Kopi merupakan komoditas kedua yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia di dunia. Kopi hanya berada satu peringkat di bawah minyak bumi. Berbanding lurus dengan tingkat konsumsinya, kopi juga memiliki permintaan pasar yang tinggi di dunia. Oleh karena itu, negara-negara penghasil kopi di dunia terus mengupayakan produksi kopi.
Seluruh pihak yang berada dalam rantai pasar kopi di seluruh dunia saat ini mulai waspada dengan dampak perubahan iklim. Menurut World Coffee Research, perubahan iklim yang semakin cepat akan berdampak pada kepunahan kopi di dunia pada tahun 2080. Pada tahun 2050, kopi mulai menjadi langka dan harganya akan semakin tinggi. Diprediksi, minum kopi akan menjadi barang mewah yang tidak bisa lagi dinikmati semua kalangan masyarakat.
Berangkat dari situasi ini, Yayasan Petrasa yang bekerja sama dengan International Islamic Trade Finance Corporation (ITFC) mengadakan diskusi kopi dan perubahan iklim pada Selasa, 25 Juni 2019. Bertempat di Aula Hotel Dairi, Sidikalang, diskusi ini dihadiri oleh 98 petani kopi dari berbagai desa di Kabupaten Dairi. Diskusi yang merupakan bagian dari Coffee Farmers Field Training Program (CFFTP) ini merupakan agenda penting untuk menggaungkan masalah perubahan iklim kepada para petani kopi Dairi.
Perubahan iklim merupakan masalah global. Untuk itu, Yayasan Petrasa berinisiatif mengundang Wakil Bupati Kabupaten Dairi, Jimmy Sihombing, untuk memberikan sambutan dan pengantar diskusi ini. Dalam sambutannya, ia mengimbau para petani yang hadir untuk bergiat dalam budidaya kopi sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan. Ia meyakini perubahan iklim ini akan semakin terasa di Dairi pada masa selanjutnya. Dampaknya akan terasa pada komoditas pertanian termasuk kopi yang menjadi mata pencaharian sekaligus kebanggaan masyarakat Dairi. Dalam kesempatan yang singkat itu, Bapak Jimmy SIhombing juga mengapresiasi Petrasa dan ITFC yang telah memfasilitasi diksusi ini kepada petani.
Dipandu oleh Ridwan Samosir sebagai moderator, diskusi berlangsung dengan semarak selama dua setengah jam. Diskusi ini semakin kaya dengan pemaparan pandangan tiga narasumber yakni Lidia Naibaho dari Yayasan Petrasa, Ibu br. Tobing sebagai Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Dairi, dan Ibu br. Sinaga mewakili Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Dairi. Mereka mempresentasikan dampak perubahan iklim kepada kopi dari sisi sosial-ekonomi, lingkungan, hingga pertanian. Ketiga narasumber ini menekankan, budidaya kopi dengan pertanian selaras alam adalah solusi konkret yang dapat dilakukan oleh petani untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Pertanian selaras alam yang dimaksud adalah menanam kopi dengan sistem agroforestry dan organik. Agroforestri atau wanatani adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Sementara organik maksudnya adalah tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia dalam budidayanya.
Kedua hal ini dapat benar-benar dilakukan oleh petani sejak dini. Sebagai daerah potensial kopi, baik robusta maupun arabika, petani dianggap mampu menerapkan ini sebagai langkah konkret mengurangi dampak perubahan iklim. Sistem agroforestri tidak hanya mengoptimalisasi produksi pertanian, tapi juga turut melestarikan alam. Sejalan dengan pertanian organik, tidak menggunakan bahan-bahan pertanian kimia dan beralih menggunakan bahan-bahan alam juga dalam upaya melestarikan lingkungan.
Beragam pertanyaan dari petani pada ketiga narasumber menunjukkan antusiasme yang tinggi. Isu perubahan iklim dan dampaknya terhadap pertanian mereka merupakan hal yang baru bagi sebagian besar petani. Pertanyaan mereka sebagian besar mempersoalkan teknik budidaya yang mereka lakukan selama ini. Sebagian besar para petani mengaku belum maksimal untuk meningkatkan produksi kopi sekaligus melestarikan alam.
Diskusi kopi dan perubahan iklim yang didukung oleh ITFC merupakan sebuah langkah awal agar petani mulai sadar akan dampak perubahan iklim pada kopi yang menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari. Dengan meningkatkan kesadaran petani, Petrasa dan ITFC mampu mendorong para petani untuk sungguh-sungguh memperbaiki lahan kopi mereka dengan sistem selaras alam melalui program CFFTP.
FRT