Wabah Penyakit Ternak Babi Merebak di Dairi, Peternak Merugi

Sejak awal September 2019 lalu, ternak babi di Dairi terserang virus penyakit yang mematikan. Berdasarkan berita yang kami lansir dari Tagar.id, dari 15 kecamatan yang ada di Dairi, virus ini telah menjangkit ternak babi di 11 kecamatan. Jumlah ternak babi yang mati di Dairi saat ini pun sudah mencapai 700 ekor.

Untuk menyikapi kejadian ini, Yayasan Petrasa sejak awal September pun meningkatkan intensitas program vaksinasi ternak babi ke berbagai desa dampingan. Hal ini dilakukan sesuai dengan laporan dan keluhan peternak dampingan Petrasa. Mereka resah karena ternak babi mereka banyak yang terjangkit dan mati mendadak.

Program vaksinasi gencar dilakukan di Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Sumbul, dan Kecamatan Siempat Nempu Hulu. Staf Peternakan Petrasa tidak bekerja sendiri. Dengan bantuan tenaga dari para kader peternakan dampingan Petrasa, program vaksinasi ini dapat dilakukan.

Selain vaksinasi, Petrasa menganjurkan peternak untuk melakukan pencegahan alami (biosecurity) dengan cara menjaga kebersihan kandang dan membuat pengasapan di sekitar kandang.

Setidaknya ada 300 ekor ternak babi milik peternak dampingan Petrasa yang mati akibat penyakit ini. Para peternak merugi besar. Salah seorang peternak di Kecamatan Lae Parira mengaku telah kehilangan 12 ekor ternak babi akibat penyakit ini dalam waktu dua minggu.

Gejala yang terlihat pada babi yang terjangkit adalah lumpuh, nafsu makan berkurang, badan panas, memerah, dan keluar darah dari hidung. Beberapa waktu yang lalu, Dinas Pertanian melalui Bidang Peternakan memberikan keterangan bahwa jenis penyakit yang menyerang ternak babi tersebut adalah virus African Swife Fever (ASF). Virusnya kini semakin mewabah ke daerah-daerah lain di Sumatera Utara.

Menanggulangi hal ini, Dinas Pertanian Bidang Peternakan Kabupaten Dairi telah membuat unit bantuan yang mengumpulkan dan menguburkan bangkai ternak babi milik warga. Inisiatif ini lahir dari banyaknya ternak babi yang dibuang ke sungai dan ke jurang pinggir jalan oleh warga. Masyarakat terus dihimbau untuk tidak membuang bangkai babi sembarangan.

Sampai saat ini pun Petrasa terus membangun koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Dairi dan dokter hewan. Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk mengatasi masalah ini agar tidak semakin berkepanjangan. Kita semua berharap segera ada cara efektif untuk menghentikan wabah penyakit ini.

Pelatihan Pembuatan Pakan Fermentasi untuk Ternak Lebih Sehat

Bagi kebanyakan petani dampingan PETRASA, beternak masih belum menjadi fokus dan belum mendapat perhatian yang besar, masih dianggap sebagai usaha sampingan saja. Hal ini kelihatan juga dari cara mereka memberikan pakan ternak yang masih seadanya. Banyak petani yang memang belum tahu cara memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka untuk diolah menjadi pakan ternak.

Sebenarnya ada banyak sumber daya alam di ladang petani untuk diolah menjadi pakan ternak. Beberapa bahan yang bisa dimanfaatkan diantaranya adalah rumput lapang, daun lamtoro, daun gamal, rumput raja, daun serai, keong mas, dan sebagainya. Bahan-bahan ini bisa digunakan sebagai pakan alternatif dan tambahan bagi ternak babi, baik dengan cara di fermentasi maupun diberi secara langsung.

Untuk memberikan edukasi kepada para petani mengenai pemanfaatan bahan-bahan alam sebagai pakan ternak, PETRASA melakukan pelatihan budidaya dan pembuatan fermentasi pakan untuk ternak babi. Pelatihan ini di laksanakan pada Senin, (6/8/2018) di Desa Sihorbo, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. Pelatihan  ini dihadiri 33 orang petani yang berasal dari kelompok CU di desa tersebut.

Dalam pelatihan itu, PETRASA mengundang narasumber Tinogi Nababan. Beliau merupakan seorang kader peternak PETRASA,  yang telah banyak merasakan hasil baik dari beternak babi.  Beliau juga merupakan penyedia bibit ternak yang bagus. Oleh karena itu, PETRASA sudah lama bekerja sama dengan Bapak Tinogi Nababan untuk menyediakan bibit ternak bagi peternak dampingan PETRASA.

Pada saat pelatihan,  peserta aktif berdiskusi dengan narasumber tentang pengalaman-pengalaman yang mereka alami selama  beternak. Memang, para peserta yang hadir rata rata sudah beternak babi dengan cara yang sederhana dan masih dengan pakan yang itu itu saja dan belum beragam. Umumnya mereka mengolah pakan ternak dengan merebus hijauan (andor), tumbuhan merambat, dan ubi singkong. Dengan adanya pelatihan ini peserta diharapkan bisa lebih bijak dalam pemilihan bahan pakan yang ada di sekitar mereka. Apalagi sumber daya alam di desa cukup banyak untuk memenuhi pakan ternak babi tanpa membeli dari toko ternak (poultry shop). Pendapatan peternak bisa meningkat dengan adanya pakan lokal yang diolah langsung oleh para petani dan peternak. Selain itu, beternak juga secara langsung mendukung pengembangan pertanian organik.

Penulis : Ganda Sinambela

Editor: FRT