Rabu, 24 Agustus 2022 beberapa perwakilan masyarakat di Dairi melakukan aksi damai untuk menyampaikan laporan ombusdman-bank dunia dan sekaligus mendesak pemerintah khususnya KLHK untuk tidak memberikan persetujuan lingkungan kepada PT.DPM dan sekaligus menginformasikan kepada perwakilan pemerintahan Tiongkok yang ada di Indonesia (kedutaan besar dan konsulat jenderal ) dengan aksi yang sama di Medan dan Jakarta terkait ancaman bencana yang ekstrim dari kehadiran perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki China, PT.Dairi Prima Mineral. Meskipun sudah Tujuh puluh tujuh (77) tahun Indonesia Merdeka, tetapi keterancaman ruang hidup dan ruang pangan masyarakat masih menjadi persoalan yang serius yang perlu diperhatikan oleh Negara atas pemenuhan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Kehadiran Industri Ekstraktif di tengah ruang hidup masyarakat saat ini telah merampas kemerdekaan masyarakat atas hidup yang berdaulat di atas tanahnnya sendiri.
Masyarakat Dairi prihatin dan kuatir akan keberadaan tambang dengan aksi tutup mulut,membacakan aksi pernyataan sikap, aksi pajang patung Bupati Dairi dan tabur bunga di depan kantor Bupati sebagai bentuk ketidakprihatinan dan matinya hati nurani Bupati sebagai penerima mandat dari warga untuk menjamin keselamatan dan kesejehtaraan warga Dairi. Aksi di Kantor Bupati, selama ini tidak pernah dihadiri oleh Bupati Dairi sekalipun. Sementara Bupati Dairi memiliki wewenang untuk mencabut dan membatalkan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup SKKLH No 731 tahun 2005 kepada DPM atas suatu Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan Pertambangan Seng Dan Timbal PT Dairi Prima Mineral yang diterbitkan pada 1 November 2005 hingga menjadi dasar bagi perusahaan tambang PT. DPM untuk melakukan operasi. Namun Bupati Dairi tidak pernah menggunakan wewenang tersebut sesuai UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 30 tahun 2014 tentang Adminitrasi Negara dan lebih memilih berpihak kepada PT DPM dan abai terhadap keselamatan ratusan ribu warga Dairi. Slogan Rabu Kopi dan Dairi Unggul dari sektor pertanian ternyata hanya isapan jempol semata dan politik dagang Bupati Dairi Dr Edy Kelleng, karena pertanian dan tambang tidak akan dapat hidup harmoni.
Pada tahun 2019 perwakilan warga dari Desa Pandiangan, Desa Bongkaras dan desa Sumbari membuat pengaduan ke salah satu lembaga Ombudsman yaitu CAO (Compliance Advisor Ombudsman) yang merupakan badan kepatuhan independent yang mengawasi IFC (International Finance Corporation) dan MIGA yang merupakan bagian dari Bank Dunia terkait pendanaan PT.DPM yang didanai oleh IFC. Hasil dari pengaduan tersebut semakin menguatkan kekhawatiran warga Dairi, dalam laporan CAO menyebutkan bahwa tambang yang direncanakan oleh PT.DPM memiliki kombinasi resiko yang tinggi karena beberapa factor, salah satunya adalah terkait pembangunan bendungan limbah yang diusulkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan standart internasional. Laporan CAO tersebut dikuatkan oleh pendapat 2 orang ahli yaitu Steve Emerman ahli Hidrologi dan Richard Meehan ahli bendungan yang mengatakan bahwa rencana pertambangan yang diusulkan tidaklah tepat, karena lokasi tambang berada di hulu desa, berada di atas tanah yang tidak stabil, berada di lokasi gempa tertinggi di dunia, data-data PT.DPM tidak lengkap tekhusus data tentang pengelolaan dan penyimpanan limbah.
Investigasi oleh pengawas internal bank dunia memperingatkan bahwa tambang Dairi Prima Mineral yang diusulkan, yang didukung oleh kelompok pertambangan China Nonferrous, mengancam masyarakat lokal dan lingkungan. Masyarakat yang tinggal di dekat tambang marah. “Mereka tidak pernah menyetujui tambang yang sangat berisiko ini dan tidak diberi kesempatan untuk membuat keputusan soal proyek ini. Keberadaan fasilitas pertambangan yaitu Pembangunan bedungan limbah seluas 24 ha yang berada di hulu desa menjadi seperti Bom waktu bencana besar yang akan datang.
Banjir bandang tahun 2018 yang lalu menewaskan warga 7 orang dan dimasa ekplorasi PT DPM bocor limbah tahun 2012 yang lalu menewaskan ikan mas warga di desa Bongkaras menjadi trauma tersendiri bagi warga petani di sekitar tambang PT DPM. Lahan sawah warga dan kolam ikan mereka kini terlantar tidak dapat dikelola oleh sebagian warga di desa Bongkaras. Sehingga bisa dibayangkan dampak yang akan terjadi ke depan ketika PT DPM nanti beroperasi, karena selain DPM berada di daerah gempa. Tambang PT DPM ini juga menghimpit pemukiman, areal pertanian, ruang pangan dan sumber air di tujuh desa dan satu Kelurahan. Sehingga bisa dibayangkan bencana ekologis yang akan terjadi ke depan.
Laporan CAO, Bank Dunia menegaskan ketakutan masyarakat bahwa proyek ini, jika dibangun, akan menjadi bencana bagi keselamatan dan mata pencaharian rakyat. Masyarakat telah berulang kali mencoba menyampaikan kekhawatirannya tersebut kepada perusahaan, pemerintah kabupaten sampai pusat dan juga melalui CAO, tetapi belum mendapat tanggapan. Oleh karena itu, kami menuntut pemerintah Indonesia untuk membatalkan proyek ini dan tidak memberikan persetujuan lingkungan ke PT.DPM. Sebagai pemilik mayoritas Dairi Prima Mineral, perusahaan negara Tiongkok, Foreign Engineering and Construction (NFC) terlibat jauh dalam manajemen dan operasi DPM. Ia juga merupakan kontraktor teknik, pengadaan dan konstruksi tambang. Dalam laporannya, CAO menyimpulkan bahwa NFC memiliki kontrol aktif terhadap DPM dan secara khusus bertanggung jawab atas pembangunan tambang