Unit PAMOR Pangula Dairi Serahkan Sertifikat PAMOR kepada 17 Petani Organik

Sepanjang Agustus hingga September 2019, petani dan staf Yayasan Petrasa telah melakukan inspeksi ke lima belas kelompok. Kelompok ini tersebar di beberapa kecamatan dan desa di Kabupaten Dairi dengan komoditas yang berbeda pula. Total ada 24 petani dari tiga komoditas yang telah mendaftar dan mengikuti inspeksi.
Berdasarkan inspeksi tersebut, Komite Persetujuan yang bertugas untuk menentukan lolos atau tidaknya petani dan produk organik yang telah diinspeksi menyatakan ada 17 petani dari 13 kelompok yang lolos mendapatkan sertifikat.

Sejak dibentuk 2018 lalu, Unit PAMOR Pangula Dairi, organisasi yang menaungi Penjaminan Mutu Organik (PAMOR) di Dairi akhirnya menerbitkan dan memberikan sertifikat PAMOR kepada 17 petani organik dampingan Petrasa. Pemberian sertifikat dilaksanakan pada Kamis pagi, 28 November 2019 di Kantor Yayasan Petrasa. Sertifikat ini diberikan kepada petani organik yang berhasil lolos inspeksi dan mengikuti standar kontrol sistem pertanian organik UPPD.

Tujuh belas petani tersebut antara lain Koster Tarihoran dari Kelompok Judika, Mesta Capah dari Kelompok Tornatio, Enor Sinaga dari
Kelompok Ulanadenggan, dan Meihanto Manik dari Kelompok Raptaruli. Keempatnya menghasilkan kopi arabika organik.
Dari komoditas sayuran terdapat 12 petani antara lain Juniar Pardede dari Kelompok Setia Kawan, Normal Pakpahan dari Kelompok Eben Ezer, Santi Sihombing dan Rusmina Sinambela dari Kelompok Sumber Jaya, Rosmani Purba dari Kelompok Membangun, Juita Sinaga dari Kelompok Dedikasi, Susi Bako
dan Sonti Rajagukguk dari Kelompok Agave, Rut Sinaga dari Kelompok Marsihaposan, Thiodora Situmorang dan Ria Bantu Samosir dari Kelompok Hasadaon, dan Risma Manik dari KPO 1. Sementara dari komoditas padi hanya satu petani yakni Efendi Situmorang dari Kelompok Setia Kawan.

Sertifikat PAMOR ini sendiri adalah sertifikat yang menjamin produk-produk organik yang diproduksi petani organik dengan komoditas sayuran, kopi, dan padi organik. Label PAMOR yang tertera pada setiap kemasan produk organik mengindikasikan keorganikan produk tersebut. Melalui sertifikat PAMOR ini pula, UPPD berharap petani organik semakin berkomitmen untuk mempertahankan kualitas produk organiknya. Petrasa juga berharap supaya petani organik tetap semangat dan berkelanjutan dalam bertani selaras alam.

Salam organik!

Membekali Ilmu UPPD dengan Pelatihan Inspeksi

Sebagai tindak lanjut terbentuknya Unit Pamor Pangula Dairi (UPPD) pada Agustus lalu, UPPD melaksanakan pelatihan inspeksi selama tiga hari. Pada 25 hingga 27 September 2018 lalu, UPPD yang diprakarsai oleh PETRASA dan petani organik di Dairi berkumpul untuk mengikuti pelatihan inspeksi organik dari Aliansi Organis Indonesia (AOI).

Dua orang narasumber dan pelatih dari AOI, Theresia Eko dan Arief sejak Selasa hingga Rabu menjelaskan pentingnya peran inspektor dalam konsep sertifikasi partisipatif PAMOR. Inspektor nantinya akan bertugas untuk memeriksa organik atau tidaknya sebuah produk pertanian mulai dari lahan hingga pengolahan pasca panen. Hasil inspeksi mereka berdasar pada beberapa ketentuan seperti sistem kontrol internal sebuah produk pertanian organik dan standar-standar organik yang sifatnya sesuai standar nasional.

Pada hari kedua, sekitar 28 peserta pelatihan inspektor yang terdiri dari petani dan staf PETRASA melakukan orientasi inspeksi lahan ke ladang kopi Koster Tarihoran yang memiliki ladang kopi organik di Dusun Lae Pinagar, Desa Perjuangan. Berbekal formulir inspeksi yang berisi berbagai indikator, para peserta belajar cara menginspeksi dan membuat penilaian. Setelah itu, orientasi dilanjutkan ke Desa Kentara, Lae Parira tepatnya ke Green House Natama yang menghasilkan sayur-sayuran organik.

Dalam PAMOR, seorang inspektor tidak boleh menginspeksi lahan sendiri. Sehingga dalam sesi pelatihan kali ini, petani sayur-sayuran organik bertugas untuk menjadi inspektor lahan dan produk kopi organik d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee. Sebaliknya, para petani kopi organik menjadi inspektor lahan dan produk sayuran organik dari Desa Kentara.

Pada hari ketiga, narasumber dari AOI pun mempersilakan para peserta untuk mempresentasikan hasil inspeksi mereka pada hari sebelumnya. Presentasi ini menjadi penting karena inspektor yang juga adalah petani organik yang menghasilkan produk dapat mengetahui hal-hal apa saja yang masih kurang dari standar UPPD.

Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari ditutup dengan pengesahan terbentuknya UPPD. Kaos putih dengan tulisan Unit PAMOR Pangula Dairi menjadi tanda sah terkumpulnya niat semua pihak mewujudkan UPPD. Jupri Siregar selaku Manager UPPD mengajak semua pihak untuk menjaga semangat sebab masih banyak tugas yang harus dikerjakan untuk benar-benar mendapatkan sertifikasi PAMOR ke depannya.

Acara diakhiri dengan pemberian cinderamata berupa ulos kepada dua narasumber dan sertifikat kepada peserta pelatihan dari AOI. Diakhir acara, Sekretaris Eksekutif PETRASA berterima kasih kepada semua peserta yang aktif dalam pelatihan dan kepada kedua narasumber. Ia mengimbau, “Semoga setelah pelatihan inspeksi ini, semua peserta semakin mantap untuk mengerjakan tugas-tugas lanjutan UPPD ke depannya.”

Bentuk UPPD, Petani Organik Dairi Siap Wujudkan PAMOR

Bulan Juli lalu, petani dampingan PETRASA dengan Aliansi Organis Indonesia (AOI) berdiskusi untuk membahas Penjamin Mutu Organik (PAMOR). Untuk menindaklanjuti pertemuan itu, pada Jumat lalu (31/8/2018), PETRASA, para petani dampingan yang telah menghasilkan produk pertanian organik, dan konsumen tetap sayuran organik kembali berkumpul untuk membahas rencana pembuatan Unit Pangula Pamor Dairi (UPPD).

            Pada pertemuan sebelumnya, organisasi ini telah memutuskan untuk membentuk UPPD meski belum memilih orang-orang yang akan menjalankan unit PAMOR pertama di Dairi ini. Pertemuan pada akhir Agustus lalu menjadi kesempatan penting yang membahas beberapa agenda penting yang salah satunya adalah pembentukan struktur organisasi UPPD.

            Setelah memaparkan ulang konsep PAMOR secara singkat, staf PETRASA dan para petani pun berdiskusi untuk menentukan sistem standar internal. Standar ini perlu untuk mengatur dan memastikan bahwa semua proses mulai dari budidaya hingga pascapanen benar-benar mendapat perlakuan organik. Standar ini juga dibangun atas kearifan lokal dari pengalaman para petani dan staf PETRASA selama ini. Mereka secara terpisah membuat standar internal untuk sayuran organik dan kopi organik d’Pinagar Sidikalang Arabica Coffee.

Standar yang telah disepakati bersama akan dikirim ke AOI untuk ditinjau ulang. Setelah menetapkan standar, staf dan petani pun masuk ke agenda utama yakni pembentukan struktur UPPD. Semua orang yang hadir pada pertamuan itu dipastikan terlibat dalam struktur UPPD sesuai dengan kapasitas masing-masing.

            Pada diskusi itu, Jupri Siregar terpilih sebagai Manajer UPPD. Dia akan bertanggung jawab dalam segala proses kerja UPPD dan hubungannya langsung dengan AOI. Ridwan Samosir, Jetun Tampubolon, dan Kalmen Sinaga terpilih menjadi menjadi Komite Persetujuan.

            Sementara itu, Christina Padang dan Goklasni Manullang dipercaya memegang administrasi dan database UPPD bila program sudah berjalan. Pada Unit Inspeksi, mereka sepakat mempercayakan tugas inspeksi pada Lina Silaban, Hariono Manik, dan D. Manik.

Pada Unit Pendampingan, Ganda Sinambela, Debora Nababan, dan Koster Tarihoran akan menjadi tim yang mendampingi para petani dalam melakukan pertanian organik sesuai standar yang sudah ditetapkan. Sementara pada Unit Fasilitas Pasar dipegang oleh Ester Pasaribu, Edo Nainggolan, Jhonson Girsang, dan Jhonson Sihombing. Unit terakhir dalam struktur, yakni Unit Humas dan Promosi ditanggungjawabi oleh Duat Sihombing, Muntilan Nababan dan Yuyun Ginting.

Struktur ini merupakan kolaborasi antara staf PETRASA, petani, dan konsumen. Ketiga unsur ini sesuai dengan prinsip PAMOR yakni sistem penjaminan mutu yang sifatnya partisipatif. Artinya melibatkan pihak-pihak penting yang bisa menjamin bahwa proses budidaya dan pengolahan pasca panen benar-benar organik.

            Setelah menetapkan struktur pengurus UPPD, seluruh peserta pertemuan menyatukan komitmen dengan segera menjadwalkan proses pelatihan inspeksi pada bulan September 2018 bersama dengan AOI. Semua pihak sepakat untuk segera bekerja demi mewujudkan PAMOR bagi para petani organik di Dairi.

 

FRT

Tingkatkan Kepercayaan Produk Organik, PETRASA Gelar Diskusi  PAMOR  

Masanobu Fukuoka, penulis buku The One-Straw Revolution: An Introduction to Natural Farming menulis dalam bukunya, “…bukannya teknik bertanam yang merupakan faktor yang paling penting, melainkan lebih kepada pikiran petaninya.”

 

Sejatinya, pernyataan Masanobu Fukuoka ini sejalan dengan perhatian PETRASA. Demi mendorong pertanian selaras alam, kami memberikan pemahaman dari berbagai sudut pandang kepada petani organik di Kabupaten Dairi.

Pada Selasa hingga Rabu, tepatnya 24-25 Juli lalu, PETRASA bersama dengan 10 orang petani organik dari berbagai desa di Kabupaten Dairi berkumpul di Kantor Petrasa untuk mengikuti pelatihan dan diskusi tentang Penjaminan Mutu Organik (PAMOR).

Ada tiga sistem penjaminan kualitas produk organik. Ketiganya adalah sistem penjaminan diri sendiri, sistem penjaminan pihak ketiga, dan sistem penjaminan komunitas atau Participatory Guarantee System (PGS). Sistem penjaminan diri sendiri berupa klaim yang sifatnya pribadi. Sebaliknya, sistem penjaminan pihak ketiga melibatkan sebuah lembaga yang diakui pemerintah untuk mensertifikasi sebuah produk.

Sementara itu, PGS adalah sebuah sistem penjaminan mutu organik yang berdasar pada partisipasi aktif dari berbagai stakeholder yang dibangun berlandaskan kepercayaan, jaringan sosial, dan pertukaran pengetahuan. Artinya orang yang terlibat dalam menjamin kualitas organik sebuah produk berasal dari pihak-pihak yang terlibat aktif seperti petani, lembaga swadaya masyarakat, konsumen, ahli gizi, dan pemerintah daerah.

Dalam perjalanannya, bisnis pertanian organis di seluruh dunia terkendala dengan sistem sertifikasi produk mereka. Selama ini, sistem sertifikasi pihak ketiga seolah menjadi jawaban satu-satunya untuk memastikan organik tidaknya produk petani.

Di sisi lain, prosedur sertifikasi yang panjang dari sistem penjaminan pihak ketiga memberatkan petani kecil. Prosedur yang panjang tentu memakan waktu yang lama pula. Apalagi letak lembaga sertifikasi pihak ketiga umumnya ada di ibukota atau kota besar. Petani kecil kesulitan untuk mengaksesnya.

Selain itu, sistem sertifikasi pihak ketiga juga membutuhkan banyak biaya hingga mencapai ratusan juta. Tentu petani kecil tidak mampu mengeluarkan uang sebanyak itu untuk mendapat sertifikat. Oleh karena itu, PGS hadir sebagai alternatif penjaminan mutu yang sama meyakinkannya dengan sertifikasi pihak ketiga.

Sejatinya, di beberapa negara seperti Thailand dan Argentina, sistem PGS sudah dikenal dan bahkan diakui oleh pemerintah. Di Indonesia, sistem PGS ini dikenal dengan nama Penjaminan Mutu Organik (PAMOR) pada tahun 2008 di Yogyakarta. Saat ini PAMOR berada dalam naungan Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan gencar memberikan sosialisasi PAMOR di seluruh Indonesia.

Inilah yang menjadi agenda diskusi petani organik bersama PETRASA dengan AOI. Diskusi yang dilaksanakan selama dua hari ini dibuka oleh Restu Aprianta Tarigan, perwakilan PAMOR Sumatera Utara. Ia menjelaskan penjaminan mutu produk organis penting untuk menjembatani kepercayaan antara petani dan konsumen. Alasan ini yang kemudian menjadi pintu masuk untuk menjelaskan pentingnya PAMOR bagi para peserta diskusi.

“Ada tiga motto PAMOR yang penting untuk diingat. PAMOR itu murah, mudah dan terpercaya. Murah secara biaya, mudah secara proses, dan terpercaya karena melibatkan pihak-pihak yang ada di sekitar kita,” terang pria yang akrab dipanggil Anta.

Suasana diskusi sangat hidup karena para petani dan staf PETRASA aktif bertanya. Mereka antusias membedah lebih dalam sejauh mana PAMOR dapat menjadi jawaban masalah kepercayaan konsumen selama ini. Diskusi juga interaktif karena para petani dilibatkan langsung memberikan ide dan saran untuk membuat standar internal pertanian organis sesuai kearifan lokal petani Dairi.

Koster Tarihoran, petani kopi organik yang telah membuat home industry bernama Sidikalang Arabica Coffee mengaku semangat dengan diskusi PAMOR ini.

“Ini bagus ya, ke depannya semoga bisa lebih banyak orang yang jadi percaya dan mau beli kopi kita kalau sudah tersertifikasi,” ungkapnya disela-sela diskusi.

 

PAMOR Bisa Menjawab Tantangan Pasar

            Pada praktiknya, sejumlah supermarket di Indonesia menjual berbagai produk organik seperti beras dan sayuran. Artinya, produk organik dari petani memiliki peluang pasar yang sangat besar. Akan tetapi, supermarket tetap meminta adanya sertifikat organik demi menjaga kepercayaan konsumen. Inilah yang menjadi tantangan besarnya.

Diskusi pada hari kedua pun berfokus pada peluang pasar produk organik di Indonesia. Peserta diskusi menyambut dengan hangat Direktur AOI St. Wangsit dan Koordinator Program AOI, Nurhania Retno Eka. Mereka menerangkan kehadiran PAMOR dapat menjadi jawaban untuk tantangan pasar yang lebih luas.

Sebelum jauh ke sana, Nia menantang petani organik dan staf PETRASA untuk membedah model bisnis kanvas salah satu produk organik petani Dairi, Sidikalang Arabica Coffee (SAC).

Peserta yang dibagi ke dalam tiga kelompok berdiskusi selama 30 menit.  Mereka membedah sembilan komponen model bisnis kanvas dengan mengevaluasi perjalanan SAC dalam setahun terakhir. Melalui diskusi itu para peserta sepakat, ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen bisnis SAC. Meski begitu, petani organik Dairi optimis bahwa SAC bisa lebih baik lagi jika berhasil mendapatkan sertifikat PAMOR untuk menjamin kualitasnya.

Diskusi PAMOR dan Model Bisnis Kanvas Sidikalang Arabica Coffee menjadi pengantar untuk sebuah target yang lebih besar. Anta, Wangsit dan Nia dari AOI bersama dengan PETRASA mengajak para petani organik untuk membentuk UNIT PAMOR di Kabupaten Dairi. Kesamaan tujuan untuk menyejahterakan kehidupan petani organis menjadi roda yang menggerakkan semua pihak AOI, PETRASA, dan petani untuk menginisiasi pembentukan Unit PAMOR Pangula Dairi (UPPD).

Sekretaris Eksekutif PETRASA Lidia Naibaho menyampaikan pentingnya komitmen dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkan UPPD. “Kita telah mendapat banyak ilmu baru selama dua hari ini, semoga ini membuka pikiran kita dan kita bisa menjaga semangat supaya bisa membentuk dan membangun UPPD ini.” ujar Lidia merangkum pertemuan tersebut.

 

 

Febriana R Tambunan