Menguatkan Kemitraan Kelompok Credit Union dan PETRASA

CU PETRASA

Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi petani di pedesaan, hadirnya Credit Union (CU) menjadi angin segar yang menawarkan solusi berbasis komunitas. CU bukan hanya sekadar lembaga simpan pinjam, tetapi juga wadah untuk saling membantu, membangun kepercayaan, dan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat desa. Petrasa, sebagai organisasi yang berkomitmen pada pemberdayaan petani, telah aktif mendampingi 100 kelompok CU yang tersebar di 69 desa di 12 kecamatan di Kabupaten Dairi, dengan total 5.343 anggota, mayoritas di antaranya adalah perempuan.

CU: Lebih dari Sekadar Simpan Pinjam

Kelompok CU yang didampingi oleh PETRASA menjalankan sistem simpan pinjam yang dilakukan sebulan sekali di lokasi yang disepakati bersama. Namun, lebih dari itu, setiap pertemuan rutin juga menjadi ajang diskusi mengenai berbagai isu yang dihadapi anggota, terutama dalam bidang pertanian. PETRASA memanfaatkan momen ini untuk memberikan pendampingan dan edukasi tentang praktik pertanian selaras alam. Dengan pendekatan ini, anggota CU didorong untuk mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintetis dan menerapkan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan serta berpihak pada kedaulatan pangan dan keseimbangan lingkungan.

Memperkuat Kemitraan: Diskusi Bersama Pengurus CU

Dalam upaya meningkatkan efektivitas pendampingan dan memperkuat kemitraan dengan kelompok CU, pada bulan Februari 2025, PETRASA mengadakan serangkaian pertemuan dengan para pengurus CU dampingan. Tujuan dari pertemuan ini antara lain:

  • Mensosialisasikan program PETRASA yang dapat diikuti oleh anggota CU, seperti pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida nabati, pengembangan usaha ternak, serta peningkatan kapasitas perempuan.
  • Memperkuat sistem manajemen CU, termasuk kepengurusan dan penyetoran keuangan.
  • Menampung masukan dari kelompok CU untuk meningkatkan efektivitas pendampingan.

Pertemuan ini difasilitasi oleh Lidia Naibaho, Sekretaris Eksekutif PETRASA, dan Muntilan Nababan, penanggung jawab kelompok CU dampingan. Diskusi pertama berlangsung pada 11 Februari 2025 di Balai Desa Sumbari, melibatkan pengurus CU dari Kecamatan Silima Pungga-pungga dan Siempatnempu Hilir. Pertemuan kedua diadakan pada 18 Februari 2025 di Gereja HKBP Kentara, menghadirkan pengurus CU dari Kecamatan Lae Parira dan Berampu.

Partisipasi untuk Keberlanjutan

Diskusi berlangsung terbuka, di mana setiap peserta diberikan ruang untuk menyampaikan kondisi kelompoknya, berbagi tantangan, serta mengusulkan ide-ide untuk pengembangan CU dan peningkatan kapasitas anggotanya. Dengan mendengar langsung dari para pengurus, PETRASA dapat merancang pendekatan yang lebih efektif dalam pendampingan ke depan. Pertemuan serupa juga akan dilanjutkan di kecamatan lain untuk memperluas dampak positif yang telah dirasakan.

Melalui penguatan kemitraan antara PETRASA dan kelompok CU, diharapkan ekonomi petani desa semakin kuat, kesejahteraan sosial meningkat, dan lingkungan tetap terjaga.

CU bukan hanya soal keuangan, tetapi juga tentang membangun solidaritas dan harapan bagi masa depan yang lebih baik.

Membuka Pasar Organik Lebih Luas dengan Digital Marketing

Bagaimana cara memasarkan produk secara efektif walaupun dengan sumber daya terbatas?

Pertanyaan ini sering muncul dalam diskusi PETRASA. Sebab kami mendampingi petani organik di Dairi dan penuh semangat meningkatkan kualitas dan pemasaran produk para petani. Produk organik yang dihasilkan sudah seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat luas, bukan hanya di tingkat lokal. Namun, kenyataannya, banyak produk petani organik masih belum memiliki akses pasar yang luas.

Berangkat dari kegelisahan ini, PETRASA dan mitra NGO lainnya mengikuti Digital Marketing Training yang diselenggarakan oleh Aliansi Organik Indonesia (AOI) pada 4-6 Februari di Yogyakarta. Pelatihan ini menjadi angin segar bagi para pelaku usaha yang ingin memperluas jangkauan pasarnya melalui strategi digital.

Menemukan Peluang di Dunia Digital

Seiring berkembangnya teknologi, pemasaran digital telah menjadi salah satu cara paling efektif untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Dalam pelatihan ini, peserta mendapatkan berbagai ilmu praktis, mulai dari optimalisasi media sosial, penggunaan platform e-commerce, hingga teknik optimasi pencarian (SEO). Semua keterampilan ini bertujuan untuk membantu para petani dan pelaku usaha organik dalam meningkatkan visibilitas produk mereka.

Pada sesi berbagi pengalaman dalam memasarkan produknya, PETRASA menyampaikan, “Kami biasanya hanya menjual di pasar lokal atau melalui kenalan. Tapi dengan media sosial dan e-commerce, peluang kami semakin besar.”

Digital Marketing: Lebih dari Sekadar Penjualan

Namun, tujuan digital marketing bukan hanya meningkatkan penjualan. Lebih dari itu, ini adalah cara untuk mengampanyekan gaya hidup sehat dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi produk organik. Dengan strategi digital yang tepat, produk organik bukan hanya sekadar komoditas, tetapi juga bagian dari gerakan yang lebih besar untuk mendukung kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.

PETRASA kini semakin optimis bahwa pemasaran produk organik dapat berkembang lebih luas. Pelatihan ini membuka wawasan PETRASA bahwa pemasaran tidak harus mahal. Dengan strategi digital yang tepat, produk organik bisa dikenal lebih luas.

Dengan bekal ilmu dari pelatihan ini, langkah selanjutnya adalah menerapkan strategi digital yang telah dipelajari. Harapannya, produk organik lokal dapat menembus pasar yang lebih luas, menjangkau lebih banyak orang, dan membawa dampak positif bagi petani serta konsumen. Karena setiap produk organik yang terjual bukan hanya transaksi, tetapi juga langkah kecil menuju gaya hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Forum Inklusi Dairi dan Penyandang Disabilitas Mendukung Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Kabupaten Dairi melalui Seminar dan Diskusi Publik

Senin, 9 September 2024 – Forum Inklusi Dairi yang terdiri dari beberapa Lembaga yaitu GKPPD, PETRASA, YDPK, PESADA, HEPHATA HKBP, PPDI Cabang Dairi, JKLPK dan AFARI mengadakan seminar dengan tema “Pemenuhan Hak-Hak Inklusi Bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Dairi” dan juga diskusi publik yang mengangkat tema “Menuju Pilkada Dairi, Memilih Pemimpin yang Inklusif”. Seminar ini dihadiri oleh FORKOPIMDA Kabupaten Dairi, perwakilan kelompok petani dan saudara-saudari kita penyandang disabilitas dengan berbagai kategori, baik fisik, intelektual, mental, sensorik, ganda/multi. 

Seminar ini dibuka oleh PJ Bupati Dairi yaitu Bapak Surung Charles Bantjin yang menyampaikan, “Seminar ini bisa menjadi salah satu forum untuk kita bisa sama-sama  memikirkan nasib dan kebutuhan saudara-saudara kita penyandang disabilitas, karena tentu saja kami pemerintah memiliki keterbatasan. Jika Forum Inklusi Dairi ini bisa bersinergi dengan pemerintah, gereja, dan lembaga keagamaan lainnya maka ini bisa menjadi kekuatan besar untuk mendorong kebijakan yang lebih baik ke depan bagi saudara-saudari kita penyandang disabilitas”. 

Pdt. Abed Nego Padang yang merupakan Ketua FKUB Kabupaten Dairi sekaligus Bishop GKPPD juga hadir dalam seminar ini. Ketua Komisi Pemilu Kabupaten Dairi, Bapak Aryanto Tinendung juga menghadiri pertemuan inklusif ini.   

Seminar ini dimoderatori oleh Sartika Sianipar dari PESADA dan ada empat narasumber yang memberikan materi dan pemahaman terkait tema yang diangkat. Keempat narasumber tersebut antara lain Pdt. Jacky Manuputty (Sekum PGI) yang membahas “Peran Strategis Lembaga Keumatan dalam Pemenuhan Hak-Hak Inklusi Bagi Penyandang Disabilitas” dan menekankan bahwa gereja juga harus memiliki peran penting dalam pemenuhan hak-hak umat. Dalam teologi, hal itu menjadi sesuatu yang penting dan harus dilakukan oleh Gereja. 

Narasumber selanjutnya adalah Kikin Tarigan dari Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia yang pesannya menekankan pentingnya penerimaan. Ia menjelaskan, “Kita bisa menerima keadaan karena tidak ada satu orang pun dari kita ingin memiliki keluarga, anak atau bahkan kita sendiri menjadi disabilitas, jadi kalau kita sudah menerima itu semua akan lebih baik dan menjalani lebih mudah. Saya sepakat bahwa Peraturan Daerah harus didorong untuk lebih melindungi seluruh kelompok penyandang disabilitas di Dairi, karena ini akan memaksa pemerintahan  untuk melakukan program dan pembangunan yang berbasis pemenuhan akses penyandang disabilitas”. 

Sementara itu, Ranie Ayu Hapsari dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM menyampaikan bahwa penyandang disabilitas di Indonesia sampai saat ini masih mengalami diskriminasi terutama dalam pemenuhan “hak”. Misalnya hak dalam bekerja, hak mendapatkan pendidikan, dan ruang lingkup hidup lainnya. Banyak penyandang disabilitas tidak menikmati pendidikan karena keterbatasan sekolah luar biasa di daerah. Sekolah-sekolah formal juga tidak memiliki fasilitas dan guru yang cukup untuk menerima mereka. Kebutuhan ini yang harus didorong dan dipenuhi supaya anak-anak penyandang disabilitas bisa juga menikmati  pendidikan yang merata, sehingga mereka bisa bersaing di dunia kerja, dan ini perlu kebijakan dari pemerintah daerah dan pusat. 

Ketua PPDI Dairi, Bapak Tigor Edy Ujung yang juga menjadi narasumber dalam seminar ini menyampaikan bahwa sampai saat ini PPDI masih terus berjuang untuk mewujudkan dan memastikan hak-hak disabilitas di Dairi terus dipenuhi. “Kita berkolaborasi dengan pemerintah, gereja dan lembaga yang memiliki kepedulian terhadap isu disabilitas. Sampai saat ini, ada 1400 orang disabilitas terdaftar dalam data pemerintah, namun saat ini PPDI masih hanya memiliki anggota sekitar 180 orang,” terangnya menunjukkan beberapa fakta lapangan. Ia berharap dengan semakin banyak penyandang disabilitas yang bergabung dalam PPDI maka akan semakin kuat dalam memperjuangkan hak-hak bersama termasuk mendorong Perda disabilitas di Dairi. 

Sesi kedua dilanjutkan dengan diskusi publik yang bertemakan “Menuju Pilkada Dairi, Memilih Pemimpin yang Inklusif”. Dalam diskusi ini panitia mengundang 5 bakal calon Bupati Dairi yang sudah mendaftar resmi ke KPU, namun yang bersedia hadir dan berbicara hanya 2 kandidat saja yakni Vickner Sinaga dan Rimso Sinaga yang diwakili oleh wakilnya yaitu Barita Sihite. Mereka menyampaikan beberapa hal terkait program atau misi mereka jika mereka nantinya diberikan mandat menjadi pemimpin di Dairi, termasuk bagaimana kebijakan mereka kepada teman-teman penyandang disabilitas yang selama ini masih belum mendapatkan hak yang sama baik akses program pemberdayaan maupun akses pembangunan infrastruktur di Dairi. 

Kita sangat mengapresiasi kehadiran mereka (kandidat)”, ucap Duat sihombing selaku Ketua Panitia. Duat menutup sesi diskusi ini sekaligus menegaskan bahwa undangan terbuka kepada semua bakal calon untuk hadir dalam seminar ini tidak dalam rangka mengalihkan dukungan pada satu orang pasangan calon tertentu. Justru memberikan ruang untuk berdiskusi dan mendengarkan apa saja solusi yang mereka tawarkan untuk menuntaskan  persoalan-persoalan di Dairi selama ini seperti sektor pertanian, isu lingkungan, perempuan dan kasus kekerasan kepada anak, kesehatan dan juga kepada kelompok disabilitas. 

Mengenai pemilihan di tanggal 27 November 2024 nanti,  biarkan rakyat menentukan pilihan mereka sesuai hati mereka. Namun kita berharap pilkada ke depan dapat berjalan aman, damai dan kita memilih dengan riang gembira,” tutupnya.

APUK Dairi Menilai DPRD Kabupaten Dairi Abai Dengan Keselamatan Hidup Warga Sekitar Tambang PT. DPM

Rabu, 27 September 2023 sejumlah warga Dairi yang bergabung dalam APUK Dairi (Aliansi petani untuk keadilan Dairi) mendatangi kantor DPRD Dairi perihal Permintaan informasi dan permintaan pertanggungjawaban kepada masyarakat Dairi terkait keberangkatan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Dairi ke Jakarta memberikan dukungan aktivitas pertambangan PT. Dairi Prima Mineral (PT. DPM). Seperti yang diketahui pada tanggal 31 Agustus 2023 anggota DPRD berangkat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam menyikapi isu kehadiran tambang PT. DPM, keberangkatan anggota dewan ke Jakarta menjadi pertanyaan bagi warga Dairi yang justru mendukung kehadiran tambang PT. DPM.

Menyikapi berita tentang keberangkatan anggota DPRD , APUK kemudian mengajukan audiensi kepada Badan Kehormatan DPRD Kab. Dairi untuk mempertanyakan sikap DPRD yang tidak pro terhadap masyarakat. Namun setelah sampai di kantor DPRD. APUK diperhadapkan dengan rumitnya administrasi surat-menyurat DPRD Kab. Dairi, yang mana surat permohonan audensi sudah disampaikan pada tanggal 14 September 2023, namun dari pihak SEKWAN mengatakan “surat permohonan APUK sudah sampai di meja Ketua DPRD, kemungkinan belum dibaca karena ketua sedang tidak ditempat, ujar salah seorang staf di sekretariat dewan. Hal ini membuat APUK kecewa dengan sikap DPRD yang tidak menggubris masyarakat dan tidak peduli soal kepentingan masyarakat yang menolak kehadiran pertambangan.

Pada akhirnya, APUK diterima oleh Bahagia Ginting (Sekretaris Dewan). Rainim Purba dari Desa pandiangan mengatakan “kami kecewa dengan sikap DPRD Kab. Dairi yang malah berpihak kepada investor, tidak peduli dengan keberlanjutan hidup ribuan petani disekitar tambang. Banjir bandang tahun 2018 belum bisa kami lupakan, sekarang kami kembali dihantui rasa takut bencana alam akan kembali datang dengan dukungan DPRD Kab. Dairi kepada PT. DPM. Yang memilih anggota dewan adalah masyarakat Dairi bukan DPM, seharusnya anggota dewan mendukung masyarakat yang sudah dimenangkan di PTUN Jakarta untuk membatalkan persetujuan lingkungan DPM bukan malah mendukung investor”, sesal Rainim Purba sebagai perwakilan penggugat dalam pertemuan tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh Ana Hutauruk anggota APUK Bonian, “seharusnya anggota dewan menjadi teman bagi masyarakat yang berjuang mempertahankan ruang hidupnya bukan malah menjadi lawan dan menerima perusahaan tambang”, ujar Ana hutauruk.

Boy Hutagalung dari Yayasan Petrasa selaku pendamping masyarakat mengatakan, “keberangkatan Anggota Dewan ke KLHK harusnya menyampaikan aspirasi masyarakat yang pro dan kontra bukan hanya menyampaikan aspirasi yang mendukung tambang, sikap Anggota Dewan seolah-olah ada yang ditutup-tutupi dari masyarakat. Sesuai dengan berita yang disiarkan pada Jurnaldairi.com tertanggal 14 September 2023, Bapak Sekwan (Bahagia Ginting) mengatakan bahwa dana yang digunakan keberangkatan DPRD Kab. Dairi adalah bersumber dari kantor (negara) ini berarti uang negara digunakan hanya untuk kepentingan Investor bukan kepentingan hidup ribuan petani disekitar tambang”, ungkapnya.

Beberapa pernyataan dari APUK ditangapi oleh Bahagia Ginting, dia memaparkan bahwa dia bukan anggota dewan, dari semua yang disampaikan tadi sudah dicatat dan akan disampaikan kepada pimpinan dewan untuk bahan referensi dan berjanji akan disampaikan kepada DPRD Dairi. Sebenarnya Sekwan tidak berkompeten untuk menerima masyarakat namun karena demi kebaikan bersama kami memfasilitasi pertemuan ini. Mereka juga menyampaikan DPRD sampai saat ini belum dapat merespon surat masyarakat karena sangat sibuk, bahkan kemungkinan surat tersebut belum sempat dibaca. Kesibukan ketua DPRD dan para anggota sangat luar biasa demi kepentingan rakyat dan ketua DPRD juga minggu lalu sedang tugas dinas”, terang Bahagia Ginting.

Menambah penjelasannya Bahagia Ginting selaku Sekretaris Dewan menjelaskan, “Sepengetahuan saya, keberangkatan DPRD Kab. Dairi ke Jakarta tidak ada topik atau agenda dalam rangka mendukung PT. DPM namun hanya untuk mengantarkan permohonan audiensi yang dia tidak tahu kepentingan audiensi terkait hal apa. Saya tidak tahu menahu tentang surat DPRD ke KLHK yang mendukung beroperasinya PT. Dairi Prima Mineral”, tambahnya. Dari Pernyataan Sekwan justru semakin memperjelas bahwa koordinasi antara Sekwan dan DPRD tidak ada. (b.g)

Diskusi Politik Perempuan “Berbasis Gender”

Menjelang Tahun Politik ini diskusi atau pendidikan politik penyadaran tentu sangat penting dilakukan  untuk mewujudkan  pemilu tahun 2024 berjalan dengan baik sesuai harapan bangsa. Sebagai organisasi rakyat Petrasa yang mendampingi petani di Dairi juga memiliki kepentingan untuk mewujudkan pemilu kedepan berjalan dengan baik untuk memilih pemimpin yang baik pula yang kita harapkan mampu membawa Indonesia kedepan menuju Indonesia sejahtera dan kemakmuran rakyat. Kita percaya jika kedepan pemimpin kita berpihak kepada rakyat maka kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan juga akan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Salah satu kelompok yang memiliki potensi dalam pemilu kedepan adalah Perempuan. Hasil sensus penduduk 2020 mencatat jumlah penduduk laki-laki di Indonesia sebanyak 136,66 juta orang, atau 50,58% dari penduduk Indonesia, sementara jumlah penduduk perempuan di Indonesia sebanyak 133,54 juta orang, atau 49,42% dari penduduk Indonesia. Dari data tersebut sangat terlihat potensi yang dimiliki oleh perempuan, namun faktanya perempuan masih sering tidak memiliki tempat dalam politik kita walau dalam undang-undang kita menyatakan Partai politik baru dapat mengikuti Pemilu jika telah menerapkan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusannya di tingkat pusat. Penegasan tersebut diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 7 tahun 2017 juga  mengatakan “30% keterwakilan perempuan pada urusan politik tingkat pusat dan pencalonan legislatif setiap tingkatnya”.  

Namun keterlibatan perempuan dalam politik praktis dengan keterwakilan 30% dianggap hanya memenuhi syarat namun sangat tidak berkorelasi dengan keterpilihan. Contoh konkritnya kita bisa lihat di Kabupaten Dairi dari 35 anggota Dewan hanya ada 2 orang perempuan hanya 5,7 %  artinya sangat jauh dari harapan. Kondisi tersebut dapat juga kita temui pada pemilihan kepala desa atau pengambilan kebijakan lain ditingkat Desa semisal BPD dan lainnya.   

Melihat kondisi dan fenomena tersebut Petrasa selalu melakukan diskusi dan pelatihan kepada perempuan untuk mendorong perempuan mau terlibat dalam pengambilan kebijakan melalui pemilu baik ditingkat kabupaten dan desa, dengan harapan semakin besar peluang peluang perempuan untuk menempati ruang ruang publik pengambil kebijakan di Daerah dan juga di Desa.

Pada tanggal 28-29 Agustus 2023, Petrasa mengadakan diskusi politik perempuan yang dihadiri 15 perempuan dari beberapa kelompok dampingan Petrasa dan juga dari beberapa desa berbeda yang difasilitasi Ibu Pdt. Rosmalia Barus seorang pendeta perempuan yang selama ini fokus di isu perempuan dan anak, pernah menjadi komisioner di Komnas Perlindungan Anak dan lama bekerja di PGI. Dalam diskusi ini Pdt. Rosmalia Barus banyak membongkar apa yang sudah dialami oleh peserta perempuan selama ini, baik dari perspektif sosial adat dan budaya kita. Menurut beliau hal itu menjadi salah satu penghambat sehingga sampai saat ini perempuan masih dinomor duakan atau subordinasi, termarginalkan dan selalu mendapatkan stereotype makhluk  yang lemah. Disamping itu perempuan sering mendapatkan beban kerja berlebihan baik domestik dan publik yang menyebabkan perempuan lebih cepat tua karena rata-rata bekerja 14 sampai 16 jam perhari dan ini tentu tidak memberi ruang dan peluang kepada perempuan untuk mengambil kesempatan lain.                                                                                     

“Kita hidup bernegara dan bermasyarakat maka kita harus terlibat dalam konteks demokrasi dan politik sehingga itu tidak hanya milik orang yang memegang kekuasaan. Politik adalah cara untuk melakukan perubahan yang berkeadilan. Kita yang mengatur diri kita. Untuk merubah hal di atas maka peran perempuan harus terlibat. Perempuan harus memiliki dan merebut kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut keluarga, perempuan, perekonomian, masyarakat, negara, serta struktur. Saatnya untuk mengambil bagian, terlibat dalam mengembangkan peran politiknya. Pemilu  ini kesempatan baik untuk mengambil kesempatan terlibat sebagai perwakilan masyarakat untuk duduk dalam struktur pengambilan kebijakan”, ajak Ibu Rosmalia Barus.

Beliau juga menambahkan bahwa gerakan perempuan untuk memperjuangkan terjadinya keadilan dan kesetaraan gender serta memberikan gagasan-gagasan positif sudah mulai membuahkan hasil demi perubahan ditingkat masyarakat melalui kebijakan Pemerintah. Partisipasi perempuan dalam politik sangat penting apalagi jumlah populasi perempuan di Indonesia hampir 50%. Ketika harus mengambil keputusan politik menyangkut perempuan, maka perempuan harus ada disana.

Untuk itu, ada beberapa tempat yg bisa diraih perempuan yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Satu-satunya cara untuk merubah situasi politik adalah merebut peluang yang ada. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal yaitu

(1) Kalau mau berubah, maka perempuan harus terlibat. Bisa dimulai dari wilayah lingkungan kita, (2) Memiliki komitmen untuk bekerja demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera, (3) Kenalilah visi dan misi  Partai pendukung.  Apa perannya dalam memperjuangkan pembebasan perempuan. Kenali calon dengan baik. Jangan money politic, (4) Cari dan pastikan orang-orang yang bisa menyuarakan  kepentingan dan keadilan masyarakat, (5) Menghindari Pilkada yang transaksional, (6) Undang-undang telah memberikan peluang bagi keterwakilan perempuan untuk ambil bagian.

Di akhir sesi para peserta memberikan testimoni yang juga mereka alami dalam keluarga mereka dan juga beberapa kasus yang mereka lihat disekitar. Perempuan masih  banyak yang mengalami kekerasan tetapi tidak berani speak-up atau berbicara karena dianggap tabu dan ada pula karena dibawah ancaman dan lain lain, sehingga Pdt. Rosmalia Barus mengajak kita untuk lebih berani. Bahkan jika bukan kita pun yang menjadi korban tetapi menyaksikan kekerasan yang dialami perempuan lain kita juga harus berani melaporkan hal tersebut kepada yang berwajib, pelaku kekerasan kepada perempuan dan anak harus dihukum, gunakan media sosial dan media yang kita miliki sebagai alat perlawanan kepada pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan. (d.s)

Memperingati Hari Kemerdekaan RI, APUK Dairi Aksi Bentang Spanduk Kritisi Kebijakan Pemerintah terkait Keberlanjutan Lingkungan

“78 tahun Indonesia Merdeka, Apakah arti merdeka? Merdeka adalah ketika negara tidak memberikan izin kepada Perusahaan Perusak Lingkungan. #TolakPTDPM #TolakPTGruti”, kalimat ini menjadi muatan spanduk yang dibentangkan oleh APUK di Desa Sileuh-leuh Parsaoran tepatnya di lahan yang sebelumnya dirusak oleh PT. Gruti pada tahun 2020 lalu. Aksi ratusan petani ini menjadi wujud dari kekecewaan atas kebijakan pemerintah yang dianggap membahayakan ruang hidup banyak orang.

Memperingati hari kemerdekaan ke-78 tahun Republik Indonesia, warga Dairi di Desa Sileu-leu Parsaoran yang tergabung dalam APUK (Aliansi Petani Untuk Keadilan) mengajak masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Walaupun disisi lain, pemerintah malah membuka gerbang luas kepada perusahaan dan akan mengundang bencana baru di Kabupaten Dairi. “sudah 78 tahun Indonesia (merdeka)  ternyata masih banyak rakyat yang belum merdeka, ini lah kami yang belum merdeka karena ruang hidup kami dirampas oleh perusahan perusakan lingkungan baik PT DPM dan PT Gruti” sesal Dormaida br Sihotang salah satu orator pada aksi ini.

Menjadi sangat penting untuk kita melihat kembali bagaimana kecintaan terhadap pertanian itu kian berkurang. Salah satunya adalah sebab-akibat hegemoni negara dengan tata cara pengkawasan hutan, masih mirip sejak penjajahan belanda, jepang, pasca kemerdekaan, orba hingga sekarang. Puluhan tahun bahkan ratusan tahun, sang petani sudah mengelola tanah-tanah pertanian dan menjaga ketahanan pangan di negara ini. Namun demi yang disebut pembangunan, tanah petani disegel plang kehutanan, diperuntukkan untuk membangun pabrik-pabrik penggerus sumber daya alam. Terlalu banyak tanah, hutan diperuntukkan kepada investor, sementara rakyat terkhusus petani akan mendapat sanksi berat ketika mengelola lahan mereka yang negara sebut sebagai hutan negara.

APUK melihat, pemberian izin-izin konsesi oleh negara justru cikal-bakal kerusakan ekologis secara besar-besaran. Kerusakan sumber daya hutan tidak hanya akan menimbulkan kerugian ekologis namun juga kerusakan sosial dan budaya, termasuk pembatasan akses dan penggusuran hak-hak masyarakat serta munculnya konflik-konflik atas pemanfaatan sumber daya hutan di daerah.  Kerusakan tersebut sebenarnya terjadi bukan semata-mata karena faktor kepadatan penduduk, rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, yang cenderung dikaitkan dengan kehidupan masyarakat di dan sekitar hutan yang memiliki tradisi perladangan berpindah. Tetapi, kerusakan sumber daya hutan justru terjadi karena pilihan paradigma pembangunan yang berbasis negara. Pembangunan yang bercorak sentralistik dan semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, yang didukung dengan instrumen hukum dan kebijakan yang bercorak represif.

Mari kita lihat lebih dekat, kabupaten Dairi, Sumatera utara. Portal.dairikab.go.id menyebutkan, luas Kab. Dairi adalah 191.625 Hektar. Dibalik data tersebut, pemerintah memberikan izin kepada 2 perusahaan besar yakni PT. DPM seluas 24.636 hektar dan PT. GRUTI seluas 8.085 Hektar. Berarti kedua perusahaan tersebut sudah mengkapling 32.721 hektar atau sekitar 17,07% persen dari luas Kabupaten Dairi. Ini artinya pemerintah secara sadar mengundang bencana di kabupaten Dairi karena kedua perusahaan tersebut betul berada pada daerah-daerah penyanggah hidup ribuan masyarakat Dairi.

Hal lain yang juga menjadi sorotan anggota APUK adalah dampak perubahan iklim yang sudah semakin mengkuatirkan petani di kabupaten Dairi. Sulitnya memprediksi musim, munculnya berbagai hama dan penyakit baru pada tanaman, musim kemarau dan hujan yang semakin panjang, meningkatnya frekuensi bencana alam seperti hujan es dan angin puting beliung, suhu yang semakin panas dan berbagai dampak lainnya menyebabkan turunnya produktivitas pertanian dan pendapatan petani. Namun situasi kritis itu belum mendapat respon serius dari pemerintah. Komitmen penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 % pada tahun 2030  yang dituangkan dalam National Determine Contribution (NDC) tidak selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.

Ada lima kategori sektor dan proporsi kontribusinya dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sejumlah 29% dengan usaha sendiri terdiri dari sektor kehutanan (17.2%), energi (11%), pertanian (0.32%), industri (0.10%), dan limbah (0.38%). Kontribusi dari sektor kehutanan sebesar 17,2 % patut dipertanyakan mengingat kebijakan investasi yang masih memberikan ruang yang sangat besar dalam pengelolaan dan pengrusakan hutan. Padahal hutan adalah konsumen terbaik karbondioksida sebagai upaya mitigasi dampak perubahan iklim yang sangat efektif. Harusnya pemerintah berupaya semaksimal mungkin menekan laju deforestasi agar target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29%  pada tahun 2030 tidak hanya sebatas wacana.

Pemberian izin pengelolaan hutan kepada perusahaan justru sebaliknya akan meningkatkan produksi gas rumah kaca dan ini kontra dengan komitmen pemerintah Indonesia di mata dunia Internasional sebagai anggota Perjanjian Paris dan Conference of  Parties (COP).  Sebaliknya upaya anggota APUK dalam mempertahankan tanah, hutan dan sumber daya alam patut diapresiasi karena itu adalah peran yang sangat signifikan dalam mengurangi laju deforestasi sehingga berkontribusi terhadap penurunan gas rumah kaca. Aksi bentang spanduk ini sebagai bentuk solidaritas anggota APUK dalam mempertahankan tanah dan hutan mereka dari potensi kerusakan oleh PT DPM dan PT GRUTI.. Aksi hari ini adalah upaya untuk menyelamatkan lingkungan, sumber daya alam dan keberlanjutan hidup masyarakat luas dari dampak perubahan iklim yang semakin mengkuatirkan. 

Pemerintah Kabupaten Dairi juga harus lebih serius menanggapi situasi ini dengan bercermin atau belajar dari pengalaman daerah lain yang hancur karena kehadiran perusak lingkungan seperti Lapindo Di Sidoarjo atau Indorayon (sekarang TPL) dan kasus lainnya. Sebab kita harus mewariskan mata air kepada anak cucu bukan air mata.

Merdeka…..!!!

APUK ke Kantor DPRD Kab. Dairi Minta Realisasi Janji Wakil rakyat

Pada pertemuan sebelumnya 17 April 2023, APUK sudah menyampaikan aspirasi terkait masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Dairi terkhusus petani kepada Legislatif dan Eksekutif Kabupaten Dairi. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan bersama yang bertujuan dapat berbuah solusi atas pokok masalah yang disampaikan oleh APUK. Ada 9 poin pokok masalah yang disampaikan oleh APUK pada saat itu (https://yayasanpetrasa.org/2023/04/17/aliansi-petani-untuk-keadilan-dairi-sampaikan-keluhan-ke-dprd-dan-pemkab/) dan sudah dibahas bersama. Pihak legislatif yakni DPRD Kab. Dairi berjanji akan membahas lebih lanjut keluhan APUK karena itu merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Dairi. Selain itu, beberapa Dinas atau OPD yang hadir juga berjanji akan menindaklanjuti pokok permasalahan yang sudah mereka dengarkan langsung dari APUK. Diakhir pertemuan atas permintaan APUK, DPRD kemudian berjanji akan menyerahkan berita acara RDP seminggu setelah RDP kepada APUK sebagai bentuk keseriusan.

Beberapa kali pengurus APUK Dairi mengunjungi sekretariat DPRD berita acara belum juga bisa diterima, pada 14 Agustus 2023 sebanyak 12 orang pengurus APUK datang ke kantor DPRD Dairi dan akhirnya menerima “notulen” dari DPRD Dairi bukan berita acara seperti yang dijanjikan sebelumnya. APUK juga meminta agar realisasi dari hasil RDP dapat segera ditindaklanjuti sesuai dengan hasil RDP.

Pemerintah Desa Sumbari Melirik Pertanian Organik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

(Kamis 3/8/2023) Pemerintah Desa Sumbari, BPD, perwakilan dari 6 (enam) Kelompok Tani Desa Sumbari dan Yayasan Petrasa melakukan kegiatan Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik didesa tersebut. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala Desa Sumbari yaitu Bapak Liber Manurung. Dalam sambutannya Kades Sumbari menyampaikan, “Dengan adanya kegiatan ini, kita berharap dapat memacu semangat berorganik masyarakat terkhusus Kelompok Tani Desa Sumbari, petani Sumbari mengembangkan pertanian yang ramah lingkungan juga mendapat keuntungan dari sektor ekonomi dikarenakan tidak lagi membeli pupuk kimia dengan harga mahal. Pertanian organik juga merupakan salah satu alternatif dalam mendukung ketahanan pangan”, ajak beliau.

Penduduk Desa Sumbari adalah mayoritas menggantungkan hidup pada sektor petanian, dengan komuditi seperti jagung, kopi dan juga durian. Pemerintah Desa Sumbari saat ini berusaha untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dari petani, mengingat bidang ini merupakan sektor penting di Desa Sumbari yang perlu untuk ditingkatkan dan dikembangkan.


Pelatihan ini terlaksana dengan kolaborasi Pemerintah Desa Sumbari dengan Yayasan Petrasa. Menggalakkan semangat berorganik Duat Sihombing (Kepala Divisi Advokasi Petrasa) menyampaikan “pembuatan pupuk organik sangat penting mengingat tanah kita semakin hari semakin rusak dan keras (tandus) untuk itu perlunya pembinaan dan pengetahuan kepada para petani akan pentingnya pupuk organik bagi kesuburan tanah dan tanaman. Dengan adanya kesadaran dari petani untuk membuat pupuk organik maka ketergantungan terhadap pupuk kimia dapat ditekan”, tegasnya.


Sebagai pemateri Muntilan Nababan (Kepala Divisi Pertanian dan Peternakan Petrasa) dan Asef Hutasoit (Staf Pertanian dan Peternakan Petrasa) menyampaikan secara langsung langkah-langkah pembuatan pupuk organik serta bahan-bahan yang harus dipersiapkan. Bahan-bahan pembuatan bokashi berupa kotoran ternak, jerami, dedaunan hijau, arang sekam, dedak, EM4, gula merah dan air secukupnya. Sesi berikutnya adalah pembuatan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang dibawakan oleh Asef Hutasoit dengan bahan-bahan tubis, touge, tunas atau anakan pisang.

Selanjutnya peserta diajak untuk langsung mempraktekkan cara pembuatannya.
Semua bahan yang tersedia tersebut dihaluskan atau dicincang dengan mesin pencacah rumput atau bisa menggunakan parang. Kemudian di campur dengan EM4 dan gula merah lalu diaduk kemudian dimasukkan kedalam tong. Setelah semua bahan dicampur kemudian tong ditutup rapat, kita harus menunggu proses fermentasi selama 30 hari untuk bokashi agar dapat digunakan.

Pembuatan ZPT, pertama cincang atau tumbuk atau blender bahan hingga halus secara terpisah, campur dengan air hingga kira-kira masing-masing memperoleh ekstrak 5liter. Kemudian larutkan gula merah dan EM4 dalam air. Lalu campurkan semua larutan bahan dalam drum atau ember. Setelahnya tutup rapat dengan menggunakan plastik hitam dan simpan ditempat teduh. Fermentasi selama 30 hari ZPT siap digunakan.

Diakhir pelatihan, Kepala Desa Sumbari mengucapkan terima kasih kepada Petrasa karena sudah memberikan pengetahuan dan teknologi pertanian organik kepada petani Desa Sumbari dengan harapan petani Sumbari sadar akan pentingnya pertanian organik serta dapat menerapkan nantinya di lahan pertanian masing-masing. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini bersama dengan masyarakat, Pemerintah Desa Sumbari dan Petrasa sepakat akan menanam padi gogo untuk mendukung program ketahanan pangan Desa. (R.Tp)

Hakim PTUN kabulkan Gugatan Warga Dairi atas PT.DPM

Setelah berjuang 5 (lima) bulan lamanya, sejak didaftarkannya gugatan tanggal 14 Februari 2023 akhirnya Senin, 24 Juli 2023 Majelis Hakim PTUN Jakarta memutus perkara Nomor 59/G/LH/2023/PTUN.JKT gugatan warga Dairi atas terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara oleh PT. Dairi Prima Mineral, tertanggal 11 Agustus 2022.

Adapun amar putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat seluruhnya

2. Menyatakan batal Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal PT. Dairi Prima Mineral, tanggal 11 Agustus 2022.

3. Mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal PT. Dairi Prima Mineral, tanggal 11 Agustus 2022.

4. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.419.000,00 (empat ratus Sembilan belas ribu rupiah).

Putusan ini merupakan titik balik perbaikan tatakelola proyek pertambangan di Indonesia. Pemerintah seharusnya menjamin tidak akan lagi pemberian persetujuan lingkungan yang beresiko terhadap keselamatan lingkungan dan HAM. Proyek tambang yang tidak memenuhi prasyarat keselamatan lingkungan perlu dihentikan.

Warga Dairi melakukan aksi teatrikal “mangandung,” dan membawa hasil pertanian dari tanah Dairi ke PTUN Jakarta pada 21 Juni 2023.

Dalam aksi Mangandung ini, warga Dairi ingin menyampaikan bahwa pertanian yang subur di Dairi adalah berkah dari pencipta, yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tapi saat ini semua itu terancam, karena kehadiran tambang seng dan timah hitam PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang persetujuan lingkungannya difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).