Kejahatan PT. Gruti Terungkap, “Kelompok Tani Bersatu dan Kelompok Tani Marhaen Bergerak Bersama Memperjuangkan Tanah dan Ruang Hidup Dari Rampasan PT.Gruti”


(Sabtu, 23/09/2023) Kelompok Tani Bersatu (Desa Sileuh-leuh Parsaoran) dan Kelompok Tani Marhaen (Desa Parbuluan VI) kembali melakukan aksi bersama mendatangi lokasi yang sudah dirusak oleh kegiatan PT.Gruti. Ketua kelompok tani Marhaen, Pangihutan Sijabat menyampaikan bahwa aksi ini adalah bentuk solidaritas masyarakat ke dua Desa untuk tetap melakukan perlawanan kepada PT.Gruti yang saat ini semakin massiv melakukan kegiatan di Tombak. “PT. Gruti sudah melakukan penebangan kayu di lokasi, merusak lahan serta tanaman beberapa petani di parbuluan VI”, ucap Pangihutan Sijabat.

Kelompok Tani Bersatu (KTB) yang ikut pada aksi ini pun menyayangkan dukungan pihak-pihak yang akhirnya membuka gerbang masuk kepada PT. Gruti tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ruang hidup masyarakat disekitarnya. “Keberadaan PT. Gruti selalu memberikan kekhawatiran bagi kami, kerusakan lingkungan dan potensi hadirnya bencana selalu menghantui kami, juga munculnya konflik horizontal antara masyarakat juga sudah semakin menajam karena provokasi dan intimidasi yang dilakukan pihak PT. Gruti. Mereka (PT. Gruti) juga menggunakan aparat negara untuk mengintimidasi kami, mengkriminalisasi kami karena kami bersikukuh memperjuangkan tanah kami dari rampasan mereka (PT. Gruti)”, sesal Lamhot Sihotang pengurus Kelompok Tani Bersatu.

Ratusan masyarakat yang ikut aksi ini tetap menjaga diri tidak melakukan aksi anarkis, tidak ada kekerasan, tidak ada pengerusakan dan aksi hari ini berjalan dengan damai. KTB dan Marhaen berhasil menunjukkan bahwa darah perjuangan masih tetap menyala walaupun harus digempur oleh para penghianat-penghianat yang selama ini bersama berjuang namun sekarang mereka telah bersekongkol dengan PT.Gruti.

Pangihutan Sijabat menyampaikan, “kita juga ingin tahu sampai dimana tapal batas hutan, karena menurut isu yang kami dengar akan ada pelepasan kawasan hutan yang diajukan oleh Pemerintahan Desa Parbuluan VI, tapi kami tidak pernah diajak untuk membicarakan itu, kami khawatir ini akan menjadi persoalan baru di tengah-tengah masyarakat karena tidak adanya informasi kepada masyarakat karena isu hutan ini sangat sensitif di masyarakat kami sekarang ini”, tegasnya.

Massa bergerak ke lokasi sekitar jam 9 pagi dan setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dengan kondisi jalan berbatu dan berlumpur akhirnya massa sampai di lokasi yang diklaim PT. Gruti merupakan konsesinya. Di depan sudah ada portal penjagaan dan beberapa orang mengaku pengawas perusahaan salah satunya bermarga Nadeak menghadang massa namun massa tetap merangsek masuk. Temuan dilahan, di depan kantor PT. Gruti, disana ada banyak tumpukan kayu olahan jika ditaksir ada sekitar 10 Ton. Ketika salah seorang pengurus kelompok menanyakan tentang kayu olahan tersebut pengawas mengaku untuk pembangunan kantor dan kayu tersebut berasal dari kawasan hutan yang sedang mereka ratakan saat ini dengan menggunakan excavator seluas kurang lebih 20 Ha.

Massa juga menemukan kayu-kayu bulat dan juga mesin senso yang diduga digunakan untuk mengolah kayu, ini mengkonfirmasi bahwa jika selama ini PT. Gruti mengatakan mereka tidak menebang kayu dan mengambil kayu, ternyata itu “Pembohongan Publik” karena masyarakat telah menemukan bukti-bukti, diduga kegiatan ini sudah lama mereka lakukan dan sudah banyak kayu-kayu olahan yang sudah dikeluarkan dari lokasi.

Disana juga masyarakat menjumpai kegiatan membangun gudang di dua tempat dengan luas lebih dari 10 rante, tempat pembibitan serta pengisian polybag oleh pekerja. Ketika ditanya untuk apa mereka mengaku untuk pembibitan kopi. “Kami hanya pekerja kami tidak tahu apa-apa kami hanya digaji”, ucap salah seorang pekerja yang berasal dari Pematang Siantar.

Pamangku ulayat Marga Sihotang yang turut juga kelokasi menyampaikan kekecewaannya, kami tidak pernah mengetahui keberadaan PT. Gruti karena kami tidak pernah diajak berdiskusi dan mereka tidak menghargai kami. Saya jelaskan juga sesuai dengan adat ada 3 pemangku ulayat di parbuluan VI yaitu Sagala, Sihotang dan Sigalingging. Diluar itu tidak ada dan jika ada marga lain mengaku menjadi pemangku wilayah itu tidak benar dan bohong, kami sedang mempersiapkan semua data terkait itu, dan berharap PT.Gruti tidak merusak Tanah dan Tombak opung mereka”, tegasnya.

Kemudian masyarakat menuju lokasi penumpukan kayu jadi yang katanya dikelola oleh BUMDES Parbuluan VI, setiba dilokasi ratusan kayu bulat berukuran besar dan beberapa kayu olahan ditumpuk dan bekas olahan juga terlihat. Beberapa hari lalu masyakat yang lewat dari lokasi menyampaikan kayu olahan kemarin banyak disini sekarang sudah tidak ada berarti sudah dikeluarkan. Ada banyak tumpukan kayu di beberapa lokasi yang diduga sengaja ditinggal karena mengetahui masyarakat datang sebab dilokasi ditemukan beberapa sepeda motor tak bertuan. Ditambah lagi dibeberapa rumah atau pondok juga ditemukan gelondongan kayu olahan dengan jumlah yang cukup banyak.

Aksi ini juga di ikuti oleh dua orang aparat kepolisian dari Polsek Parbuluan untuk memastikan keamanan aksi dan mereka turut menyaksikan penemuan kayu bulat besar dan kayu olahan dilokasi dan juga kayu yang ditemukan di lokasi mess PT.Gruti. Masyarakat berharap dengan penemuan kayu-kayu ini pihak Polres Dairi memberikan atensi dan juga teguran kepada pihak PT. Gruti yang selama ini menyampaikan tidak menebang pohon ternyata mereka berbohong dan justru mengambil kayu dihutan hingga merusak lingkungan.

Masyarakat anggota kelompok petani yang datang ke lokasi sangat kecewa dengan kondisi desa mereka saat ini, lahan dirusak, air yang mereka konsumsi sehari-hari juga sangat keruh akibat aktifitas PT. Gruti, saluran air juga ikut hancur akibat banjir yang menghantam pipa-pipa air mereka beberapa bulan lalu pun akibat dampak aktifitas PT. Gruti. Pemerintah Desa dianggap tutup mata dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, malah sebaliknya Pemerintah Desa tanpa melibatkan semua elemen masyarakat sepihak membuka gerbang besar kepada PT. Gruti dan secara sadar menciptakan konflik dan mengundang bencana di desanya dan lagi-lagi yang merasakan dampaknya adalah masyarakat.

Hubungan mesrah Pemerintah Desa Parbuluan VI dengan PT. Gruti mencoreng nilai demokrasi karena masyarakat yang menolak tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan di desa demi yang disebut pembangunan, pembangunan yang sentralistik justru bukan kebutuhan masyarakat yang hanya akan menguntungkan segelintir orang dan perlahan akan menggusur petani.

Menyikapi kerusakan yang diciptakan oleh PT. Gruti maka Kelompok Tani Bersatu, Kelompok Tani Marhaen dan Pemangku Hak Ulayat Desa Parbuluan VI Marga Sihotang menyatukan tujuan bersama untuk menolak PT. Gruti dari Kab. Dairi. (d.s)