga pendamping petani. Ayo, ikut menjadi konsumen produk Pertanian Organik! Hubungi PETRASA melalui Instagram dan Facebook untuk informasi lebih lanjut dan berlangganan melalui Whatsapp group Kios Pangula.

Dialog Kemerdekaan: PILKADA yang Memerdekakan

Yayasan PETRASA dengan bangga telah menyelenggarakan sebuah kegiatan interaktif, berupa Dialog Kemerdekaan dengan mengangkat tema “PILKADA YANG MEMERDEKAKAN,”. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2024 dan menghadirkan lima narasumber berkompeten yang antusias berbagi wawasan, aspirasi, dan solusi dalam menggunakan hak suara dengan merdeka dan bijaksana.

Kegiatan ini dihadiri oleh peserta dari berbagai latarbelakang seperti petani, kaum perempuan, penyandang disabilitas, aktivis, dan juga mahasiswa yang mewakili kaum muda. PILKADA tentu sangat berpengaruh terhadap kemajuan, arah pembangunan dan berbagai kebijakan yang terjadi di daerah. Karena itu penting bagi semua orang untuk mengetahui profil, visi misi dari setiap kandidat, apakah mereka pro-rakyat dari berbgai kelompok, peduli pada lingkungan, dan memperhatikan semua orang tanpa memandang suku, agama dan ras. Dialog ini menjadi salah satu usaha PETRASA mengedukasi masyarakat dalam partisipasinya nanti di PILKADA yang akan segera dilaksanakan.

Para narasumber yang hadir adalah Bapak Ridwan Samosir (komisioner KPU Dairi), Bapak Firman Lingga (Panwascam Siempat Nempu), saudara Andi Silalahi (Pemuda GMNI), Bapak Duat Sihombing (Divisi Advokasi Yayasan PETRASA), dan Ibu Afni Sihotang (Petani/anggota Aliansi Petani Untuk Keadilan-APUK). Diskusi bergulir membahas berbagai isu penting terkait pemilihan pemimpin daerah di tahun ini. Sesi dialog difasilitasi oleh Lidia Naibaho yang merupakan Direktur Program Yayasan PETRASA.

Dialog ini berjalan dengan sangat dinamis, dimana peserta yang hadir pun turut aktif berpartisipasi dalam sesi tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang ditujukan langsung kepada para narasumber.

Bapak Ridwan Samosir menyampaikan bahwa KPU telah menjalankan tahapan PEMILU sesuai jadwal dan aturan yang telah ditetapkan. KPU menghimbau semua warga Dairi untuk memastikan apakah namanya telah terdaftar di Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan segera melapor jika belum terdaftar. Beliau juga menyampaikan bahwa semua warga yang telah cukup umur berhak memiliki hak suara untuk memilih dan berhak menjadi penyelenggara Pemilu termasuk penyandang disabilitas.

Bapak Firman Lingga dalam kesempatannya mendorong warga yang mengetahui terjadi kecurangan dan praktek politik uang di tengah masyarakat untuk melaporkan ke pengawas PEMILU.

Dari sudut pandang lain, Ibu Afni, Pak Andi dan Pak Duat Sihombing mendorong masyarakat untuk bersatu dalam menjaga keamanan dan kedamaian dalam proses PILKADA. Hal ini juga berkaitan dengan ketegasan warga untuk menolak polarisasi yang dipicu isu SARA dan ikut aktif dalam mengawasi penyelenggaran PILKADA. Setiap masyarakat Dairi harus dapat menggunakan hak suaranya dengan bijaksana dan memiliki hak yang sama dalam memilih dan menjadi penyelenggara PILKADA termasuk kelompok disabilitas, kaum perempuan, dan para petani.

Yayasan PETRASA mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat, berpartisipasi dan berkontribusi dalam acara ini. Mari terus bersama-sama membangun demokrasi yang lebih baik, transparan dan setiap warga merdeka dalam menentukan pilihan.

MERDEKA… MERDEKA… MERDEKA!

Kerjasama PETRASA dengan Universitas HKBP Nommensen: Langkah Strategis untuk Mendorong Pengembangan Pertanian Berkelanjutan

MEDAN – Pada tanggal 26 Juli 2024, Yayasan PETRASA dan Universitas HKBP Nommensen melakukan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) di aula Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan. Kerjasama ini akan difokuskan pada bidang pemberdayaan dan pengembangan masyarakat melalui pendidikan dan pengajaran, pelatihan, pendampingan, dan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. 

Penandatangan perjanjian kerjasama dilakukan oleh Rektor Universitas HKBP Nommensen, Bapak Richard A.M. Napitupulu, ST., MT dan Lidia Naibaho sebagai Direktur Program Yayasan PETRASA. Dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Yayasan PETRASA dengan Fakultas Pertanian yang diwakilkan oleh Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Hotden L. Nainggolan, SP, M.Si. Hadir pula Dekan Fakultas Peternakan Ir. Tunggul Sitorus, MP untuk menandatangani perjanjian kerjasama pengembangan pendidikan antara Fakultas Peternakan dengan Yayasan PETRASA. Kerjasama ini diharapkan akan meningkatkan kualitas Tri Dharma Perguruan Tinggi sekaligus meningkatkan kualitas program pendampingan dan pemberdayaan kelompok petani dampingan PETRASA di Kabupaten Dairi. 

Sebagai organisasi yang mendampingi petani di Dairi, seminar ini menjadi momentum bagi PETRASA untuk mempromosikan produk-produk organik yang dihasilkan oleh para petani dari beberapa desa. Produk-produk organik tersebut adalah beras organik, madu alami, tepung mocaf, stick sayur, stick pisang, dan kopi. Dua orang petani-produsen yang selama ini menggeluti budidaya organik juga ikut hadir dalam seminar ini.  Mereka adalah Bapak Laia penghasil madu dan Ibu Tiominar Silalahi, penghasil beras organik dan stick sayuran. 

Antusiasme yang tinggi datang dari para peserta seminar yang didominasi oleh mahasiswa dan dosen. Saat membeli produk-produk organik, mereka tidak hanya bertransaksi, tapi juga berdiskusi tentang sistem pertanian organik yang dilakukan oleh para petani. Acara ini berhasil menciptakan ruang temu bagi konsumen dengan petani organik yang datang dari desa untuk mengetahui lebih dalam bagaimana petani membudidayakan dan memproduksi produk organik tersebut.

Setelah penandatanganan perjanjian kerjasama antara Yayasan PETRASA dan UHN, kegiatan dilanjutkan dengan Seminar Ilmiah yang bertemakan “Sistem Integrasi Pertanian-Peternakan Untuk mendukung ketahanan Pangan”. Acara ini resmi dibuka oleh Rektor Universitas HKBP Nommensen, Dr. Richard AM. Napitupulu,ST, MT.

Pemateri dalam seminar ini adalah Lidia Naibaho, SP dari Yayasan PETRASA; Ir. Joni Akim Purba, MP selaku Kepala UPTD BIP Provinsi Sumatera Utara; Bupati Kabupaten Dairi yang diwakili Kepala Dinas Pertanian Robot Simanullang, MAB; Frans Edisa Purba, SPt Manager PT. Charoen Pokphand Indonesia dan Dr. Erika Pardede, M.App.Sc Dosen Fakultas Pertanian dan Ir. Partogi Hutapea, MP, Dosen Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen Medan.

Para pemateri kunci dalam seminar ini sepakat menyoroti perlunya usaha kolaboratif mengurangi dampak negatif perubahan iklim oleh berbagai pihak, termasuk akademisi, NGO, pemerintah dan kelompok-kelompok petani. Kerjasama UHN dan Yayasan PETRASA ini menjadi langkah yang strategis dalam mewujudkan langkah dan solusi nyata bagi pertanian berkelanjutan di masa depan. 

Sukses bagi PETRASA dan Universitas HKBP Nommensen!

Kejahatan PT. Gruti Terungkap, “Kelompok Tani Bersatu dan Kelompok Tani Marhaen Bergerak Bersama Memperjuangkan Tanah dan Ruang Hidup Dari Rampasan PT.Gruti”

(Sabtu, 23/09/2023) Kelompok Tani Bersatu (Desa Sileuh-leuh Parsaoran) dan Kelompok Tani Marhaen (Desa Parbuluan VI) kembali melakukan aksi bersama mendatangi lokasi yang sudah dirusak oleh kegiatan PT.Gruti. Ketua kelompok tani Marhaen, Pangihutan Sijabat menyampaikan bahwa aksi ini adalah bentuk solidaritas masyarakat ke dua Desa untuk tetap melakukan perlawanan kepada PT.Gruti yang saat ini semakin massiv melakukan kegiatan di Tombak. “PT. Gruti sudah melakukan penebangan kayu di lokasi, merusak lahan serta tanaman beberapa petani di parbuluan VI”, ucap Pangihutan Sijabat.

Kelompok Tani Bersatu (KTB) yang ikut pada aksi ini pun menyayangkan dukungan pihak-pihak yang akhirnya membuka gerbang masuk kepada PT. Gruti tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ruang hidup masyarakat disekitarnya. “Keberadaan PT. Gruti selalu memberikan kekhawatiran bagi kami, kerusakan lingkungan dan potensi hadirnya bencana selalu menghantui kami, juga munculnya konflik horizontal antara masyarakat juga sudah semakin menajam karena provokasi dan intimidasi yang dilakukan pihak PT. Gruti. Mereka (PT. Gruti) juga menggunakan aparat negara untuk mengintimidasi kami, mengkriminalisasi kami karena kami bersikukuh memperjuangkan tanah kami dari rampasan mereka (PT. Gruti)”, sesal Lamhot Sihotang pengurus Kelompok Tani Bersatu.

Ratusan masyarakat yang ikut aksi ini tetap menjaga diri tidak melakukan aksi anarkis, tidak ada kekerasan, tidak ada pengerusakan dan aksi hari ini berjalan dengan damai. KTB dan Marhaen berhasil menunjukkan bahwa darah perjuangan masih tetap menyala walaupun harus digempur oleh para penghianat-penghianat yang selama ini bersama berjuang namun sekarang mereka telah bersekongkol dengan PT.Gruti.

Pangihutan Sijabat menyampaikan, “kita juga ingin tahu sampai dimana tapal batas hutan, karena menurut isu yang kami dengar akan ada pelepasan kawasan hutan yang diajukan oleh Pemerintahan Desa Parbuluan VI, tapi kami tidak pernah diajak untuk membicarakan itu, kami khawatir ini akan menjadi persoalan baru di tengah-tengah masyarakat karena tidak adanya informasi kepada masyarakat karena isu hutan ini sangat sensitif di masyarakat kami sekarang ini”, tegasnya.

Massa bergerak ke lokasi sekitar jam 9 pagi dan setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dengan kondisi jalan berbatu dan berlumpur akhirnya massa sampai di lokasi yang diklaim PT. Gruti merupakan konsesinya. Di depan sudah ada portal penjagaan dan beberapa orang mengaku pengawas perusahaan salah satunya bermarga Nadeak menghadang massa namun massa tetap merangsek masuk. Temuan dilahan, di depan kantor PT. Gruti, disana ada banyak tumpukan kayu olahan jika ditaksir ada sekitar 10 Ton. Ketika salah seorang pengurus kelompok menanyakan tentang kayu olahan tersebut pengawas mengaku untuk pembangunan kantor dan kayu tersebut berasal dari kawasan hutan yang sedang mereka ratakan saat ini dengan menggunakan excavator seluas kurang lebih 20 Ha.

Massa juga menemukan kayu-kayu bulat dan juga mesin senso yang diduga digunakan untuk mengolah kayu, ini mengkonfirmasi bahwa jika selama ini PT. Gruti mengatakan mereka tidak menebang kayu dan mengambil kayu, ternyata itu “Pembohongan Publik” karena masyarakat telah menemukan bukti-bukti, diduga kegiatan ini sudah lama mereka lakukan dan sudah banyak kayu-kayu olahan yang sudah dikeluarkan dari lokasi.

Disana juga masyarakat menjumpai kegiatan membangun gudang di dua tempat dengan luas lebih dari 10 rante, tempat pembibitan serta pengisian polybag oleh pekerja. Ketika ditanya untuk apa mereka mengaku untuk pembibitan kopi. “Kami hanya pekerja kami tidak tahu apa-apa kami hanya digaji”, ucap salah seorang pekerja yang berasal dari Pematang Siantar.

Pamangku ulayat Marga Sihotang yang turut juga kelokasi menyampaikan kekecewaannya, kami tidak pernah mengetahui keberadaan PT. Gruti karena kami tidak pernah diajak berdiskusi dan mereka tidak menghargai kami. Saya jelaskan juga sesuai dengan adat ada 3 pemangku ulayat di parbuluan VI yaitu Sagala, Sihotang dan Sigalingging. Diluar itu tidak ada dan jika ada marga lain mengaku menjadi pemangku wilayah itu tidak benar dan bohong, kami sedang mempersiapkan semua data terkait itu, dan berharap PT.Gruti tidak merusak Tanah dan Tombak opung mereka”, tegasnya.

Kemudian masyarakat menuju lokasi penumpukan kayu jadi yang katanya dikelola oleh BUMDES Parbuluan VI, setiba dilokasi ratusan kayu bulat berukuran besar dan beberapa kayu olahan ditumpuk dan bekas olahan juga terlihat. Beberapa hari lalu masyakat yang lewat dari lokasi menyampaikan kayu olahan kemarin banyak disini sekarang sudah tidak ada berarti sudah dikeluarkan. Ada banyak tumpukan kayu di beberapa lokasi yang diduga sengaja ditinggal karena mengetahui masyarakat datang sebab dilokasi ditemukan beberapa sepeda motor tak bertuan. Ditambah lagi dibeberapa rumah atau pondok juga ditemukan gelondongan kayu olahan dengan jumlah yang cukup banyak.

Aksi ini juga di ikuti oleh dua orang aparat kepolisian dari Polsek Parbuluan untuk memastikan keamanan aksi dan mereka turut menyaksikan penemuan kayu bulat besar dan kayu olahan dilokasi dan juga kayu yang ditemukan di lokasi mess PT.Gruti. Masyarakat berharap dengan penemuan kayu-kayu ini pihak Polres Dairi memberikan atensi dan juga teguran kepada pihak PT. Gruti yang selama ini menyampaikan tidak menebang pohon ternyata mereka berbohong dan justru mengambil kayu dihutan hingga merusak lingkungan.

Masyarakat anggota kelompok petani yang datang ke lokasi sangat kecewa dengan kondisi desa mereka saat ini, lahan dirusak, air yang mereka konsumsi sehari-hari juga sangat keruh akibat aktifitas PT. Gruti, saluran air juga ikut hancur akibat banjir yang menghantam pipa-pipa air mereka beberapa bulan lalu pun akibat dampak aktifitas PT. Gruti. Pemerintah Desa dianggap tutup mata dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, malah sebaliknya Pemerintah Desa tanpa melibatkan semua elemen masyarakat sepihak membuka gerbang besar kepada PT. Gruti dan secara sadar menciptakan konflik dan mengundang bencana di desanya dan lagi-lagi yang merasakan dampaknya adalah masyarakat.

Hubungan mesrah Pemerintah Desa Parbuluan VI dengan PT. Gruti mencoreng nilai demokrasi karena masyarakat yang menolak tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan di desa demi yang disebut pembangunan, pembangunan yang sentralistik justru bukan kebutuhan masyarakat yang hanya akan menguntungkan segelintir orang dan perlahan akan menggusur petani.

Menyikapi kerusakan yang diciptakan oleh PT. Gruti maka Kelompok Tani Bersatu, Kelompok Tani Marhaen dan Pemangku Hak Ulayat Desa Parbuluan VI Marga Sihotang menyatukan tujuan bersama untuk menolak PT. Gruti dari Kab. Dairi. (d.s)