Integrasi Tanaman Kopi dan Lebah, Strategi Meningkatkan Ketahanan (Resilience) Petani Dalam Menyikapi Dampak Perubahan Iklim

Pengembangan budidaya lebah di lahan kopi adalah strategi yang dilakukan petani kopi dalam adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim yang belakangan ini mulai dirasakan oleh petani di kabupaten Dairi. Budidaya lebah bisa menjadi pendapatan tambahan mengingat permintaan madu yang sangat tinggi. Beternak lebah juga bisa mengurangi kerentanan petani kopi yang selama ini hanya tergantung dari budidaya kopi. Selain itu budidaya lebah sangat cocok dikembangkan di area pohon kopi karena akan membantu pertumbuhan tanaman kopi melalui proses penyerbukan.

Alasan itu yang mendorong Yayasan Petrasa, kembali melakukan Pelatihan Integrasi Tanaman Kopi dan lebah Madu pada tanggal 17-18 Maret 2022 di rumah salah satu petani lebah binaan Petrasa, Amang Tamali Laia di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi. Mayoritas pesertanya adalah petani kopi arabica yang tersebar dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Sumbul Pegagan, Kecamatan Parbuluan dan Kecamatan Sitinjo.

Pelatihan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam merespon dampak perubahan iklim yang mulai dirasakan di kabupaten Dairi khususnya petani yang menggantungkan hidup dari alam. Kenaikan suhu udara, musim yang tidak terprediksi, munculnya hama dan penyakit pada tanaman, musim kemarau dan hujan yang semakin panjang dan beberapa dampak lainnya. Petani harus meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim mengingat petani tidak bisa menghindar dari dampaknya dan sektor petanian adalah penerima dampak terbesar.

Budidaya lebah sangat cocok dikembangkan dengan sistem pertanian organik mengingat lebah tidak menyukai bahan-bahan kimia khususnya pestisida kimia. Oleh karena itu sistem pertanian selaras alam sangat cocok dikembangkan bersamaan dengan budidaya lebah. Kerusakan tanah akibat perlakuan kimia akan kembali subur dengan praktek pertanian organik yang dikombinasikan dengan budidaya lebah.

Dalam pelatihan ini, Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa, Ridwan Samosir menyampaikan bahwa petani harus meningkatkan kemampuan dalam adaptasi dan mitgasi perubahan iklim. Pengembangan pertanian selaras alam adalah solusi yang tepat dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim tersebut. Pengelelolaan kompos/bokhasi, pestisida nabati, ekoenzim dan bahan organik lainnya akan mengembalikan unsur hara tanah dan mengurangi biaya produksi yang terus meningkat. Dengan berternak lebah maka petani juga memiliki pendapatan tambahan dan mengurangi kerentanan ekonomi apabila panen kopi tidak maksimal. Oleh karena itu pertanian tumpang sari juga sangat direkomendasikan sebagai adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Seperti kopi dengan lebah, padi dengan ikan mas dan variasi tanaman lainnya.

Gloria yang juga Kepala Divisi Pertanian juga menyampaikan bahwa petani perlu mengembangkan pertanian yang adaptif dengan perubahan iklim. Tidak hanya dalam aspek adaptasi namun juga dalam aksi mitigasi. Petani adalah penerima dampak terbesar dan oleh karena itu sejak sekarang petani harus mulai menerapkan sistem pertanian yang adaptif dengan perubahan iklim. Dengan membuat kompos dan pestisida nabati maka petani berkontribusi terhadap pengurangan gas rumah kaca. Sistem permentasi dalam pertanian selaras alam sangat membantu menekan laju gas rumah kaca. Penguapan daun dan kotoran ternak yang menghasilkan gas metana diminimalisir dengan membuat proses permentasi sehingga produksi gas rumah kaca bisa berkurang. Ini adalah aksi nyata yang bisa dibuat oleh petani sehingga mengurangi kontribusi sektor petanian dalam memproduksi gas rumah kaca.

Sarpin Simbolon yang juga diundang khusus sebagai narasumber dalam pelatihan itu menyampaikan bahwa budidaya lebah memiliki potensi pendapatan bagi petani.

Beliau menyampaikan bahwa budidaya lebah tidak membutuhkan modal yang besar dan budidaya lebah ini menjadi sumber pendapatan mengingat pasar madu yang masih tinggi. Sarpin Simbolon juga adalah peternak lebah yang sudah memiliki ratusan kotak lebah dan mampu memproduksi lebah dengan jumlah besar. Menjadi kesempatan baik bagi peserta pelatihan untuk bisa menerapkan pengetahuan dan kapasitas narasumber dalam mengembangkan budidaya lebah.

Tindak lanjut pelatihan ini, peserta mengembangkan budidaya lebah di lahan masing-masing dan mengkombinasikan budidaya lebah dengan budidaya kopi. Sarpin Simbolon juga menyatakan siap untuk berdiskusi dengan peserta apabila dalam prakteknya menemukan masalah. Petrasa juga akan melakukan monitoring kepada peserta pelatihan dan akan berkoordinasi dalam pengembangan budidaya lebah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

One Climate, One World, One Future. Together For Climate Justice

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *