Diskusi Politik Perempuan “Berbasis Gender”


Menjelang Tahun Politik ini diskusi atau pendidikan politik penyadaran tentu sangat penting dilakukan  untuk mewujudkan  pemilu tahun 2024 berjalan dengan baik sesuai harapan bangsa. Sebagai organisasi rakyat Petrasa yang mendampingi petani di Dairi juga memiliki kepentingan untuk mewujudkan pemilu kedepan berjalan dengan baik untuk memilih pemimpin yang baik pula yang kita harapkan mampu membawa Indonesia kedepan menuju Indonesia sejahtera dan kemakmuran rakyat. Kita percaya jika kedepan pemimpin kita berpihak kepada rakyat maka kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan juga akan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Salah satu kelompok yang memiliki potensi dalam pemilu kedepan adalah Perempuan. Hasil sensus penduduk 2020 mencatat jumlah penduduk laki-laki di Indonesia sebanyak 136,66 juta orang, atau 50,58% dari penduduk Indonesia, sementara jumlah penduduk perempuan di Indonesia sebanyak 133,54 juta orang, atau 49,42% dari penduduk Indonesia. Dari data tersebut sangat terlihat potensi yang dimiliki oleh perempuan, namun faktanya perempuan masih sering tidak memiliki tempat dalam politik kita walau dalam undang-undang kita menyatakan Partai politik baru dapat mengikuti Pemilu jika telah menerapkan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusannya di tingkat pusat. Penegasan tersebut diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 7 tahun 2017 juga  mengatakan “30% keterwakilan perempuan pada urusan politik tingkat pusat dan pencalonan legislatif setiap tingkatnya”.  

Namun keterlibatan perempuan dalam politik praktis dengan keterwakilan 30% dianggap hanya memenuhi syarat namun sangat tidak berkorelasi dengan keterpilihan. Contoh konkritnya kita bisa lihat di Kabupaten Dairi dari 35 anggota Dewan hanya ada 2 orang perempuan hanya 5,7 %  artinya sangat jauh dari harapan. Kondisi tersebut dapat juga kita temui pada pemilihan kepala desa atau pengambilan kebijakan lain ditingkat Desa semisal BPD dan lainnya.   

Melihat kondisi dan fenomena tersebut Petrasa selalu melakukan diskusi dan pelatihan kepada perempuan untuk mendorong perempuan mau terlibat dalam pengambilan kebijakan melalui pemilu baik ditingkat kabupaten dan desa, dengan harapan semakin besar peluang peluang perempuan untuk menempati ruang ruang publik pengambil kebijakan di Daerah dan juga di Desa.

Pada tanggal 28-29 Agustus 2023, Petrasa mengadakan diskusi politik perempuan yang dihadiri 15 perempuan dari beberapa kelompok dampingan Petrasa dan juga dari beberapa desa berbeda yang difasilitasi Ibu Pdt. Rosmalia Barus seorang pendeta perempuan yang selama ini fokus di isu perempuan dan anak, pernah menjadi komisioner di Komnas Perlindungan Anak dan lama bekerja di PGI. Dalam diskusi ini Pdt. Rosmalia Barus banyak membongkar apa yang sudah dialami oleh peserta perempuan selama ini, baik dari perspektif sosial adat dan budaya kita. Menurut beliau hal itu menjadi salah satu penghambat sehingga sampai saat ini perempuan masih dinomor duakan atau subordinasi, termarginalkan dan selalu mendapatkan stereotype makhluk  yang lemah. Disamping itu perempuan sering mendapatkan beban kerja berlebihan baik domestik dan publik yang menyebabkan perempuan lebih cepat tua karena rata-rata bekerja 14 sampai 16 jam perhari dan ini tentu tidak memberi ruang dan peluang kepada perempuan untuk mengambil kesempatan lain.                                                                                     

“Kita hidup bernegara dan bermasyarakat maka kita harus terlibat dalam konteks demokrasi dan politik sehingga itu tidak hanya milik orang yang memegang kekuasaan. Politik adalah cara untuk melakukan perubahan yang berkeadilan. Kita yang mengatur diri kita. Untuk merubah hal di atas maka peran perempuan harus terlibat. Perempuan harus memiliki dan merebut kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut keluarga, perempuan, perekonomian, masyarakat, negara, serta struktur. Saatnya untuk mengambil bagian, terlibat dalam mengembangkan peran politiknya. Pemilu  ini kesempatan baik untuk mengambil kesempatan terlibat sebagai perwakilan masyarakat untuk duduk dalam struktur pengambilan kebijakan”, ajak Ibu Rosmalia Barus.

Beliau juga menambahkan bahwa gerakan perempuan untuk memperjuangkan terjadinya keadilan dan kesetaraan gender serta memberikan gagasan-gagasan positif sudah mulai membuahkan hasil demi perubahan ditingkat masyarakat melalui kebijakan Pemerintah. Partisipasi perempuan dalam politik sangat penting apalagi jumlah populasi perempuan di Indonesia hampir 50%. Ketika harus mengambil keputusan politik menyangkut perempuan, maka perempuan harus ada disana.

Untuk itu, ada beberapa tempat yg bisa diraih perempuan yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Satu-satunya cara untuk merubah situasi politik adalah merebut peluang yang ada. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal yaitu

(1) Kalau mau berubah, maka perempuan harus terlibat. Bisa dimulai dari wilayah lingkungan kita, (2) Memiliki komitmen untuk bekerja demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera, (3) Kenalilah visi dan misi  Partai pendukung.  Apa perannya dalam memperjuangkan pembebasan perempuan. Kenali calon dengan baik. Jangan money politic, (4) Cari dan pastikan orang-orang yang bisa menyuarakan  kepentingan dan keadilan masyarakat, (5) Menghindari Pilkada yang transaksional, (6) Undang-undang telah memberikan peluang bagi keterwakilan perempuan untuk ambil bagian.

Di akhir sesi para peserta memberikan testimoni yang juga mereka alami dalam keluarga mereka dan juga beberapa kasus yang mereka lihat disekitar. Perempuan masih  banyak yang mengalami kekerasan tetapi tidak berani speak-up atau berbicara karena dianggap tabu dan ada pula karena dibawah ancaman dan lain lain, sehingga Pdt. Rosmalia Barus mengajak kita untuk lebih berani. Bahkan jika bukan kita pun yang menjadi korban tetapi menyaksikan kekerasan yang dialami perempuan lain kita juga harus berani melaporkan hal tersebut kepada yang berwajib, pelaku kekerasan kepada perempuan dan anak harus dihukum, gunakan media sosial dan media yang kita miliki sebagai alat perlawanan kepada pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan. (d.s)