Tak Kenal maka Tak Beli, Konsumen Kunjungi Green House Sayuran Organik “Natama”

Di Petrasa, kami terus menggalakkan semangat pertanian dan peternakan organik. Salah satu cara yang kami lakukan adalah dengan membuat rumah hijau atau Green House Sayuran Organik “Natama” di Desa Kentara, Kecamatan Lae Parira. Green house ini dikelola oleh petani dampingan Petrasa, yaitu Ibu br. Pakpahan. Beliau menanam berbagai jenis sayuran seperti sawi, pakcoy, selada, dan daun seledri. Ibu Pakpahan bersama suaminya menanam dan merawat semua sayuran secara organik. Bahkan mereka juga membuat sendiri pupuk organik dari berbagai sumber daya alam yang ada di sekitar mereka.

Setiap hari Selasa, panen sayur-sayuran dari Green House ini dijual ke foodtruck Petrasa. Setelah panen, kami membersihkan dan membungkus sayur-sayuran tersebut agar siap jual. Keesokan paginya, kami akan mendatangi kantor-kantor pemerintahan dan konsumen lain di Sidikalang untuk menjajakan sayuran segar dan produk organik lain seperti beras dan kopi kepada konsumen.

Petrasa aktif mendampingi para petani untuk menanam dan merawat sayur-sayuran di green house dan kebun keluarga organik yang ada di sekitaran Lae Parira dan beberapa desa lainnya. Hingga saat ini kami sudah memiliki sekitar 80 konsumen yang rutin membeli sayuran organik setiap minggunya.

Untuk menjalin hubungan baik antara produsen dan konsumen sayuran organik, Petrasa berinisiatif untuk mempertemukan kedua belah pihak. Pada tanggal 17 Juli 2018, Petrasa bersama dengan 13 orang konsumen sayuran organik mengunjungi green house Sayuran Organik “Natama” di Desa Kentara. Pertemuan ini menjadi ruang untuk menjawab rasa penasaran para konsumen akan proses penanaman dan perawatan sayuran organik yang selama ini mereka beli.

Sebelum menuju green house, konsumen yang seluruhnya adalah kaum ibu, bertemu kenal dengan petani sayuran organik di kediaman Bapak P. Sihombing dan Ibu R br. Purba. Pada kesempatan itu, hadir pula Ibu S. br. Sihombing yang juga petani organik. Setelah berkenalan, Ridwan Samosir, koordinator Divisi Pemasaran Petrasa menyampaikan maksud pertemuan ini dan mempersilahkan para petani membagikan cerita mereka menanam dan merawat sayuran organik selama ini.

Dengan penuh semangat, Ibu R. br. Purba menceritakan pengalaman sulitnya memulai bertani organik. Para tetangga yang juga petani awalnya meremehkan usahanya bersama suami. Apalagi saat mereka membawa pulang rumput-rumput yang mereka kumpulkan dari ladang untuk dijadikan bahan membuat pupuk organik. Ada juga tetangga yang menganjurkan mereka untuk memberi pupuk kimia saja agar sayuran cepat tumbuh dan besar.

“Awalnya sulit untuk mulai bertani organik, banyak orang, apalagi ada tetangga yang menyepelekan,” ungkap R. br Purba.

Hal tersebut dibenarkan oleh S. br. Sihombing. Meski begitu, ia berterima kasih kepada para konsumen. Oleh karena permintaan dari konsumenlah, mereka bertahan menanam sayuran organik. Di lahannya, ia mendedikasikan diri untuk merawat sayuran dan mengolah bahan-bahan alam untuk dijadikan pupuk organik.

Lidia Naibaho, Direktur Program Petrasa yang juga hadir dalam kegiatan ini memberikan informasi tentang perkembangan pertanian organik secara umum dan tantangan yang dihadapi oleh para petani dalam mengaplikasikan sistem ini di lahan mereka. Beberapa kendala yang meliputi resiko gagal panen dan juga tingginya biaya sewa lahan adalah beberapa hal yang membuat banyak petani enggan bertani organik.

Para konsumen pun semakin penasaran dengan proses penanaman dan perawatan organik yang dilakukan oleh para petani. Sebelum menuju green house, kami pun makan siang bersama dengan menu ayam gulai dan nasi hangat yang disediakan oleh keluarga P. Sihombing dan R br. Purba. Menu yang tersedia saat itu seluruhnya menggunakan bahan organik.

“Ini nasinya juga dari beras organik,” ungkap Ibu R br. Purba yang kemudian diikuti pujian dan pertanyaan dari para ibu konsumen. Mereka memuji rasa nasinya dan kian puas setelah mengetahui berbagai kelebihan dan manfaat dari nasi organik tersebut.

Setelah puas makan siang, Petrasa pun mengajak mereka ke Green House Natama untuk melihat kondisi sayuran di sana. Di lahan green house seluas 45 meter persegi, mereka melihat sendiri sayur-sayuran yang ditanam. Ada berbagai macam sayuran seperti pakcoy, sawi, tomat, hingga selada. Sayuran tumbuh subur dan terlihat segar. Mereka juga memuji dan kerapihan dan kebersihan green house tersebut.

“Semua tumbuh bagus ya, bersih juga tempatnya,” ujar Y. br Ginting sambil mengambil beberapa video untuk ia bagikan ke instagramnya. Ia adalah salah satu konsumen yang rutin membeli sayuran organik setiap hari Rabu.

Di depan green house mereka juga antusias membeli sayuran organik segar yang baru saja dipanen. Terdapat selada, pakcoy, terong hijau, sawi, dan wortel. Petani organik P. Sihombing hanya bisa tertawa bahagia melihat semangat para konsumen memilih sayuran. Ia mengaku senang dengan kegiatan ini dan semakin semangat menanam sayuran organik.

Setelah puas berkeliling dan belanja sayuran langsung dari green house, para konsumen, para petani organik dan staf Petrasa pun foto bersama. Dengan senyum lebar mereka menunjukkan sayuran yang mereka beli sambil berpose di depan kamera.

Dengan pertemuan ini, para petani dan Petrasa berharap bisa meningkatkan kepercayaan konsumen kepada produsen sesuai dengan nilai dari sistem  Participatory Guarantee Systems (PGS) yang sedang kami coba galakkan di Dairi. PGS merupakan sistem sertifikasi produk organik dengan mengedepankan interaksi konsumen, produsen dan stakeholder atas landasan kepercayaan, jejaring sosial dan pertukaran pengetahuan. Program ini juga bisa menjadi kesempatan untuk menyebarkan semangat hidup sehat kepada masyarakat Dairi.